You are on page 1of 24

Kanker Kolorektal Penulis: Dr.Agus Waspodo,SpPD.KGEH I.

Pendahuluan Saat ini kanker masih merupakan sa;ah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit kanker dapat disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan pengurangan penderitaan. Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.

Kanker kolorektal adalah kanker usus besar yang tersebar diseluruh dunia. Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker yang dapat disembuhkan dan dicegah perkembangannya. Kanker ini merupakan salah satu kanker yang sering ditemukan masyarakat. Teknologi dan kemampuan untuk menemukannya dalam stadium dini yang telah dimiliki oleh banyak Rumah Sakit di Indonesia. Sudah selayaknya kita berusaha meningkatkan pemahaman tentang penyakit ini sehingga upaya menemukan kasus dalam stadium dini dapat tercapai. II. Epdemiologi Kanker kolorektal adalah kanker usus yang tersebar di berbagai Negara Dunia. Prevalensinya berbeda-beda.Pravalensi tinggi di Amerika Serikat, Australia, newzeland, Scandinavia dan eropa barat, jarang di Asia,Afrika dan Amerika Selatan. Di Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh kanker yang sering dilaporkan. Perbedaan pravalensi ini memperlihatkan adanya pengaruh lingkungan pada kejadian dan pertumbuhan kanker tersebut. Bukti yang mendukung adanya hubungan tersebut yaitu meningkatnya prevalensi kanker pada immigrant dari Negara dengan prevalensi kanker rendah ke Negara dengan pravalensi kanker tinggi. Misalnya penduduk Jepang atau Afrika yang bermigrasi ke Amerika. Penyakit ini dapat menyerang pria dan wanita. Jarang ditemukan pada kelompok usia kurang dari 40 tahun, banyak ditemukan pada kelompok pada usia diatas 50 tahun. Pada tahun 1995 Amerika Cancer Society memperkirakan terdapat 138.000 kasus baru kanker kolorektal, 70% diantaranya berasal dari kolon dan 30% sisanya berasal dari rectum dan 55.000 diantaranya meninggal. Dalam dua decade terakhir ini di Amerika dilaporkan terjadi perbaikan angka harapan hidup penderita kanker kolorektal. Perbaikan harapan hidup ini kemungkinan

dikarenakan telah terjadi perbaikan pada teknik operasi, adanya kemoterapi ajuvan, radioterapi, dan deteksi awal. Secara umum angka harapan hidup 5 tahun kanker kolorektal meningkat dari 46% menjadi 62%.Angka harapn hidup 5 tahun menurut stadiumnya berturut-turut 92% bila penyakit masih terbatas local, 64% bila telah terjadi metastses ke kelenjar regional dan hanya 7% bila telah terjadi metastasis jauh. III. Kanker Kolorektal Dini Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada lapisan mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi, diantara berbagai tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling sulit dikenali khususnya dengan pemeriksaan endoskopi konvensional. Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker kolorektal dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang disbanding type yang lain. III.1. Pola Penyebaran Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan submukosa yaitu : Penetrasi, ekspansi, ke samping dan penyebaran superficial. III.1.1. Tipe Penetrasi Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang perivaskuler saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan submukosa membentuk massa yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar. III.1.2. Ekspansi Kesamping Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm, sebelum terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor akan menonjol sebagai akibat penekanan tumor. III.1.3. Penyebaran Superficial Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan III.2. Deteksi Pada umumnya kanker koloraktal dini tidak memberikan keluhan atau gejala klinik. Penyakit ditemukan pada saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna bawah (kolonoskopi) rutin. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan saat melakukan endoskopi, terutama untuk mengenali kanker kolorektal dini tipe depress adalah perubahan warna, bercak, pendarahan, kerapuhan, deformitas mukosa dan hilangnya pola system vaskuler mukosa.

III. 3. Pengobatan Pengobatan kanker kolorektal dini adalah biopsy sayatan atau operasi. Biopsi sayatan merupakan dasar dari pengobatan kanker kecil. Hal yang menetukan adalah ada tidaknya sisa jaringan tumor yang ditinggalkan, dan seberapa jauh invasi tumor kedalam dinding usus. Perkembangan lebih lanjut dari biopsy sayatan adalah reseksi mukosa paarendoskopi. Reseksi mukosa parendoskopi (EMR) adalah suatu cara untuk mengupas sebagian lapisan mukosa. Metode ini dapat dipergunakan untuk membuat diagnosis dan terapi kanker saluran cerna dini . Teori yang menyatakan bahwa kanker kolorektal berasal dari perkembangan polip yang lebih dikenal sebagai konsep perjalanan dari polip menuju kanker atau dari adenoma menuju karsinoma telah banyak diterima. IV. Polip Kolorektal dan Kanker Polip kolorektal adalah massa yang menonjol kedalam saluran usus. Polip dapat dibedakan atas polip bertangkai danpolip tidak bertangkai (sessile polip). Secara Histopatologis dikelompokkan atas polip neoplastik dan polip nonneoplastik. Termasuk kedalam polip neoplastik adalah polip adenoma (polip prakanker) dan yang termasuk kedalam polip neononplastik adalah polip hiperplastik, polip juvenile, polip inflamasi dan hamartoma. IV.1. Minute Polip Polip kecil (minute polip) yang berukuran 5 mm disebut sebagai polip kecil. Dari suatu study ternyata 41% diantaranya adalah suatu adenoma, 37% merupakan polip hiperplasi dan 18% adalah mucosal tags atau limphoid aggregates, 4% adalah bentuk campuran, 0,26 adalah diplasit berat, dan tidak satupun yang merupakan yang merupakan polip ganas (malignant) IV.2. Polip Adenoma Pada studi autopsi didapatkan pravalensi polip adenoma berkisar 30 s/d 50%, dengan sebaran usia 30% pada usia 50th; 40 s/d 50% pada usia 60 tahun; dan 50s/d 65% pada usia 70 tahun. Studi endoskopi menghasilkan gambaran polip 10% lebih rendah.Perbedaan ini terjadi karena terdapat perbedaan pada metode pemeriksaan. Distribusi polip berbeda sesuai usianya. Studi kolonoskopi pada 600 kasus polip adenoma menyatakan bahwa 55% dari polip berukuran < 5mm dan 75 dari polip adenoma berukuran 10 mm atau lebih pada kelompok usia < 55 tahun berada dibagian distal usus besar, sedang pada pasien berusia > 65 tahun angka polip di daerah proksimal meningkat menjadi 75% pada polip berukuran < 5mm dan 50% pada polip berukuran 10 mm. Data lain menunjukkan bahwa 2/3 dari polip berada distal dari fleksura lienalis. Polip adenoma (premalignan polip) dapat dibedakan atas tubuler, villous dan tubolvillous. Lebih kurang 70% dari polip yang diagkat saat kolonoskopi adalah polip adenoma. Laporan dari National polip study 78% dari 3.358 polip adenoma adalah tipe tubuler, 8% adalah tubulovillous dan 5% adalah villous. IV.3. Perjalanan Penyakit

Resiko terjadi transformasi dari plio adenoma menjadi ganas diperkirakan sebesar 5% s/d 10 % dalam kurun waktu 5 tahun s/d 15 tahun. Transformasi, lebih banyak terjadi pada polip besar, villous adenoma atau dengan gambaran displasi berat. Beberapa study menunjukkan bahwa penderita dengan polip ganda mempunyai resiko kanker 5x lebih besar. IV.4. Polip Malignant Istilah polip ganas (malignant polip) adalah suatu polip adenoma dimana telah terdapat penyebaran sel karsinoma diantara muskularis mukosa sampai jaringan yang lebih dalam lagi. Sebagian kasus telah menembus kedalam tangkainya. Haggit dkk. Membagi invasi kanker pada polip bertangkai atas lima tingkatan yaitu tingkat 0 s/d 4 Jika invasi tumor hanya terbatas pada kepala polip disebut tingkat 0,1 dan 2. Bila invasi mencapai submukosa dinyatakan tingkat 4. Pembagian ini bermanfaat pada penatalaksanaan polip. IV. 5. Diagnosis Polip Polip diusus besar biasanya tanpa gejala, meskipun pada polip berukuran > 1 cm mungkin akan menyebabkan pendarahan intermiten. Tidak selalu perdarahan saluran cerna bagian bawah disebabkan oleh polip, acapkali pada pemeriksaan kolonoskopi ditemukan polip dengan sumber pendarahan dari tempat lain (bukan dari polip) missal dari hemorroid. Polip tidak lazim menimbulkan keluhan nyeri atau menyebabkan perubahan pola buang air besar. Polip sesile besar dan kanker dapat menyebabkan pendarahan akut pada dubur. Sedangkan perubahan pola buang air besar, kembung produksi lendir yang berlebihan, dan gejala yang menyerupai gangguan pola buang air besar besar dapat terjadi karena sebab tidak langsung dari polip sesil yang besar atau kanker. IV.5.1. Pemeriksaan Colok Dubur Pemeriksaan colok dubur dapat menemukan kelainan didaerah dubur dan 1/3 bawah rectum seperti tumor atau polip. Pemeriksaan endoskopi mudah melihat kelainan tersebut, meski dapat terjadi kelainan luput dari pengamatan saat insersi skope. IV.5.2. Progtosigmoidoskopi Pemeriksaan proktosigmoidoskopi denga skope rigid sangat bermafaat untuk memperoleh jaringan biopsi yang besar pada lesi besar didaerah rectum dan rekstosigmoid.

IV.5.3.Kolonoskopi

Kolonoskopi yaitu suatu cara untuk melihat secara langsung lumen saluran cerna bagian bawah ( sejak dari rectum sampai dengan cecum) dengan alat kolonoskopi. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang paling akurat untuk mendeteksi polip. Sensitifitasnya mencapai angka 94% dengan angka kegagalan pengamatan polip berukuran < 9 mm sebesar 15% IV.6. Tatalaksana Polip IV.6.1. Pengangkatan polip Telah terbukti bahwa pengangkatan polip adenoma dapat menurunkan angka kematian kanker kolorektal. Pada studi retrospektif, dilaporkan bahwa angka kematian kanker kolorektal lebih tinggi pada kelompok penderita polip adenoma yang tidak diangkat dibandingkan dengan kelompok umum National Polyp Study melaporkan tindakan polipektomi (pengangkatan polip) pada polip adenoma menurunkan angka resiko kejadian kanker kolorektal sebesar 76% s/d 90%. Polipektomi parendoskopi cukup adekuat dikerjakan pada polip bertangkai dengan invasi level 0,1 dan 2 namun bila mencapai level 4 diperlukan reseksi segmental. Hal ini disebabkan kekuatiran masih terdapat residu tumor sehingga metastasis ke kelenjar getah bening.Level 3 memerlukan polipektomi dengan control yang ketat atau tindakan reseksi segmental. IV.6.2. Kolonoskopi Pemeriksaan total kolonoskopi sebaiknya dikerjakan bila menemukan polip adenoma dibagian distal kolon. Pendapat ini didasarkan pada hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa resiko adenokarsinoma kanker kolorektal di bagian proksimal seesar 0,5% untuk polip tubulus berukuran 1 cm; 2,9 s/d 6,6% pada kelompok tubulovilus, vilus polip besar didaerah kolon distal. Kemungkinan ditemukan polip daerah proksimal akan meningkat bila ditemukan polip multipel. Angka kejadian polip kolon proksimal lebih besar pada penderita polip adenoma kolon distal lanjut ( > 10% ) dibandingkan dengan penderita dengan polip berukuran 1 cm ( < 1% ) IV.7. Pemantauan Beberapa penderita adenoma polip besar atau polip multipel memerlukan pemeriksaan kolonoskopi ulangan untuk memastikan apakah semua lesi neoplasi tersebut sudah diangkat. Kemungkinan tumbuh lesi baru dikemudian hari setelah seluruh polip diangkat dapat terjadi. Oleh karenanya dianjurkan untuk dilakukan pengamatan kolonos kopi pasca polipektomi dianjurkan dilakukan berkala tiap 3 tahun. V. Kanke kolorektal lanjut Perkumpulan gastroenterologi Jepang mengusulkan istilah kanker kolorektal dini apabila lesi masih terbatas sampai daerah submukosa lapisan usus besar. Terdapat persamaan menurut klasifikasi yang diajukan oleh Joint Commite on Cancer/ Union Internationale Contre le Cancer. Stadium tumor merupakan faktor prognosis yang sangat penting. Dasar utama penentu kelangsungan hidup penderita adalah penyebaran massa tumor kedalam dinding usus, kelenjar getah bening dan organ lain yang terlibat. Berbagai macam penentuan stadium

penyakit telah digunakan untuk menentukan angka kelangsungan hidup seperti kutipan berikut V.I. Gambaran Klinis Kanker kolorektal merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita kanker kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna. V.I.I. Gejala yang berkaitan dengan saluran cerna Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita ( 22% s/d 65%) keluhan ini lebih sering berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rektum. Perdarahan peranus sebagai keluhan pertama dikeluhkan oleh separuh penderita (34% 60%). Gejala dapat berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai dengan tinja, dalam jumlah yang banyak atau sedikit hanya menempel pada kertas tissue. Bila darah berwarna maron memperlihatkan sumber perdarahan berasa! Usus besar bagian atas dari studi kolonoskopi pada 145 penderita berusia lebih dari 40 tahun yang dikirim dokter paraktik karena riwayat perdarahan, didapatkan penderita kanker kolon sebesar 10,3%. Mencret dan mejen dikeluhkan oleh 22% s/d 58% penderita. Keluhan lain yang perlu diperhatikan pula adalah perubahan bentuk tinja seperti pensil, buang air besar tidak lampias dan rasa mual berlebihan. V.1.2. Gejala Umum Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan tersebut disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada penderita anemia kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker kolorektal. Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa 20% s/d 40% penderita kanker kolon tidak memberikan gejala atau tanda spesifik. V.1.3. Gejala Ekstrakolon Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ yang jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadang-kadang dapat muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain, muncul gejala yang susuai dengan tempat terjadinya metastasis. V.1.4. Gejala Asimtomatik Menentukan pravalensi kanker kolon asimtomatik tidaklah mudah hal ini berkaitan dengan design studi yang dilakukan. Banyak penelitian yang dilakukan pada kasusu operasi, yang sebagian besar kasusu-kasus stadium awal dan kasus yang dapat ditangani secara endoskopi. Oleh karena itu studi dari US dan Eropa hanya memperlihatkan angka 5% s/d 12.5%. V.2. Diagnosis Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal sangat bergantung kepada gejala klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi gawat yang segera

memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat segera dibuat, atau kadangkadang diagnosis dapat dibuat hanya melalui pemeriksaan colok dubur. Pengamatan saluran cerna dapat dilakukan dengan pemeriksaan barium enema atau kolonoskopi dengan serat lentur. Namun demikian banyak dokter memilih pemeriksaan kolonoskopi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sensitifitas dan spesifitasnya untuk mendiagnosa keganasan, selain itu dapat pula dilakukan tindakan endoskopi terapi seperti reseksi lesi bila diperlukan. Pertimbangan lain adalah biaya relatif murah. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus dikerjakan. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, kaarena sinkronos polip jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker juga dapat ditemukan pada 2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi dapat berubah. Apabila tindakan operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi. V.2.1. Kolonoskopi Versus Barium Enema Kemampuan kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium enema kontras ganda. Kemampuannya untuk mendeteksi polip berukuran > 7 mm sebesar 92% sedang untuk barium enema 71%. Dua kanker luput dari pengamatan barium enema. Penelitian lain melaporkan bahwa 3% kasus kanker kolorektal berukuran rata-rata 4 cm luput dari pengamatan barium enema. Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan sigmoidoskopi pada kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada pemeriksaan kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak seperti divertikel, tetapi kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma. V.3. Stadium Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal ditentukan oleh stadium saat diagnosis saat diagnosis dibuat. Berbagai macam stadium penyakit kanker kolorektal telah diperkenalkan. Penentuan stadium sebelum tindakan operasi sangat penting, khususnya pada kanker rectum, hal ini berguna untuk menentukan strategi pengobatan seperti pemberian khemoterapi ajuvan, pemilihan jenis operasi yang akan dilakukan. Pemerikasaan Ro foto dada harus dikerjakan untuk memastikan ada tidaknya proses metastasis di paru. Test fungsi hati tidaklah terlalu diperlukan, Pemeriksaan CEA kadangkadang diperlukan untuk menilai keberhasilan pengobatan. V.3.CT Scan Pasien kanker kolorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan pemeriksaan CT Scan rutin, karena hasilnya tidak akan merubah keputusan untuk melakukan tindakan operasi. Pemeriksaan CT Scan pada kanker rectum lanjut sangat akurat untuk menilai adanya invasi ke jaringan sekitarnya. Kemampuannya sangat terbatas untuk mendeteksi lesi primer kecil. CT Scan juga tidak efektif untuk menampilkan lapisan dinding rectum oleh karena itu tidak dapat dipergunakan untuk menilai seberapa jauh telah terjadi invasi kedalam sebesar 70% dan kemampuan untuk mengamati kelenjar limfe sebesar 45% untuk menilai

terdapat metastase di hati USG dapat mengganttikan peran CT Scan bila diperlukan. USG dan CT Scan tampaknya lebih akurat untuk deteksi kelainan dihati bila dibanding dengan MRI V.3.2. Endosonografi Stadium kanker kolrektal mencerminkan derajat penyebaran penyakit. Pada dasarnya stadium penyakit terbagi atas tiga komponen yaitu : invasi lokal, penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis ke lain organ. Konsep tersebut terwakil pada sistem TNM yang diperkenalkan. T memperlihatkan invasi lokal, N memperlihatkan metastasis kelenjar getah bening dan M menunjukkan metastasis ke organ lain. Tingkatan T dapat ditentukan oleh Endosonografi (EUS) Dinyatakan T1 memeperlihatkan keterlibatan tumor sampai 3 lapis pertama dinding usus, namun lapisan muscularis propria belum rusak karena pertumbuhan tumor. Pada pemeriksaan EUS tampak dinding tumor masih halus. Sedangkangkan T3 memperlihatkan infiltrasi tumor sudah mencapai jaringan lemak sekitar dinding usus atau sudah menembus lapisan serosa. Tampilan EUS sebagai masa tumor dengan pinggir luar iregular atau sebagai pseudopods tumor. Pada T4 tampak ilfiltrasi ke struktur lain atau jaringan sekitarnya. Metastase pada kelenjar getah bening N dapat juga dilihat dengan EUS. Namun EUS sulit untuk membedakan sebab pembesaran kelenjar apakah disebabkan peradangan atau suatu proses metastasis, meskipun telah ditetapkan kriterianya. Gambaran EUS pada metastasis kelenjar getah bening tampak lebih hipoechoik didaerah jaringan parirektal.Akurasinya hanya mencapai angka 80% s/d 85%. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasi diusulkan untuk mengkaitkan pembesaran kelenjar tersebut dengan tingkatan T. Kemampuan endoluminal sonografi untuk menetapkan stadium T dan N kanker rectum dilaporkan lebih baik bila dibandingkan dengan CT Scan. Dilaporkan bahwa dari suatu study meta analisa EUS untuk menentukan apakah tumor masih terbatas pada dinding rectum ( T1,T2 ) sebesar 95%. Namun pemeriksaan menjadi sulit bila didapatkan kanker atau striktur yang mengakibatkan penyempitan lumen, sehingga alat tidak dapat sempurna masuk kedalam lumen usus. Lebih lanjut dinyatakan bahwa manfaat endosonografi pada kanker diatas rectum belum didapatkan kesepahaman. Hasilnya masih bervariasi. V.4. Tatalaksana V.4.1. Kolosnoskopi Polipektomi Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu yang berasal dari transformasi polip.Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi penyebaran (metastasis).Sedangkan karsinoma submukosa yang berasal dari transformasi polip dianjurkan untuk dilakukan operasi reseksi usus.Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa potensi metastasis ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana ditemukan proses metastases di kelenjar getah bening tambahan pemberian terapi obat anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana.

V.4.2. Operasi Operasi merupakan terapi utama kanker kolorektal lanjut. Tujuan dari operasi adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan.Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase

tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker.Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak pilihan teknik operasi dapat diterapkan.Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan batas sayatana bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor. Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan harus lebih besar 5 cm dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon transversum, fleksure lienalis, kolon desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan. V.4.2.1. Kolektomi Kanan Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan homikolektomi kanan.Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon ransversum.Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan (anastomesis) antara ileum dan kolon ( side-to-side) V.4.2.1. Kolektomi Transverse Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia dibelakangnya.Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis. V.4.2.2. Kolektomi Kiri dan Sigmoid Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon transversum disambung dengan bagian proksimal rectum. V.4.2.3. Operasi Kanker Rektum Pengangkatan kanker rectum biasanya mengatasi tumor dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen, disamping itu secara bermakna berakibat kepada kejadian gangguan fungsi seksual dan kantong kemih. Oleh karena saat ini telah dikemabgnka berbagai metode operasi seperti restorative proctoolectomi with spinchter preservation dan eksisi lokal. Tabel : Pilihan Operasi Pada Kanker Rectum Abdominoperianal resection with permanent colostomy Restorative protocolectomy with spincher preservation

Low anterior resection Near total protectomy with coloanal anastomosis or pull-through procedure Transanal, transsphinchteric, or transsacral lokal excision Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan restorative anterior resection kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi. Goligher dkk berdasar kepada pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi Low anterior resection akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectumnormal 2 cm angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk. Pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection Colonal anastomosis diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Masing-masing pendekatan ini mempunyai pendekatan tersendiri. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metatstasis. Komplikasi terjadi fistel dilaporkan pada 20% dari kasus. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal. Tabel berikut ini memperlihatkan kriteria kasus yang dapat dilakukan eksisi lokal. Tabel indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum Indikasi Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi Ukuran kurang dari 3-4 cm Kontraindikasi Tumor tidak jelas Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi http://74.125.153.132/search? q=cache:Phivukwx1C8J:www.dharmais.co.id/new/content.php%3Fpage%3Darticle %26lang%3Did%26id%3D7+KANKER+KOLOREKTAL&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id diakses tanggal 7 agustus 2009

Lemak Perbesar Risiko Kanker Usus Besar

Riko Anggara dan Anto Susanto

Artikel Terkait

Dicari: Sukarelawan Makan Cokelat Setiap Hari Wabah Flu Babi Meluas Bocah Derita Penyakit Saraf Langka

20/06/2009 14:10

Liputan6.com, Jakarta: Tahukah Anda, kanker usus besar adalah penyebab kematian nomor dua akibat kanker? Hati-hati, pola makan dan gaya hidup Anda mungkin memperbesar kemungkinan terkena penyakit ini. Penyebab pasti kanker usus besar, memang belum diketahui. Tapi, konsumsi makanan tinggi lemak, kegemukan, dan merokok, menjadi faktor penyebabnya. Kurang berolah raga juga mempertinggi risiko terkena kanker usus besar. Bila Anda termasuk kalangan yang berisiko, berikut adalah gejala kanker usus besar. - Nyeri perut bagian bawah - Terdapat darah di kotoran - Bentuk kotoran panjang dan tipis seperti pensil - Mulai menderita anemia - Berat badan turun drastis. http://berita.liputan6.com/sosbud/200906/234215/Lemak.Perbesar.Risiko.Kanker.Usus.Bes ar --------------------------Macromedia Flash Player 6 --------------------------A script in this movie is causing Macromedia Flash Player 6 to run slowly. If it continues to run, your computer may become unresponsive. Do you want to abort the script? --------------------------Yes No http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/kanker-kolorektal/ Aplikasi NANDA, NOC,NIC pada klien dengan colostomy

Written by christantie effendy Thursday, 09 April 2009 06:50 APLIKASI NANDA, NOC DAN NIC PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KANKER KOLON POST KOLOSTOMI Oleh : Christantie Effendy,SKp.MKes PENDAHULUAN Karsinoma kolon ( Ca. Colon ) merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai di klinik dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi . Kanker kolon merupakan penyebab ke dua dari semua kematian kanker di Amerika, baik pada pria maupun wanita dan hanya dilampai oleh kanker paru-paru dan mammae.Klien yang mengalami Ca. Colon membutuhkan perawatan profesional dan dukungan keluarga yang adekuat. Klien laparotomi kolon iliaka untuk memerlukan tindakan pembedahan berupa lubang melalui dinding abdomen ke dalam eliminasi. Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa kemoterapi dan radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosiospiritual terutama karena klien harus menjalani terapi lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif dan berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi tubuhnya , menjalani terapi secara kooperatif dan dapat bersosialisasi kembali di masyarakat. Identifikasi masalah keperawatan klien sangat penting, terkait dengan intervensi dan implementasi yang akan dilakukan terhadap klien selama hospitalisasi

(pembukaan dinding abdomen ) dan kolostomi (pembuatan mengeluarkan feces ) dilakukan untuk mengatasi masalah

sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal. GAMBARAN KLINIS KARSINOMA COLON Karsinoma pada colon menimbulkan perubahan pada kebiasaan buang air besar. Karsinoma pada colon sebelah kanan menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi karsinoma pada colon sebelah kiri menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat menunjukkan gambaran klinis berupa: darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat badan dan anemia, palpasi dapat mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan, keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis berupa obstruksi intestinum KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Merupakan Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan biopsiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.

Pelayanan keperawatan Medikal Bedah dapat berupa


bantuan yang diberikan dgn alasan Kelemahan fisik Kelemahan mental Masalah psikososial Keterbatasan pengetahuan Ketidakmampuan dan ketidakmauan melakukan kegiatan sehari-hari sec mandiri akibat gangguan patofisiologis(CHS, 1992)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KARSINOMA COLON ( RECTOSIGMOID) POST LAPAROTOMI DAN KOLOSTOMI. Pada kesempatan ini, akan dibahas secara lebih rinci tentang penggunaan Diagnosis Keperawatan NANDA, NOC dan NIC dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan karsinoma colon ( Rectosigmoid) post laparotomi dan kolostomi. Dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien ,perawat perlu melakukan berbagai langkah yang terstruktur dan sistematis, mulai dari penerimaan klien sampai dengan klien pulang/meninggal.

Langkah 1: Melakukan Pengkajian Keperawatan Lakukan pengkajian secara seksama untuk menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dg kondisi klien. Gunakan Functional Health Patterns (Gordon) dalam melakukan pengkajian /pengumpulan data klien untuk membantu pemilihan diagnosa keperawatan yg sesuai Lakukan pengkajian secara seksama untuk menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dg kondisi klien. Perlu diingat bahwa data yang lengkap sangat membantu perawat dalam mengidentifikasi masalah keperawatan klien. Langkah 2: Menentukan Diagnosis Keperawatan Tentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan kondisi klien dengan menggunakan Diagnosis keperawatan NANDA taxonomy II Yakinkan masalah keperawatan klien sesuai dengan definisi diagnosis keperawatan yg anda pilih Untuk dapat menentukan Diagnosis keperawatan yang sesuai , perawat hendaknya telah memahami masing-masing pengertian/definisi dari pernyataan diagnosis keperawatan yang dipilih. Tentukan etiologi yg sesuai dengan karakteristik /kondisi klien (mungkin perawat perlu menjabarkan lebih spesifik etiologi yang dipilih sesuai dengan kondisi klien) Langkah 3: Menentukan Tujuan Keperawatan Pilih Nursing Outcome ( NOC ) yang sesuai dengan diagnosis keperawatan yg telah anda tentukan ( pada satu diagnosis keperawatan , terdapat lebih dari satu NOC, perawat dapat memilih NOC yang sesuai dengan kondisi klien ) Pilih indikator NOC yg tepat dengan masalah keperawatan yg dialami klien Penentuan skala pencapaian indicator pada NOC

Langkah 4:Menentukan Intervensi Keperawatan Tentukan Intervensi keperawatan (NIC) yang sesuai NIC yg dipilih hendaknya yg dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah keperawatan klien Perawat membutuhkan beberapa intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan klien Langkah 5: Melaksanakan Implementasi Keperawatan Langkah 6: Melakukan Evaluasi keperawatan Langkah 7: Melakukan Pendokumentasian Keperawatan KASUS Riwayat masuk RS Klien Ny. SM ( 43 th) , masuk RS dengan keluhan sulit defekasi dan feses berdarah dan bau busuk, perut terasa penuh dan mual. Dx. Medis: Ca Rectosigmoid Kondisi klien saat ini Post laparotomi dan colostomi hari 2 Luka operasi kering, pus (-) Produk stoma lunak,warna kecoklatan, bau khas , perdarahan (-) Mengeluh nyeri pd daerah operasi dan tidak tahu cara merawat stoma Posisi stoma 2,5 cm dari luka laparotomi Tanda-tanda vital: TD: 120/70 mmHg N : 84 x/mnt

S : 37,2 C P : 20 x/mnt Terapi analgetik 3 x 100 mg (IM) antibiotika 2 x 1 gr ( IV ) Lab: Hb: 9,8 ; Alb: 2,9 Klien tampak lemah, pucat dan bibir kering Terpasang infus D5% : 20 tetes/mnt Skema infus: D5% : RL = 2 : 2 Klien mengeluh tidak nafsu makan dan hanya menghabiskan 3 sdk makan bubur & sayur BB sebelum sakit: 62 kg BB saat ini : 50 kg Setelah dilakukan pengkajian keperawatan pada Ny.SM maka dapat ditetapkan Fuctional Health Patterns yang sesuai dg Ny.SM adalah: Nutrition - Metabolic Cognitive Perceptual

Coping /stress/tolerance Elimination Self Perception/ Self - Concept Health Perception Health Management Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan berbagai masalah keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien. Masalah Keperawatan NANDA yg sesuai dg Ny.SM adalah:

Deficient Knowledge : Ostomy Care Acute Pain

Disturbed Body image Risk for infection Imbalance Fatigue dll Penentuan Masalah keperawatan dapat mengalami kesulitan/hambatan dan keragu-raguan perawat terutama jika data yang diperoleh sangat minimal dan memiliki karakteristik yang sama dengan diagnosis keperawatan lain, maka Domain pada NANDA dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penentuan Diagnosis Keperawatan. Diagnosis Keperawatan NANDA, NOC dan NIC pd Ny.SM Knowledge defisit : Ostomy Care(Kurang pengetahuan tentang perawatan kolostomi ) definisi: mengungkapkan secara verbal masalah yg dihadapi dan menunjukkan ekspresi ambivalenEtiologi /faktor yg berhubungan:lack of exposure( belum pernah mengalami kolostomi) dan tidak terbiasa dgn sumber informasi Perawat menentukan NOC yang sesuai dengan kondisi klien , dari beberapa NOC yang ada pada diagnosis keperawatan Knowledge defisit : Ostomy Care. Ditetapkan ada 2 NOC yang sesuai dengan klien yaitu: NOC : Knowledge: Treatment Procedure (Colostomy Care) ( Pengetahuan : Prosedur perawatan kolostomi Pengetahuan : Penanganan penyakit Regimen) (Knowledge: treatment Nutrition : less than body requirements

Dalam penulisan NOC pada rekam asuhan keperawatan hendaknya dituliskan secara lengkap dengan mencantumkan Subyek, Predikat, dan obyek ,keterangan waktu dan skala indikator. NOC 1: Pasien mampu mengetahui Prosedur perawatan

kolostomi

(Treatment

Procedure) dalam 3 hari perawatan

Indikator : pasien mampu : Menjelaskan langkah2 prosedur perawatan kolostomi Menjelaskan alat2 yg dibutuhkan Menjelaskan berbagai tindakan yg dilakukan utk mencegah/mengatasi komplikasi Mampu melakukan perawatan kolostomiSkala indikator dapat dilihat pada panduan NOC dan penentuan skala dapat disesuaikan dengan target waktu dan kondisi klien atau berdasarkan evidence /hasil penelitian NOC 2: Pengetahuan : Penanganan penyakit (treatment Regimen)Indikator: Menjelaskan diet yg dianjurkan Memilih makanan yg sesuai dgn anjuran diet Menjelaskan aktifitas yg dianjurkan Mampu mengontrol/monitor diri sendiri Menjelaskan cara merawat diri sendiri pd kondisi darurat Penentuan NIC berdasarkan masing-masing NOC NIC yang tersedia harus dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan klien dalam mencapai tujuan/mengatasi masalah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tindakan-tindakan yang ada pada NIC minimal 5 tindakan (aktivitas) yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah keperawatan klien Untuk mencapai NOC 1: Pengetahuan : Prosedur perawatan kolostomiDiperlukan NIC :

Perawatan Kolostomi

Pemantauan kulit NIC Ostomy CareActivities (NIC3 pg. 483)


Mark the skin for stoma ileostomy/colostomy

placement the use of

Instruct patient/significant other in equipment

Assist patient in providing ostomy /ileostomy selfcare Have patient/significant other demonstrate use of equipment Apply appropriately-fitting ostomy needed Monitor for incision/stoma healing Encourage patient/significantother to express feelings and concerns about changes in body image Encourage visitation to client by persons from such support groups as ileostomy/colostomy clubs Irrigate colostomy, as appropriate Assist patient in obtaining equipment ostomy/ileostomy appliance, as

Instruct patient on mechanisms to reduce odor Instruct patient/significant other in appropriate diet and expected changes in elimination function Provide and assistance, while client develops skill in caring for stoma/surrounding tissue Monitor stoma/surrounding tissue healing and adaptation to ostomy equipment Change/empty ostomy bag, as appropriate Encourage participation in ostomy support groups

after

hospital discharge

NIC Skin Surveillance Activities (NIC 3 pg. 601) Inspect condition of surgical incision, as appropriate

Observe extremities for color, warmth, swelling, pulses, texture, edema, and ulcerations Inspect skin and mucous membranes for redness, extreme warmth, or drainage Monitor skin for areas of redness and breakdown Monitor for sources of pressure and friction Monitor for infection, especially of edematous areas Monitor skin for rashes and abrasions Monitor skin for excessive dryness and moistness Inspect clothing for tightness Monitor skin color Monitor skin temperature Note skin or mucous membrane changes Institute measures to prevent further deterioration, as needed Instruct family member/caregiver about signs f skin breakdown, as appropriate

NOC 2: Pengetahuan : Penanganan penyakit (treatment Regimen) NIC: Teaching Prescribed Diet Teaching Prescribed Activity /exercise NIC Teaching: Prescribed Diet (NIC3 pg., 649)

Appraise the patients current level of knowledge about prescribed diet prescribed diet and expected Determine the patients/significant others feelings/attitude toward

degree of dietary compliance

Instruct the patient on the proper name of the prescribed diet Explain the purpose of the diet Inform the patient about how long the diet should be followed Instruct the patient about how to keep a food diary, as appropriate Instruct the patient on allowed and prohibited foods Inform the patient of possible drug/food interactions, as appropriate food preferences Assist the patient to accommodate into theprescribed diet

Assist the patient in

substituting ingredients to

conform favorite recipes to the prescribed diet

Instruct the patient about how to read labels and select appropriate foods foods appropriate Observe the patients selection of to prescribed diet to plan appropriate appropriate Instruct the patient about how meals Provide written meal plans, as Recommend a cookbook that with the diet, as appropriate by other health care

includes recipes consistent

Reinforce information provided team members, as appropriate Refer patient to appropriate

dietitian/nutritionist, as

appropriate Include the family/significant others, as NIC Teaching: Prescribed Activity/Exercise(NIC 3, pg.648) Appraise the patients current level of exercise and

knowledge ofprescribed activity/exercise

Inform the patient of the purpose for, and the benefits of, the prescribed activity/exercise Instruct the patient how to perform the prescribed activity/exercise Instruct the patient how to monitor tolerance of the activity/exercise Instruct the patient how to keep an exercise diary, as appropriate Inform the patient what activities are appropriate based on physical condition

Instruct the patient how to safely progress activity/exercise Caution the patient on the dangers of overestimating capabilities, as appropriate Warn the patient of the effects of extreme heat and cold, as appropriate Instruct the patient on methods to conserve energy, as appropriate Instruct the patient how to warm up and cool down before and after activity/exercise and the of doing so, as appropriate importance

Instruct the patient on good posture and body mechanics, as appropriate Observe the patient perform the prescribed activity/exercise Provide information on available assistive devices that may be used to facilitate performance of required skill, as appropriate

Instruct the patient on the assembly, use, and

maintenance of assistive devices , as appropriate

Assist the patient to incorporate regimen into daily Assist the patient to properly rest and activity Refer the patient to physical

activity/exercise

routine/life style alternate periods of therapist/occupational appropriate other health care

therapist/exercise physiologist, as

Reinforce information provided by team members, as appropriate Include the family/significant Provide information on available resources/support compliance with activity/exercise,

others, as appropriate community as appropriate center, as

groups to increase the patients

Refer the patient to a rehabilitation appropriate

DAFTAR PUSTAKA 1. Black. J.M.; Jacob, E.M. (1993). Luckman & Sorensens : Medical Surgical Nursing: a Psychophysiologic approach. 3 rd ed. Philadelphia W.B. Saunder Company 2. Earnest, Vicki Vine. (1993). Clinical skills in Nursing Practice. (2 nd). Philadelphia. J.B. Lippincott Company. 3.Flue, Jenice R., Nowlis, Elizabeth A., Bentz, Patricia M. (1996). Moduls for basic Nursing Skills. 6th ed. Philadelphia: Llppincott. 4. Hampton, Beverly G. and Ruth A. Bryant . (1992). Ostomies and Divertions. Nursing Management. Philadelphia. Mosby Year Book, Inc. 5. NANDA International.(2005). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2005 2006. Philadelphia: NANDA International. 6. Nettina, Sandra M. (1996). The Lippincott Manual of

Nursing Practice.6thed. Philadelphia: Lippincott. 7. Potter. PA; Perry,A.G. (1993). Fundamental of Nursing : Concepts, Process and Practical. 3 rded. St. Louis: Mosby Year Book 8. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare.(1996) Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing. Lippincot Raven Publishers, Philadelphia. Disampaikan pada Seminar Nasional Analisis Aplikasi Proses Keperawatan menggunakan NANDA, dan NOC,NIC di Auditorium II FK UGM, Yogyakarta.Sabtu,4 Juni 2005 http://nursing-care-indonesia.com/index.php? option=com_content&view=article&id=48:nursing-care-plan-for-colostomypatient&catid=34:asuhan-keperawatan-pada-pasien-kanker http://nursing-care-indonesia.com/index.php? option=com_content&view=article&id=48:nursing-care-plan-for-colostomypatient&catid=34:asuhan-keperawatan-pada-pasien-kanker

You might also like