You are on page 1of 5

EKSISTENSI FATWA DAN IJTIHAD DALAM PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PERIODE SAHABAT

PENDAHULUAN Di mulai dari masa wafatnya Rasulullah saw, pada 11 H,dan diakhiri pada pertengahan abad ke-2 H. Masa ini adalah masa pemerintahan sahabat atau yang dikenal dengan Khulafaurrasyidin. Diantara mereka ada yang hidup sampai akhir abad pertama Hijriah. Pada masa inilah mulai muncul interpretasi terhadap nash-nash Al Quran yang diterima oleh Rasulullah saw, dan terbukalah pintu istinbat terhadap masalah-masalah yang tidak ada didalam nash secara jelas. Dalam masa ini pula Islam mulai berkembang pesat meluas sampai ke-Timur dan ke Barat, Sahabat-sahabat besar dalam masa ini mencoba untuk menginterpretasikan nash-nash Hukum baik dalam Al-Quran maupun Al Hadis, yang kemudian menjadi pegangan untuk mentawil nash-nash yang belum jelas itu. Selain dari pada itu para sahabat besar memberikan fatwa- fatwa dalam berbagai masalah dalam kejadian-kejadian social maupun politik yang tidak ada kejelasan dalam nash mengenai hal itu, yang kemudian itu menjadi dasar sebagai bahan untuk berijtihad.1 Ijtihad sesungguhnya telah berlangsung sejak zaman Rasulullah SAW. Banyak sahabat yang berijtihad tentang berbagai persoalan, ketika mereka berada pada kondisi terpaksa atau karena pengaruh terlalu jauh antara jarak mereka dengan nabi. Setelah itu mereka langsung menanyakan ijtihadnya kepada Nabi SAW. Hukum islam dapat dipahami melalaui proses penalaran atau ijtihad. Dalam perkembangannya masing-masing memiliki corak dan dinamika tertentu, sehingga hukum Islam dan beserta konsep-konsepnya akan semakin kokoh dan mantap mengikuti perkembangan zaman dan evolusi manusia.2 Dalam makalah ini, kami akan membahas kondisi hukum Islam di masa Khulafau Rasyidin, ijtihad yang mereka lakukan dan informasi penting seputar analisis hukum di masa ini.

.Hasbi Ash Shidiki, Pengantar Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang,1967

Muhammad Ali Al-Sayis, Nasyat Al-Fiqhi li Ijtihadi wa-Atwaruhu, Cet.I Terj. M. Ali Hasan, (Jakarta, Raja Grafindo Persada 1995) h, 20.

PEMBAHASAN 1. KONDISI HUKUM ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN Sudah anda ketahui bahwa sumber hukum pada masa Nabi SAW adalah al-Quran dan as-Sunnah. Beliau pada waktu itu merupakan tempat kembali (rujukan) tertingi dalam fatwa dan peradilan. Setelah wafat, wahyupun terhenti dan beliau meninggalkan untuk umat dua hal besar sebagaimana sabda beliau: Aku tinggalkan untukmu dua perkara yang apabila kamu berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab suci al-Quran dan sunah Rasul. (HR. Malik) Setelah wafatnya Rasulullah ini, para sahabat besarlah (senior) yang memikul beban perjuangan Islam. Mereka menghadapi tugas yang sulit dan perkara yang besar, lantaran meluasnya daerah Islam ke luar jazirah Arab, seperti Mesir, Persia dan Irak. Karena hal inilah, orang-orang muslim mendapatkan dirinya dihadapkan kepada peristiwa dan kejadian baru yang belum pernah dialaminya dalam sepanjang hidupnya. Peristiwa dan kejaidan itu semua membuat mereka sibuk mencari penyelesaian hukum-hukumnya dalam al-Quran dan as-sunnah. Tampak jelas bahwa kedua sumber tersebut belm menetapkan hokum masalah-maslah yang melanda kaum muslimi itu. Untungnya, Rasulullah telah menyiapkan bagi mereka jalan berijtihad, melatih dan meridhai mereka serta menetapkan pahala atas ijtihad mereka, benar atau salah.3 Karenanya, mereka mencurahkan kemampuanya dan bersemangat mengeluarkan hokum-hukum permasalahan yang mereka hadapi. Istinbath (mengeluarkan hukum dari nash umum) pada masa ini terbatas pada kasuskasus atau peristiwa yang terjadi saja, mereka tidak mengkhayalkan masalah-maslah yang belum terjadi (prediksi) dan megira-ngira bakal terjadi, lalu mencari hukumnya sebagaimana yang dilakukan ulama mutaakhiri. Adapun cara para sahabat mengistinbathkan hukum dapat dilihat dalam hadits yang riwayatkan al-Baghawy dari Maimun bin Mahran, yaitu: Abu Bakar, apabila diadukan kepadanya perselisihan, ia melihat klepada kitabullah. Apabila ditemukan hokum yang dpat memutuskan perkara mereka, ia putuskan dengan hukum tersebut. Tapi bila tidak mendapatkan dalam kitabullah dan mengetahui sunnah Rasulullah tentanghal itu, maka ia memutuskan dengan sunnah tersebut. Bila tidak ditemukan juga (dalam sunnah), ia betanya kepada sahabat; apakah diantara kalian yang tahu Rasulullah menetapkn hokum dalam masalah ini terkadang beliau memperoleh berita bahwa Rasulullah pernah memutuskan perkara seperti itu dan terkadang tidak. Bila tidak diperoleh, ia mengumpulkan tokoh-tokoh msyarakat untuk bermuyawarah. Bila diperoleh kesepakatan hukumnya, ia memutuskan degan hasil kespeakatan tersebut.

Syekh Muhammad ali-as-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islam (Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam), (Jakarta: Akademika Pressindo, 1996), cet-I, halaman 58-60

Umar bin khatab juga melakukan hal yang sama. Dari riwayat ini jelas bahwa mereka dalam berfatwa sersandar kepada empat hal yang merupakan sumber hokum pada masa itu, yaitu al-quran, sunnah rasulullah, ijma dan rayu.[2]4

2. IJTIHAD PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN After the time of the prophet came the era of the great sahabah and the rightly guided khulafa. This period lasted from 11 to 40 AH. Reciters (qurra) was the term used at the time to denote those sahabah who had a good understanding of fiqh and gave fatawa.[3] Khulafau Rasydin 1. A. Abu Bakar Shidiq (632-634 M) Ia seorang ahli hukum yang tinggi mutunya dan dikenal sebagai orang yang orang yang jujur dan disegani. Tindakan-tiondakan penting yang dilakukannya. 1. Pidatonya pada waktu pelantikan yang berbunyi: Aku telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala Negara tetapaku bukanlah yang terbaik dianata kalian. Karena jika aku melakukan seskuatu yang benar ikutilah dan bantulah aku, tetapi jika aku melakukn kesalahan, perbaikilah sebab, menurut pendapatku, menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi rakyat adalah pengkhianat. selanjutnyabeliau berkata: ikutilah perintahlku selama kumengokuti perinth Allah dan rasul-Nya. Jika aku tidak mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya, kalian berhak untuk tidak patuh kepadaku dan aku pun tidak akan menuntut kepatuhan kalian. Kata-kata ini menjadi dasar dalam mnentukan hubungan antra rakyat dengan penguasa, anatara pemerintah dan warga Negara. b. Cara yang dilakukan dalam memecahkan persoaln, mula-mula dicrinya wahyu dalam wahyu tuhan. Kemudian dalam dunah nabi, kemudian abu baker bertanya kepada sahabat nabi yang dikumpulkan dalam majlis. Majlis ini melakukan ijtihad lalutimbullah consensus bersama yang disebut ijma. 1. Pembentukan panitia khusus yang bertugas mengunpulkan catatan ayat-ayat al-quran yang telah ditulis di zaman nabi pada bahan-bahan darurat seperti pelepah-pelepah kurma, tulang-tulan unta, kemudian dihiimpun dalam suatu naskah. Panitia ini dipimpin oleh Zaid bin Tsabit, salah seorang sekretaris nabi Muhammad. 1. B. Umar bin Khathab (634-644 M) Tindakannya: 1. Turut aktif menyiarkan agama islam sampaike palestina, syiria, irak dan Persia serta ke mesir. 2. Menetapkan tahun hijriah sebagai tahun islam yang terkenal.
4

3. Menetapkan kebiasaan shalat tarawih 4. Dll 1. C. Usman bin Affan (644-656 M) Tindakannya: 1. Menyalin dan membuat al-Quran standar yang disebut dengan kodifikasi alQuran. 2. Membentuk kembali panitia yang dihimpun oleh Zaid bin Tsabit, menyalin kembali naskah-naskah al-Quran ke dalam lima mushaf, kemudian dikirim ke ibu kota propinsi (Mekkah, Kairo, Damaskus, dan Baghdad). Naskah usmani adalah naskah yang disalin pada masa pemerintahannya yang. Sebagai kenangan atas jasa-jasanya disebut juga al-Imam. 1. D. Ali bin Abi Thalib (656-662 M) Dalam pemerintahannya timbul bibit perpecahan yang bermuara pada perang saudara dan timbulnya kepompok-kelompok,[4] sehingga pada masanya lebih berpokus pada kemananan Negara. BAB III PENUTUP 1. Pada masa ini, masalah-masalah baru bermunculan karena berbagai faktor dan peristiwa seperti perluasan Islam ke luar jazirah Arab, banyak orang-orang yang masuk Islam yang membawa budaya baru, yang menuntut kejelasan hukum. 2. Kewenangan membuat hukum pada masa ini, dipelopori oleh Khulafu Rasyidin sebagai imam, dengan cara musyawarah dengan merujuk pada sumber utama. 3. Fiqh Islam tidak ditetapkan secara total, tetapi hanya memberikan fatwa pada masalah yang benar-benar terjadi. 4. Sumber yang digunakan pada masa ini adalah al-Quran, Sunah Rasulullah, Ijma dan Rayu. Demikianlah kesimpulan yang bisa kita ambil dari uraian singkat ini. Semoga bermanfaat. Wallahu Alam REFERENSI Al-Alwani, Taha Jabir Source Methodology in Islamic Jurisprudence (Usul al-Fiqh al-Islami), USA: International Institute of Islamic Thought, 1994 As-Sayis, Syekh Muhammad Ali, Tarikh al-Fiqh al-Islam (Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam), Jakarta: Akademika Pressindo, 1996 Ramulyo, Mohd. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1997

[1] Pemberian pahala ini dinyatakan Nabi SAW dalam sabdanya: Apabila seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya itu mengena (benar), maka ia mendapat dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun ijtihadnya itu salah, maka ia hanya mendapat satu pahala. (HR. Muslim) [2] Syekh Muhammad ali-as-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islam (Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam), (Jakarta: Akademika Pressindo, 1996), cet-I, halaman 58-60 [3] Taha jabir al-alwani, Source Methodology in Islamic Jurisprudence (Usul al-Fiqh al-Islami), (USA: International Institute of Islamic Thought, 1994), h 20 [4] Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997), Cet II, h 169-172 [5] Khalifah (khulafa): caliph. Al khulafa al Rashidun: the four rightly-guided khulafa who ruled in succession after the prophets passing Abu Bakr, Umar, Uthman and Ali. Khilafah is the institution of man as vicegerent of Allah; the institution of govement as continuation of the worldly govement og the prophet. [6] See Ibn Hazm, al Ihkam, V, 92-93 [7] Taha jabir al-alwani, Source Methodology in Islamic Jurisprudence h, 19-20

You might also like