Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan/Latar Belakang
Disampaikan pada Pertemuan Finalisasi Pedoman dan Draft Rekomendasi Hasil HTA 2008, diselenggarakan oleh
Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik, Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel dan Apartemen
Majesty, Bandung 27 – 30 Agustus 2008.
1
yakni struktur, proses dan hasil (outcome) yang sama pentingnya serta
saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
1
Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health Business Excellence 2000; 4(3):19-
23.
2
akan lebih mudah dalam menilai progresivitas dan kinerja (performance)
dalam bentuk indikator indikator yang mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya.
2
Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, konstruksi dan implementasi manajemen medik. Disampaikan pada seminar
dan business meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-b ased Medicine/EBM)
menuju Clinical Governance” dalam r angka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di Gedung Bidakara Jakarta 30 Mei 2000.
3
Firmanda D. Professional continuous quality improvement in health care: standard of procedures, clinical
guidelines, pathways of care and evidence-based medicine. What are they? J Manajemen & Administrasi Rumah
Sakit Indonesia 1999; 1(3): 139-144.
4
Firmanda D. Dari penelitian ke praktik kedokteran. Dalam Sastroasmoro S dan Ismael S. Dasar dasar metodologi
penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2002.
5
Firmanda D. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit. Disampaikan pada Pendalaman materi rapat kerja
RS Pertamina Jaya, Jakarta 29 Oktober 2001.
6
Firmanda D. Professional CQI: from Evidence-based Medicine (EBM) towards Clinical Governance. Presented at
rd
World IPA, Beijing 23 July 2001.
3
Sedangkan evolusi sistem layanan kesehatan di rumah sakit secara
prinsipnya mulai dari yang bercirikan ’doing things cheaper’ dalam hal
ini efficiency pada tahun 1970an pada waktu krisis keuangan dan
gejolak OPEC, kemudian ekonomi mulai pulih dan masyarakat
menuntut layanan kesehatan bercirikan ’doing things better’ dalam hal
ini quality improvement.
7
Firmanda D. Key to success of quality care programs: empowering medical professional. Global Health Journal
2000; 1(1) http://www.interloq.com/a26.htm
8
Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and implementation.
Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm
9
Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999; 1(1):43-9.
4
2. Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK)/Health Technology
Assessment (HTA)
Evidence Values
B
A
Resources
5
Sedangkan yang dimaksud ‘bermanfaat’ (usefullness) adalah ketepatan
memanfaatkan berbagai sumber informasi yang relevan dalam
penulusuran bukti/eviden yang sahih dan mutakhir dalam waktu yang
relatif singkat untuk menegakkan diagnosis dan skrining, menentukan
prognosis dan memberikan terapi dalam penatalaksanaan pasien
sebagai individu maupun kelompok serta penyelenggaraan layanan
kesehatan. Secara ringkas komponen struktur tersebut dapat
diformulasikan sebagai berikut:
10
Bozic KJ, Pierce RG, Hendon JH. Current concept review of health technology assessment – basic principles and
clinical applications. Journal of Bone and Joint Surgery 2004; 86(6):1305-13.
11
Battista RN, Hodge MJ. The evolving paradigm of health technology assessment: reflections for the millennium.
CMAJ 1999; 160(60):1464-7.
12
European Network for Health Technology Assessment www.eunethta.net (accessed on August 26, 2008).
6
Profesi medis berperan penting dalam melaksanakan analisis efektivitas
klinis, sedangkan pihak manajerial dan direksi dalam bidang analisis
ekonomi dan pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan dan
Dinas Kesehatan) selaku pembuat kebijakan dan regulator berperan
dalam melakukan analisis dampak terhadap sistem layanan kesehatan
(Gambar 4 dan 5) termasuk sistem pembiayaan dan keamanan pasien
(patient safety).
13
Firmanda D. Pedoman implementasi HTA di RS fatmawati. Disampaiakan pada Sidang Pleno Komite Medik RSUP
Fatmawati, Jakarta 2 Juni 2008.
7
Gambar 5. Kerangka konsep implementasi evidence-based dan HTA
dikaitkan dengan sistem pembiayaan dan Undang Undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.13
Pada saat seorang dokter lulus dari institusi pendidikan akan mendapat
ijasah dan sertifikat kompetensi sebagai tanda lulus dan pengakuan
kemampuan kompetensinya sebagai individu dokter dan berhak untuk
mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk waktu 5 tahun sesuai
dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional14 dan Undang
Undang Praktik Kedokteran 15. Pertanyaan akan timbul;
14
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 61.
15
Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 7 dan Pasal 8.
8
falsafah tujuan dasar Undang Undang Praktik Kedokteran yakni
melaksanakan praktik kedokteran yang memberikan perlindungan
dan keselamatan pasien?16,17
3. Apakah dokter tersebut telah dapat memberikan pelayanan
sesuai dengan Clinical Pathways dan kajian varians dari Sistem
Pembiayaan berdasarkan metode DRGs Casemix untuk
melaksanakan praktik kedokteran secara kendali mutu dan
biaya?18,19,20
Disini letak akan pentingnya dimensi tempat, waktu dan individu profesi
dalam meninjau kinerja (performance) keprofesiannya. Kinerja atau
performance tersebut tercermin dalam satu buku seperti log book
individu atau di negara luar dikenal sebagai PYA (Penultimate Year
Assessment) Form atau dalam bentuk portolio profesi dokter
tersebut.21,22
16
Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 2 dan Pasal 3 ayat 1.
17
Firmanda D. Standar Fasilitas dalam penetapan kompetensi profesi di sarana pelayanan kesehatan. Disampaikan
dalam Semiloka Standar Fasilitas Rumah Sakit berkaitan dengan Undang Undang Praktik Kedokteran.
Diselenggarakan oleh Konsorsium Pelayanan Medik (KPM) Dirjen Bin Yan Medik Depkes RI di Hotel Mulia Jakarta
7 Februari 2006.
18
Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 ayat 1.
19
Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di
rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan
Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan
Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
20
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam
rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.
21
Royal College of Paediatrics and Child Health. Guide to Penultimate Year Assessment. London, 2004.
22
Royal College of Medicine. Implementation of Penultimate Year Assessment. London 2004.
23
Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health Business Excellence 2000;
4(3):19-23.
24
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 Ayat 1 dan penjelasannya.
25
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Bab IV
Subsistem Upaya Kesehatan.
26
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 Ayat 2 dan penjelasannya.
9
organisasi profesi 27, untuk tingkat rumah sakit oleh kelompok seprofesi
(SMF) dan Komite Medik.28
Peran dan fungsi Komite Medik di rumah sakit adalah menegakkan etik
dan mutu profesi medik.35 Yang dimaksud dengan etik profesi medik
disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)36,
Kode Etik Penelitian Kedokteran Indonesia (untuk saat ini dapat
diadopsi dan digunakan Kode Etik Penelitian yang dipakai oleh institusi
pendidikan) dan Kode Etik Pendidikan Kedokteran Indonesia (untuk
sementara ini bagi profesi medik dapat mengacu kepada KODEKI). 37
Sedangkan istilah mutu profesi medik itu sendiri dapat ditinjau dari
berbagai sudut yang berbeda tergantung dari nilai pandang (perspektif)
dan norma norma yang berlaku serta disepakati secara konsensus.
Dapat ditinjau dari segi profesi medis, perawat, manajer, birokrat
maupun konsumen pengguna jasa pelayanan sarana kesehatan (Quality
is different things to different people based on their belief and norms). 38
27
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 Ayat 3 dan penjelasannya.
28
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor No. 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah
Sakit.
29
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 Ayat 1 dan penjelasannya.
30
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 79 huruf b.
31
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 Ayat 2 dan penjelasannya.
32
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 47 Ayat 2.
33
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 48.
34
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Pasal 12.
35
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/SK/Menkes/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.
36
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya.
37
Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran) Rabu 16 Mei 2007.
38
Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health Business Excellence 2000;
4(3):19-23.
10
Gambar 6. Langkah umum dalam kajian literatur melalui pendekatan
evidence-based, tingkat evidens dan rekomendasi dalam bentuk standar
pelayanan medis dan atau standar prosedur operasional.13
39
Sudigdo S, Ismael S. Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 2. Sagung Seto; Jakarta 2002.
11
Aplikasi EBM : Diagnosis
RK Interpretasi:
Prevalens (Pre-test probability) (LR)
> 10 Besar peningkatan
kemungkinan adanya
penyakit
5 - 10 Sedang peningkatan
kemungkinan adanya
penyakit
Rasio Odds (Pre-test Odds Ratio)
2-5 Kecil peningkatan
kemungkinan adanya
penyakit
X RK 1 Tidak ada perubahan
kemungkinan adanya
penyakit
12
Contoh:
Langkah Langkah:
Prevalens
40%
(Pre-test probability)
40% = 40/(100-60) =
Rasio Odds 40:60
(Pre-test Odds Ratio) 4:6
X RK X 9
36:6 = 36/(36+6) =
Probability 36/42
0.86
(Post-test probability)
86%
Ingat:
Probability x%, maka Odds x : (100 – x) dodyfirmanda1997®
Odds a : b , maka Probability a / (a + b)
13
Untuk memudahkan mengenai hubungan sensitifitas, spesifisitas dan
rasio kemungkinan positif (positive likelihood ratio) dalam memilih
penunjang pemeriksaan diagnostik (untuk profesi medis) dan pihak
manajerial dalam menentukan pemilihan dan pengadaan alat
penunjang dapat digunakan table sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 7 berikut.
14
Peran Clinical Effectiveness (dari HTA) dalam Sistem Layanan
Kesehatan Rumah Sakit
15
Instrumen PATH tersebut terdiri 6 dimensi yang saling berkaitan yakni
clinical effectiveness, safety, patient centeredness, responsive governance,
staff orientation dan efficiency (Gambar 9).42,43,44,45,46
42
World Health Organization. Measuring hospital performance to improve the quality of care in Europe: a need for
clarifying the concepts and defining the main dimension. (2003) Copenhagen: WHO Regional Office for Europe.
Report on a WHO Workshop Barcelona, Spain, 10-11 January 2003.
43
Veillard J, Champagne F, Klazinga N, et al. A performance assessment framework for hospitals: the WHO
regional office for Europe PATH project. Int J Qual Health Care. 2005;17:487-96
44
Groene O. Pilot Test of the Performance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals (PATH).
Copenhagen: WHO Regional Office for Europe. The Performance Assessment Tool for Quality Improvement
(PATH): preparing for the second wave of data collection. (2007) Copenhagen : WHO Regional Office for Europe.
Report on Indicator Descriptions (March 2007)
45
World Health Organization. Assessing health systems performance: first preparatory meeting for the WHO
European Ministerial Conference on Health Systems, 2008, Brussels. Copenhagen: WHO Regional Office for
Europe. 29-30.
46
Groene O, Klazinga N, Kazandjian V, Lombrail P, Bartels P. The World Health Organization Performance
Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals (PATH): An Analysis of the Pilot Implementation in 37
Hospitals. Int J Qual Health Care. 2008;20(3):155-161.
16
Groene dan kawan kawan 46 melaporkan hasil penelitian uji coba di 37
rumah sakit di Eropa bahwa implementasi PATH sebaiknya ditanamkan
(embedded) atau patch in dengan sistem yang telah ada dan sedang
berjalan di rumah sakit tersebut.
47
Gary JAM. Evidence-based health care: how to make health policy and management decisions. Churchill
Livingstone, London 1999.
17
Secara ringkas sebagaimana telah ditulis di atas PATH terdiri 6 dimensi
yang saling berkaitan yakni clinical effectiveness, safety, patient
centeredness, responsive governance, staff orientation dan efficiency
(Gambar 10). Dari ke enam keterkaitan dimensi tersebut ada 17
indikator utama (core indicators) sebagaimana dalam Tabel 1 dan 24
indikator tambahan sesuai kondisi dan kemampuan rumah sakit
(tailored indicators). 48
B. Dimensi Efisiensi:
8.Length of stay
9.Surgical theatre use
48
WHO Regional Office for Europe. Performance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals –
Indicator descriptions (core sets), Copenhagen, 2007.
18
Gambar 10. Hubungan yang berkaitan antar 6 komponen dimensi PATH
dengan 17 indikator utama (core indicators) yang telah di modifikasi. 48
19
effectiveness/ Safety dan imensi kombinasi Staff orientation/Safety).
Maka indikator lain dari kombinasi lainnya disesuaikan dengan situasi,
kondisi dan kemampuan rumah sakit setempat yang terdiri dari 24
indikator tambahan penyesuaian (tailored indicators).2-6,8
Awal Mei 2007 WHO Collaborating Centre for Patient Safety Solutions
dengan Joint Commission dan Joint Commission International telah
meluncurkan suatu agenda mengenai patient safety yang dinamakan
Nine Patient Safety Solutions – Preamble May 2007 .52 Kesembilan unsur
dalam agenda tersebut terdiri dari:
1. Look-Alike, Sound-Alike Medication Names
2. Patient Identification
3. Communication During Patient Hand-Overs
4. Performance of Correct Procedure at Correct Body Site
5. Control of Concentrated Electrolyte Solutions
6. Assuring Medication Accuracy at Transitions in Care
7. Avoiding Catheter and Tubing Mis-Connections
8. Single Use of Injection Devices
9. Improved Hand Hygiene to Prevent Health Care-Associated Infection
49
US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborate on health
care quality. 10 October 2001.
50
World Health Organization. World Health Organization Executive Board Resolution EB109.R16, 18
January 2002.
51
Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World Health Assembly.
Qual Saf Health Care 2002; 11:112.
52
WHO Collaborating for Patient Safety, Joint Commission and Joint Commission International.
Patient Safety Solutions – Preamble May 2007
20
Pada tanggal 25 Juni 2008 lalu WHO World Alliance for Patient Safety
telah meluncurkan program Safe Surgery Save Lives53 dengan berbagai
format berupa check lists (Gambar 11).
Gambar 11. WHO World Alliance for Patient Safety- Safe Surgery Save
Lives
21
pelayanan berkesinambungan (continuing of care) – dikenal sebagai
dalam bentuk Alur Penerimaan Pasien65,66 dan Kebijakan Pelayanan
secara by names67,68 yang telah ada dengan Standar Pelayanan Medis
dari seluruh 20 SMF 69 melalui Clinical Pathways.6-70 (Lihat Gambar 12
dan 13) untuk mengantisipasi berbagai kegiatan program WHO dalam
patient safety di atas (Nine Patient Safety Solutions – Preamble May 2007
dan Safe Surgery Save Lives 2008).
63
Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999; 1(1):43-9.
64
Firmanda D. Editorial: Profesionalisme. Medicinal 2000; 1(1):6.
65
Rumah Sakit Fatmawati. Kebijakan tentang Penerimaan Pasien Rawat Inap (Admission) Nomor Dokumen
HK.00.07.1.256 tanggal 15 September 2003 dengan Nomor Revisi HK.00.07.1.201 tanggal 10 Mei 2005.
66
Rumah Sakit Fatmawati. Prosedur tentang Penerimaan Pasien Rawat Inap (Admission) Nomor Dokumen
HK.00.07.1.257 tanggal 15 September 2003 dengan Nomor Revisi HK.00.07.1.202 tanggal 10 Mei 2005.
67
Rumah Sakit Fatmawati. Kebijakan tentang Program Pilih Dokter. Nomor Dokumen HK.00.07.1.49 tanggal
28 Februari 2003.
68
Rumah Sakit Fatmawati. Prosedur tentang Program Pilih Dokter. Nomor Dokumen HK.00.07.1.49 tanggal
28 Februari 2003.
69
Komite Medik RS Fatmawati. Standar Pelayanan Medis 20 SMF di RS Fatmawati Jakarta 2003.
70
Disampaikan pada First Indonesian-Malaysian Casemix Conference 2006. Diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Goodway Hotel Batam, 21-23 November 2006.
71
Firmanda D. Pedoman Audit Medis Komite Medik RS Fatmawati. Jakarta 1999.
72
Firmanda D. Pelaksanaan Audit Medik. Disampaikan dalam Semiloka Pelaksanaan Audit Medik di RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya pada tanggal 11 Desember 2003.
73
Firmanda D. Pengalaman Komite Medis RS Fatmawati dalam melaksanakan Audit Medis. Disampaikan dalam Temu
Karya I: Implementasi Good Clinical Governance di bidang Pelayanan Medis, Jakarta 27 September 2004.
74
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit.
75
Firmanda D. Panduan Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien (Clinical Risks Management and
Patient Safety ) Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2005.
76
Firmanda D. Panduan Health Impact Intervention Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2006.
22
Gambar 12. Strategi Komite Medik RSUP Fatmawati dalam rangka
antipasi program WHO dalam patient safety
23
Gambar 13. Antisipasi Komite Medik RSUP Fatmawati dalam rangka
program WHO World Alliance for Patient Safety- Safe Surgery Save Lives
2008 untuk Instalasi Bedah Sentral.
24
dipertanggung jawabkan secara profesi maupun administrasi keuangan.
Hasil dalam instrumen tersebut dapat dipergunakan sebagai dasar
perencanaan rumah sakit berikutnya.
Defiinisi
77
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah
sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005.
78
Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit.
Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin
Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman
DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
79
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam
rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.
25
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan.
80
Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: indikator mutu rekam medik dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni
2006.
81
Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.
26
Persiapan dalam penyusunan Clinical Pathways
27
Gmbar 14. Keterkaitan dan keterpaduan antar profesi dalam menyusun
Clinical Pathways.
28
Gambar 15. Peran profesi medis dalam menyusun Clinical Pathways
dengan memanfaatkan SPM/SPO hasil analisis HTA.
29
Gambar 16. Peran profesi rekam medis dalam menyusun Clinical
Pathways.
30
Gambar 17. Peran profesi keperawatan dalam menyusun Clinical
Pathways dengan memanfaatkan Asuhan Keperawatan.
31
Gambar 18. Peran profesi apoteker dalam menyusun Clinical
Pathways.dengan memanfaatkan hasil analiasis clinical effectiveness dan
economic analysis HTA.
32
Gambar 19. Peran profesi akutansi dalam menyusun Clinical Pathways.
33
Format Umum Clinical Pathways
Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum
Clinical Pathways sebagai ‘template’ untuk setiap profesi untuk
membuat clinical pathways masing masing sesuai dengan bidang
keahliannya dan melibatkan multidisiplin profesi medis, keperawatan
dan farmasis/apoteker sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 20
berikut.
Gambar 20. Contoh Format Umum Clinical Pathways salah satu rumah
sakit82
82
Firmanda D. Penyusunan Clinical Pathways. Disamapaikan pada Pelatihan dan Penyusunan Clinical Pathways di RSUP
Wahidin Sudirohusodo dan FK Universitas Hasanudin 7-8 Agustus 2008 di Makassar.
34
Hubungan Clinical Pathways dalam Sistem Casemix (INA-
DRG)
35
Tabel 2. Klasifikasi 23 Major Diagnostic Categories dalam INA-DRG
36
Gambar 21. Contoh Koding MDC dan kaitan dengan severity dan biaya.
37
Pada saat ini, sedang dilakukan uji coba suatu instrumen yang akan
digunakan untuk menilai kinerja mutu (performamce) rumah sakit oleh
WHO regional Eropa yang dinamakan Performance Assessment Tools for
Hospital (PATH).83,84,85,86
83
WHO Regional Office for Europe. Measuring hospital performance to improve the quality of care in Europe: a
need for clarifying the concepts and defining the dimensions. January 2003
84
WHO Regional Office for Europe. How can hospital performance can be measured and monitored. August 2003.
85
WHO Regional Office for Europe. PATH (Performance Assessment Tools for Quality Improvement in Hospitals).
2007.
86
WHO Regional Office for Europe. Assuring the quality of care in the European Union. 2008
87
WHO Regional Office for Europe. First Workshop on Pilot Implementation of the Performance Assessment Tool
for quality improvement in Hospitals. February 2004.
88
Oliver Groene O, Skau JKH, Frølich A. An international review of projects on hospital performance assessment.
International Journal for Quality in Health Care 2008 20(3):162-171
89
Groene O, Klazinga N, Kazandjian VB, Lombrail P, Bartels P. The World Health Organization Performance
Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals (PATH): An Analysis of the Pilot Implementation in 37
Hospitals. International Journal for Quality in Health Care 2008 20(3):155-161.
38
Gambar 22 Hubungan Clinical Pathways dengan Performance
Assessment Tools for Hospitals (PATH).76,90
Implementasi Model HTA dalam sistem layanan bersifat doing the right
things right (Gambar 2) melalui clinical governance dan pembiayaan DRG
casemix (Gambar 8) pada tingkat rumah sakit serta penilaian kinerjanya
PATH (Gambar 9 dan 10) dalam rangka menuju world class hospital
harus diikuti secara sinergis oleh seluruh departemen/bagian/SMF
sebagai satu kesatuan komponen yang tidak terpisahkan.
Untuk profesi medis yang bergabung dalam Departemen/Bagian/SMF
Kesehatan Anak – model implementasi HTA sebagaimana dalam Gambar
23 berikut, tinggal diperbanyak lagi topik/judul analisis clinical
effectiveness HTA dari berbagai penyakit yang sering dijumpai dan
90
Firmanda D. How to develop Safety and Patient Centredness for Clinical Effectiveness. Disampaikan pada
Hospital Management 3 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI di
Grand Angkasa Hotel International, Medan 11 Agustus 2008.
39
mempunyai dampak (impact) kepada masyarakat dan biaya. Opik/judul
tersebut sebaiknya tidak hanya bersifat tindakan kuratif, namun juga
promotif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
(QALY).
40
41
42
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Asch SM, Sloss EM, Hogan C, Brook RH, Kravitz RL. Measuring
underuse and necessary care among elderly Medicare beneficiaries
using inpatient and outpatient claims. JAMA. 2000, 284:2325-33.
Banta D, Oortwijn W. Health technology assessment and health care
in the European Union. International Journal of Technology
Assessment in Health Care, 2000, 16(2):626-635.
Banta D. The development of health technology assessment. Health
Policy, 2003, 63:121-132.
Drummond M. The use of economic evidence by healthcare decision
makers. European Journal of Health Economics, 2001, 2:2-3.
Drummond M. Making economic evaluations more accessible to health
care decision-makers. European Journal of Health Economics 2003;4:
246-247.
Drummond M. Health technology assessment. Has the UK got it
right?, London School of Economics, 2006 (Merck Trust Lecture
2005/2006).
Drummond M, Weatherly H. Implementing the findings of health
technology assessments: if the CAT got out of the bag, can the TAIL
wag the dog? International Journal of Technology Assessment in
Health Care, 2000, 16(1):1-12.
Eisenberg JM. Ten lessons for evidence-based technology assessment.
JAMA, 1999, 17:1865-1869.
Eisenberg JM, Zarin D. Health technology assessment in the United
States: past, present, and future. International Journal of Health
Technology Assessment in Health Care, 2002, 18:192-198.
Goodman CS. Healthcare technology assessment: methods,
framework, and role in policy making. American Journal of Managed
Care, 1998, 4:SP200-214.
McNeil BJ. Hidden barriers to improvement in the quality of care. New
England Journal of Medicine, 2001; 345: 1612-20.
Velasco Garrido, M, Busse, R. Health Technology Assessment—An
Introduction on Objectives, Role of Evidence, and Structure in Europe.
Policy Brief. Brussels, European Observatory on Health Systems and
Policies, 2005.
Zentner A, Valasco-Garrido M, Busse R. Methods for the comparative
evaluation of pharmaceuticals. GMS Health Technology Assessment,
2005, 1:Doc09.
45
LAMPIRAN
This summary form is intended as an aid for those who wish to make a
record of the extent to which a health technology assessment report meets
the 17 questions given in the checklist.
It is NOT intended as a scorecard to rate the standard of HTA reports —
reports may be valid and useful without meeting all the criteria that have
been listed.
46
Ringkasan Laporan Penilaian Teknologi Kesehatan
A summary for HTA reports
Authors identified?
47
No Jenis Lengkap Tidak Tidak Ada
Lengkap
Alasan ?
Why?
6 Ada bahan rujukan sebagai
dasar alasan untuk melakukan
penilaian?
Cara?
How?
Information on selection of
material for assessment ?
11 Ada penjelasan tentang
interpretasi data terpilih?
48
No Jenis Lengkap Tidak Tidak Ada
Lengkap
Apa hasilnya?
What are the results?
Tindak Lanjut?
What then?
Medico-legal implications
considered?
49
Penjelasan
Explainations
Tujuan
Objective
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Ditujukan kepada
Intended audience
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….
Isi Checklist
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
50