You are on page 1of 10

KONSEP DASAR ABORSI

1. Definisi Aborsi Aborsi adalah penghentian kehamilan atau pengeluaran produk konsepsi sebelum janin hidup. Biasanya proses berhentinya pada umur 20 minggu ke bawah, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Janin biasanya hidup setelah 5-6 bulan masa gestasi . Kehamilan biasanya Gestasi adalah

perkembangan janin dari masa pembuahan ovum sampai lahir (Smetzer&Bare, 2002; Chalik, 2008). 2. Jenis Aborsi 2.1 Aborsi Spontan Adalah aborsi yang terjadi secara spontan karena keabnormalitas pada janin yang membuat kelangsungan hidupnya tidak memungkinkan.Abortus terjadi tanpa tindakan medis atau mekanis untuk mengosongkan uterus. Penyebab lain dapat mencakup penyakit sistemik, ketidak seimbangan hormonal atau keabnormalitas anatomik. Jika wanita hamil mengalami kram dan pendarahan, maka diagnosa aborsi mengancam karena aborsi yang sebenarnya akan terjadi tidak lama kemudian. Aborsi spontan sebagian besar terjadi pada masa gestasi bulan kedua atau ketiga (Smetlzer&Bare, 2002). Tanda aborsi spontan pada wanita usia subur dapat berupa perdarahan uterus dan nyeri. Ovum menjadi lepas dan ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan eksplusi. Apabila kantung dibuka, dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi (terendam) dan dikelilingi cairan atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung. Pada janin, tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan mengandung darah. terkelupas (Chinningham et al., 2006). Terdapat berbagai jenis aborsi spontan yang tergantung dari sifat prosesnya yaitu mengancam, komplit dan inkomplit. Pada aborsi mengancam, Kulit melunak dan

serviks tidak berdilatasi; dengan tirah baring dan tindakan konservatif, aborsi dapat dicegah. Jika tidak dapat dicegah maka akan terjadi aborsi inevitable (inkomplit), namun jika janin dan semua yang berkaitan diangkat maka aborsi tersebut disebut aborsi komplit (Smetlzer&Bare, 2002). 2.1.1 Abortus Imminiens a. Diagnosis Merupakan gangguan ringan pada plasenta dengan bercak dan rasa sakit. Dimulai dari perdarahan pada tempat implantasi. Pada mulanya perdarahan hanya sedikit kemudian berulang dan bertambah banyak selama berhari-hari atau beberapa mingu. Warna darah lebih banyak merah segar, kecuali bercampur dengan darah tua sehingga berwarna kecoklatan. Tanda-tanda kehamilan muda masih ada seperti perasaan mual, muntah, payudara mengalami hipertrofi dan hiperpigmentasi dan reaksi kehamilan seperti air seni positif. Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat kantong kehamilan yang utuh berisi fetus yang utuh dan bagian-bagian anekoik oleh perdarahan desidua. Rasa nyeri pada suprasimfisis atau pinggang pada mulanya hanya ringan yang kemudian bertambah kuat disertai pendarahan yang banyak melalui vagina (Behena, 2003; Chalik, 2008). Walaupun aborsi imminiens yang tanpa nyeri tidak semua perdarahan keluar melalui vagina pada kehamilan trisemester pertama atau kedua adalah tanda aborsi imminiens. Keadaan demikian dapat terjadi pada kelaianan serviks seperti polip, erosi, mioma maupun kanker serviks. Diperlukan kejelasan dengan memasukkan spekulum ke dalam vagina atau dilanjutkan pemeriksaan sitologi dari serviks. Umumnya dengan perawatan dan penjagaan, kehamilan dapat dipertahankan (Behena, 2003; Chalik, 2008). b. Penanganan Pemberian analgesik digunakan untuk mengatasi nyeri. Jika perdarahan hanya sedikit tidak dibenarkan pemberian obat kecuali hidup tenang dan tidak melakukan koitus karena prostaglandin yang terdapat dalam sperma diresorbsi

melalui dinding vagina dan orgasmus; keduanya dapat menyebabkan uterus berkontraksi. Istirahat tirah baring hanya dianjurkan pada perdarahan yang agak banyak sampai berhenti 3-5 hari tanpa nyeri di perut.Apabila perdarahan menetap, perlu diperiksa kembali hematokrit untuk status anemia dan hipovolemia yang umumnya diindikasikan untuk evakuasi kehamilan. Pengobatan dengan progesteron masih belum bisa dipastikan manfaatnya karena bersifat adrogenik dan jika dimakan dalam waktu lama dapat menyebabkan kelainan pada kelamin jika fetus mempunyai kelainan kromosom seperti virilisasi. Pengobatan progesteron hanya berlaku pada insufisiensi fungsi korpus luteum dan allylestrenol pada insufisiensi fungsi plasenta (Chinningham et al., 2006; Chalik, 2008). Pemberian tokolitik seperti isokrupin yang tidak tepat dan berlangsung lama menunda pengeluaran konsepsi menjadi missed abortion. Pemberian luminal sedativa dan obat-obat psikotropik untuk menenangkan dalam waktu lama harus dipertimbangakan penuh terhadap pengaruh buruknya. Jika penyebab aborsi imminiens diketahui maka pengobatna terhadap penyebabnya itu diberikan dengan mempertimbangkan efeknya (Chalik, 2008). Stelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa apakah abortus telah lengkap. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan kuret. Wanita dengan D-negatif munkin perlu mendapatkan imunoglobulin anti D karena lebih dari 10% mengalami perdarahan fetomaternal yang signifikan (Chinningham et al., 2006). 2.1.2 Abortus Insipiens a. Diagnosis Akibat gangguan intens pada plasenta. Gejalanya dapat perdarahan disertai sakit akibat kontraksi uterus atau infeksi. Keadaan ini menunjukkan proses keguguran sedang terjadi. Perdarahan lebih banyak daripada abortus imminiens dan rasa nyeri yang lebih kuat dan ostium uteri internium dan eksternum telah terbuka dan katong ketuban menonjol keluar. Jika dilakukan pemeriksaan ultrasonografi pada penampang longitudinal terlihat serviks yang terbuka

melalui penonjolan kantong berisi cairan di depan bagian terbawah janin di belakang kandung kemih yang penuh (Sastrawinata&Wirakusuma, 2005; Chalik, 2008). b. Penanganan Jika membran jelas robek atau terjadi pembukaan serviks maka kemungkinan menyelamatkan kehamilan hampir tidak ada. Jika tidak timbul nyeri atau perdarahan maka tirah baring dapat dilakukan dan diamati kebocoran lebih lanjut, perdarahan, nyeri, kram atau demam. Jika dalam 48 jam tanda-tanda tidak muncul maka pasien dapat melakukan aktivitas seharihari. Akan tetapi pengeluaran cairan diikuti perdarahan dan nyeri atau demam maka perlu dilakukan pengosongan uterus (Sastrawinata&Wirakusuma, 2005). Dalam hal ini, keguguran tidak dapat dicegah. Diperlukan tindakan aktif mengeluarkan konsepsi yang sedang proses keluar. Pada kehamilan masih kecil dapat dilakukan dengan pengerukan. Pada kehamilan besar diberikan infus tetets oksitosin untuk memperkuat kontraksi otot rahim dengan harapan hasil konsepsi keluar dengan lengkap, jika tidak lengkap dapat dilanjutkan kerokan. Pemakaian alat vakum tidak berhasil melepaskan ikatan hasil konsepsi yang sudah besar pada kehamilan trisemster ke atas (Chalik, 2008). Perdarahan yang banyak ditanggulangi dengan transfusi dan rasa nyeri dengan analegesik. Kontraksi rahim diperkuat dengan uterotika setelah kerokan. Antibiotika diberikan jika terlihat tanda infeksi. Pada keadaan tanpa disertai nyeri dan perdarahan kecuali ostium uteri saja yang terbuka maka disebabkan serviks tidak kompeten. Jika umur kehamilan 14-18 minggu dapat dilakukan operasi Shirodkar (Chalik, 2008). 2.1.3 Aborsi Inkompletus a. Diagnosis Biasanya terjasi pada kehamilan besar lebih dari 8 minggu. Setelah terjadi pendataran dan pembukaan serviks, kantong kehamilan menonjol keluar dan his yang terjadi melepaskan konseptus dari templat implantasinya dan keluar

melalui ostium uteri. Keadaan yang sering terjadi adalah setelah ketuban yang menonjol lalu pecah diikuti keluarnya fetus. Plasenta sebagian atau seluruhnya tertahan. Inilah yang menyebabkan perdarahan berlangsung terus karena sisa konseptus yang tertahan mencegah uterus berkontraksi dengan baik sehingga masih terdapat pembuluh darah yang belum tertutup. Jika yang tersisa sangat sedikit akan terjadi pelepasan perlahan-lahan. Sisa yang lebih besar akan menimbulkan perdarahan yang dapat berlangsung berhari-hari malah berbulanbulan. Pada abortus lebih lanjut dapat mengakibatkan perdarahan masif dan hipovolemia berat (Chinningham et al., 2006; Chalik, 2008). b. Penanganan Sisa kehamilan yang tertinggal dalam rahim harus dibersihkan dengan kerokan untuk menghentikan perdarahan. Kerokan dilakukan aseptik dibawah anastesia ringan di rumah sakit oleh dokter. Setelah itu diberikan uteronika melalui suntikan dan antibiotika terutama jika ada tanda infeksi. Pasien bisa pulang setelah 2-3 jam setelah hilang semua pengaruh anatesi bila tidak ada komplikasi seperti syok, infeksi berat dan lain sebagainya. Jika disertai perdarahan dan syok perlu diberikan infus cairan atau transfusi darah sebelum kerokan dan pasien boleh pulang 2-3 hari kemudian. Pada pemeriksaan ulang diharapkan seminggu setelah kerokan diberikan obat anti anemia agar tidak terjadi aborsi habitualis (berulang) (Chalik, 2008). Jika terjadi aborsi berurutan dan berulang, tindakan konservatif sepert tirah baring dan pemberian progesteron untuk memperkuat endometrium dicobakan dalam upaya untuk menyelamatkan kehamilan. Konseling pendukung sangat penting dalam kondisi penuh stress ini. Kondisi ini dikenal sebagai inkompeten atau disfungsi serviks, serviks berdilatasi tanpa menimbulkan nyeri pada trisemester kedua kehamilan, sering mengakibatkan aborsi spontan. Prosedur pembedahan yang disebut cervical cerclage mungkin digunakan untuk mencegah dilatasi prematur serviks. Tirah baring biasanya disarankan untuk menjaga berat uterus tidak membebani serviks (Smeltzer&Bare, 2002).

2.2 Aborsi Provokatus Adalah aborsi yang terjadi bukan karenan kelainan atau penyakit saat kehamilan tetapi disengaja dengan maksdu tertentu (Chalik, 2008). 2.2.1 Aborsi Provokatus Medisinalis Disebut juga sebagai abortus provokatus terapeutika yang berarti pengguguran kandungan yang dilakukan atas dasar pertimbangan untuk keselamatan jiwa ibu hamil. Dilakukan pada ibu hamil yang menderita suatu penyakit amat berat dan jiwanya terancam bila kehamilan dilanjutkan sementara ia menderita penyakit tersebut. Penyakit yang mengancam seperti hiperemesis gravidarum tingkat tiga (Chalik, 2008). 2.2.2 Aborsi Provokatus Kriminalis Adalah aborsi yang dilakukan bukan atas dasar pertimbangan keselamatan jiwa ibu hamil (Chalik, 2008). Dalam perkembangannya telah dikenal istilah voluntary (elective)

abortion yaitu apabila pengguguran dilakukan atas permintaan sendiri ibu hamil karena alasan diperkosa atau belum siap hamil. Sedangkan ada lagi istilah on demand yaitu pengguguran dilakukan sengaja atas permintaan orang tua janin dari pertimbangan kesehatan lebih luas setelah konsultasi dengan ahli kesehatan tertentu, misal ahli genetika. Konsultasi demikian dilakukan umpama pada wanita yang pernah keguguran, melahirkan anak cacat berat dan lain sebagainya (Chalik, 2008). Aborsi septik adalah aborsi yang paling sering berkaitan dengan kasus kriminal yang dilakukan karena melanggar hukum. Oleh karena sifatnya ilegal, maka sering dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian di tempat semestinya. Pada kasus demikian sering terjadi robekan pada jalan lahir yang mempermudah infeksi. Kadang-kadang sampai terjadi proliferasi dinding rahim dan robeknya usus. Aborsi septik juga dilaporkan berkaitan dengan koagulopati intra vaskular diseminata (DIC). Dua per tiga penyebabnya adalah bakteri an aerob, Koliform, Haemophilus influenzae, Campylobacter jejuni dan

Streptococcus grup A. Secara teoritis peredaran kuman dalam badan sampai ke vulva, vagina dan rahim melalui bersin dan sebagaunya yang dari seluran pernapasan atas tenaga medik yang membantu pertolongan pada kerokan, tangan penolong dan peralatan yang dipakai, tangan pasien sendiri yang bisa memindahkan kuman dari anus, mulut dan anus, debu bertebangan, pakain seprti sprei dan kontak langsung atau tidak dengan orang lain yang menderita infeksi. Hemoragi berat, sepsis syok bakteri dan gagal ginjal akut perah dilaporkan dari aborsi legal namun dengan frekuensi yang jauh lebih rendah. Hasil akhirnya biasanya metritis, tetapi parametritis, peritonitis, endokarditis, septikemia juga dapat terjadi. Terapi infeksi mencakup evakuasi segera produk antimikroba spektrum luas melalui intra vena dan konsepsi. Jika timbul sepsis dan syok maka diperlukan perawatan suportif (Sastrawinata&Wirakusuma, 2006). 2.3 Konsekuensi Aborsi 2.3.1 Kehamilan Selanjutnya Kesuburan tidak berubah setelah aborsi. Satu pengecualian mungkin

terjadi adalah resiko kecil akibat infeksi panggul. Aspirasi vakum tidak menyebabkan peningkatan insidensi aborsi spontan midtrisemester, persalinan prematur atau berat bayi lebih rendah dari kehamilan berikutnya. Akan tetapi, dilatasi dan kuretase (kerokan) dapat menyebabkan peningkatan resiko kehamilan ektopik (di luar kandungan), aborsi midtrisemester dan berat bayi lebih rendah (Sastrawinata&Wirakusuma, 2006). Aspirasi vakum tidak menyebabkan peningkatan insidensi aborsi spontan midtrisemester tidak berlaku jika wanita mengalami infeksi klamidia atau infeksi pasca abortus. Abortus midtrisemester tidak banyak menimbulkan resiko jika kehamilan berikutnya menggunakan teknik injeksi. Namun penelitian masih belum cukup valid untuk membuktikannya (Chinningham et al, 2006). 2.3.2 Kematian Induksi aborsi yang legal merupakan tindakan bedah relatif aman terutama bila dalam 2 bulan pertama kehamilan. Resiko kematian akibat abortus menignkat

dua kali lipat pada gestasi 8 minggu yang disebabkan anasteri umum. Aborsi tahap lanjut yang dapat memicu koagulopati konsumtif mendadak dan parah yang dapat menyebabkan kematian (Chinningham et al., 2006). 2.3.3 Post Abortion Syndrom Merupakan kelainan jiwa dari ibu akibat trauma dan stress dari keguguran. Pada sebagian wanita kasus aborsi spontan hal ini dikarenakan ketidaksiapan menerima kenyataan untuk dilakukannya aborsi pada kehamilannya. Gejala dari sindrom ini dapat berupa isolasi diri dari lingkungan, gangguan jiwa seperti merenung terus menerus dan syok berat (Sastrawinata&Wirakusuma, 2006). 2.3.4 Komplikasi Perforasi uterus dapat terjadi sewaktu kuretasi, dilatasi atau pemasangan sonde uterus. Penentu komplikasi ini adalah dokter dan posisi uterus. Dapat pula terjadi kerusakan intra abdomen oleh alat yang menembus defek uterus dalam rongga peritonium. Hal ini terutama terjadi pada kuret isap atau tajam. Laparatomi harus dilakukan untuk memeriksa isi abdomen termasuk usus

(Sastrawinata&Wirakusuma, 2006). Kemungkinan komplikasi meningkat termasuk proliferasi uterus, laterasi serviks, perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta tidak lengkap dan infeksi setelah trisemester pertama. Oleh karena itu, kuretasi atau aspirasi vakum dilakukan sebelum 14 minggu. Jika aborsi tidak dapat dilakukan di rumah sakit maka perlu ersedia kemampuan resusitasi kardiopulmonal efektif dan akses segara ke rumah sakit rujukan (Sastrawinata&Wirakusuma, 2006). 2.4 Dasar Hukum Aborsi di Indonesia 2.4.1 UU No.36 Tentang Kesehatan 2009 Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.4.2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 341 KUHP

Seorang ibu dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan ataupun tidak lama sedudah melahirkan karena ketahuan bila sudah melahirkan, dihukum karena makar mati terhadap anak (kinderdoodslag) dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun Pasal 342 Seorang ibu berencana menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan ataupun tidak lama sedudah melahirkan karena ketahuan bila sudah melahirkan, dihukum karena makar mati terhadap anak (kinderdoodslag) dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun Pasal 343 Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan diterangkan dalam Pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuh Pasal 344 Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun Pasal 345 Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri dihukum selamalamanya empat tahun Pasal 346 Seorang ibu yang membujuk orang lain untuk membantunya melakukan pembunuhan terhadap anaknya dihukum selama-lamanya empat tahun Pasal 347 Dokter, bidan atau tenaga ahli yang membantu seorang ibu untuk menggugurkan kandungannya akan dicabut hak praktiknya. ( Taadi, 2010)

You might also like