You are on page 1of 6

LATAR BELAKANG

Berdasarkan SDKI 2003, Indonesia mencatat angka kematian ibu sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, dan merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Salah satu penyumbang kematian ibu adalah penanganan kehamilan yang tidak diinginkan melalui aborsi tidak aman, yang seringkali berakhir dengan kematian. Hingga saat ini, telah seperempat abad lamanya PKBI berkontribusi dalam pencegahan aborsi yang tidak aman. Pelayanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan dimulai sejak tahun 1980, yang dimaksudkan sebagai perlindungan atau pengamanan terhadap kegagalan kontrasepsi. Saat ini tercatat tak kurang dari 8000 klien per tahun telah mengakses layanan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan melalui klinik PKBI di 9 kota di Indonesia. Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi.1 Angka ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel yang diambil dari fasilitas fasilitas kesehatan di 6 wilayah, dan juga termasuk jumlah aborsi spontan yang tidak diketahui jumlahnya walaupun dalam hal ini diperkirakan jumlahnya kecil. Walaupun demikian, estimasi aborsi dari penelitian tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif yang terdapat di Indonesia sampai saat ini. Estimasi aborsi berdasarkan penelitian ini adalah angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi untuk setiap 1,000 perempuan usia reproduksi (15-49 tahun). Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia: dalam skala regional sekitar 29 aborsi terjadi untuk setiap 1,000 perempuan usia reproduksi. Hasil penelitian PKBI tahun 2004 terhadap 37.685 klien (tahun 2000 2004) yang mencari pertolongan aborsi aman, 74 % nya adalah perempuan yang sudah menikah, dan 31 % dari mereka mengalami gagal KB. Sebagian besar klien sudah melakukan upaya aborsi tak aman karena mereka tidak tahu kemana harus mencari pertolongan dan terlambat menyadari bahwa dirinya hamil.

TEORI MENGENAI ABORSI dan KTD (KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN)

Kehamilan yang tidak diinginkan adalah suatu kondisi ketika pasangan tidak menghendaki proses kelahiran dari suatu kehamilan yang merupakan akibat dari suatu perilaku seksual atau hubungan seksual yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Kehamilan yang tidak diinginkan menjadi dilema tidak hanya dari masalah medis seperti aborsi, perdarahan dan kematian ibu, tetapi juga dari segi psikologis berupa kecemasan, depresi sampai bunuh diri, dan sosial ekonomi.

http://srihandayaniblog.blogspot.com/2010/10/asi-eksklusif-kehamilan-tidak.html

Aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan secara sengaja sebelum janin viable ( < 22 minggu atau berat janit < 500 gram) bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.

http://www.scribd.com/doc/10669266/Bab-1-Bab-3-Perilaku-Aborsi

Aborsi ada dua macam yaitu : Aborsi provokatus medisinalis karena alasan kesehatan ibu hamil tersebut tidak dapat

melanjutkan kehamilannya. Misalnya sakit jantung, karena jika kehamilannya dilanjutkan terjadi penambahan beban kerja jantung sehingga sangat berbahaya bagi jiwanya. Dalam hal ini keselamatan ibu yang diutamakan. Penyakit lain yaitu tuberkulosis paru berat, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, hipertensi, penyakit hati menahun (JNPK-KR, 1999). Tentunya untuk melaksanakan tindakan inipun harus ada inform choice dan inform consent terlebih dahulu. Aborsi provokatus kriminalis, tindakan pengosongan rahim dari buah kehamilan yang dilakukan dengan sengaja bukan karena alasan medis, tetapi alasan lain biasanya karena hamil diluar nikah, atau terjadi pada pasangan yang menikah karena gagal kontrasepsi maupun karena tidak mengingini kehamilannya.

CONTOH KASUS REMAJA ABORSI TEWAS DISUNTIK BIDAN Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas. Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso. Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan. Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik. Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi. Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.

"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB. Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

ANALISA KASUS dan PENYELESAIAN

Kasus ini termasuk dalam tindakan aborsi provokatus kriminalis karena dilakukan dengan sengaja bukan karena alasan medis, tetapi dikarenakan hamil diluar nikah. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kasus ini yaitu:

o Faktor Agama : Lemahnya iman (santoso, novila n bidannya)

o Faktor Pengetahuan : Rendahnya pengetahuan Kesehatan Reproduksi (bahaya aborsi, bahaya bhubungan seksual) Rendahnya pengetahuan mengenai hukum melakukan perzinahan

o Faktor Keluarga : o Faktor Psikologis : Kebutuhan biologis santoso yg tidak terpenuhi krna sering ditinggal istrinya,, makany dia nyari2 Novila yg masih labil masih mau mencoba2 karakteristik dari remaja lanjut Kurangnya pengawasan dari orang tua Kurangnya komunikasi dengan keluarga (dari dua sisi ortu n c novila.. santoso n istri)

SOLUSI Taubatan Nasuha n Lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt Santoso tetap bertanggung jwab atas kasus tersebut Bidan Endang diberi efek jera sesuai hukum yg berlaku Santoso n istri mbuat komitmen agar setia pada psangan Konsultasi KesPro (Santoso n istri ; Orang tua Novila lebih ngawasin anak2 biar ga kjadian lagi) Pemeriksaan kesehatan terkait IMS, HIV/AIDS dll Klo c santoso kerja, lbih baik c istri ga usah kerja atau cari kerja yg dkat rumah

http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf http://pkbi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=39 http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=5&ved=0CC4QFjAE&url=http%3A%2F%2 Fwww.fk.uwks.ac.id%2Felib%2FArsip%2FDepartemen%2FHukum_Kedokteran%2FABORSI %2520(12).pdf&ei=_iL8TfD_H4iSuAO9meGrAw&usg=AFQjCNGSwR094H0c0i_fu9waIYJGcnKBA http://www.scribd.com/doc/24970828/Menimbang-Penghentian-Kehamilan-Tidak-Diinginkan

You might also like