You are on page 1of 11

TUGAS MENCARI TENTANG KURBAN

NAMA KELAS

:KHARISMATUL AWALIYAH :VII.3 No.absen:17

MATA PELAJARAN :AGAMA OSLAM

Kurban Yang Di laksanakan pada bulan DJHULHIJAH

1.Pengertian Kurban
Kurban ialah binatang ternak yang disembelih pada hari raya haji dan pada harihari tasyrik demi mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Ibadah kurban adalah suatu aktifitas penyembelihan / menyembelih hewan ternak yang dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah atau disebut juga hari tasyrik / hari raya haji / lebaran haji / lebaran kurban / Idul Adha dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Pada surat Al Maaidah ayat 27 disebutkan:

2.Hukum Kurban Bagi Umat Muslim


Hukum ibadah kurban / qurban adalah sunat muakkad atau sunah yang penting untuk dikerjakan. Waktu pelaksanaan acara qurban adalah dari mulai matahari sejarak tombak setelah sholat idul adha tanggal 10 bulan haji sampai dengan matahari terbenam pada tanggal 13 bulan haji. Rasulullah saw. menegaskan, "Barang siapa mempunyai kemampuan, namun ia tidak (mau) berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekat ke mushalla kami." (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 2532 dan Ibnu Majah II: 1044 no: 3132).

3. Sejarah Singkat Perintah Kurban


Pada dasarnya ibadah qurban telah dilakukan ketika manusia pertama yaitu Nabi Adam hadir di dunia. Pada waktu itu Allah memerintahkan kepada dua orang anak nabi Adam untuk melakukan ritual qurban. Salah satu anak nabi adam yaitu habil, memberikan persembahan terbaik untuk diqurbankan, sedangkan kobil mendatangkan hasil dari pertaniannya yang sudah rusak dan busuk yang menunjukan ketidak ikhlasannya dalam melakukan ritual qurban yang diperintahkan Allah , yang menyebabkan tidak diterimanya qurban yang dilakukannya, sedangkan yang diterima adalah ritual qurban yang dilakukan habil, dan apa yang dilakukan habil menunjukan keikhlasan dalam melaksanakan perintah qurban yang menjadikan qurbannya diterima disisi Allah. Pada surat Al Maaidah ayat 27 disebutkan:

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa".

Namun pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh kedua anak Nabi Adam tersebut bukan merupakan landasan disyariatkannya penyembelihan hewan qurban dalam Islam, tapi landasannya adalah sejarah qurban Nabi Ibrahim AS. Melalui sebuah mimpi, Allah telah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya dari Hajar yaitu Nabi Ismail. Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus dan ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Rabbnya sampai merelakan anaknya sendiri untuk dikorbankan demi menjalankan perintah Rabbnya, karena ia sendiri yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Allah Maha Adil sehingga ia yakin bahwa Allah tidak akan mencelakakan dan mendhalimi hamba-Nya. Dan semua itu terbukti, ketika Nabi Ibrahim bersiap-siap untuk menyembelih anaknya, seketika Allah mengirimkan seekor qibas yang menggantikan Nabi Ismail. Kisah ini diceritakan dalam Alquran surat Ash-Shaaffaat ayat 102 109 : Maka tatkala sang putra itu berumur dewasa dan bisa berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!. Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di

kalangan orang-orang yang datang kemudian.kesejateraan dilimpahkan atas Ibrahim. (QS. Ash-Shaaffaat, ayat 102-108). Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim untuk menjalankan perintah Allah tersebut bukan berarti tidak ada hambatan. Musuh terbesar ummat manusia yaitu setan dan iblis selalu berusaha mengodanya, namun beliau tetap tegar dan bersabar, lalu beliau melempari setan dan iblis dengan batu-batu kerikil, yang akhirnya kisah ini masuk kedalam rangkaian pelaksanaan ibadah haji disaat idul qurban yang terkenal dengan sebutan melempar jumroh. Itulah kecintaan dan ketaatan Nabi Ibrahim kepada Rabbnya yang dibuktikan dengan menjalankan perintah-perintah Allah walaupun perintah tersebut sangat berat dan harus mengorbankan seorang anak yang dicintainya. Itulah ujian yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim untuk memperlihatkan kepada kita tentang kecintaan dan ketaatannya kepada Allah melebihi kecintaannya kepada materi dan keduniaan, baik itu harta, anak ataupun istri.

4. Waktu Penyembelihan Kurban


Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya . Dalilnya adalah hadits-hadits berikut: a. Hadits Al-Bara` bin Azib radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain. (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin

Abdillah Al-Bajali radhiyallahu anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552). b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu anhu yang menyembelih sebelum salat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja. Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan:

Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.

Akhir waktu

Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, Al-Hasan Al-Bashri imam penduduk Bashrah, Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auzai imam penduduk Syam, Asy-Syafii imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Maad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti (3/411412). Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu anhu, dia berkata:

Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah. (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: Hadits ini aneh. Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu alam.

Menyembelih di waktu siang atau malam?

Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. (AlHajj: 28) Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dengan lafadz:

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari. AlHaitsami rahimahullahu dalam Al-Majma (4/23) menyatakan: Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk. Sehingga hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali). Wallahu alam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)

5. Syarat Binatang Kurban Jenis binatang yang sah untuk kurban adalah jenis binatang ternak yang di pelihara/diternakan untuk di makan daging nya.
Binatang ternak yang sah dijadikan sebagai qurban hanyalah sapi, kambing dan unta. Hal ini mengacu pada firman Allah SWT yang artinya: "Dan bagi tiap-tiap ummat telah Kami syari'atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka." (QS. al-Hajj: 34). Binatang ternak yang di pergunakan untuk melaksanakan syariat kurban itu harus memenuhi dua syarat, yaitu cukup umur dan tidak cacat a. Keterntuan umur binatang kurban Penetapan umur minimal hewan kurban tidak disebutkan dalam nash hadits, akan tetapi hal tersebut dipahami dari kebiasaan bangsa Arab. Umur minimal untuk hewan kurban sebagai berikut: 1. Unta minimal 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6. 2. Sapi minimal 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3. 3. Kambing Domba diperbolehkan umur minimal 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan yang 1 tahun. Sedangkan bagi jenis selain Domba (misal kambing jawa) maka minimal umur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2. b. Cacat Binatang Kurban
Cacat hewan kurban dibagi menjadi 3 macam:

Pertama, cacat yang menyebabkan tidak sah untuk digunakan berkurban. Disebutkan dalam hadis, dari Al-Barra bin Azib radliallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda sambil berisyarat dengan tangannya-,

:
Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan

hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum. (HR. Nasai, Abu Daud dan disahihkan Al-Albani). Kedua, cacat yang menyebabkan makruh untuk dijadikan kurban, ada 2: - Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong - Tanduknya pecah atau patah (Shahih Fiqih Sunnah, II:373). Terdapat hadis yang menyatakan larangan berkurban dengan hewan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk yang pecah. Namun hadisnya dhaif, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk kurban. (Syarhul Mumthi 7:470). Ketiga, cacat yang tidak berpengaruh pada hewan kurban (boleh dijadikan untuk kurban) namun kurang sempurna.

6. Kurban untuk Lebih dari Satu Orang


Hewan yang digunakan untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi[1], dan kambing. Bahkan para ulama berijma (bersepakat) tidak sah apabila seseorang melakukan sembelihan dengan selain binatang ternak tadi.[2] Ketentuan Qurban Kambing Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.


Pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.[3] Asy Syaukani mengatakan, (Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.[4] Ketentuan Qurban Sapi dan Unta Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7 orang)[5]. Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu beliau mengatakan,

Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.[6] Begitu pula dari orang yang ikut urunan qurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Perhatikan fatwa Al Lajnah Ad Da-imah berikut.

7. Pemanfaatan Daging Kurban


Pemanfaatan Hasil Sembelihan Qurban yang Dibolehkan Allah Taala berfirman,

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. Al Hajj: 28) Dalam hadits dari Salamah bin Al Akwa radhiyallahu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

.
Barangsiapa di antara kalian berqurban, maka janganlah ada daging qurban yang masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga. Ketika datang tahun berikutnya, para sahabat mengatakan, Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu? Maka beliau menjawab, (Adapun sekarang), makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan

sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami paceklik sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.[1] Jika kita melihat dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan pada shohibul qurban untuk memakan daging qurban, memberi makan pada orang lain dan menyimpan daging qurban yang ada. Namun apakah perintah di sini wajib? Jawabnya, perintah di sini tidak wajib. Alasannya, perintah ini datang setelah adanya larangan. Dan berdasarkan kaedah Ushul Fiqih, Perintah setelah adanya larangan adalah kembali ke hukum sebelum dilarang.[2] Hukum makan dan menyimpan daging qurban sebelum adanya larangan tersebut adalah mubah. Sehingga hukum shohibul qurban memakan daging qurban, memberi makan pada orang lain dan menyimpannya adalah mubah. Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari mengatakan,


Sebagian orang yang berpendapat bahwa shohibul qurban wajib memakan sebagian daging qurbannya beralasan dengan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam- makanlah dan berilah makan dalam hadits di atas. Namun sebenarnya mereka tidak memiliki dalil yang jelas. Karena perintah tersebut datang setelah adanya larangan, maka dihukumi mubah (boleh). Dalam hadits ini kita juga mengetahui bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melarang menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada saat itu menshodaqohkan kelebihan daging qurban yang ada. Namun larangan tersebut kemudian dihapus. Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tegas menghapus larangan tersebut dan menyebutkan alasannya. Beliau bersabda,

. . .
Dulu aku melarang kalian dari menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari agar orang yang memiliki kecukupan memberi keluasan kepada orang yang tidak

memiliki kecukupan. Namun sekarang, makanlah semau kalian, berilah makan, dan simpanlah.[3] Setelah menyebutkan hadits ini, At Tirmidzi mengatakan,

. - -
Hadits ini telah diamalkan oleh para ulama dari sahabat Nabi dan selain mereka. Adapun Syarat dan pembagian daging kurban Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut :

Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa berutang. Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri. Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh. Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1 tahun. Orang yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan berakal. Daging hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.

You might also like