You are on page 1of 10

I TINJAUAN PUSTAKA I

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung Management of Atrial Fibrilla on A er Cardiac Surgery
I Made Adi Parmana, Herdono Poernomo

ABSTRACT Post-opera ve atrial brilla on (POAF) is the most common complica on encountered a er cardiac surgery. The incidence of POAF reported in previous studies varies between 20% and 50%, depends on deni ons and methods of detec on. The peak incidence of POAF is between postopera ve days 2 and 4 and it is seldom seen a er the rst week of surgery. Although generally well tolerated and seen as a temporary problem related to surgery, POAF can be life threatening, par cularly in elderly pa ents and those with le ventricular dysfunc on. POAF associated with increased post-opera ve thromboembolic risk and stroke, hemodynamic compromise, ventricular dysrhythmias, and iatrogenic complica ons associated with therapeu c interven ons. The pathophysiology of POAF a er heart surgery is not precisely known, but the mechanisms are thought to be mul factorial. Dierent risk factors have been reported, and many studies have evaluated the prophylacc eect of dierent pharmacologic or physical intervenons. Thus, op mal preven ve and treatment strategies are importance to reduce the impact of POAF. Keywords: atrial brilla on, cardiac surgery, postopera ve management ABSTRAK Post-opera ve atrial brilla on (POAF) merupakan komplikasi yang sering terjadi pasca bedah jantung. Insidensnya berkisar antara 20-50%, bergantung pada metode dan denisi yang dipergunakan. Puncak insidens POAF terjadi antara hari kedua dan hari keempat pascaoperasi dan jarang terjadi setelah seminggu pascaoperasi. Meskipun POAF umumnya bisa ditoleransi dan sifatnya sementara, POAF dapat mengancam nyawa, terutama pada pasien tua dan pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. POAF dihubungkan dengan peningkatan risiko

terjadinya morbiditas dan mortalitas stroke pascaoperasi, gangguan hemodinamik, disritmia ventrikel, dan komplikasi iatrogenik akibat intervensi terapi yang diberikan. Patosiologi terjadinya POAF belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi mekanismenya diperkirakan mul faktorial. Berbagai faktor risiko dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya POAF dan beberapa peneli an telah mengevaluasi efek prolaksis dari beberapa obat dan teknik intervensi yang digunakan. Strategi pencegahan dan pengobatan yang op mal diperlukan untuk mengurangi komplikasi POAF. Kata kunci: brilasi atrium, operasi jantung, penatalaksanaan pascaoperasi PENDAHULUAN Fibrilasi atrium merupakan aritmia supraventrikular yang ditandai dengan ak vasi atrium yang dak terkoordinasi dengan konsekuensi terjadinya perubahan fungsi mekanik atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), AF ditunjukkan dengan hilangnya gelombang P akibat osilasi cepat atau gelombang brilasi yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan waktunya, diiku dengan respons ventrikel yang cepat, sering, dan ireguler saat konduksi atrioventrikuler (AV) masih utuh. AF respons cepat didenisikan sebagai AF yang denyut respons ventrikulernya lebih dari 100 denyut per menit.1 Insidens POAF berkisar antara 20-50%, bergantung pada kondisi pasien, pe pembedahan, dan denisi yang digunakan.2 Pasien yang hanya mengalami operasi CABG mengalami insidens POAF yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang mengalami operasi katup atau kombinasi keduanya. Sebuah studi metaanalisis dari 24 peneli an memperkirakan insidens POAF

I Made Adi Parmana, Herdono Poernomo Bagian Anestesi dan Perawatan Intensif RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 65

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung I Management of Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery

sekitar 26,7%.3 Tabel 1. Peneli an POAF pada lebih dari 500 pasien: insidens dan risiko preopera f3
Variable Almasi et al. Aranki et al.
570 189 33 AF requiring medication or pacing

Creswell et al. Fuller et al.


3983 1378 35 AF detected by telemetry and requiring treatment 1666 473 28 Any duration of AF detected by continuous telemetry

Gavaghan et al.
1247 297 24 NS

Hashimoto et al.
800 186 23 Any new onset of AF

Secara umum, POAF terjadi pada 30% pasien yang mengalami CABG, 40% pasien yang mengalami operasi katup, dan 50% atau lebih pada pasien yang mengalami kombinasi keduanya.4 FAKTOR RISIKO TERJADINYA POAF Faktor penyebab terjadinya POAF bersifat mul faktorial dan belum sepenuhnya dimenger .1,2,4 Tabel 2. Faktor predisposisi terjadinya POAF2
Faktor preopera f Usia lanjut Faktor intraopera f Jejas atrial akibat bedah Hipertensi Iskemia atrial Pembukaan vena pulmoner Kanulasi vena Perubahan volume secara akut Peningkatan a erload Diabetes Hipotensi Faktor pascaopera f Kelebihan volume

Patients, n 3855 Patients with AF, 1142 n Incidence of 30 AF,% Definitions of AF NS

Patients with AF/patients with surgery, n/n (%) CABG alone CABG and aortic valve replacement CABG and mitral valve replacement Aortic valve replacement Mitral valve replacement Transplantation Others

863/3126(28)

189/570(33)

905/2833(32)

473/1666(28)

225/898(25)

186/800(23)

83/228(36)

95/158(60)

21/35(60) 76/231(33) 20/41(49) 79/194(41)

65/103(63) 83/170(49) 43/97(44) 15/136(11) 172/486(35) 26/116(22) 8/52(15) 8/181(4)

Obesitas Sindrom metabolik Pembesaran atrium kiri

Multivariate predictors of AF : Odds ratios(95% CI) 1.6(1.5-1.8) Age P < 0.001 1.2(1.0-1.4) Hypertension P < 0.05 Male sex Previous AF Previous congestive heart failure

2.0(1.3-3.0) P < 0.001 1.6(1.0-2.3) P < 0.05 1.7(1.1-2.7) P = 0.01

NS P < 0.001

NS P = 0.001 NS P < 0.05

2.4 P < 0.001

Disfungsi diastolik Hipertro ventrikel kiri Predisposisi gene k

2.5

Beberapa faktor penyebab POAF antara lain inamasi perikardial, produksi katekolamin yang berlebihan, ke dakseimbangan otonom selama periode pascaoperasi, serta perpindahan cairan intersisial yang

Tabel 3. Skor untuk memprediksi terjadinya POAF7

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 66

I MADE ADI PARMANA, HERDONO POERNOMO

Gambar 1. Patosiologi dan mekanisme terjadinya brilasi atrium7 menyebabkan perubahan pada volume, tekanan, dan neurohormonal. Faktor-faktor tersebut menyebabkan perubahan dan perlambatan konduksi atrial. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya POAF antara lain:2,3 Faktor usia merupakan faktor independen yang sering dihubungkan dengan terjadinya POAF. Peningkatan usia dihubungkan dengan beberapa perubahan seper dilatasi atrium, atro miokard, dan penurunan konduksi atrial. Ak vasi neurohormonal dapat meningkatkan kepekaan terjadinya POAF. Peningkatan ak vitas simpa s dan parasimpa s dapat menyebabkan perubahan atrial refrakter (misalnya pemendekan periode efekvitas refractory atrial). Hal ini pernah dilaporkan oleh Hogue yang mendapatkan terjadinya peningkatan atau penurunan variabilitas interval RR akibat peningkatan tonus vagal atau simpa s sebelum terjadinya aritmia. Oleh karena itu, ndakan intervensi, baik pada sistem saraf simpa s maupun parasimpa s, bermanfaat untuk menekan terjadinya aritmia pascaoperasi.2,3 Dalam hal obesitas, faktor tersebut menyebabkan peningkatan curah jantung, serta menyebabkan ukuran ventrikel kiri dan atrium kiri yang lebih besar. Hal itu dapat menyebabkan terjadinya POAF. Sebagai tambahan dari proses tersebut, beberapa mekanisme patosiologi lain juga memegang peranan pen ng untuk terjadinya POAF, termasuk kelebihan volume, faktor gene k yang dihubungkan dengan varian gen dengan promotor interleukin-6, perubahan akibat stres oxida f atrium, dan peningkatan protein koneksin 40 pada taut kedap.2,5,6 Faktor-faktor risiko POAF kemudian dikelompokkan sehingga dapat dilakukan iden kasi secara akurat kelompok mana yang berisiko nggi dan berisiko rendah mengalami POAF. PATOFISIOLOGI DAN MEKANISME TERJADINYA FIBRILASI ATRIUM Beberapa faktor risiko POAF menyebabkan perubahan refraktori dan perlambatan konduksi atrial. Gelombang re-entry mul pel yang terjadi akibat perubahan refrakter atrial tampaknya merupakan mekanisme elektrosiologi yang melatarbelakangi terjadinya POAF.2 Faktor intraopera f dan pascaopera f seper iskemik atrium dan cedera atrium sewaktu operasi dapat menyebabkan perubahan substrat atrium. Inamasi juga memegang peranan pen ng dalam terjadinya POAF. Beberapa peneli an menunjukkan bahwa inamasi dapat menyebabkan perubahan konduksi atrial, memfasilitasi mekanisme re-entry, serta mencetuskan terjadinya POAF. Sirkulasi ekstrakorporeal yang menyebabkan terjadinya respons inamasi sistemik sering menyebabkan terjadinya POAF.2,8 KOMPLIKASI POAF Meskipun brilasi atrium sering merupakan tanda beratnya penyakit, beberapa komplikasi yang mbul dapat terjadi akibat langsung dari aritmia tersebut. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan hipotensi atau edema paru, stroke, dan perubahan cardiac index. Pasien dengan brilasi atrium lebih sering memerlukan pacemaker permanen dan perawatan yang lebih lama di unit per-

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 67

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung I Management of Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery

awatan intensif pascaoperasi.1,2,4,5 Pada suatu studi meta-analisis, Mitchell membandingkan pasien yang mengalami POAF dengan tanpa POAF. Secara signikan pasien yang mengalami POAF mengalami gagal jantung konges f (6,4% dibandingkan 3,4%), infark miokard (5,3% dibandingkan 3%), komplikasi serebrovaskular (9,3% dibandingkan 1,9%) dan kemaan pascaoperasi (5,2% dibandingkan 4,1%).4 PENGARUH STRATEGI PROFILAKSIS PADA KELUARAN PASCAOPERASI Meskipun intervensi farmakologis ataupun nonfarmakologis secara signikan dapat mengurangi insidens POAF, hal tersebut masih kontroversial dalam mengurangi insidens stroke atau komplikasi periopera f lainnya.1,2,4 Efek intervensi pada lamanya perawatan di rumah sakit dan biayanya juga masih menjadi kontroversi, namun beberapa peneli an melaporkan terjadi penurunan secara signikan pada lamanya perawatan pada penggunaan amiodaron, magnesium, atau biatrial pacing yang dikombinasikan dengan penyekat beta.3,4 Tabel 4. Pencegahan POAF4 b.

beta sebanyak 19%. Ferguson melakukan peneli an retrospek f yang besar pada 629.877 pasien untuk melihat morbiditas dan mortalitas yang dihubungkan dengan pemberian penyekat beta selama operasi. Setelah dilakukan anlisis, didapatkan penurunan mortalitas dari 3,4% menjadi 2,8% pada pasien yang mendapatkan penyekat beta selama operasi.2,9 The American Heart Associa on (AHA) sangat merekomendasikan terapi penyekat beta secara ru n sebelum operasi sebagai standar perawatan pada pasien yang akan mengalami operasi CABG untuk mencegah POAF jika dak ada kontraindikasi. Jika pasien sudah mendapatkan penyekat beta sebelumnya, terapi dilanjutkan sampai dengan pagi sebelum operasi dan kemudian dilanjutkan kembali pada hari pertama pascaoperasi. Jika pasien dak menggunakan penyekat beta, segera diberikan sebelum operasi atau diberikan pascaoperasi jika dak ada kontraindikasi.2,4,9 Sotalol Sotalol juga merupakan obat an aritmia kelas III. Banyak peneli an telah mengevaluasi efek prolaksis sotalol pada insiden terjadinya POAF. Meta-analisis dari 14 peneli an pada 2.583 pasien yang membandingkan berbagai macam penyekat beta dengan plasebo, Burgess mendapatkan bahwa sotalol lebih efek f dalam mengurangi insidens POAF dibanding pengobatan penyekat beta standar atau plasebo.9 Oleh karena itu sotalol, nampaknya dapat memberikan efek tambahan dibandingkan dengan obat penyekat beta standar lainnya. Bagaimanapun juga, pada satu percobaan yang membandingkan efek prolaksis sotalol dengan metoprolol, didapatkan insidens bradiaritmia pascaoperasi lebih nggi pada penggunaan sotalol dibandingkan dengan metoprolol. Pada peneli an tersebut, lebih banyak pasien yang putus obat pada pemberian sotalol dibandingkan dengan plasebo (6,0% vs 1,9%; p 0,004).2,9 Alasan putus obat pada pasien adalah efek samping sotalol berupa hipotensi dan bradikardia. Pada peneli an yang lebih besar, Suttorp membandingkan sotalol dosis rendah atau nggi dengan propanolol dosis rendah atau nggi pada 429 pasien. Pemberian 40 mg sotalol menyebabkan insidens AF sebanyak 14%, sedangkan pemberian propanolol dosis rendah menyebabkan insidens AF sebanyak 19%. Auer meneli 235 pasien yang dirandomisasi untuk mendapatkan terapi sotalol atau metoprolol. Insidens AF sebanyak 32% pada kelompok sotalol dan 40% dengan metoprolol meskipun hasilnya

a.

Penyekat beta Semua peneli an meta-analisis menyimpulkan bahwa penyekat beta secara signikan dapat mengurangi insidens POAF. Peneli an metaanalisis terbesar yang dilakukan oleh Crystal dan dipublikasikan pada 2002 menyimpulkan sebagai berikut. Dari 27 RCT yang melibatkan 3.480 pasien, diperoleh hasil insidens AF pada kelompok kontrol sebanyak 33%, sementara pada kelompok yang mendapatkan penyekat

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 68

I MADE ADI PARMANA, HERDONO POERNOMO

dak signikan. Peneli an lainnya yang dilakukan oleh Sanjuan mendapatkan penurunan insidens AF secara signikan dari 22% menjadi 10% pada 253 pasien yang diberikan sotalol dibandingkan dengan kelompok yang diberikan atenolol.1 Jansen meneli 130 pasien yang dirandomisasi untuk mendapatkan terapi sotalol, metoprolol, atau tanpa terapi. Hasilnya, hanya 2,4% pasien yang mendapatkan sotalol yang mengalami AF dibandingkan dengan 15% pada kelompok metoprolol dan 36% pada kelompok kontrol. Tidak ada efek samping yang serius yang dilaporkan pada kelompok tersebut. Parika melakukan randomisasi pada 191 pasien untuk membandingkan terapi sotalol atau metoprolol. POAF terjadi sebanyak 16% pada pasien yang mendapatkan terapi sotalol dibandingkan dengan 32% pada kelompok yang menerima metoprolol (p<0,01). Dengan demikian, disimpulkan bahwa sotalol lebih efek f dalam mencegah terjadinya AF tanpa menyebabkan efek samping yang berlebihan dibandingkan dengan terapi penyekat beta lainnya.1,4,9 c. Amiodaron Amiodaron merupakan obat Vaughan-Williams kelas III yang juga mempunyai efek dan adrenergik, yang dapat menurunkan efek perangsangan simpa s yang berlebihan saat pasien mengalami operasi jantung. Peneli an randomisasi yang dilakukan oleh Daud pada 124 pasien yang menjalani operasi jantung kompleks memperoleh hasil bahwa amiodaron yang diberikan secara oral 1 minggu sebelum operasi secara signikan mengurangi kejadian POAF dibandingkan dengan plasebo (53% vs 25%, p=0,003). Giri melakukan randomisasi pada 220 pasien yang mendapatkan amiodaron atau placebo. Hasilnya, insidens AF hanya sebesar 23% pada kelompok amiodaron, sementara pada kelompok kontrol mencapai 38% (p = 0,01).1 Pada studi lainnya yang melibatkan 300 pasien, The Amiodarone Reduc on in Coronary Heart (ARCH) menghubungkan pemberian amiodaron intravena pascaoperasi dengan kejadian POAF yang lebih rendah (35%, p=0,01). Meskipun keamanan penggunaan amiodaron pada operasi jantung masih dipertanyakan oleh beberapa penulis, ekasi dan keamanan amiodaron telah ditunjukkan oleh studi Prophylac c Oral Amiodaron for the Preven on of Arrhytmias that Begin Early A er Revasculariza on, Valve or Repair (PAPABEAR). Dalam peneli an berskala besar itu, pemberian amiodaron pascaoperasi sampai dengan hari ke-13 cukup efek f untuk mencegah takiaritmia pascaoperasi jantung. Meta-analisis

lainnya dilakukan pada 18 kelompok randomized control trial, yang membandingkan 1.736 pasien yang mendapatkan amiodaron dengan 1.672 pasien yang menerima placebo. Studi tersebut menghubungkan amiodaron dengan peningkatan risiko terjadinya bradikardia dan tekanan darah rendah terutama ke ka diberikan secara intravena.1,9,10,11 d. Atrial Pacing Penggunaan atrial pacing untuk mencegah POAF didasarkan fakta bahwa pacing dapat memengaruhi konduksi intraatrium. Ada beberapa mekanisme atrial pacing untuk mencegah POAF, di antaranya mengurangi bradikardi yang dicetuskan oleh dispersi repolarisasi atrium yang berperan sebagai substrat elektrosiologi pada AF, menambah kecepatan atrium sehingga dapat mensupresi denyut atrium prematur, serta mengubah pola pengak fan atrium sehingga mencegah perkembangan re-entry intraatrial.1,2,9 Efek prolaksis pacing telah dievaluasi oleh beberapa peneli . Beberapa peneli an meta-analisis secara konsisten menunjukkan bahwa single atau dual atrial pacing secara signikan dapat mengurangi risiko serangan baru POAF.9

Obat-obatan lain Digoksin Walaupun sudah digunakan secara luas, penggunaan digoksin untuk mencegah POAF masih dipertanyakan. Beberapa peneli an meta-analisis secara konsisten mendapatkan bahwa penggunaan digoksin sebelum operasi dak esien untuk mengurangi insidens POAF.2 Penyekat Kanal Kalsium (Calcium-Channel Blocker) Meta-analisis terbaru menunjukkan obat penyekat kanal kalsium dapat mengurangi risiko terjadinya takiaritmia supraventrikel (OR 0,62% CI 0,41-0,93). Akan tetapi, pada beberapa peneli an, pengunaan obat penyekat kanal kalsium selama operasi justru dihubungkan dengan peningkatan insidens blok atrioventrikular dan sindrom low output yang kemungkinan dihubungkan dengan efek inotropik dan kronotropik nega f dari obat tersebut.2,4,9 Magnesium Meskipun masih kontroversial, hipomagnesemia sering terjadi setelah operasi jantung dan dihubungkan dengan takiaritmia atrial pascaoperasi.(2,,4,9,12,13 Toraman pada tahun 2001 melakukan peneli an RCT pada 200 pasien yang mendapatkan 6 mmol magnesium, baik sebelum maupun setelah operasi, atau yang mendapatkan plasebo. Hanya 2 (2%) pasien yang mendapatkan magnesium mengalami AF dibandingkan dengan 21

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 69

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung I Management of Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery

(21%) pada kelompok kontrol. Hazelrigg melakukan randomisasi pada 105 pasien yang mendapatkan terapi 80 mg/kgbb magnesium sebelum operasi kemudian dilanjutkan 8 mg/kgbb/jam sampai dengan 48 jam pascaoperasi atau mendapatkan plasebo pada 97 pasien. Tiga puluh dua pasien mengalami AF dibandingkan dengan 41 pasien pada kelompok kontrol.1 Sta n Sebuah peneli an observasional menunjukan bahwa pasien yang diberikan sta n mengalami penurunan insidens terjadinya POAF setelah CABG oleh karena sta n mengurangi terjadinya inamasi pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Pada peneli an prospek f randomisasi Atovarsta n for Reduc on of Myocardial Dysrhytmia A er Cardiac Surgery (ARMYDA-3) menunjukkan bahwa pengobatan dengan atorvasta n 40mg/ hari yang dimulai 7 hari sebelum operasi dan dilanjutkan sampai pascaoperasi secara signikan dapat mengurangi insidens POAF hingga 61%.2 N-3 Polyunsaturated Fa y Acids (PUFA) Peneli an eksperimental terbaru pada kus menunjukkan bahwa PUFA mempunyai efek an aritmia secara signikan pada otot atrium. Peneli an lainnya pada anjing didapatkan bahwa terapi oral dengan minyak ikan dapat mengurangi terjadinya AF. Peneli mendapatkan bahwa modulasi koneksin jantung merupakan mekanisme yang menyebabkan efek an aritmia pada pemberian minyak ikan. Pada populasi umum, mengonsumsi minyak ikan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi PUFA dalam plasma yang dihubungkan dengan penurunan insidens AF pada peneli an yang diiku sampai dengan 12 tahun.2 Calo melakukan peneli an randomisasi pada 160 pasien yang mengalami CABG secara elek f, didapatkan bahwa penambahan PUFA secara signikan dapat mengurangi insidens POAF yang efeknya setara dibandingkan dengan penyekat beta yang standar, sotalol, ataupun amiodaron.2,4 Obat-obat An inamasi Cheruku merandomisasi 100 pasien yang mengalami CABG. Satu kelompok mendapatkan 30 mg ketorolak iv se ap 6 jam sampai pasien dapat minum obat oral dan kemudian digan dengan 600 mg ibuprofen 3 kali sehari sedangkan kelompok lainnya mendapatkan terapi konvensional. Fibrilasi atrium terjadi pada 14 pasien (28.6%) pada kelompok yang mendapatkan terapi konvensional dibandingkan dengan 5 pasien (9,8%) pada kelompok yang mendapatkan terapi an inamasi (p < 0,017).2 Peneli menyimpulkan bahwa obat an inamasi nonsteroid efek f secara signikan mengurangi insidens POAF. Walaupun demikian, rasio manfaat dibandingkan risiko untuk prolaksis masih belum jelas karena beberapa obat tersebut berpotensi menyebabkan nefrotoksik pascaoperasi, terutama pada pasien tua.2,4 Pada peneli an mul senter lainnya, 241 pasien yang mengalami CABG dirandomisasi untuk mendapat-

kan 100 mg hidrokor son atau plasebo. Insidens POAF dalam 48 jam pertama menurun secara signikan pada kelompok yang mendapatkan hidrokor son (36 dari 120 pasien atau 30%) dibandingkan dengan kelompok plasebo (58 dari 121 atau 48%, p = 0,004).2 PENGOBATAN POAF Secara umum penatalaksanaan komorbid penyakit (misalnya hipoksia) dan koreksi gangguan elektrolit (terutama kalium dan magnesium) merupakan bagian dari strategi penatalaksanaan untuk pencegahan dan pengobatan POAF. Meskipun POAF dapat bersifat sementara dan umumnya dapat hilang dengan sendirinya, pengobatan diindikasikan pada pasien yang tetap bergejala, di mana status hemodinamiknya dak stabil dan dapat berkembang menjadi iskemik miokard atau gagal jantung. Strategi pengobatan secara konvensional melipu pencegahan terjadinya tromboemboli, kontrol ritme ventrikular, dan mempertahankan irama sinus.1,2,14 Tujuan mengontrol ritme adalah untuk menurunkan kardioversi, mempertahankan irama sinus dan akhirnya mengurangi lama perawatan di rumah sakit.3,15 Pengontrolan Denyut Jantung Periode pascaoperasi ditandai oleh peningkatan stres adrenergik yang menyebabkan kesulitan dalam mengontol ritme ventrikuler pada pasien POAF. Penyekat beta kerja pendek merupakan obat pilihan terutama pada pasien dengan panyakit jantung iskemik, namun toleransinya buruk atau mempunyai kontraindikasi rela f pada pasien dengan penyakit asma atau penyakit bronkospask lainnya, penyakit jantung konges f, dan blok konduksi AV.2,3 Pilihan lainnya ialah obat-obat yang memblok nodus AV, misalnya obat penyekat kanal kalsium nondihidropiridin. Digoksin kurang efek f ke ka tonus adrenergik nggi tetapi dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung konges f. Amiodaron juga dilaporkan efek f untuk mengontrol denyut jantung dan pemberian secara intravena dapat memperbaiki status hemodinamik.1,2,16 Pengontrolan Ritme Pada pasien yang respons ventrikulernya sulit dikontrol, kardioversi mungkin diperlukan. Obat-obat yang diperkirakan efek f mengubah AF menjadi irama sinus, di antaranya amiodaron, prokainamid, ibu lid, dan sotalol.2,3 Pada suatu peneli an, ibu lid didapatkan lebih efek f dibandingkan dengan plasebo untuk pengobatan POAF walaupun dilaporkan terjadi takikardi ven kuler polimork yang kemungkinan disebabkan oleh gangguan elektrolit. Pada periode pascaoperasi sotalol bekerja secara efek f mengurangi denyut ventrikel, akan tetapi kurang efek f dibandingkan dengan obat lainnya untuk mengurangi kardioversi AF. 1,2,4,17 Kardioversi Elektrik

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 70

I MADE ADI PARMANA, HERDONO POERNOMO

Gambar 2. Algoritma Pencegahan dan Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pasca Operasi Bedah Jantung3

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 71

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung I Management of Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery

Tabel 5. Dosis, keuntungan, dan efek samping obat yang digunakan untuk mengontrol denyut nadi pada POAF2

Tabel 6. Dosis, keuntungan dan efek samping obat yang digunakan untuk mengontrol ritme pada POAF2

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 72

I MADE ADI PARMANA, HERDONO POERNOMO

Kardioversi elektrik harus segera dilakukan jika POAF menyebabkan instabilitas hemodinamik, gagal jantung akut, atau infark miokard dan digunakan secara elek f untuk mengembalikan ke irama sinus setelah awitan pertama AF ke ka terapi farmakologis gagal mengembalikan ke irama sinus. Penempatan paddles dipilih antero-posterior dan pasien disedasi dengan obat anestesi kerja singkat. Biphasic waveform shock umumnya digunakan dan dihubungkan dengan energi yang lebih rendah, denyut yang lebih nggi, dan cedera kulit yang lebih rendah. Perha an utama pada kardioversi baik secara elektrik maupun farmakologis adalah risiko terjadinya tromboemboli, khususnya ke ka POAF terjadi lebih dari 48 jam.1,3,4 Panduan pemberian an koagulan sebelum kardioversi pada pasien yang mengalami ataupun dak mengalami pembedahan masih belum jelas. Oleh karena atrial stunning tetap terjadi setelah kardioversi, pemberian an koagulan direkomendasikan diberikan 3 sampai 4 minggu setelah konversi AF ke irama sinus.2,18,19 Pencegahan Tromboemboli POAF dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke periopera f yang dapat dikurangi dengan pemberian an koagulan, akan tetapi an koagulan pada periode pascaoperasi dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan atau tamponade jantung. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan biasanya lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya dalam mengurangi terjadinya stroke terutama pada pasien-pasien yang memiliki faktor risiko seper umur tua, hipertensi yang dak terkontrol, dan adanya riwayat perdarahan. 2,4 Tidak ada peneli an secara spesik yang mengevaluasi ekasi dan keamanan penggunaan an koagulan untuk terapi awitan baru POAF yang sering membaik secara spontan setelah 4 sampai 6 minggu. The American College of Chest Physicians merekomendasikan penggunaan an koagulan terutama pada pasien dengan risiko nggi, misalnya riwayat stroke sebelumnya atau transient ischemic a ack yang mengalami AF pascaoperasi.2 SIMPULAN Fibrilasi atrium pasca operasi bedah jantung masih merupakan komplikasi yang sering terjadi yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pascaoperasi. Berbagai variasi strategi dilakukan dalam pencegahan dan pengobatan POAF, namun berbagai peneli an mendapatkan bahwa penyekat beta masih efek f dan aman untuk digunakan pada kebanyakan pasien. Selama dak ada kontraindikasi, pemberian penyekat beta dapat dilanjutkan selama operasi pada semua pasien. Amiodaron dapat ditambahkan pada pasien yang berisiko nggi mengalami POAF. Meskipun hanya ada sedikit peneli an mengenai manfaat magnesium, sta n, N-3 polyunsaturated fa y acid, dan kor kosteroid, penambahan obat tersebut pada terapi dengan penyekat beta mungkin bermanfaat

mengurangi terjadinya POAF. Ke ka terjadi POAF, kardioversi elektrik dengan segera harus segera dilakukan pada pasien dengan hemodinamik dak stabil dan obat-obat penghambat nodus AV harus segera diberikan untuk mengontrol respons ventrikel. Jika POAF dak berubah menjadi irama sinus dalam 24 jam harus segera dimulai pemberian an koagulan. DAFTAR PUSTAKA 1. Dunning J, Treasure T, Versteegh M, Nashef SAM, and behalf of the EACTS Audit and Guidelines Committee. Guidelines on the preven on and management of de novo atrial brilla on a er cardiac and thoracic surgery. Eur J Cardiothorac Surg 2006;30:852-72 2. Echahidi N, Pibarot P, OHara G, Mathieu P. Mechanisms, preven on, and treatment of atrial brilla on a er cardiac surgery. J Am Coll Cardiol 2008;51:793801 3. Maisel WH, Rawn JD, Stevenson WG. Atrial brilla on a er cardiac surgery. Ann Intern Med 2001;135:1061-73 4. Shrivastava R, Smith B, Caskey D, Reddy P. Atrial brilla on a er cardiac surgery: does prophylac c therapy decrease adverse outcomes associated with atrial brilla on. JICM 2009;24:18-25 5. Zacharias A, Schwann TA, Riordan CJ, Durham SJ, Shah AS, Habib RH. Obesity and risk of new-onset atrial brilla on a er cardiac surgery. Circula on 2005;112:324755 6. Echahidi N, Mohty D, Pibarot P. Obesity and metabolic syndrome are independent risk factors for atrial brilla on a er coronary artery bypass gra surgery. Circula on 2007;116:I2139 7. Blank R, S cherling C, Schaer B, Osswald S. Prevenon of atrial brilla on a er surgery. Kardiovaskulare Medizin 2008;11:77-82 8. Banach M, Rysz J, Drozdz JA, et al. Risk factors of atrial brilla on following coronary artery bypass gra ing: a preliminary report. Circ J 2006;70:43841 9. Kailasam R, Palin CA, Hoque CW. Atrial brilla on after cardiac surgery: an evidence-based approach to preven on. Seminars in Cardiothoracic and Vascular Anesthesia 2005;9:7785 10. Brantman L, Jill Howie. Use of amiodaron to prevent atrial brilla on a er cardiac surgery. Crit Care Nurse 2006;26:48-58 11. Kalus JS, White M, Caron MF, Coleman CI, Takata H, Kluger J. Indicators of atrial brilla on risk in cardiac surgery pa ents on prophylac c amiodaron. Ann Thorac Surg 2004;77:1288-92 12. Omen SR, Odell JA, Stanton MS. Atrial arrhytmias a er cardiothoracic surgery. N Engl J Med 1997;336:1429-33 13. Aranki SF, Shaw DP, Adams DH. Predictors of atrial brilla on a er coronary artery surgery. Current trends and impact on hospital resources. Circula on 1996;94:390-7

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 73

Penatalaksanaan Fibrilasi Atrium Pascabedah Jantung I Management of Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery

14. Danbauchi MSI, Alhassan MA, Oya AI, Sani BG. Atrial brilla on : current trends in management. Annals of African Medicine. 2004:3:98-108 15. Wyse DG, Waldo AL, DiMarco JP, et al. A comparison of rate control and rhythm control in pa ents with atrial brilla on. N Engl J Med 2002;347:182533 16. Khairy P, Na el S. New insights into the mechanisms and management of atrial brilla on. CMAJ 2002;167:1012-20 17. McMurry SA, Hoque CW. Atrial brilla on and cardiac surgery. Curr Opin Anaesthesiol 2004;17:63-70 18. Allessie MA, Boyden PA, Camm AJ, Kleber AG, Lab MJ, Legato MJ, Rosen MR, Schwartz PJ, Spooner PM, Van Wagoner DR, Waldo AL. Pathophysiology and preven on of atrial brilla on. Circula on 2001;103:769-777 19. Van Gelder IC, Hagens VE, Bosker HA, Kingma JA, Kamp O, Kingma T, Said SA, Darmanata JI, Timmermans AJM, Tijssen JGP. A comparison of rate control and rhythm control in pa ents with recurrent persistent atrial brilla on. N Engl J Med 2002;347:183440

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 74

You might also like