Professional Documents
Culture Documents
: Ki Ageng Tembayat (Cerita Rakyat Jawa Tengah) :: Tiga Serangkai : Solo : 1982 : 1982 : 56 : 1.Ki Ageng Pandanarang / Ki Ageng Tembayat 2.Nyi Ageng 3.Kanjeng Sunan Kalijaga 4.Syeh Domba (Penyamun) 5.Bibi Penjual Serabi
minta bunyi bedug di Kabupaten Semarang. Setelah itu lenyaplah Kanjeng Sunan dari pandangan, hanya suaranya terdengar, Anakku Pandanarang susullah aku di gunung Jabalkat! Waktu telah menjelang ashar, Bupati Ki Ageng Pandanarang menyuruh para punggawa membunyikan bedug besar di masjid itu. Bedug dibunyikan bertalu-talu. Suaranya berkumandang diangkasa kota Semarang. Para penduduk berbondong-bondong menuju masjid, Bupati beserta keluarganya ikut juga bersama mereka sembahyang ashar di masjid besar. Malam bulan purnama kota Semarang ramai. Para penduduk memuji Bupati mereka yang telah sadar. Mereka hidup tentram lepas dari kemlaratan. Ki Ageng Pandanarang juga asyik berbicara dengan istrinya, dan mengutarakan maksudnya untuk menyusul Kanjeng Sunan Kalijaga ke gunung Jabalkat meninggalkan semua kekayaannya. Nyi Ageng pun ikut serta, meskipun dengan hati yang masih sayang pada hartanya. Dua orang setengah umur berjalan beriiringan, di depan laki-laki, dibelakangnya istrinya. Ki Angeng dan Nyi Ageng berjalan sambil membawa tongkat. Ki Ageng tahu mengapa istrinya jauh berjalan di belakang, karena dalam tongkat istrinya tersimpan emas, intan berlian. Ki Angen Pandanarang dan istrinya telah masuk hutan. Nyi Ageng masih jauh di belakang suaminya. Tiba-tiba terdengar suara, Berhenti! mendadak seorang lakilaki tinggi besar menghadang dan meminta untuk menyerahkan harta yang dibawanya. Namun Ki Ageng mengatakan kalau ingin kaya, orang yang berjalan dibelakangnya itulah yang membawa emas berlian dan itu adalah Nyi Ageng istrinya sendiri. Akhirnya penyamun menghadang Ki Ageng yang terus berlari sambil menyeret tongkatnya. Tiba-tiba terdengar suara pletok, nying tongkat pecah terinjak oleh penyamun dan terlihat sinar kemilau berceceran di tanah. Penyamun gembira memunguti emas, intan dan permata lainnya. Sambil menangis seperti anak kecil Nyi Ageng mengeluh, Kyai! Kyai! Celaka! Penyamun merebut tongkatku. Hi hi celaka! Hi hi aku kau tinggal di belakang. Ki Ageng menasehati istrinya, jika hatinya masih tetap pada harta dunia maka tak diperbolehkan meneruskan perjalanan bersamanya. Nyi Ageng sadar dan tetap ikut suaminya. Dua orang suami istri berjalan di tengah padang. Tiba-tiba dihentikan seorang penyamun yang telah merampas tongkat Nyi Ageng dan merampas tongkat yang di bawa. Ki Ageng sambil terbahak-bahak, Haha ha jangan menipuku bodoh. Tongkatmu ini pasti berisi emas! lalu Ki Ageng berkata marah, Hem.. manusia tamak. Sudah mendapat rejeki masih mengejar yang lebih besar. Kelakuanmu seperti domba yang kelaparan! sepatah kata bertuah terlepas dari seorang sakti. Hilanglah wujud manusia
penyamun menjadi manusia berkepala domba dan berlutut minta ampun lalu ikut bersama Ki Ageng. Akhirnya mereka bertiga sampai di rumah Kanjeng Sunan Kalijaga. Sejak saat itu mereka berguru dengan Kanjeng Sunan, dan Ki Ageng Pandanarang berganti nama menjadi Ki Ageng Tembayat. Suatu hari Ki Ageng Tembayat ingin berkunjung ke Semarang dengan menyamar sebagai rakyat biasa dan tinggal bersama bibi penjual serabi yang belum menjalankan shalat. Sejak Ki Ageng tinggal bersamanya serabi pasti laku habis. Pada suatu pagi saat membantu bibi penjual serabi, tiba-tiba api hampir padam sedangkan kayu bakar habis dan tidak mungkin ditinggal mencari kayu bakar akhirnya kedua tangannya dimasukkan ke dalam bara api sebagai pengganti kayu sehingga api tetap menyala. Malamnya mereka berbincang, si bibi mengutarakan rencananya untuk membeli tanah, namun Ki Ageng menasehati bibi untuk tidak mengejar harta tapi jalankan ibadah, shalat lima waktu dan amalkan ajaran Islam. Malam itu juga Ki Ageng pamit serta mengucapkan terimakasih pada bibi atas pertolongannya. Dan mengatakan bahwa dirinya adalah abdi Tuhan Ki Ageng Tembayat, belum sempat bibi menyakut Ki Ageng sudah hilang dari pandangan. Akhir kisah, Ki Ageng meninggalkan kota Semarang lalu menjelajahi beberapa tempat di tanah Jawa Tengah. Di dekat Pedan, Klaten terdapat bukit, namanya Jabalkat disitulah Ki Ageng Tembayat bermukim dan setelah wafat dimakamkan di puncak Jabalkat, hingga sekarang makamnya masih ada. Sedangkan Sunan Kalijaga setelah wafat dimakamkan di Kadilangu Demak. Dan Syekh Domba dengan anak cucunya menjadi penunggu makam Ki Ageng Tembayat sampai sekarang.