You are on page 1of 2

Aspek Islam Dalam Pengasuhan Anak 1.

Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Umar bin Abi Salmah ra. Ia berkata: Ketika aku kecil, berada dalam asuhan Rasulullah SAW, pada suatu hari ketika tang anku bergerak ke sana kemari di atas piring berisi makanan, berkatalah Rasululla h SAW: Wahai anak, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu. Dan makan lah apa yang dekat denganmu. Dalam hal ini kita lihat bahwa Rasulullah SAW memberi petunjuk kepada Umar bin A bi Salmah terhadap kesalahannya, dengan nasehat yang baik, pengarahan yang membe kas, ringkas dan jelas. 2. Menunjukkan kesalahan dengan keramahtamahan Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sahal bin Saad ra. Bahwa Rasulullah SAW d iberi minuman, dan beliau minum sebagian. Di sebelah kanannya duduk seorang anak , dan di sebelah kirinya beberapa orang tua. Rasulullah SAW berkata kepada anak itu: Apakah engkau mengizinkanku untuk memberi kepada mereka?Maka anak itu menjawab, Tid ak, demi Allah. Bagianku yang diberikan oleh engkau, tidak akan saya berikan kep ada siapapun. Maka rasulullah meletakkan minuman di tangan anak itu. Kita bisa saksikan bahwa Rasulullah SAW ingin mengajari sang anak mengenai bagai mana bersopan santun kepada orang dewasa (orang tua) dalam mendahulukan mereka u ntuk mendapatkan minuman dengan mengurbankan haknya. Dan ini adalah yang terbaik . Dengan ramah Rasulullah telah meminta izin kepada anak, Apakah engkau izinkan aku memberi kepada mereka? 3. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.: Fadhal pernah mengikuti Rasulullah SAW. Pada suatu hari datanglah seorang wanita dari Khutsum yang membuat Fadhal memandangnya, dan wanita itu pun memandangnya. M aka rasulullah SAW memalingkan muka Fadhal ke arah lain............ Rasulullah dalam hal ini telah memperbaiki kesalahan melihat wanita bukan muhrim (dengan pandangan syahwat) yang dilakukan Fadhal dengan memalingkan mukanya ke arah lain, dan hal ini telah meninggalkan bekas (pelajaran) pada diri Fadhal. 4. Menunjukkan kesalahan dengan kecaman Bukhari meriwayatkan dari Abu Dzar ra., ia berkata: Saya mencaci seorang laki-laki dengan menjelekkan ibunya, (yaitu dengan berkata, h ai anak wanita hitam). Maka Rasulullah SAW berkata, Wahai Abu Dzar, kamu telah men cacinya dengan menjelekkan ibunya. Sesungguhnya kamu orang yang masih berperilak u jahiliyah. Saudara-saudaramu adalah hamba sahayamu yang Allah jadikan mereka d i bawah tanganmu. Barangsiapa yang saudaranya berada di bawah tangannya, maka he ndaknya ia memberinya makan dari apa yang ia makan, memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, janganlah mereka diserahi pekerjaan yang sekiranya tidak mampu me reka kerjakan, dan jika diserahkan pekerjaan itu, maka bantulah mereka. Dalam hal ini Rasulullah memperbaiki kesalahan Abu Dzar ketika mencaci seseorang dan menyebutnya anak wanita hitam dengan mengecam perbuatan tersebut dengan perka taannya, Wahai Abu Dzar sesungguhnya kamu masih berperilaku jahiliyah. Kemudian me mberinya nasehat yang sesuai dengan tempat dan serasi dengan pengarahan. 5. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (isolasi/meninggalkannya) Bukhari meriwayatkan bahwa Kaab bin Malik ketika tidak ikut Rasulullah SAW dalam peperangan Tabuk, berkata: Rasulullah SAW tidak berbicara kepada kami selama lima puluh malam, hingga turun ayat tentang taubat mereka dalam Al Quran. Rasulullah SAW dan para sahabatnya memberi hukuman dengan meninggalkan dan tidak melakukan interaksi dalam upaya memperbaiki kesalahan, meluruskan yang bengkok, sehingga yang menyimpang kembali kepada jalan yang benar. 6. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang menjerakan Al Quran menetapkan prinsip hukuman yang menjerakan dengan metode pelaksanaan hu kuman yang disaksikan sekumpulan orang (anggota masyarakat) sebagaimana pada QS 24:2. Hukuman, jika dilaksanakan di hadapan orang banyak, disaksikan anggota mas yarakat, akan merupakan pelajaran yang sangat kuat pengaruhnya. Ketika pendidik menghukum anak yang berperangai buruk di depan saudara dan atau

temannya, maka hukuman ini akan meninggalkan bekas yang besar pada jiwa anak-ana k secara keseluruhan, dan akan membuat mereka berhitung seribu kali terhadap huk uman yang bakal menimpa mereka tersebut kalau mereka mengulangi kesalahan yang s ama. Dengan demikian mereka bisa mengambil pelajaran daripadanya. 7. Menunjukkan kesalahan dengan memukul Abu Daud dan Al Hakim meriwayatkan dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakek nya bahwa Rasulullah SAW bersabda: Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat s ejak mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika melakukannya ketika me reka berusia sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya. Memukul dengan maksud tadib (pengajaran dan perbaikan) sebagai perwujudan rasa sa yang adalah hal yang diperintahkan oleh Islam. Karena adakalanya sebuah kesalaha n tidak mempan dengan upaya perbaikan dalam bentuk nasehat, keramahan, isyarat, kecaman ataupun dengan meninggalkan (tidak berinteraksi) dengannya. pukulan adalah hukuman yang paling berat, tidak boleh menggunakannya kecuali ji ka dengan jalan lain sudah tidak bisa. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika kita hendak memb erikan hukuman kepada anak-anak berupa pukulan: 1. Pendidik tidak terburu menggunakan metode pukulan kecuali setelah menggunakan semua metode lembut lain yang mendidik dan membuat jera. 2. Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya terhadap anak. Perlakuan ini merupakan realisasi wasiat Rasu l SAW Janganlah kamu marah sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari. 3. Ketika memukul, hendaknya menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala , muka, dada dan perut. Berdasar sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Daud : .... dan janganlah kamu memukul muka (wajah).. Sementara dada dan perut adalah b agian tubuh yang juga dilarang dipukul, karena banyak terdapat organ-organ vital yang bisa membahayakan jiwa apabila terdapat gangguan/kerusakan akibat pukulan. Sebagaimana universalitas larangan Rasul SAW: Tidak boleh membahayakan (diri sen diri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain). (HR. Imam Malik dan Ibnu Majah) 4. Pukulan pertama untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyak iti. 5. Tidak memukul anak, sebelum ia berusia sepuluh tahun sebagaimana perintah Ras ulullah SAW: Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pu kullah mereka jika melalaikannya, ketika mereka berusia sepuluh tahun... 6. Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempa tan untuk bertaubat dari perbuatan yang telah dilakukan, memberi kesempatan untu k minta maaf, dan diberi kelapangan untuk tidak diberikan hukuman, sebaliknya me ngambil janji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu. Upaya ini lebih utama dib anding menggunakan pukulan atau mengecamnya di hadapan umum. 7. Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahk annya kepada saudara-saudaranya, atau temannya. Sehingga tidak timbul api kebenc ian dan kedengkian diantara mereka. Adalah perbuatan yang sangat keliru ketika b eberapa waktu yang lalu kita membaca di media bahwa ada seorang guru yang menghu kum salah satu murid SD-nya dengan digunduli oleh teman-temannya. Akibatnya sang murid tidak lagi mau masuk sekolah. Apa yang dilakukan guru tersebut pada hakik atnya malah menghancurkan masa depan sang anak, bukan malah meluruskan dan melap angkan jalannya menapaki kebenaran. 8. Jika anak sudah menginjak usia dewasa (mukallaf/terbebani hukum), dan kita me lihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak juga membuatnya jera, maka ia boleh menam bah dan mengulanginya sehingga anak menjadi baik kembali.

You might also like