You are on page 1of 10

A.

Definisi Merupakan suatu keadaan pada bayi yang baru lahir di mana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama ditandai dengan ikterus, keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut ikterus neonatrum yang bersifat patologis atau lebih dikenal dengan hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi kern ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Secara umum bayi mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut adanya

ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonates yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonates yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindroma gangguan pernapasan, dan lainlain. Dalam memahami gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adanya ikterus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai 2 macam yaitu ikterus fisiologi dan ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu pertama selambat-lambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada

neonates yang cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonates yang kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak melebihi 5 mg% perhari, ikterusnya menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

B. Patofisiologi Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja hemeoksigenase,

biliverdinreduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam system retikuloendotelial Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin takterkonjugasi diambil oleh protein intraselular Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh asam uridindifosfo glukuronat uridindiphospho glucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan

diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat di eliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui kanalikular. Kemudian kesistem gastrointestinal dengan

diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, takterkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukuronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin takterkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu kedua sampai ketiga. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun

berangsur-angsur dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat

dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali kekadar yang tinggi seperti sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.

C. Komplikasi Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius) Kernikterus ;kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

D. Etiologi Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena ; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisiskimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler ; cephalhematoma, ecchymosis Gangguan fungsi hati ;defisiensi glukuronil transferase, obstruksi empedu/ atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik ; galaktosemiahypothyroidisme, jaundice ASI.

E. Manifestasi Klinis Tampak ikterus; sclera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak kehijauan atau keruh.Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.

F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan bilirubin serum : Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/ dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam textbooks of pediatric 1996: ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4 sampai 5 hari dengan

kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5mg/dl perhari, dan kadar bilirubin direk 1 dari 1 mg/dl. Maisets, 1994 dalam Whaley dan Wong 1999: meningkatnya kadar serum bilirubin total lebih dari 12 sampai 13 mg/dl. - Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu. - Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia biliary.

G. Penatalaksanaan Terapeutik - Fototerapi : dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi lotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lokokimia dalam kulit (fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam fotobilirubin, yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu.

Kemudian produk akhir reaksi adalah reversibel diekskresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi. - Fenobarbital: dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan. - Antibiotik: apabila terkait dengan infeksi. - Transfusi Tukar: merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarkan darah dari bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

H. Penatalaksanaan Perawatan - Pengkajian - Pemeriksaan fisik - Inspeksi: warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja. - Pemeriksaan bilirubin menunjukan adanya peningkatan. - Tanyakan berapa lama jaundice muncul, dan sejak kapan. - Apakah bayi ada demam.

- Bagaimana kebutuhan pola minum. - Riwayat keluarga. - Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B. - Diagnosa 1. Resiko injury berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan ekskresi bilirubin. 2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan air (insensible water loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi. 3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi. 4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bonding. 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.

- Perencanaan 1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun tidak ada jaundice refleks moro normal tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan menelan baik. 2. Bayi tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.

3. Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat rash, dan tidak ada ruam makular eritematosa. 4. Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi. 5. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan berpartisipasi dalam perawatan bayi: dalam pemberian minum, dan mengganti popok. 6. Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada konjungtivitis.

DAFTAR PUSTAKA Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba medika. Suriadi & Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung seto.

You might also like