You are on page 1of 17

Rangkuman Perkembangan Kepribadian, Moral, Spiritualitas, dan Religiusitas

Oleh : Debby Wyne Simatupang 11/312488/PS/06138

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada 2012

1. Perkembangan Kepribadian Masa Bayi dan Anak-anak aspek penting dalam perkembangan kepribadian pada masa infancy merupakan emosi dan temperamen. Kedua hal tersebut akan membantu dalam pmembentukan kepribadian saat masa infancy, dimana kita mencoba untuk mengenali diri kita sendiri. Pada masa infancy terjadi self recognition saat usia 15 hingga 18 bulan, dimana bayi akan bereaksi ketika ada orang yang berada di dekatnya. Selain itu, saat bayi berumur 2 tahun, ia akan mengalami self understanding, yaitu saat bayi Pada masa bayi berdasarkan teori Erikson terdapat dua tahap, yaitu : a. Trust vs Mistrust Pada masa ini kepercayaan bayi terbentuk dengan adanya tiga hal, yaitu Life regularity, Warmth dan Protection. Tidak hanya itu didalam tahap trust vs mistrust ini terdapat dua perkembangan lain, yang pertama self recognition, yaitu bayi usia 15-18 bulan yang sudah mulai memiliki kesadaran akan dirinya. Kedua, self understanding yang terbentuk antara usia 18 bulan sampai 2-3 tahun dengan menampakkan ciri-ciri anak sudah menggunakan kata ganti aku, lalu seorang anak sudah bisa

mendiskripsikan dirinya sendiri dan sudah bisa menyebut kepemilikan. b. Autonomy vs Shame & Doubt Tahap ini merupakan tahap kedua dari perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson. Tahap ini terjadi ketika anak berumur 18-36 bulan dan tahap ini juga sudah menekankan kepede aspek Personal

Control.Didalam training ada yang namanya toilet training dan clothing training. Toilet training merupakan cara dimana orang tua mengajarkan anaknya tenntang penggunaan atau adabnya seseorang yang akan ke kamar mandi dan toilet training ini diajarkan kepada anak sedini mungkin. Sedangkan clothing training merupakan cara dimana orang tua mengajarkan kepada anak cara memakai baju yang benar yang dilakukan sedini mungkin. 2. Perkembangan Kepribadian pada Masa Anak-Anak Awal Memasuki masa early childhood, dalam diri seorang anak akan muncul suatu rasa ingin tahu atau initiative yang bisa menimbulkan rasa bersalah atau guilt. Initiative ini sendiri merupakan masa dimana anak-anak merasa tertantang

dengan hal-hal yang baru dan perlu mengembangkan perilaku yang lebih bertujuan untuk mengatasi tantangan tersebut. Namun ada keadaan dimana orang tua itu selalu melarang anaknya setiap si anak ini akan melakukan sesuatu dan hal inilah yang akan memiliki sisi inisiatif yang rendah. Sedangkan guilt ini sendiri adalah perasaan dimana rasa bersalah ini muncul pada diri seorang anak apabila anak-anak ini tidak bertanggung jawab dengan perilaku antusiasnya. Temprament pada anak usia awal akan melibatkan perbedaan individu dalam hal seberapa cepat emosi itu ditunjukkan, seberapa kuat emosi itu, berapa lama itu berlangsung dan seberapa cepat itu

diselesaikan(campos,2009). Terdapat 3 macam temprament yaitu : a. Easy child : anak dimana dengan kondisi mood positive dan gampang beradaptasi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. b. Difficult child : anak dimana suka bertingkah negative, suka menangis dan lambat dalam beradaptasi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. c. Slow to warm up child : anak dimana sulit beradaptasi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar dan membutuhkan waktu yang lama untu bisa beradaptasi. Anak pada masa early childhood ini akan mulai berpikir berdasarkan kesadaran akan dirinya sendiri da orang lain. Namun ada beberapa anak yang dia mempunyai kemampuan lebih baik dalam memahami dirinya dan memahami orang lain, hal ini dipengaruhi oleh pengasuhnya dan gaya pengasuhan.Terbangunnya self understanding juga mempengaruhi self recognition, the self can be described by many material characteristics, such as size, shape, and color. (Santrock, 2010). Self description anak mengenai dirinya adalah selalu positif, anak berusaha mengatakan hal yang positif tentang dirinya walaupun kenyataannya tidak. Pada early chilhood anak mulai dapat memahami perasaan dan keinginan orang lain, anak juga sudah dapat memberikan penilaian mengenai orang lain tidak hanya penilaian mengenai dirinya sendiri, anak sudah dapat memahami orang lain berkata jujur atau tidak demi suatu alasan dan anak

sudah memahami arti dari sebuah komitmen dimana adanya hubungan bersama. 3. Perkembangan Kepribadian pada Masa Anak-Anak Tengah dan Akhir Pada masa middle and late childhood, ada beberapa istilah tentang diri yang perlu diketahui. Yang pertama adalah self-esteem, yaitu penilaian anak terhadap dirinya secara global. Berbeda dengan self concept, penilaian anak terhadap dirinya sendiri ini dilakukan secara lebih detail. Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil yang menguntungkan. Selain itu ada juga self regulation atau peningkatan kapasitas untuk mengelola perilaku seseorang, emosi dan pikiran yang mengarah ke peningkatan kompetensi sosial dan pencapaian. Peningkatan kapasitas dalam pengaturan diri ini terkait dengan kemajuan perkembangan pada korteks prefrontal otak yang dihubungkan dengan peningkatan kognisi Industry vs Inferiority. Pembahasan selanjutnya adalah pembahasan mengenai industry versus inferiority. Industri memiliki arti yaitu kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu dan untuk menyelesaikan pekerjaan. Rendah diri dapat berfungsi sebagai pendorong dan atau menghambat aktivitas produksi dan menghambat rasa kompetensi seseorang. Konflik industri dan rasa rendah diri menghasilkan kekuatan dasar kompetensi, yaitu rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuan fisik dan kognitif dalam menyelesaikan masalah yang mengiringi usia sekolah. Kompetensi memberikan landasan untuk partisapsi kooperatif dalam kehidupan dewasa yang produktif 4. Perkembangan Kepribadian Masa Remaja dan Dewasa Self Esteem Self Esteem merupakan cara untuk mengevaluasi diri. Self esteem yang tinggi yang terjadi pada masa kecil, kemudian akan menurun pada masa remaja. Selain itu ada remaja yang mengalami self esteem rendah dan ketika remaja self esteem rendah pada saat mental dan kesahatan fisik yang lemah serta adanya potensi melakukan tindakan kriminal. Narsisme

Narsisme ini merupakan rasa percaya diri yang dimiliki remaja yang terlalu berlebihan. Biasanya mereka tidak sadar dengan sebenarnya diri mereka dan tidak tidak mengerti bagaimana orang memandang dirinya. Generasi remaja pada masa dulu memiliki self esteem dan rasa narsisme lebih tinggi daripada remaja pada masa kini. Identitas Identitas ini mencakup apakan aku ini, siapakah aku dan bagaimanakah aku. Merupakan gambaran tentang diri sendiri yang berbeda dengan orang lain. Identitas terdiri dari berbagai macam bagian yang meliputi: Identitas karir, yaitu identitas yang mengacu pada karir dan pekerjaan yang diinginkan. Identitas politik, yaitu identitas yang mengacu pada bidang politik. Identitas relasi, yaitu identitas yang mengacu pada hubungan seperti menikah, lajang, atau cerai. Identitas religius, yaitu identitas yang mengacu pada kepercayaan spiritual. Identitas intelektual, yaitu identitas yang mengacu pada intelektual. Identitas seksual, yaitu identitas yang mengacu pada kehidupan seksual seseorang, seperti heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. Identitas budaya, yaitu identitas yang mengacu pada kebudayaan tempat seseorang tinggal. Identitas kegemaran, yaitu identitas yang mengacu pada kegemaran seseorang, seperti hobi, musik, dan olahraga. Identitas kepribadian, yaitu identitas yang mengacu pada kepribadian seseorang, apakah introverted atau extroverted. Identitas fisik, yaitu identitas yang mengacu pada wujud fisik seseorang.

Erikson menyatakan tahap remaja ini pada tahap identity versus identity confusion. Pada tahap ini, Erikson berkata bahwa remaja akan menghadapi untuk menentukan siapa diri mereka, dan akan menjadi seperti apa mereka nanti. James Marcia membagi empat status identitas untuk menghadapi krisis identitas, yaitu :

Identity diffusion, yaitu status seorang individu yang belum memiliki pengalaman dalam krisis atau membuat suatu komitmen.

Identity foreclosure, yaitu status seorang individu yang sudah membuat komitmen, tapi belum memiliki pengalaman dalam krisis.

Identity moratorium, yaitu status seorang individu yang sudah mengalami krisis, namun belum membuat komitmen.

Identity achievement, yaitu status seorang individu yang sudah mengalami krisis dan mempunyai komitmen.

Ethnic Identity adalah identitas pada seorang individu yang melihat aspek dirinya sebagai seorang anggota di dalam sebuah grup etnis, yang mengacu pada kesamaan kelakuan. Beberapa masalah yang terjadi pada kelompok etnis minoritas adalah menjadi diri etnis mereka sendiri, atau menjadi kebudayaan yang dominan. Beberapa remaja menyelesaikan masalah ini menggunakan bicultural identity, yaitu menemukan kesamaan yang ada dalam kelompok etnis dan kebudayaan yang dominan Gaya hubungan yang intim : a. Intimate : hubungan interpersonal yang sangat dekat yang melibatkan keintiman fisik atau emosional. Keintiman fisik ditandai dengan cinta romantis atau bergairah dan lampiran, atau aktivitas seksual. b. Preintimate c. Stereotype : konsepsi standar dan sederhana dari orang berdasarkan beberapa asumsi sebelumnya. d. Pseudointimate e. Isolated Independence and commitment

Perkembangan dimasa awal dewasa sering melibatkan keseimbangan keduanya. Pada saat yang sama, individu berada dalam masa pembentukan identitas mereka, menghadapai tantangan untuk menjadi mandiri yaitu terlepas dari orang tua, mengembangankan hubungan intim dengan individu lain dan menjalin komitmen persahabatan. Mereka juga sudah belajar untuk membuat keputusan sendiri tanpa dibayang-bayangi kelakuan dan perkataan orang lain. Perlu di ingat

bahwa independence and commitment perkembangan dimasa dewasa awal.

merupakan tema penting dalam

Pada pembahasan mengenai the life-event approach, peristiwa utama dalam kehidupan, yaitu kelahiran, pernikahan, perceraian, kematian, dan kehilangan pekerjaan, merupakan hal yang menyebabkan perubahan status dan keadaan yang biasanya dikaitkan dengan keadaan stres dan mempengaruhi

perkembangan individu. Peristiwa kehidupan dan faktor lain juga mempengaruhi perkembangan individu. Faktor lain tersebut antara lain faktor mediasi yang mencakup kesehatan jasmani dan dukungan keluarga, adaptasi individu terhadap peristiwa kehidupan yang mencakup penilaian akan ancaman dan kemampuan coping, life-stage context, contohnya adalah perceraian cenderung lebih membuat individu usia 50-an yang telah bertahun-tahun hidup dalam pernikahan menjadi lebih stres daripada usia 20-an yang baru beberapa tahun pernikahan, dan sociohistorical context, contohnya adalah perceraian pada zaman dahulu lebih membuat stres individunya dibandingkan dengan zaman sekarang karena zaman sekarang perceraian sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Terdapat tiga aspek dari konteks kehidupan yang dapat mempengaruhi personality development di masa dewasa tengah, yaitu historical contexts, gender contexts, dan culture contexts. Historical contexts berarti bahwa sikap, harapan, tingkah laku, dan nilai-nilai yang kita punya dipengaruhi oleh masa di mana kita hidup. Lingkungan sosial dari suatu cohort dapat mengubah social clock. Pada pembahasan mengenai gender contexts, terdapat male bias dan stereotipe negatif terhadap perempuan pada masa ini. Tipe stressors experienced pada wanita dan pria berbeda. Wanita biasanya memiliki interpersonal stressors dan pria biasanya memiliki self-focused stressors. Pada pembahasan mengenai cultural contexts banyak kebudayaan yang tidak memiliki konsep yang jelas untuk masa dewasa tengah, tetapi di samping penurunan kekuatan tubuh, wanita biasanya mengalami kenaikan status pada masa ini. Generativitas vs Stagnasi

Generativitas merupakan generasi akan keberadaan baru sebagaimana produkproduk baru dan gagasan baru atau keinginan orang dewasa untuk mewariskan

keahliannya sendiri kepada generasinya. Individu dewasa yang generativitas komitmen pada dirinya sendiri untuk berkelanjutan dan memperbaiki masyarakat sebagai satu kesatuan melalui koneksi mereka untuk generasi selanjutnya. Stagnasi merupakan berkembang ketika individu nerasa bahwa mereka tidak menghasilkan apapun untuk generasi mendatang. Adapun pengembangan generativitas yang dilakukan orang dewasa yaitu. a. Biological generativity yaitu pewarisan keahlian dengan cara orang dewasa memiliki keturunan yang kemudian diwariskan kepada keturunannya. b. Parental yaitu menurunkan keahlian dengan cara orang tua membimbing dan mengajari anak-anaknya. c. Work yaitu orang tua mengembangkan kemampuan yang kemudian ditularkan ke orang lain. d. Cultural yaitu orang tua merenovasi dan memelihara aspek-aspek kebudayaan (yang harus dipertahankan) Integrity vs despair

Integrity adalah perasaan integritas atau puas apabila seseorang berhasil melakukan tugas perkembangan dengan baik. Sedangkan despair merupakan perasaan negatif apabila ia tidak berhasil melakukan tugas perkembangan dengan baik. Life review merupakan identifikasi terhadap aspek positif dan negatif dalam hidup selain itu dapat digunakan untuk mencari makna hidup dan mempersiapkan seseorang menghadapi kematian, sehingga mengurangi rasa takut. Berfungsi untuk meningkatkan kebijaksanaan dan self-understanding. Reminiscence therapy merupakan cara yang digunakan untuk mengembangkan mood pada lansia, menurunkan tingkat depresi dan kesepian, dan meningkatkan kepuasan terhadap hidupnya. Terapi ini meliputi sharing mengenai pengalaman dan aktivitas yang dilakukan di masa lalu. Life review pada masa ini melibatkan pandangan kembali pada pengalaman lampau, mengevaluasinya, menginterpretasikan, dan terkadang merepresentasikan ulang kembali. Butler (2007) mengatakan bahwa life review digerakkan oleh usaha melihat ke depan atas kematian. Life review melibatkan dimensi sosiokultural, yakni kultur, etnis,

dan gender. Terdapat pula dimensi mengenai hubungan interpersonal. Sedangkan dimensi personal melibatkan kreasi dan pencarian ari secara koheren. Life review mencakup mengenali dan merefleksikan, tidak hanya aspek positif, tetapi juga kekecewaan sebagai bagian dari perkembangan kemasakan kebijaksanaan dan self-understanding. Orang yang mengatasi kekecewaan dengan baik akan menurunkan depresi dan meningkat menjadi individu yang mumpuni.

5. Perkembangan Moral Moral merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian seseorang. Perkembangan moral melibatkan pengembangan pikiran, perasaan, dan perilaku tentang aturan dan konvensi tentang apa yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain. Terdapat tiga aspek penting dalam perkembangan moral yaitu moral feelings, moral reasoning, serta moral behavior. Moral feelings berarti individu mampu memahami perasaan orang lain atau bersimpati, bahkan mampu berempati. Perasaan bersalah, empatu, dan perspective taking memiliki peranan yang penting. Perasaan bersalah ternyata mampu memotivasi anak untuk mengembangkan perilaku moral. .Moral reasoning adalah ketika individu berpikir atau bernalar mengenai moral. Piaget mengemukakan bahwa anak melalui 2 tahapan moral yang berbeda, yaitu heteronomous moralitydimana anak memprcayai bahwa keadilan dan peraturan merupakan hal yang tidak dapat diubah, sehingga dalam bertindak mereka akan memikirkan konsekuensinya. Tahap kedua yaitu autonomous morality dimana anak memahami adanya hukum tidak tertulis yang biasanya berlaku pada suatu masyarakat dan dalam menilai sesuatu, anak akan melihat intensi pelaku juga konsekuensinya. Para pemikir heteronomous juga mempercayai immanent justice yaitu suatu konsep apabila sebuah peraturan dilanggar, maka hukuman akan segera dijatuhkan.Moral behavior merupakan perilaku yang bermoral atau baik. Hal tersebut berhubungan dengan reinforcement dan punishment. Apabila seorang anak berkelakuan baik maka ia akan diberi reward sehingga akan melakukan perbuatan baik kembali. Apabila ia melakukan perbuatan yang tidak baik ia adak dihukum sehingga akan mengubah perilakunya. Conscience merujuk pada regulasi internal mengenai standar benar dan salah (Santrock, 2010; Santrock, 2011).

Kohlberg (1986, dalam Santrock, 2010) mengemukakan bahwa terdapat 6 tahap perkembangan moral. Perkembangan antar satu tahap ke tahap lain tergantung pada kemampuan melihat dari perspektif orang lain dan mengalami konflik pada tiap tahap untuk mencapai tahap selanjutnya dan 6 tahap itu adalah :. a. Tahap 1 : heteronomous morality dimana pemikiran moral dikaitkan dengan adanya hukuman. Contohnya, anak bersikap patuh karena takut dihukum. b. Tahap 2 : Individualism, instrumental purpose, and exchange dimana individu menganggap mengejar keinginan adalah hal yang baik dan membiarkan orang lain bertindak sama, dan apabila mereka baik terhadap orang lain maka orang lain juga akan baik terhadap mereka. c. Tahap 3 : Mutual interpersonal expectations, relationship, and interpersonal conformity dimana individu menghargai kepercayaan, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar penilaian moral. d. Tahap 4 : Social systems morality dimana penilaian moral berdasarkan pada pemahaman terhadap peraturan sosial, hukum, keadilan, dan tugas. e. Tahap 5 : Social contact or utility and individual rights dimana individu bernalar bahwa nilai, hak, dan prinsip melebihi hukum. Individu mengevaluasi validitas hukum dan sistem sosial apakah hal-hal tersebut melindungi nilai dan hak asasi manusia. f. Tahap 6 : Universal ethical principles dimana individu telah

mengembangkan standar moral yang berdasarkan pada hak asasi manusia. Anak dengan moral yang tinggi akan cenderung berperilaku prososial, dan sebaliknya akan berperilaku antisosial. Anak juga mengembangkan moral personality yang terdiri dari 3 komponen, yaitu (Walker & Frimer, 2009, dalam Santrock, 2010): a. Moral identity : Individu berindentitas moral ketika pemikiran dan komitmen moral merupakan hal penting dalam hidup mereka. b. Moral character : Individu dengan karakter moral memiliki kemauan, keinginan, dan integritas untuk berdiri mengatasi tekanan, gangguang, kekecewaan, dan berperilaku secara bermoral. c. Moral exemplars : Individu dengan moral teladan bearti meiliki kepribadian, identitas, dan karakter bermoral yang patut dicontoh.

6. Perkembangan Religiusitas dan Spiritualitas pada Masa Remaja Pada dasarnya religius merujuk pada sesuatu yang dirasakan sangat dalam yang bersentuhan dengan keinginan seseorang, yang butuh ketaatan dan memberikan imbalan sehingga mengikat seseorang dalam suatu masyarakat (Ahmad, 1995). Berbeda dengan spiritualitas yang lebih merujuk pada bentuk pemikiran dan pemaknaan. Spiritualitas itu menekankan lebih kepada hubungan antara individu dan Tuhan beda dengan religiusitas lebih mengacu pada bentuk fisik dan tindakannya. Pada dasarnya pemikiran remaja lebih abstrak sehingga seorang remaja ini mulai memikirkan tentang religiusitas, spiritualitas dan apa itu Tuhan dan sebagainya. Dari sudut pandang perkembangan kognitif, pemikiran idealis remaja semakin meningkat tentang religiusitas namun ditumpangi dengan pemikiran logis yang memberi kemampuan remaja untuk menjawab pertanyaan yang berbeda tentang spiritualitas. Peran positif agama pada kehidupan remaja juga memiliki pengaruh terhadap kesehatannya. Selain itu Nilai-nilai agama juga membantu remaja untuk lebih peka terhadap orang lain sehingga memunculkan perilaku prososial terhadap lingkungan sekitarnya. Secara gender wanita biasanya lebih religius dibandingkan dengan laki-laki. Menurut penelitian di United States oleh Koenig, McGue, & Lacono tahun 2008 menemukan tentang rentang tingkat religiusitas pada beberapa tahap usia, antara lain : a. Usia 14 tahun : paling tinggi b. Usia 14-18 tahun : menurun c. Usia 20 tahun : naik 7. Perkembangan Religiusitas dan Spiritualitas pada Masa Dewasa Didalam religion and live, religion ini sangat penting dalam kehidupan, sebab tingkat religion akan akan mempengaruhi self esteem dan kecemasaan seseorang. Terdapat bentuk coping yang dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Problem Focused Coping (Approach Coping) b. Emotional Focused Coping (Avoidance Coping) Coping juga dipengarhi oleh tingkat religius. Individu yang memiliki tinkat religius yang tinggi maka orang tersebut cenderung menghadapi masalah dengan approach coping. Sedangkan individu yang yang memiliki tingkat religius yang

rendah maka orang tersebut cenderung menghadapi masalah dengan avoidance coping (Indirawati, 2006). Didalam religion and health, bagi individu agama secara positif terkait dengan kesehatan (Campbell, Yoon, & Johnstone, 2009;McCullough & Willoughby, 2009). Religiusitas ini juga akan mengurangi resiko orang terkena hipertensi (Gillum dan Ingram, 2007) dan tingginya religiusitas pada usia lanjut diyakini dapat meningkatkan usia harapan hidup (Oman dan Thoresen, 2006). Didalam meaningful in life, keterbatasan eksistensi dan kepastian kematian akan menambah arti pada sisa hari-hari kehidupan seseorang (Man`s search for meaning, Victor Frankl,1984). Didalam meaningful in life juga terdapat : a. Need for purpose. : Tujuan dapat dibagi menjadi target tujuan dan pemenuhannya. Hidup dapat diorientasikan terhadap antisipasi akan masa depan. b. Need for values. : Nilai memungkinkan seseorang untuk menentukan baik buruknya sesuatu sehingga dapat membimbing pada kebaikan dan karakteristik positif. c. Need for a sense of efficacy : Dengan adanya rasa efikasi, seseorang akan berpikiran bahwa ia dapat mengontrol

lingkungannya dimana hal tersebut memiliki manfaat yang positif bagi fisik dan mentalnya. d. Need for self-worth : Kebanyakan individus ingin menjadi seseorang yang baik dan berguna. Terdapat beberapa riset yang menunjukkan bahwa agama mempunyai suatu peran penting didalam meningkatkan eksplorasi makna dalam hidup. Tidak hanya riset melainkan terdapat studi juga yang menyatakan bahwa individu yang sudah menemukan makna dalam hidup akan lebih baik secara fisik, lebih bahagia dan Kualitas dalam meaningful in life ini sendiri dipengaruhi oleh tigal hal, yaitu self esteem, kepuasaan hidup dan optimisme yang tinggi. Relijiusitas juga dapat membantu memenuhi kebutuhan psikologis, seperti : mengurangi rasa takut menghadapi kematian, dapat menerima kemunduran fisik selama masa tua, dan

membantu memaknai hidup dengan baik. Faktor utama dari proses penuaan yang sukses a. Seleksi : mengatasi kelemahan usia tua dengan penurunan funsi tertentu. b. Optimasi : kemampuan untuk menggunakan teknologi. c. Kompensasi : menggunakan strategi khusus untuk dapat mengingat sesuatu dengan cepat, berlari cepat serta bereaksi cepat dalam mengemudikn mobil. Menjadi manusia yang aktif dengan dapat mengatasi masalah dengan keterampilan yang dimiliki merupakan hal yang sangat penting dalam succesful aging. 8. Death and Dying Memasuki tahap kematian komponen death system di berbagai kebudayaan menurut Robert Kastenbaum, antara lain : a. People b. Place and context c. Time d. Objects e. Death symbol Euthanasia merupakan proses kematian yang disengaja dan terbagi menjadi 2 yakni : a. Active euthanasia yaitu kematian disebabkan oleh suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang b. Passive euthanasia yaitu ketika seseorang diijinkan mati dengan mencabut perawatan yang tersedia seperti perlengkapan penopang hidup Selain euthanasia juga ada hospice dimana suatu program yang berkomitmen untuk membuat kematian bebas dari rasa sakit dengan cara palliative care yakni

mengurangi rasa sakit dan menderita juga membantu seseorang meninggal dengan rasa hormat. Penyebab kematian pada tiap tahap perkembangan berbeda-beda. Pada bayi kematian biasanya disebabkan karena keguguran dan sindrom kematian mendadak (SIDS). Sedangkan pada anak-anak biasanya disebabkan oleh kecelakaan dan sakit seperti penyakit jantung, kanker, dan cacat lahir. Untuk dewasa biasanya disebabkan

oleh kecelakaan kendaraan bermotor yang biasaanya dipengaruhi konsumsi alkohol, bunuh diri, dan pembunuhan. Lain hal nya dengan dewasa akhir yang didomonasi karena faktor kecelakaan dan dewasa akhir yang biasanya disebabkan karena penyakit kronis seperti jantung dan kanker. Sikap terhadap kematian antara anak-anak, remaja, dan dewasa juga berbeda. Anak-anak belum memiliki konsep tentang kematian sehingga ia masih bingung antara mati dan tidur. Lain halnya dengan remaja yang pemikirannya lebih abstrak dari anakanak. Sedangkan pada masa dewasa tengah individu sudah memiliki kesadaran tinggi akan kematian sehingga pada masa dewasa akhir kecemasan akan kematian sudah berkurang. a. Denial and Isolation Saat seorang individu mulai menyangkal bahwa dirinyaakan segera menghadapi kematian, contohnya adalah penyakit yang tidak lekas sembuh. Biasanya pada saat ini individu akan mengisolasi dirinya dan memiliki rasa putus asa. b. Anger Saat seorang individu mulai marah akan keadaanya, mengapa dia harus menghadapi situasi ini, biasanya marah mereka ditujukan kepada orang lain, bahkan Tuhan. c. Bargaining Saat seorang individu mulai berpikir untuk menunda kematiannya. Ia mulai melakukan negosiasi dengan Tuhan, biasanya mereka akan berjanji untuk lebih taat kepada Tuhan dan membantu orang lain. d. Depression Saat seorang individu mulai menerima keadaannya bahwa ia akan mati, biasanya individu tersebut akan lebih memilih untuk diam, menolak kehadiran orang lain, dan meluangkan banyak waktu untuk menangis dan menyesal. e. Acceptance Saat seorang individu mulai menerima takdirnya, dia mulai merasakan kedamaian dan menerima kematiannya, tahap ini biasanya merupakan tahap terakhir sebelum seseorang menuju kepada kematian.

Adapun beberapa tahap pada kematian menurut Kubler-Ross,yaitu : Pada tiap individu memiliki keinginan yang berbeda-beda akan kematian. Beberapa orang memilih menghabiskan sisa hidupnya di rumah sakit karena merasa fasilitas yang ada lebih memadai, namun sebagian memilih menghabiskan sisa hidupnya di rumah bersama pasangan, anak dan sanak saudara. Komunikasi pada orang yang akan meninggal dengan lingkungan sekitarnya sangatlah penting. Yang paling baik bagi individu yang sekarat dan orang di sekitarnya adalah mengetahui bahwa mereka akan mati karena kesadaran ini akan memiliki banyak manfaat diantaranya, individu akan mati sesuai dengan persepsi mereka tentang kematian, dapat menyelesaikan rencana yang belum terselesaikan, adanya kesempatan untuk bernostalgia dan berkomunikasi dengan orang-orang terdekat mereka , individu akan memiliki pemahaman yg lebih tentang apa yang terjadi pada diri mereka, dan bagaimana perlakuan staf medis terhadap mereka. Kematian juga berdampak pada orang yang ditinggalkan. Mereka merasakan duka cita yakni kelumpuhan secara emosional, ketidakpercayaan, kecemasan karena perpisahan, putus asa, sedih dan kesepian yang menyertai ketika kita kehilangan orang yang dicintai. Kesedihan berkepanjangan adalah duka yang melibatkan rasa bertahan, putus asa dan masih belum bisa merelakan kepergian mereka yang mati dalam beberapa periode waktu. Sebuah model untuk mengatasi kehilangan yang menekankan pada dua dimensi, yakni kehilangan berorientasi stress dan restorasi berorientasi stressor. Akibat nyata yang biasa terjadi pada orang yang ditiinggal meninggal antara lain depresi, kehilangan pendapatan, merasa sendiri, dan meningkatkan risiko penyakit fisik dan mental. Adapun bentuk-bentuk berkabung pada setiap kultur berbeda-beda. Beberapa bentuknya adalah pemakaman dan kremasi. Dua pertiga kasus yang meninggal dimakamkan dan sepertiga dikremasi. Untuk orang yang religius, proses pemakaman lebih baik dan bermanfaat dengan alasan banyak yang berziarah dan berefek positif bagi kerabat yang ditinggalkan.

I.

Refleksi Diri

Pengalaman yang paling berharga bagi saya dan tidak bisa saya lupakan adalah ketika presentasi dan kami memakai pakaian seperti kaum beragama muslim dan kristen. Hal ini membuat kami menjadi lebih tertantang untuk memberi yang terbaik

pada presentasi RPM yang terakhir dalam semester ini.Setelah mempelajari perkembangan kepribadian, moral, spiritualitas dan religiusitas dari awal hingga akhir, saya semakin mengerti tentang bagaimana rentang prkembangan manusia dan perubahan kepribadian kepribadian, moral, spiritual dan religiusitas dan apa saja yang terlibat dalam perkembangan manusia. Selain itu saya juga semakin mengerti tentang apa saja perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari jadi saya lebih mampu untuk bisa menempatkan diri agar dapat berinteraksi yang baik dengan lingkungan sekitar.

Daftar Pustaka Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid 1. Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik dari Life-Span Development, 5 E. Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid 2. Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik dari Life-Span Development, 5 E. Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. 2011. Life-Span Development, 13rd Edition. New York: McGrawHill. Passer, Michael W. dan Smith, Ronald E. 2008. Psychology The Science of Mind and Behavior Fourth Edition. New York: Mc-Graw Hill.

You might also like