You are on page 1of 25

Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman

Tutorial Klinik

RETENSIO PLASENTA

Disusun Oleh:
1. Afiani Miftahul Jannah 2. Dwi Tantri 3. Munira 4. Titis Hadiyanti Setyadi 5. Raden Adityo T.H.P

Pembimbing:

dr. Prima Deri Pella, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman 2012

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%. Salah satu data angka kejadian retensio plasenta di rumah sakit yang pernah dilaporkan adalah di RSU H. Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan selama 3 tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.1 Perdarahan pasca persalinan dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan.2 Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai 40%.

BAB II LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 24 Februari 2012 pukul 02.15 WITA di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

ANAMNESIS Identitas Pasien Nama Usia Alamat Pekerjaan Pendidikan Suku Agama : Ny. M : 38 tahun. : Jl. Melintang Ulu Mahakam : Ibu rumah tangga (IRT). : Sekolah dasar (SD). : Banjar : Islam.

Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada hari Kamis, 23 Februari 2012 pukul 23.09 WITA.

Identitas Suami Nama Usia Alamat Pekerjaan Pendidikan Suku Agama : Tn. S : 40 tahun. : Jl. Melintang Ulu Mahakam : Nelayan : SMA : Jawa : Islam

Keluhan Utama Ari ari bayi tidak lahir Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari puskesmas karena ari ari bayi belum lahir. Pasien telah melahirkan anak ke tujuhnya dirumah sejak 10 Jam SMRS yang di tolong oleh dukun kampung, anak lahir spontan dan setelah setengah jam plasenta tidak lahir dan akhirnya pasien di bawa ke Puskesmas dan dilakukan manual plasenta namun plasenta tetap tidak lahir sehingga pasien di rujuk ke RSUD AW Sjahranie Samarinda. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah, dan pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya sejak melahirkan anak yang ke6, tidak ada diabetes mellitus maupun asma sebelum masa kehamilan.

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma.

Riwayat Menstruasi Menarche Siklus haid Lama haid Jumlah darah haid : 13 tahun. : 28 hari /teratur : 7 hari. : 2 kali ganti pembalut.

Riwayat Pernikahan Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 18 pernikahan selama 20 tahun. tahun dengan lama

Riwayat Obstetrik

1. 1997/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun/laki-laki/sehat 2. 1998/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /perempuan/sehat 3. 2000/abortus 4. 2001/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /laki-laki/sehat 5. 2002/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /perempuan/sehat 6. 2007/Rumah/aterm/spontan/retensio plasenta/dukun /laki-laki/sehat 7. 2012/Rumah/aterm/spontan/retensio plasenta/dukun /laki-laki/sehat

Antenatal Care (ANC) Puskesmas

Kontrasepsi Suntik KB 3 bulan sekali selama 3 bulan

Pemeriksaan Fisik Antropometri Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah Frekuensi nadi : Berat badan (BB) : 46 kg, Tinggi badan (TB) : 158 cm. : Tampak sakit sedang : Compos mentis : : 160/70 mmHg : 124 kali/menit

Frekuensi nafas : 28 kali/menit Suhu : 36 c

Status Generalisata Kepala Mata Telinga Hidung Tenggorokkan : normocephal : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan

Leher tiroid (-) Thoraks Jantung Paru-paru

: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

: : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-) : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen: Inspeksi Auskultasi : flat, linea (-), striae (-) : bising usus (+) normal

Ekstremitas: Superior Inferior : edema (-/-), akral hangat : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi Inspeksi Palpasi : flat, striae (-), linea (-), vulva vagina normal. : Tinggi fundus uteri : 15 cm, kontraksi: kurang baik

Periksa Dalam: tampak perdarahan tidak aktif dan tali pusat dengan panjang 7 cm, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.

Diagnosis Kerja Sementara P6A1 + Retensio Plasenta+Anemia

Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit : 15.000 / mm3 : 8,0 gr % : 23,4% : 260.000 / mm3 Urine Lengkap Tidak dilakukan pemeriksaan

Bleeding Time : 3 menit Clotting Time : 10 menit

Kimia Darah GDS : 85 mg/dL

Penatalaksanaan: Rencana Manual Plasenta Transfusi PRC 1 kolf

Laporan Operasi (11 Februari 2012) Diagnosis Pre-Operatif : P6AI + Retensio Plasenta Diagnosis Post-Operatif : Retensio Plasenta et causa Plasenta Akreta Macam Operasi : Manual Plasenta dan Kuretase Langkah operasi : Mengkaji Ulang diagnosis sebelum operasi Dilakukan sepsis dan antisepsis Pasang doek steril Mencoba melakukan penegangan tali pusat dengan tarikan ringan (plasenta belum terlepas) Memasukkan tangan secara pelan-pelan dengan menelusuri tali pusat Melepaskan plasenta dari implantasinya Menilai kembali apakah plasenta sudah terlepas semuanya Melanjutkan dengan kuretase hingga besih Menilai jumlah perdarahan (500 cc)

Terapi Post Operasi RL drip oxytosin 2 amp/hari 28 Tpm Cefotaxim 3x1 gr i.v Injeksi ketorolak 3x30 mg iv Injeksi metergin 3x1 amp Injeksi kalnex 3x 500 mg iv

RL:D5 28 tpm Gastrul tablet 3x1 selama 7 hari Cek HB post manual plasenta, jika < 8 pro transfuse Pro USG 7 hari post partum

Follow Up Antepartum Tanggal/Jam Follow Up 24-02-2012 02. 15 Menerima pasien baru dari IGD, kemudian melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik di ruang VK Mawar hingga didapatkan dengan diagnosis : P6AI + Retensio Plasenta 02.30 Tekanan Darah : 160/70 mmHg, Nadi : 124 kali/menit, Pernapasan : 26 kali/menit; Suhu : 36,7 C. 05.30 Lapor dr. Sp. OG mendapatkan advis : Transfuse PRC 1 Kolf Rencana Manual plasenta di OK IGD Siapakan SIO, lapor OK Kalau emergansi pada jam 07-12.00, lapor dr.Andriansyah, Sp.OG 06.30 11.00 Transfusi PRC 1 kolf TD: 130/ 80 mmHg Nadi: 90x/menit RR: 20x/menit 12.30 15.25 Pasien di antar ke OK IBS Menjemput pasien dari OK IBS TD: 100/70 mmHg Nadi: 100x/menit RR: 22x/menit 22.00 TD: 140/80 mmHg Nadi: 82x/menit RR: 22x/menit

Keluhan: pusing masih, pasien dipuasakan 17.00 17.45 Memasang Transfusi 1 kolf PRC TD: 50 per palpasi Pasien gelisah Guyur RL Memberikan oksigen 18.15 TD: 90/50 mmHg N: 120x/menit RR:28x/menit Reflex pupil (+/+) Lapor dr.jaga: advise Guyur RL selesaikan 1 kolf, bila Tekanan darah masih tetap lanjutkan 1 kolf lagi. 18.45 Cek GDS Observasi tanda vital Tidak perlu pasang kateter

Guyur 1 kolf RL selesai TD:120/80 mmHg Nadi: 108 x/menit

18.55

Hasil Laboratorium sito: HB: 5,9 gr/dl Leukosit: 28.000 gr/dl HCT : 17 % PLT: 424.000 GDS: 87

21.10

Suhu: 39,5 c Memberikan Parasetamol 1 tablet.

Observasi post Manual Plasenta Tanggal/Jam Follow Up 15.30 TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 96x/I, RR: 24x/I t: 36,9 c Cairan: RL+Oksitosin 2 ampul 15.45 16.00 16.15 TTV: TD: 100/70 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 22x/I t: 36,6 c TTV: TD: 100/60 mmHg Nadi: 98x/I, RR: 22x/I t: 36,9 c TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 22x/I t: 36 c

16.45 17.00

TTV: TD: 110/60 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 24x/I t: 36 c TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 96x/I, RR: 24x/I t: 36,3 c

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, maka disebut retensio plasenta.3,4

2. Epidemiologi Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses pasca persalinan.2 Frekuensi perdarahan pasca persalinan 4/5-15% dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya, perdarahan pasca persalinan berturut-turut dari yang paling banyak disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%) dan kelainan darah (0,3-0,8%). Di Indonesia perdarahan merupakan penyebab pertama kematian ibu melahirkan (4060%). Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.1

A. Jenis-Jenis Retensio Plasenta 1. Plasenta Adhesiva Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. 2. Plasenta Akreta Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium. 3. Plasenta Inkreta Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum. 4. Plasenta Perlireta Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

11

5. Plaserita Inkarserata Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri. 3. Etiologi2 Plasenta belum lepas dari dinding uterus Apabila plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena : a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive) b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta perkreta). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang mengahalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

4. Diagnosis Diagnosa retensio plasenta dibuat apabila plasenta yang tidak lepas secara spontan setelah setengah jam bayi lahir atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.5 Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. 5. Diagnosis Banding6 Plasenta akreta, yaitu suatu plasenta plasenta abnormal dimana vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

12

5. Penanganan Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui infus).1 Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede. Tetapi tindakan ini tidak dianjurkan karena menyebabkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri yang hebat dan kemungkinan dapat terjadi syok. Akan tetapi dengan tekhnik yang sempurna hal-hal itu dapat dihindarkan. Cara yang lain adalah cara Brandt.3

Gambar 1. Brandt-AndrewsManeuver Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak di permukaan depan rahim, kira-kira perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Denagan melakukan tekanan ke arah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah terlepas maka tali pusat tidak tertarik kearah atas. Kemudian tekanan di atas simfisis diarahkan ke bawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan untuk membantu mengeluarkan plasenta.

13

Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, ada bagian yang masih tertinggal yang harus dikeluarkan dengan cara plasenta manual. Cara ini dianggap paling baik.3 Penatalaksanaan manual plasenta: 3,5, 7 Kaji ulang indikasi, prinsip dasar perawatan dan pasang infus. Kosongkan kandung kemih atau lakukan kateterisasi Berikan sedatif dan analgetika atau ketamin Beri antibiotik dosis tunggal (profilaksis): ampisilin 2 g IV ditambah metronidazol 500 mg IV Pasang sarung tangan DTT Jepit tali pusat dengan kocher kemudian menegangkan sejajar lantai. Secara obstetrik memasukkan tangan dengan menelusuri bagian bawah tali pusat. Setelah tangan mencapai serviks minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan yang lainnya menahan fundus uteri, sekaligus mencegah inversio uteri. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri hingga mencapai tempat implantasi plasenta. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah. Gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan sambil menggeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan. Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus. Pindahkan tangan luar ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar.

14

Lakukan sedikit dorongan ke arah dorsocranial setelah plasenta lahir. Beri oksitosin 10 IU dalam 500 cc cairan IV 60 tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi. Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri. Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomi. Perdarahan kala-III lebih dari 200 ml Penderita dalam narkosa Riwayat PPH habitualis Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan histerektomi. Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan. Penderita diberikan uterotonika, analgetika, roboransia dan antibiotika Pada pelepasan plasenta akreta, pelepasan plasenta lebih banyak mengalami

Plasenta manual segera dilakukan jika :

kesulitan. Pada plasenta akreta, plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perforasi dan perdarahan mengancam. Apabila ditemui kesulitankesulitan seperti diatas, plasenta inkreta dapat dibuat dan plasenta manual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.3 Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan ke bagian bawah uterus dengan dibantu oleh anastesia umum untuk melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran kontriksi untuk memegang plasenta dan perlahanlahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit tersebut.3

15

Retensio Plasenta

Penanganan Umum: 1. Infuse tranfusi darah 2. Pertimbangan untuk referral RSU C

Perdarahan banyak 300 400 cc

Perdarahan sedikit: 1. Anemia dan syok 2. Perlekatan plasenta

Plasenta manual

Berhasil baik: Observasi: 1. Keadaan umum 2. Perdarahan 3. Obat profilaktik Vitamin Fe preparat Antibiotika Uterotonika

Plasenta Rest: 1. Kuretase tumpul 2. Utero-vaginal tampon 3. masase Perdarahan terus: 1. Tampon basah 2. Atonia uteri

Plasenta melekat: 1. Akreta 2. Inkreta 3. Perkreta 4. adhesiva Histerektomi Pertimbangan: 1. Keadaan umum 2. Umur penderita 3. Paritas penderita Ligasi arteri hipogastrika

Gambar 1. Penatalaksanan Retensio Plasenta8

6. Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan menajemen aktif kala III, yaitu:7 Memberikan oksitosin Klem dan potong tali pusat Traksi terkendali tali pusat

16

BAB IV PEMBAHASAN Pasien Ny. M, usia 38 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama ariari belum lahir. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkanlah diagnosis pasien ini yaitu P6A0 + Retensio Plasenta + Anemia

Penegakkan Diagnosis a. Anamnesis Teori Plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir Kasus Anak lahir spontan dan setelah setengah jam plasenta tidak lahir Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena : a.Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta Pasien merasa lemas

(plasenta adhesive) b.Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta perkreta)

Penegakan diagnosis pada pasien dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diperoleh adanya amenorhea, perdarahan pervaginam, perut yang membesar seperti pada kehamilan Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan gejala mola hidatidosa adalah amenorhea, perdarahan pervaginam, adanya besarnya

17

uterus tidak sesuai usia kehamilan, dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti ballottement dan detak jantung anak. Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola hidatidosa yang terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi jaringan menyerupai buah anggur secara spontan. Keluarnya gelembung mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Prevalensi perdarahan sebelumnya dilaporkan muncul pada 97 % kasus, sekarang hanya didapatkan pada 84% kasus dengan derajat bervariasi dari flek hingga perdarahan masif selama trimester pertama. Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia delusional akibat hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola yang besar. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan mengganggu pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum endometrium dikarenakan kumpulan darah. Anemia didapatkan pada setengah dari kasus, namun sekarang hanya 8% kasus saja terdapat anemia.

b. Pemeriksaan Fisik Teori Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus Kasus Tinggi fundus uteri : 15 cm, kontraksi: kurang baik Periksa Dalam: tampak

perdarahan tidak aktif dan tali pusat dengan panjang 7 cm, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.

Konjungtiva anemis (+/+)

18

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa tanda yang mendukung diagnosis mola hidatidosa itu sendiri yaitu ukuran uterus yang membesar, dan pada pemeriksaan tekanan darah tinggi adanya preeklamsia. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah 9,0 mg/dl yang didukung oleh konjungtiva yang anemis akibat perdarahan pervaginam. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.

Pemeriksaan Penunjang Teori Darah Rutin


Hemoglobin : 8,0 gr %

Kasus

Hematokrit Trombosit

: 23,4% : 260.000 / mm3

Bleeding Time : 3 menit Clotting Time : 10 menit

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan USG. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tersebut sudah dilakukan dan sesuai dengan standar. Pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya mola hidatidosa. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan setelah dilakukan kuretase ialah pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret, pemeriksaan hCG secara kuantitatif dan pemeriksaan foto thoraks. Pada pemeriksaan hCG secara kuantitatif dimana kadar yang lebih dari 100.000 mIU/ml biasanya diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000 mIU/ml. Selain itu pemeriksaan hCG serum dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau rendah, dimana ini sangat menentukan penatalaksanaan maupun prognosis pasien. hasil histopatologi tampak di beberapa tempat, vili yang edema dengan sel trofoblas

19

yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan PA tidak mampu memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa. Kemudian pada literature lainnya dikatakan bahwa keganasan pada pemeriksaan specimen kuretase tidak menyingkirkan adanya mola invasive karena diagnosis histologik mola invasive hanya bisa didapat setelah pemeriksaan specimen histerektomi.

d. Komplikasi Teori Perdarahan Preeklampsia Hipertiroidisme Tirotoksikosis. Dapat diduga bila : a. Nadi istirahat tanpa 100 adanya Kasus Pada pasien ini terdapat adanya perdarahan pervaginam Didapatkan tekanan darah

pasien 150/90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu Pemeriksaan hormon tiroid : tidak dilakukan Pemeriksaan nadi istirahat : < 100 x/menit

kali/menit

sebab yang jelas seperti Hb < 7 gr/dl atau demam b. Besar uterus > 20 minggu Komplikasi lanjut ialah terjadinya tumor pascamola trofoblas maupun gestasional perdarahan

yang mengancam

Pada pasien ini telah terjadi komplikasi berupa preeklamsia dimana tekanan darah pasien 150/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 mnggu. Preeklampsia pada mola hidatidosa berbeda dengan kehamilan nonmola, preeklampsia pada mola hidatidosa sudah terjadi pada trimester pertama kehamilan. Adapun pada pasien tidak di lakukan pemeriksaan hormon tyroid sehingga adanya tirotoksikosis tidak diketahui.

20

Pada pasien datang dengan keluhan adanya perdarahan pervaginam, dimana perdarahan pervaginam merupakan salah satu komplikasi dari molahidatidosa.

e. Penatalaksanaan Teori Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase oksitosin
Perasat Crede Perasat Brandt Manual Plasenta

Kasus

uterus (i.v.

dan atau

suntikan i.m. atau

melalui infus). -

Penatalaksanaan pada kasus ini ialah dengan memperbaiki keadaan umum dan melakukan evakuasi mola dengan kuretase yang sudah dilakukan sebanyak 1 kali. Perbaikan keadaan umum yang dilakukan ialah dengan memberikan IVFD RL dan transfusi hingga Hb mencapai 10 mg/dl. Kuretase yang telah dilakukan adalah untuk mengeluarkan jaringan mola. Kerokan perlu dilakukan secara hati-hati karena adanya bahaya perforasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga apabila terjadi perdarahan yang banyak dan hal ini telah dilakukan pada kasus dimana sebelum kuret telah disiapkan darah PRC sebanyak 2 kolf. Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulangan agar ada kepastian bahwa uterus sudah benarbenar kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas dan mengetahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke miometrium. Pada pasien kuretase ke-2 direncanakan dilakukan seminggu setelah kuretase pertama. Selain itu penatalaksanaan terhadap komplikasi berupa preeklamsia adalah nifedipe 2x 10 mg. Setelah evakuasi mola maka tetap harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dimana kadar hCG pasien harus tetap dimonitor perminggu atau per 2 minggu sampai

21

kadarnya normal 3 minggu berturut-turut, kemudian diikuti perbulan sampai kadarnya normal atau tak terdeteksi (< 5 mIU/ml) sampai 6 bulan berturut-turut.

f. Prognosis Teori Sebagian besar dari pasien mola akan sehat kembali setelah Fakta Prognosis pada pasien ini masih bersifat dubia. Karena pemeriksaan hCG kualitatif maupun kuantitatif setelah

jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita keganasan yakni koriokarsinoma Apabila dalam pemeriksaan -

evakuasi mola hidatidosa belum diketahui hasilnya.

lanjutan diperoleh bahwa kadar hCG preevakuasi < 100.000 mIU/ml, besar uterus < 20 minggu dan tidak ditemukan kista teka > lutein 6 cm dengan maka

diameter

prognosis pasien baik. Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena hasil pemeriksaan hCG kualitatif maupun kuantitatif setelah evakuasi mola hidatidosa belum diketahui.

22

KESIMPULAN

1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
2.

Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.

3. Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

23

4. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus. 5. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta. 6. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta. 7. Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.

Daftar Pustaka

1. Khoman, J.S. perdarahan hamil tua dan perdarahan post partum. Cermin dunia kedokteran, (online). (www.portal

kalbefarma/files/cdk/files/19_PerdarahanHamilTuaDanPerdarahanPostPartum.pdf/, diakses tanggal 26 Februari 2012). 2. Cunningham, F.G, et al. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. EGC: Jakarta. 2006. 3. Martohusodo,S, Abdullah, M.N. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. Dalam: Winkjosastro, H (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP; 2005. p652-663

24

4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Patologi Kala III dan IV. Dalam Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. p234-237 5. Saifufuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 2002. 6. Taber, B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. 1994. 7. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unmul-RSUD AW Sjahranie. Plasenta Manual. Dalam Buku Pengantar Kepaniteraan Klinik Obstetri Ginekologi. Samarinda: FK Unmul. 2007. 8. Manuaba, I.B.G. Penunutun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004.

25

You might also like