You are on page 1of 38

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROPOSAL SKRIPSI

Nama NIM Program Studi Jurusan Fakultas

: SISWANTO : 3101406006 : PENDIDIKAN SEJARAH : SEJARAH : ILMU SOSIAL

I. JUDUL SKRIPSI PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS 3 MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) PADA MATA PELAJARAN

SEJARAH DI SMA NEGERI 1 WELERI TAHUN AJARAN 2010/2011

II. LATAR BELAKANG Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan 1

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan mengemban tugas untuk mencetak generasi yang baik, manusia berkebudayaan, manusia yang memiliki kepribadian lebih baik (Munib, 2004 : 29). Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 secara eksplisit menyebutkan tujuan pendidikan nasional, sebagai berikut : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan di segala bidang. Hingga kini pendidikan masih diyakini dalam pembentukan sumber daya manusia yang diinginkan. Melihat begitu pentingnya pendidikan dalam pembentukan sumber daya manusia, maka peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan secara berkesinambungan guna menjawab perubahan zaman. Masalah peningkatan mutu pendidikan tentulah sangat berhubungan dengan masalah proses pembelajaran. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,

pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (UU No 20 Tahun 2003). Usman (2000:4) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Senada dengan Usman, Suryosubroto (1997:19) mengatakan bahwa proses belajar dan mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yakni pengajaran. Seorang guru merupakan kunci sukses dalam peningkatan mutu pendidikan yang dapat mengarahkan, mengatur, bertanggungjawab dan dapat menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam kelas. Upaya untuk dapat menunjang tugas tersebut sangat perlu adanya pemilihan metode mengajar sesuai dengan materi yang akan diajarkan oleh seorang guru sehingga akan berpengaruh terhadap cara belajar seorang siswa, yang mana setiap siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda dengan siswa yang lain. Keberhasilan pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Komponen utama dalam proses pembelajaran adalah guru, siswa dan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang

dipahami materi pelajaran yang disampaikan guru, dan bersifat monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Tentu ini akan menyebakan hasil belajar siswa kurang baik. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat benar-benar harus diperhatikan karena pembelajaan yang tepat bisa meningkatkan keaktifan belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mata Pelajaran Sejarah merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Sosial yang mempunyai peranan yang sangat penting untuk diajarkan pada semua jenjang sekolah karena mempunyai tujuan yang luhur yaitu untuk menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa dia dilahirkan. Pelajaran Sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan bangsa. Lebih jauh lagi pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan

antarbangsa dan negara. Siswa akan memahami bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat negara dan dunia (Kasmadi, 2001 : 16). Hasil observasi pada tanggal 20 Agustus 2010 yang peneliti lakukan di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Weleri berdasarkan data yang ada, jumlah siswa di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Weleri adalah 40 orang, yang terdiri dari 17 siswa dan 23 siswi, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Belajar sejarah masih sulit untuk memperoleh nilai rata-rata 70. Berdasarkan kenyataan yang ada tersebut, perlu dilakukan optimalisasi kualitas pembelajaran sejarah sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa.

Oleh karena itu, doperlukan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran di kelas agar pembelajaran menjadi lebih efektif. Pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Weleri sebagai berikut : (1) siswa masih cenderung pasif dan kurang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran di kelas, (2) tingkat keberhasilan siswa masih rendah, terbukti dengan belum tercapainya rata-rata kelas 70. Salah satu alternatif model pembelajaran yang mungkin dapat mengatasi permasalahan pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 3 tersebut adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap anggota 4 5 orang siswa secara heterogen. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemauan membantu teman (Sumber: http://angelstt.blogspot.com/2008/05/efektifitas-metode kimia.html) Dengan metode pembelajaran STAD siswa akan diajak belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan berbagai pengalaman baru dalam belajarnya. Dengan metode ini diharapkan dapat tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa di kelas. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini pembelajaran

guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan guru. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian tentang Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 3 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Weleri Tahun Ajaran 2010/2011 perlu dilakukan.

III. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka permasalahan yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini adalah Bagaimana Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 3 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Weleri Tahun Ajaran 2010/2011?

IV. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 3 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Weleri Tahun Ajaran 2010/2011.

V. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Siswa a. Siswa lebih termotivasi untuk belajar Sejarah. b. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar sejarah. c. Melatih siswa dalam berperan aktif dalam proses pembelajaran. d. Siswa merasa senang karena merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran. e. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi siswa. 2. Bagi Guru a. Sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan guru agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan b. Memberi pengalaman bagi guru untuk saling menimba ilmu dari guru lain dan belajar untuk mengoreksi diri demi perkembangan kualitas pendidikan. c. Sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan segala upaya dan kemandiriannya untuk mengembangkan model pembelajaran yang sudah ada. 3. Bagi Sekolah a. Salah satu sarana untuk memperbaiki proses belajar mengajar khususnya pada Mata Pelajaran Sejarah.

b. Memberi masukan bagi sekolah guna memaksimalkan siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah. c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam usaha meningkatkan prestasi belajar sejarah. 4. Bagi Pemerintah a. Dapat memberikan gambaran yang nyata tentang kondisi pembelajaran sejarah di sekolah dan memberikan alternatif pemecahan masalahnya. b. Mampu memberikan satu masukan tentang kebijakan pendidikan yang ideal. 5. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperoleh pengalaman pembelajaran. langsung dalam memilih dan menerapkan model

VI. PENEGASAN ISTILAH Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan pandangan dan pengertian yang berhunbungan dengan judul skipsi yang penulis ajukan, maka perlu ditegaskan istilah-istilah berikut : A. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-

kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. (Trianto 2007 : 52) B. Hasil Belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil adalah sesuatu yang diadakan oleh usaha. Belajar adalah suatu kegiatan yang kita lakukan untuk memperolah sejumlah ilmu pengetahuan (Djamarah, 2002:10) Jadi hasil belajar adalah suatu usaha yang kita lakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui hasil belajar digunakan tes/ujian. Tes hasil belajar disusun berdasarkan Taxonomi Bloom. Hasil belajar disini maksudnya adalah apa yang telah dicapai oleh siswa pada waktu tertentu setelah mengikuti pelajaran di sekolah. Hasil belajar ini dapat berupa angka-angka sebagai nilai dari apa yang telah dicapai siswa. Hasil belajar dalam penelitian adalah angka-angka sebagai nilai dari hasil tes belajar yang disusun berdasar Taxonomi Bloom. C. Sejarah Sejarah adalah gambaran tentang masa lalu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 220) tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urusan fakta masa tersebut dengan tafsiran penjelasan, yang memberikan pengertian pemahaman tentang apa yang telah berlalu itu. Sebagai mata pelajaran sejarah diartikan sebagai mata pelajaran yang di dalamnya membahas

tentang perkembangan dan perubahan yang terjadi dibelahan bumi yang menyangkut orang atau suatu zaman yang tidak akan lepas dari konsep spatial (ruang) dan temporal (waktu).

VII.

LANDASAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran Sejarah Gagne dan Berliner (1983 : 252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Gagne (1977 : 3) juga menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Slavin (1994 : 152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Morgan et.al. (1986 : 140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu : 1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku Untuk mengukur seseorang telah belajar, maka diperlukan perbandingan antar perilaku sebelum dan setelah mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan perilaku, maka dapat

10

disimpulkan bahwa seseorang telah belajar. Perilaku tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku tertentu. 2. Perubahan perilaku terjadi karena proses pengalaman Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik, seperti tinggi dan berat badan, dan kekuatan fisik, tidak disebut sebagai hasil belajar. 3. Perubahan perilaku karena belajar bersifat permanen Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Biasanya perubahan perilaku dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Brings dalam Sugandi, 2000:10). Senada dengan pengertian pembelajaran tersebut Max Darsono (2002:24) menegaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Menurut Teori Behavioristik, pembelajaran adalah suatu usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan dengan stimulus yang diinginkan perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah reinforcement (penguatan).

11

Sementara itu menurut Teori Kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. Teori Gestalt memiliki pandangan bahwa pembelajaran adalah usaha guru memberikan mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu Gestalt (pola bermakna), bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisir yang terdapat dalam diri siswa. Sementara itu Teori Humanistik menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajari sesuai dengan minat dan kemampuannya (Sugandi, 2004:9). Menimbulkan pengalaman belajar tidak lepas dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar (BSNP 2006). Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar yang bermakna (Hamalik : 2007 ). Proses pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungan yang dapat dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungan yang dapat membuat siswa termotivasi dan senang melakukan kegiatan pembelajaran yang

12

menarik. Menurut Briggs dalam Sugandi dan Haryanto (2006) pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi pembelajar sedemikian rupa sehingga pembelajar memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Hamalik (2007) pembelajaran merupakan upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi siswa dengan memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja, di mana para siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis. Berdasarkan berbagai pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa sebagai wahana bagi guru memberikan materi pelajaran dengan sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi pola yang bermakna serta memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dalam lingkungannya. Sasaran umum pembelajaran sejarah pada umumnya antara lain mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, memberikan gambaran tepat tentang konsep waktu, ruang, dan masyarakat, membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya, mengajarkan toleransi, menanamkan sikap intelektual, memperluas cakrawala intelektualitas, mengajarkan

13

prinsip-prinsip moral, menanamkan orientasi ke masa depan, memberikan pelatihan mental, melatih siswa menangani isu-isu kontroversial, membantu mencarikan jalan keluar bagi berbagai masalah sosial dan perseorangan, memperkokoh rasa nasionalisme, mengembangkan pemahaman internasional, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang berguna (Kochhar, 2008 : 27-37).

B. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Trianto (2007), Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok menjadi aspek utama pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap dan kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan sebagai siswa ataupun sebagai guru. Siswa akan dapat mengembangkan

14

keterampilan berhubungan dengan sesama manusia dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. (Trianto, 2007 : 42) 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim (2000 : 7-10), terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. a. Hasil Belajar Akademik Dalam balajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsepkonsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai belajar siswa dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas menyelesaikan tugas-tugas akademik. yang bekerja bersama

15

b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secarara luas dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. c. Pengembangan Keterampilan Sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah

mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki siswa karena pada saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. 3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok mencapai hasil yang baik dengan memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut. a. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan. b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.

16

d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama pada semua anggota kelompok. e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan

hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggotab kelompok. f. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. g. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama (Ibrahim, 2000 : 6). 4. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari karya para ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, diantaranya : a. John Dewey, Hebert Thelan, dan Kelas Demokratis John Dewey menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Seperti halnya Dewey, Thelan beragumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur

17

demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi (Ibrahim, 200 : 12) b. Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemahaman yang lebih baik. Gordon merumuskan tiga kondisi dasar untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnik, yaitu 1) kontak langsung antar etnik, 2) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu setting tertentu, 3) setting secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar etnik. c. Belajar Berdasarkan Pengalaman 1). Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu. 2). Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu hendak dijadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan tingkah laku. 3). Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu (Ibrahim, 2000 : 15)

18

5. Pengaruh Akademik

Pembelajaran

Kooperatif

terhadap

Kemampuan

Suatu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa disamping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka. Setelah menelaah sejumlah penelitian, Slavin (dalam Muslimin 2000 : 16) mengatakan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok control. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif untuk siswa yang mempunyai hasil belajar rendah. Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah antara lain : a) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap terhadap individu dan sekolah, d) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, e) pemahaman yang lebih mendalam, f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h) retensi lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi (Ibrahim, 2000 : 16-18)

19

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Di awali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan

kelompok, kuis dan penghargaan kelompok (Trianto, 2007 : 52). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapanpersiapan tersebut antara lain : 1. Perangkat Pembelajaran Sebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran, yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya. 2. Membentuk Kelompok Kooperatif Membentuk anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. 3. Menentukan Skor Awal Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal dapat berubah setelah ada kuis.

20

Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal. 4. Pengaturan Tempat Duduk Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperarif. Apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya

pembelajaran pada kelas kooperatif. 5. Kerja Kelompok Mencegah adanya hambatan pada Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Langkah-langkah pembelajaran tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri dari enam langkah atau fase. Fasefase dalam pembelajaran ini terlihat pada table berikut.

21

Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Tipe STAD Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Kegiatan Guru Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2 Menyajikan/menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6 memberikan penghargaan Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Sumber : Ibrahim , 2000 :10) Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam

pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan momotivasi

22

siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bacaan dari pada vebal. Fase selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberikan penghargaan terhadap usaha kelompok maupun individu (Ibrahim, 2000 : 11). Menurut Trianto, penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Menghitung Skor Individu Menurut Slavin (dalam Ibrahim 2000) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada tabel berikut. Tabel 2.2 Penghitungan Skor Perkembangan Nilai Tes Lebih dari 10 poin di bawah skor awal. 10 poin di bawah sampai 1 poin skor awal. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal. Lebih dari 10 poin di atas skor awal. Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal) 30 (Sumber : Ibrahim, 2000 : 57) 23 30 20 10 Skor Perkembangan 0

b. Menghitung Skor Kelompok Skor kelompok ini dapat dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh katagori skor kelompok seperti tercantum dalam tabel berikut. Tabel 2.3 Penghargaan Kelompok Rata-rata tim 05 5 15 15 25 25 30 Predikat Tim Baik Tim Hebat Tim Super (Sumber : Ratu Manan, 2002) c. Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru

memberikan hadiah/penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.

D. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh

24

pembelajar. Hasil belajar dapat diukur atau dievaluasi untuk mengetahui tingkat perkembangan dan kemajuannya. Hasil evaluasi ini akan menunjukkan sebuah grafik (naik turun). Jika naik berarti dapat dikatakan bahwa prestasi individu tersebut mengalami peningkatan. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku yng diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi (Gerlach dan Ely,1980). Perumusan tujuan pembelajaran itu adalah hasil belajar yang diinginkan pada diri pembelajar. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri pembelajar, yaitu pernyataan tentang tentang apa yang diinginkan pada diri pembelajar setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Catharina Tri Anni (2004:4) menyebutkan bahwa di dalam belajar terdapat tiga masalah pokok, yaitu: masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar, masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan, dan masalah mengenai hasil belajar. Dua masalah pokok yang pertama tersebut berkenaan dengan proses belajar yang sangat berpengaruh kepada masalah pokok ketiga. Dengan demikian bagaimana peristiwa terjadinya proses belajar akan menentukan hasil belajar seseorang.

25

Benyamin S. Bloom dalam Anni (2006) membagi hasil belajar menjadi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ; 1. Ranah kognitf yang meliputi pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi 2. Ranah afektif yang meliputi penerimaan, penanggapan, penilaian pengorganisasian, dan pembelajaran pola hidup 3. Ranah psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreatifitas.

VIII. KERANGKA BERPIKIR Pembelajaran sejarah yang berpusat pada guru dengan penyampaian materi pelajaran dari guru pada siswa maupun dengan penerapan berbagai model pembelajaran memang telah dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah. Namun demikian penggunaan berbagai model ini belum sepenuhnya mampu mengajak siswa untuk mampu membangun konsep dari pemikiran dan pengalamannya sendiri, sehingga pengetahuan siswa terbatas dari apa yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran menjadi tidak bermakna dan akhirnya akan mudah dilupakan siswa. Oleh karena itulah perlu dilakukan suatu upaya pembinaan pada guru ke dalam proses belajar mengajar, sehingga dari kegiatan ini akan terlihat permasalahan apa saja yang mempengaruhi kualitas pembelajaran di kelas.

26

IX. HIPOTESIS TINDAKAN Terdapat berbagai macam pengertian hipotesis dari para ahli yang berbeda-beda, akan tetapi pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Menurut Maman Rachman (1999 : 47) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarnnya. Secara teknik, hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel penelitian (Margono, S. 2000 : 67). Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Ha (Hipotesis Alternatif) Ada peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 3 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Weleri Tahun Ajaran 2010/2011. 2. Ho (Hipotesis Nol) Tidak ada peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 3 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Weleri Tahun Ajaran 2010/2011.

27

X. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan pendekatan penelitian tindakan kelas (classsroom action research). Penelitian tindakan kelas (classsroom action research) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya (sekolah) tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran (Aqib, 2006:127).

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SMA Negeri 1 Weleri dengan alamat di Jl. Bahari No.17 Weleri, Kendal. 2. Waktu Penelitian Penelitian di SMA Negeri 1 Weleri dilaksanakan pada semester I Tahun Ajaran 2010/2011. 3. Sasaran Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Weleri. Menurut informasi dari guru sejarah, siswa pada kelas tersebut memiliki hasil belajar yang rendah jika dibanding dengan kelas lainnya, sehingga peneliti memilih kelas tersebut untuk dijadikan objek penelitian yang nantinya diharapkan dapat membantu kelancaran dalam proses pengambilan data dan prosedur kerja penelitian.

28

C. Rencana Tindakan Menurut Kurt Lewin (dalam Arikunto 2008 : 16), penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan pemecahan masalah yang terdiri dari empat komponen pokok yaitu : (1) Perencanaan; (2) Tindakan; (3) Pengamatan (observasi); dan (4) Refleksi. Hubungan keempat komponen tersebut menunjukkan kegiatan keberlanjutan berulang (siklus).

Perencanaan Refleksi SIKLUS I Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS II Pengamatan ? Perencanaan Perencanaan

Gambar 1.1 Bagan Tahapan Dalam Penelitian Tindakan Kelas Sumber : Arikunto (2008 : 16) Tahap perencanaan, peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada tahap ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendaptakan perhatian khusus untuk diamati. Kemudian membuat sebuah

29

instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Tahap pelaksanaan, merupakan implementasi atau penerapan dari isi rancangan, yaitu mengadakan tindakan kelas. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah peneliti harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar dan tidak dibuat-buat. Tahap pengamatan, peneliti mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya. Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika peneliti sudah selesai melakukan tindakan (Arikunto, 2008 : 19). Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas adalah unsur untuk membentuk siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, yang kembali ke langkah semula. Jadi, satu siklus adalah dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yaitu evaluasi.

D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara tes, observasi, dan dokumentasi.

30

1. Tes Menurut Arikunto (2002 : 127), tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar kognitif siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian berbentuk pilihan ganda. Sebelum instrumen tes ini digunakan perlu diadakan uji coba terlebih dahulu untuk mengetahui apakah soal evaluasi tersebut layak digunakan, melalui uji validitas item soal, reliabilitas, daya pembeda dqan tingkat kesukaran soal. a. Validasi Validasi adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesalahan suatu instrumen. Instrumen akan dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan melalui data dan variabel yang diteliti secara tepat. Rumusnya :

Keterangan : = Koofesien korelasi bilateral = Rerata Skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya = Rerata skor total = Standar deviasi dari skor total = proporsi siswa yang menjawab benar

31

= Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 p) > r tab, berarti valid. (Arikunto, 2006 : 79)

Kriteria : apabila

b. Realiabilitas Realibilitas instrumen atau alat evaluasi adalah ketepatan alat evaluasi dalam mengukur. Analisis reabilitas bentuk tes pilihan gana menggunakan KR-20 yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson. [ Keterangan : = reabilitas tes secara keseluruhan = proporsi siswa yang menjawab benar = proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 p) = jumlah hasil perkalian antara p dan q = banyaknya item = standar deviasi dari tes (Arikunto, 2006 : 100) ][ ]

p q n S

Kriteria reliable tidaknya soal tes dapat dianalisis dengan cara membandingkan dengan harga yang sesuai pada table

harga product moment maka dikatakan soal yang diujikan reliable.

c. Daya Pembeda

32

Keterangan : DP JA JB BA BB PA PB : Daya Pembeda : Banyaknya peserta kelompok atas : Banyaknya peserta kelompok bawah : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar : Proporsi peserta kelompok Bawah yang menjawab benar

Kriteria : No 1. 2. 3. Interval DP 0,00 < DP 0,40 0,00 < DP 0,40 0,00 < DP 0,40 Kriteria Cukup Baik Baik sekali

DP negative soal harus diperbaiki. (Arikunto, 2006 : 213 & 218) d. Tingkat Kesukaran

Keterangan : P : Taraf kesukaran B : Banyaknya siswa yang menjawab benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria : No 1. 2. 3. Interval P 0,00 0,00 0,00 P 0,30 P 0,30 P 0,30 Kriteria Sukar Sedang Mudah (Arikunto, 2006 : 213 & 218)

33

2. Observasi Observasi adalah kegiatan memperhatikan objek dengan menggunakan seluruh indera atau disebut pengamatan langsung. Metode ini digunakan untuk mengukur indikator kerja, sikap siswa selama pembelajaran berlangsung, kerjasama dan faktor-faktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum dimulainya penelitian tindakan kelas. 3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara pengambilan data yang bersumber pada dokumen atau data tertulis meliputi daftar nama siswa, daftar nilai siswa, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, serta catatan yang relevan dengan kebutuhan penelitian.

E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif persentase. Data yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan belajar individu, dan ketuntasan belajar klasikal. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa yang diperoleh dari setiap siklus. 1. Rata-rata kelas Untuk menghitung rata-rata kelas pada setiap siklus digunakan rumus:

34

Keterangan : = Nilai rerata = Jumlah nilai seluruh siswa N = Banyaknya siswa yang ikut tes

(Sudjana, 2002 : 67)

2. Ketuntasan Belajar Individu Untuk menghitung ketuntasan belajar secara individu digunakan rumus:

(Usman, 1993 : 138)

3. Ketuntasan Belajar Klasikal Nilai Evaluasi diperoleh setelah dilakukan tindakan kelas, kemudian dianalisis untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal dihitung menggunakan rumus :

(Mulyasa,2003 : 102)

35

F. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian Tindakan Kelas ini dikatakan berhasil apabila terjadi ketuntasan hasil belajar siswa yaitu sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tuntas belajar yaitu memperoleh nilai 70. Adapun alat ukurnya adalah dengan menganalisis persentase ketuntasan belajar siswa dari tes siklus yang telah mereka kerjakan.

XI. SISTEMATIKA SKRIPSI Sistematika penulisan skripsi ini secara umum terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, bagian pokok, dan bagian akhir skripsi. 1. Bagian Awal Skripsi Bagian awal skripsi terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, prakata, sari, daftar isi, daftar singkatan dan tanda teknis, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. 2. Bagian Pokok Bagian pokok skripsi terdiri dari lima bab, yakni pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup. Bab I Pendahuluan Bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, yang menjelaskan alasan peneliti melakukan penelitian, identifikasi

36

masalah,

rumusan

masalah,

tujuan

penelitian,

manfaat

penelitian, penegasan istilah, dan sistematika skripsi. Bab II Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam penelitian ini berisikan tentang ulasan mengenai beberapa penelitian terdahulu tentang bidang pengajaran sejarah, serta beberapa teori dan kajian yang digunakan sebagai pisau analisis dalam melakukan pembahasan permasalahan penelitian. Selain itu dalam bab ini diuraikan pula tentang landasan teori yang meliputi: landasan filosofis belajar dan pembelajaran, pembelajaran sejarah, ulasan tentang pembelajaran kooperatif, ulasan tentang hasil belajar, dan ulasan tentang hakekat Metode Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division). Selain itu memuat kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Bab III Metode Penelitian Pada bab tentang metode penelitian berisikan tentang pendekatan penelitian, subjek penelitian, tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini berisikan tentang gambaran umum pengajaran sejarah, kendala dalam pengajaran sejarah, dan upaya yang dilakukan guru dalam mengajarkan sejarah dengan menerapkan

37

pembelajaran

kooperatif

tipe

STAD

(Student

Teams

Achievement Division) terhadap peningkatan hasil belajar mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Weleri pada tahun ajaran 2010/2011. Bab V Penutup Penutup berisikan simpulan, yakni jawaban ringkas atas permasalahan yang telah dirumuskan dan saran, yang berisi serangkaian rekomendasi yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya.

3. Bagian Akhir Skripsi Bagian akhir skripsi berisikan daftar pustaka dari buku serta kepustakaan lain yang digunakan sebagai acuan dalam skripsi dan juga lampiran-lampiran yang berisi kelengkapan data, instrumen, dan sebagainya.

38

You might also like