You are on page 1of 12

Menyoal Efektifitas Undang Undang Pemilu Baru

Disampaikan di Forum Kajian Labpol, FISIP UNSIL, Jumat 15 Juni 2012

Akhmad Satori

Latar Belakang
Perbaikan sistem pemilu merupakan hal yang mutlak dilakukan. Merupakan bagian dari proses penguatan dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) serta upaya mewujudkan tata pemerintahan presidensiil yang efektif Menciptakan derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

Problematika Pemilu
Problem Kultural :calon-pendukung tidak siap kalah, vote-buying, dll. Problem Struktural : minimnya regulasi, batasan spending kampanye, faktor incumbency, money politik Problem Administrasi dan independensi penyelenggara : DPT, undangan memilih, parsialitas KPU

Bagaimana menciptakan pemilu tidak rumit dan pemilu murah ?

Sistem pemilu : Proporsional Terbuka

Isu UU Pemilu 8/12

Jumlah kursi per dapil


Parlementary Threshold 3,5 % nasional

Pembatasan dana kampanye

Ps.8(1)

Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya. (2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3(tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi. (3) Dalam hal penentuan daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberlakukan, penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian kabupaten/kota. Ayat (4) Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR

Ps. 22

Ps. 205

Ps. 208

Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Sistem Proporsional Terbuka


Sistem pemilu disepakati menggunakan sistem proporsional terbuka yang konsekuensinya akan memunculkan persaingan keras tidak hanya antar parpol namun juga antar calon dalam internal parpol. Fakta Pemilu 2009 menunjukkan bahwa sistem berdasarkan suara terbanyak ini cukup memakan biaya tinggi, dan menempatkan parpol dalam posisi yang lemah terhadap calon legislatif.

Kursi per dapil


Jumlah kursi per dapil yang diperebutkan dalam Pemilu disepakati pada kisaran 3-10 untuk DPR dan antara 312 untuk DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten, yang disintesiskan dengan mekanisme kuota murni berdasarkan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) adalah sama persis dengan ketentuan UU Pemilu sebelumnya. Menghasilkan konfigurasi kekuatan politik yang terdispersi dan tidak akan menghasilkan komposisi parpol yang sederhana. Ide penyederhanaan partai untuk mendukung efektivitas pemerintahan masih sulit tercapai.

Parliamentary Threshold
Ambang batas parlemen disepakati sebesar 3,5% yang berlaku secara nasional. Dari aspek penyederhanaan partai, ketentuan ini akan efektif memangkas kuantitas partai peserta pemilu. Munculnya problema baru yaitu isu representativitas dan isu suara hangus. Beberapa partai-partai kecil yang basis massanya besar dan populer namun hanya di beberapa daerah saja, sementara secara nasional perolehan suaranya tidak melampaui ambang batas. UU Pemilu Memungkinkan Jual Beli Suara

Spending Kampanye
Tidak dimasukan pembahasan mengenai pembatasan dana kampanye bagi calon. Terjadinya liberalisasi politik, dimungkinkan para caleg dengan secara cara dapat dilakukan agar lolos menjadi anggota DPR Kekhawatiran adanya pengaruh donatur untuk partai politik dan kandidat calon legislatif terhadap kebijakan-kebijakan politik pemerintah yang kelak dihasilkan

Isu isu lainnya


Tidak sinkronnya antara UU Pemilu baru dengan UU 15/2011 terkait Penyelenggara Pemilu. Permasalahan DPT (ps. 105) Ketimpangan aturan mengenai sanksi antara penyelenggara Pemilu dengan partai politik peserta pemilu Ketentuan teknis pemberian suara berdasarkan UU yang baru adalah dengan cara mencoblos, tidak lagi mencontreng.

Penutup
terlihat bahwa yang menjadi materi perdebatan antar fraksi selama berbulanbulan yang mewarnai proses perumusan UU tersebut berkutat pada isu seputar nasib partai politik dan masa depan wakil rakyat, bukan pada kepedulian terhadap nasib rakyat dan pengembangan demokrasi.

You might also like