You are on page 1of 3

Nama : Yantono Nim : 2009022008

Tugas : Ilmu sosial budaya dasar (ISBD) Problematika hukum yang terjadi

Problematika hukum yang terjadi :


a. Masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Contoh kasus : Penggunaan airsoft gun

Airsoft gun sejatinya adalah senjata replika mainan yang berukuran 1:1 dengan jenis senjata aslinya. Mainan replika airsoft gun mengadopsi beragam jenis senjata-senjata yang ada di dunia, baik dari jenis pistol, revolver, submachine gun, assault rifle, sniper rifle, shotgun sampai bazooka. Walaupun termasuk kategori mainan, airsoft gun juga mampu memuntahkan peluru plastik bulat berukuran 6mm (biasa disebut bb) baik secara satu persatu (single action), semi otomatis maupun full automatic. Bahkan untuk jenis tertentu bisa digunakan BB (alumunium, besi atau tembaga. Atas dasar itu pula maka airsoft gun bisa menjadi senjata berbahaya kalau digunakan tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Karena mampu memberikan luka yang cukup parah. Dan di Jakarta selatan seorang pemuda berusia 25 tahun aditya menggunakan airsoft gun untuk mengancam seorang pengendara motor yang sedang bersitegang dengannya. Padahal mengancam seseorang sampai ketakutan saja sudah bisa dijerat dengan undang-undang pasal 335 KUHP. Apa lagi mengancam dengan menggunakan senjata airsoft gun yang dimana kepemilikan secara illegal saja bisa dikenakan undang-undang darurat no 12 tahun 1951. Sejatinya penggunaan airsoft gun memang dilarang kecuali untuk kegiatan permainan olahraga airsoft gun sendiri dan setelah selesai digunakan airsoft gun harus disimpan tidak boleh dibawa-bawa. Dan dengan peruntukannya untuk olahraga airsoft gun tidak boleh digunakan untuk mengancam orang lain. Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/12/04/161000/1782173/10/bawa-airsoftgun-aditya-bisa-dijerat-uu-darurat?n991103605 http://www.detiknews.com/read/2011/12/03/194031/1781885/10/polisi-air-softgun-tak-boleh-untuk-ancam-orang?n991103605

b. Hukum digunakan sebagai alat kekuasaan Contoh kasus : Polisi yang meminta pungli (pungutan liar) atas pelanggaran lalu lintas.

Pihak polisi seharusnya menjadi pengadil yang tegas atas setiap pelanggaran dan masalah yang terjadi. Namun sekarang tidak jarang polisi menjadi preman berseragam yang meminta pungli (pungutan liar) kepada setiap pelanggar lalu lintas. Salah satunya Seperti yang pernah terjadi di depok. Seorang pemuda yang bernama Angga diberhentikan polisi di Jalan Nusantara Raya karena tidak menyalakan lampu motornya pada siang hari. Dia langsung diminta uang damai sebesar Rp100 ribu jika tak ingin ditilang. Akhirnya Angga pun pulang dan kembali lagi untuk menyerahkan uang Rp.100 ribu kepada polisi tersebut. Hal serupa juga dialami seorang tukang ojek di kawasan Simpangan, Depok. Tukang ojek tersebut diberhentikan karena penumpangnya seorang guru SD dan tak memakai helm. Karena terburu-buru akhirnya ia ditilang dan menyerahkan uang Rp.30 ribu. Pungli lainnya dialami chair, karyawan surat kabar media lokal, yang diberhentikan polisi di pertigaan dewi sartika karena tidak menyalakan lampu. Pada saat itu pihak polisi langsung bertanya mau diselesaikan saat ini juga atau mau ditilang. Polisi itu meminta uang Rp. 50 ribu. Tutur chair. Sementara itu Kasat Lantas Polresta Depok, Kompol Ristu Samudro tak mau menemui wartawan saat para wartawan ingin meminta keterangan terkait ulah oknum polisi tersebut. Sesuai aturan yang berlaku jika polisi menilang pengendara dengan memberikan surat bukti pelanggaran lalu lintas tertentu tilang berwarna merah maka si pengendara membayar denda tilang di Pengadilan Negeri Depok.

Namun kenyataannya sekarang pada saat menilang pengendara pelanggar lalu lintas. Hal pertama yang akan ditanyakan pihak polisi adalah mau diselesaikan disini dengan uang damai atau ditilang. Sungguh ironis melihak pihak kepolisian yang harusnya menjadi panutan warga masyarakat serta pengadil bagi para pengendara kendaraan bermotor yang melewati jalan lalu lintas sekarang seperti berubah menjadi preman berseragam yang selalu meminta pungli. Mereka seperti menjadikan status hukum mereka sebagai pihak aparat sebagai alat kekuasaan untuk mendapatkan uang dari masyarakat. Sumber : http://forum.kompas.com/megapolitan/44897-kena-tilang-di-depok-ujungujungnya-duit.html

You might also like