You are on page 1of 3

Nama NIM Kelas

: Arkhamsiagustinah : 11611083 : Statistika B

Niat yang mengantarkan menjadi haji mabrur


Haji merupakan hakikat atau makna yang akan senantiasa memberi arti serta membawa perubahan bagi siapa saja yang telah melaksanakannya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan kearah yang baik ataupun perubahan kearah yang kurang baik. Akhlak merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai kesempurnaan iman seseorang. Berkaitan dengan akhlak, ada beberapa yang berpendapat bahwa dengan melaksanakan haji, kita dapat memberbaiki akhlak menjadi jauh lebih baik. Tetapi, bukan berarti dengan melaksanakan ibadah haji akhlak akan secara langsung mengalami perubahan dan iman pun akan menjadi sempurna dengan seketika itu pula. Namun untuk mendapatkan perubahan akhlak kearah yang lebih baik, ibadah haji sebaiknya ditunaikan dengan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Kedudukan niat dalam setiap ibadah dalam Islam menempati posisi yang sangat penting, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah ibadah yang kita yang tunaikan. Dengan memiliki niat yang tulus dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah haji, perjalanan sebelum maupun ketika melaksanakan haji akan terasa lebih ringan, menyenangkan, dan menenangkan jiwa, bahkan dapat membawa kepada efek ketagihan untuk bisa melaksanakan ibadah haji kembali. Penegasan dan pelurusan niat yang benar-benar harus ditujukan dalam rangka mencapai ridha Allah SWT seperti dijelaskan dalam firman-Nya: Dan tidaklah mereka disuruh kecuali melainkan untuk menyembah Allah SWTdan mengikhlaskan agama (semata-mata) karena Allah. (QS. AL Bayyinah: 5) Penegasan niat di atas dikuatkan lagi oleh Rasulullah SAW, yang dijelaskan dalam sabdanya: Sesungguh setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya itu. (Muttafaq Alaihi). Oleh karena itu, haji harus benar-benar diniatkan karena Allah SWT. Apalagi haji ini, sangat sarat dengan perasaan riya dan sumah, mengingat tidak semua orang dapat menunaikan ibadah

ini, seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. Dan tidak sedikit orang menunaikan ibadah haji lantaran ingin mendapat gelar Haji sehingga dijadikan sebagai alat memperkuat status sosialnya, khususnya untuk mendapatkan pandangan sosial yang lebih dari masyarakat. Berkaitan dengan niat dalam melaksanakan haji guna memperbaiki akhlak, terdapat sebuah kisah yang mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran di kemudian hari. Dua orang teman karib dan bertetangga dekat berangkat ke Makkah untuk berhaji. Dalam segala hal mereka serba sama: pakaian yang digunakan untuk berhaji, bekal yang dibawa ketika berhaji, dan kendaraan yang digunakan untuk dan ketika berhaji pun sama. Mereka tidak pernah berpisah sedikit pun, kecuali sewaktu di kamar mandi. Seperti pada umumnya ketika sepulang dari melaksanakan haji, kerabat dan keluarga akan datang berkumpul di kediaman haji yang baru kembali dari mekkah. Begitu pula dengan kedua sahabat tersebut, banyak tamu berdatangan menengok kedua haji yang baru pulang tersebut. Para tamu menyimak pengalaman Haji Makruf, mulai berangkat sampai dengan kembali. Segalanya terdengar dan terasa serba sedap. Dalam kapal ia merasa nikmat, para awak kapal dan penumpang ramah, makan minum serba lezat, tidur pun nyenyak. Penduduk di Tanah Suci begitu ramah. Selama manasik tak ada keluhan apa pun. Kotanya bersih dan harum. Sampai kembali pulang ke kampung halaman, nikmatnya masih terasa. Sehingga ia ingin mendapat kesempatan untuk kembali berkunjung ke Tanah Suci. Lain lagi cerita Haji Majhul, sahabat dan tetangga dari Haji Makruf. Ia menceritakan bahwa perjalanan haji itu sulit. Segalanya serba tak enak, ruang kapal sempit, kotor, bau, berisik, kapal sering oleng, makanan basi, dan air tidak cukup. Selama itu, ia kurang tidur. Sesampai di Makkah, ternyata kotanya kotor dan bau. Penduduknya kasar, sering ia dibentak dan dimaki orang. Sejak dari Arafah ia sudah menggerutu, bercarut-carut. Waktu jumrah kepalanya kena lemparan batu, waktu thawaf kakinya terkilir, dan waktu sai ia terjerembab. Karena merasa kapok, ia tidak ingin pergi haji lagi. Dalam cara berbicaranya, sikapnya terkesan angkuh dan kasar. Akhlaknya menjadi lebih buruk dari sebelum pergi ke Tanah Suci. Aneh, dalam segala hal mereka sama, tetapi cerita masing-masing berlainan, kata para tamu kemudian. Dari kisah singkat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa hal yang didasari oleh niat yang baik, tulus dan ikhlas perjalanan haji akan terasa lebih ringan, menyenangkan, dan menenangkan jiwa sehingga dapat membawa kepada perubahan akhlak yang lebih baik. Namun begitu pula sebaliknya,

apabila dalam beribadah haji tidak di awali dengan niat yang baik, tulus dan ikhlas maka tidak menutup kemungkinan bahwa akhlak justru akan mengalami perubahan kearah yang buruk.

You might also like