You are on page 1of 28

Blog Lama http://t-djamaluddin.spaces.live.

com/
Just another WordPress.com site

Beranda Dokumentasi Blog Lama Dibuang Sayang

RSS

Category Archives: Hisab-Rukyat


Sempurnakan Arah Kiblat dengan Benar
25 Mar

Mari Kita Akhiri Kontroversi Arah Kiblat


Masalah arah kiblat yang seolah bergeser akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak signifikan pada perubahan arah kiblat di luar Mekkah dalam rentang peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada informasi yang keliru.

Masalah ketidakakuratan arah kiblat yang terjadi pada banyak masjid, bukanlah masalah pergeseran arah kiblat, tetapi karena ketidakakuratan pengukuran pada awal pembangunannya. Itu bukan masalah serius dan mudah dikoreksi. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat matahari berada di atas Mekkah atau dengan panduan arah kiblat berbasis internet Google Earth/Qiblalocator. Setelah arah kiblat diketahui, tidak harus bangunannya yang diubah, cukup arah shafnya. Kementerian Agama bersama MUI, BHR, BHRD, dan kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa melakukan sosialisasi penyempurnaan arah kiblat tersebut.

Info saat posisi matahari berada di atas Mekkah dapat dilihat di blog saya:

http://t-djamaluddin.spaces.live.com/default.aspx? _c01_BlogPart=blogentry&_c=BlogPart&handle=cns!D31797DEA6587FD7!113

Panduan langsung arah kiblat berbasis Google Earth pada dilihat di http://www.qiblalocator.com/

Fatwa MUI tentang arah kiblat yang membolehkan menghadap ke arah Barat perlu dipertimbangkan lagi karena menghadap arah kiblat yang benar bukan hal sulit dan penyempurnaan arah kiblat di banyak masjid juga tidak harus mengubah bangunannya.

Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Maret 25, 2010 in Hisab-Rukyat

Arah Kiblat tak Berubah


22 Mar

Tak Benar Pergeseran Lempeng Bumi Mengubah Arah Kiblat


Ini berita yang membangkitkan cerita awal 2010 seolah gempa mengubah arah kiblat. Berita ini kemudian muncul juga di running text TV One Jumat malam, 19 Maret, lalu Ketua MUI yang menjadi nara sumber muncul juga di TV One. ======================================================== Republika OnLine Dunia Islam Islam Nusantara

MUI Minta Masjid Sesuaikan Arah Kiblat


Kamis, 18 Maret 2010, 17:59 WIB

JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masjid di Indonesia menyesuaikan arah kiblat agar tepat mengarah Kabah di Kota Mekkah, Arab Saudi. Alasannya, akibat pergeseran lempengan bumi, arah kiblat dari Indonesia ke Mekkah bergeser sekitar 30 centimeter lebih ke kanan. Karena itu, arah kiblat masjid perlu disesuaikan. Jadi, harus disesuaikan dengan penemuan terbaru. Kalau melenceng 1-2 atau 5 cm tidak begitu masalah. Ini kan bergeser cukup besar sekitar 30 centimeter lebih, ujar Ketua MUI, KH Amidhan, Kamis (18/3) di Jakarta. ===================================================== Beberapa orang segera menelpon saya minta klarifikasi. Bahkan kabarnya ada masjid yang bersiap mengubah arah kiblatnya. Segera saya buat bantahan yang saya kirim ke beberapa media massa, karena khawatir meresahkan, seperti ada masjid yang sudah bersiap mengubah arah kiblatnya tersebut (tetapi bagaimana cara menggeser 30 cm ke kanan?). Okezone memuat bantahan itu pada 20 Maret. Walau seolah judulnya membatasi hanya Gempa Cile, kantor berita "Antara" memberitakan pada 20 Maret bantahan tersebut yang dikutip pada 21 Maret oleh banyak media lain (antara lain, Republika, Liputan 6, TV One, Berita8, Waspada (Medan), Semangat Pagi (Makassar). Malamnya Elshinta mewawancara saya langsung terkait masalah tersebut. Techno Science

Gempa Tidak Sebabkan Pergeseran Kiblat


Sabtu, 20 Maret 2010 11:54 wib

Rachmatunnisa Okezone JAKARTA Awal tahun 2010, publik ramai membahas melencengnya arah kiblat. Gempa bumi yang terjadi bertubi-tubi ditengarai menjadi penyebab pergeseran arah kiblat di sejumlah masjid di Indonesia. Alasannya, akibat gempa tanah di Indonesia mengalami pergeseran sekitar tujuh centimeter per tahun. Padahal pada kenyataannya, gempa tidak sampai menyebabkan pergeseran arah kiblat. Profesor Riset Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin memberikan catatan kepada media dan pihak terkait agar jangan sampai menimbulkan kesalahfahaman terkait hal ini. "Pernyataan tersebut mungkin salah kutip atau salah persepsi, tetapi berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng yang mengubah peta bumi lalu mengubah arah kiblat, perlu waktu puluhan juta tahun. Jadi tidak akan ada perubahan arah kiblat akibat gempa," kata Thomas kepada Okezone, Sabtu (20/32010). Menurutnya, jika kenyataannya banyak mesjid yang arah kiblatnya kurang tepat, bukan disebabkan perubahan tersebut,

melainkan karena sejak awal menentukan arah kiblat yang memang kurang akurat.

Republika OnLine Dunia Islam Islam Nusantara

LAPAN: Gempa Cile tak Ubah Arah Kiblat


Ahad, 21 Maret 2010, 11:04 WIB

JAKARTAPakar astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Prof Dr Thomas Djamaluddin, membantah pemberitaan bahwa pergeseran lempengan bumi akibat gempa Cile telah menggeser arah kiblat sekitar 30 centimeter lebih ke kanan. "Tidak ada pergeseran arah kiblat oleh pergeseran lempeng atau sebab lain. Pernyataan tersebut mungkin salah kutip atau salah persepsi, tetapi berpotensi meresahkan masyarakat," kata Djamal di Jakarta, Minggu (21/3). Diakuinya banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, namun bukan karena adanya perubahan arah kiblat, tetapi karena penentuan awal sebelum pembangunannya yang tidak akurat. Saat itu masjid cenderung dibangun dengan arah kiblat yang sekedar mengikuti arah barat lalu diserongkan sedikit ke kanan atau sekedar mendasarkan diri pada arah kiblat masjid terdekat yang belum tentu benar, ujarnya. "Jadi yang tidak benar metode pengukurannya, bukan alat ukurnya," katanya. Menurut dia, hanya dengan bantuan posisi matahari saja cukup akurat menentukan arah kiblat jika dipandu oleh orang yang terlatih ilmu falak, selain itu juga peranti lunak Qibla Locator yang termuat dalam situs web http://www.qiblalocator.com juga mudah digunakan. Ditegaskannya, pergeseran lempeng yang mengubah peta bumi termasuk mengubah arah kiblat, memerlukan waktu jutaan tahun. Pergeseran Lempeng

Ia juga mengatakan tentang NASA yang mengabarkan bahwa gempa Cile berdampak pada pergeseran poros "gambar bumi" dan percepatan rotasi bumi. "Tapi, pergeseran lempeng yang sebenarnya menyebabkan perubahan rotasi itu, bukan gempanya, karena gempa sekadar indikator pelepasan energi akibat pergeseran lempeng bumi," katanya. Akibat pergeseran lempeng, lanjut Djamal, kesetimbangan "gambar bumi" sedikit berubah karena titik massa kulit bumi bergeser. Hal itu menyebabkan poros "gambar bumi" bergeser. Poros "gambar bumi" (Earth`s figure axis), lanjut dia, tidak sama dengan poros astronomis (poros utara-selatan) yang menggambarkan poros rotasi bumi. "Untuk kasus gempa Cile 2010 pergeserannya sekitar 8 cm di mana sudutnya bergeser 2,7 mili detik busur =0,00000075 derajat dan terlalu kecil untuk dilihat," katanya. Demikian juga gempa Aceh 2004, pergeserannya hanya 7 cm di mana sudutnya bergeser 2,32 mili detik busur = 0,00000064 derajat, demikian Djamal. Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Maret 22, 2010 in Hisab-Rukyat

Khutbah Jumat T. Djamaluddin di Salman ITB


13 Sep Menyikapi Perbedaan Hari Raya dan Upaya Mencari Titik Temu Situs http://www.spiritualsharing.net mengkompilasi audio khutbah Jumat dan ceramah lainnya. Menjelang Ramadhan 1430 lalu saya memberikan khutbah Jumat di Masjid Salman ITB bertema Mensikapi Perbedaan Penentuan Waktu dalam Islam. Audio khutbah Jumat tersebut dapat didengarkan di http://www.spiritualsharing.net/listen/detail/262/mensikapi-perbedaan-penentuan-waktu-dalamislam

Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada September 13, 2009 in Hisab-Rukyat

Jadwal Waktu Shubuh Terlalu Cepat?


19 Agu

WAKTU SHUBUH DITINJAU DARI DALIL SYARI DAN ASTRONOMI


T. Djamaludin (Anggota BHR Depag RI/Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika LAPAN) Catatan: Beberapa waktu lalu di majalah Qiblati (yang dikutip juga oleh beberapa blog) ada serangkaian tulisan bertema "Salah Kaprah Waktu Shubuh". Dalam pertemuan Badan Hisab Rukyat (BHR) Depag RI di Jakarta, 3-4 Agustus 2009 lalu, masalah tersebut sempat dibahas dan saya diminta untuk menuliskan tanggapannya untuk menjadi pencerahan bagi masyarakat. Catatan di bawah ini adalah hasil kajian lengkapnya sebagai tindak lanjut diskusi di BHR tersebut.

Penentuan waktu shubuh diperlukan untuk penentuan awal shaum (puasa) dan shalat. Tentang waktu awal shaum disebutkan dalam Al-Quran, makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" (QS 2:187). Sedangkan tentang awal waktu shubuh disebutkan di dalam hadits dari Abdullah bin Umar, dan waktu shalat shubuh sejak terbit fajar selama sebelum terbit matahari (HR Muslim). Fajar yang bagaimana yang dimaksudkan tersebut? Hadits dari Jabir merincinya, Fajar ada dua macam, pertama yang melarang makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu yang terbit melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang shalat (shubuh), tetapi membolehkan makan, yaitu fajar seperti ekor srigala (HR Hakim). Dalam fikih kita mengenalnya sebagai fajar shadiq (benar) dan fajar kidzib (palsu). Lalu fajar shadiq seperti apakah yang dimaksud Rasulullah SAW? Dalam hadits dari Abu Masud Al-Anshari disebutkan, Rasulullah SAW shalat shubuh saat kelam pada akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah lagi pada waktu mulai terang. (HR Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad yang shahih). Lebih lanjut hadits dari Aisyah, Perempuan-perempuan mukmin ikut melakukan shalat fajar (shubuh) bersama Nabi SAW dengan menyelubungi badan mereka dengan kain. Setelah shalat mereka kembali ke rumah tanpa dikenal siapapun karena masih gelap. (HR Jamaah). Karena saat ini waktu-waktu shalat lebih banyak ditentukan berdasarkan jam, perlu diketahui kriteria astronomisnya yang menjelaskan fenomena fajar dalam dalil syari tersebut. Perlu penjelasan fenomena sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq. Kemudian perlu

batasan kuantitatif yang dapat digunakan dalam formulasi diterjemahkan dalam rumus atau algoritma program komputer.

perhitungan

untuk

Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap. Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk. Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat. Fajar pembatas awal shaum dan shalat para perempuan mukmin pulang mereka tidak dikenali karena sipil karena saat fajar sipil karena seusai shalat pun masih astronomi, saat akhir malam. apakah sebagai shubuh? Dari hadits Aisyah disebutkan bahwa saat dari shalat shubuh berjamaah bersama Nabi SAW, masih gelap. Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar sudah cukup terang. Juga bukan fajar nautika gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah fajar

Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu antara lain kandungan debu yang tinggi sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.

Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syari dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat. Kalau saat ini ada yang berpendapat bahwa waktu shubuh yang tercantum di dalam jadwal shalat dianggap terlalu cepat, hal itu disebabkan oleh dua hal: Pertama, ada yang berpendapat fajar shadiq ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada posisi matahari 18 derajat di bawah ufuk, karena beberapa program jadwal shalat di internet menggunakan kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit. Kedua, ada yang berpendapat fajar shadiq bukanlah fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Pendapat seperti itu wajar saja dalam interpretasi ijtihadiyah. 1 Comment Posted by tdjamaluddin pada Agustus 19, 2009 in Hisab-Rukyat

Awal Ramadhan dan Idul Fitri 1430/2009


08 Agu

INFORMASI RAMADHAN DAN SYAWAL 1430 H


Ijtima awal Ramadhan terjadi pada 20 Agustus 2009 pukul 17.02 WIB. Pada saat maghrib 20 Agustus 2009 bulan masih di bawah ufuk di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian bulan Syaban digenapkan dan awal Ramadhan 1430 H insya-allah jatuh pada hari Sabtu, 22 Agustus 2009. Kepastiannya akan diumumkan oleh Menteri Agama RI seusai sidang itsbat. Ijtima awal Syawal terjadi pada 19 September 2009 pukul 01:45 WIB. Pada saat maghrib 19 September 2009, bulan cukup tinggi, lebih dari 4 derajat di seluruh wilayah Indonesia, sehingga sangat mungkin untuk dirukyat. Dengan demikian insya-allah Idul Fitri jatuh pada hari Ahad, 20 September 2009. Kepastiannya akan diumumkan oleh Menteri Agama RI seusai sidang itsbat. Hasil perhitungan astronomi persiapan, tetapi demi menunggu keputusan hasil Menteri Agama RI dan pakar hisab-rukyat, dan Bosscha ITB , Bakosurtanal.Majelis ulama tersebut diinformasikan untuk keperluan ketentraman ummat, kepastiannya tetap harus sidang itsbat (sidang penatapan) yang dipimpin dihadiri perwakilan berbagai ormas Islam, para instansi terkait seperti LAPAN, Observatorium Planetarium Jakarta, BMKG, dan pun telah mengeluarkan fatwa bahwa seluruh

ummat Islam di Indonesia wajib menaati penetapan awal Ramadha, Syawal, dan Dzulhijjah.

ketetapan

pemerintah

RI

tentang

Perlu dijelaskan juga terkait dengan pencantuman libur Idul Fitri di kalender yang beredar di masyarakat bahwa Idul Fitri insya-allah 20 September, hari Ahad. Karena jatuhnya hari Ahad, hari libur Idul Fitri menjadi Senain-Selasa, 21 dan 22 September. Jadi hanya pergeseran hari libur, bukan hari Idul Fitri. Dr. T. Djamaluddin (Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika LAPAN/Anggota BHR Depag RI/LPI Masjid Salman ITB) Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Agustus 8, 2009 in Hisab-Rukyat

Arah Kiblat
22 Apr

Jangan Persulit Diri


Ada surat pembaca di PR yang mempermasalahkan perbedaan arah kiblat yang tercetak di kalender Kanwil Depag Jawa Barat. Saya tanggapi surat pembaca itu. Untuk memberikan penjelasan kasus serupa di banyak tempat, saya tuliskan di blog saya ini. 1. Terkait dengan hal-hal teknis, seperti penentuan arah kiblat, anggota Badan Hisab Rukyat yang ada di Depag, PTA/PA, Ormas Islam, dan instansi teknis atau perguruan tinggi dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat, tidak perlu menunggu harus Depag yang menanggapi. Komunitas hisab rukyat sering berkomunikasi, baik dalam forum formal maupun informal. 2. Perbedaan arah kiblat yang tercetak di kalender Kanwil Depag sebagian disebabkan karena perbedaan masukan koordinat kota (yang berpengaruh pada perbedaan menit) dan sebagian karena salah ketik. Secara umum arah kiblat di wilayah Barat Jawa dan wilayah Selatan Sumatera sekitar 25 derajat dari Barat ke Utara. Perbedaan sekitar 1 derajat atau lebih dipastikan karena salah ketik yang luput dari perhatian saat diperiksa. 3. Dalam perhitungan arah kiblat sangat disarankan untuk menyesuaikan dengan akurasi alat ukurnya. Kebanyakan kompas mempunyai skala terkecil 1 derajat, sehingga kemungkinan kesalahannya plus minus 1 derajat. Dalam kondisi seperti itu, mencantumkan menit tidak disarankan. Bagi yang tidak memahami makna kesalahan dalam pengukuran, perbedaan mencantumkan menit seolah dianggap serius. Apalagi bila didramatisir dengan konversi perbedaan lebih dari sekian ratus kilometer pada jarak sejauh Mekkah. 4. Dalam penentuan arah kiblat kesalahan sampai 1 derajat masih bisa ditolerir mengingat kita sendiri tidak mungkin menjaga sikap tubuh

kita benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah shalat tidak akan terlihat berbeda, bila perbedaan antarjamaah hanya beberapa derajat. Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri. Mungkin ada yang berpendapat, yang terpenting arah pandangan mata. Apakah kita bisa betul-betul menempatkan arah pandangan mata dalam rentang plus minus kurang dari 1 derajat? Peralihan pandangan mata dari satu sudut sajadah ke sudut lainnya, kalau kita mau hitung secara cermat, sudah berarti pergeseran yang sangat besar, sekitar 20 derajat. Islam tidak menyulitkan seperti itu. 5. Jadi, perbedaan arah kiblat yang tidak terlalu signifikan hendaknya tidak terlalu dipermasalahkan. Saya kira perbedaan kurang dari 2 derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm. Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya. Semoga jelas. Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada April 22, 2009 in Hisab-Rukyat

Kalender Syamsiah Masehi


30 Jan

Milenium dalam Perspektif Matematis Astronomis


(Di muat Pikiran Rakyat 30 Desember 1999)

T. Djamaluddin Peneliti LAPAN Bandung

Catatan: Sejarah Kalender Syamsiah Masehi perlu juga diketahui, terkait dengan kehidupan seharihari saat ini. Arsip tulisan lama ini masih relevan dalam melihat sejarah kalender masehi, jadi saya masukkan di blog dokumentasi saya. Memasuki tahun 2000 demam milenium melanda kehidupan kita sehari-hari. Tak terkecuali penamaan suatu produk yang sering dikaitkan dengan milenium. Ada warna milenium, ada model milenium, dan lainnya. Istilah milenium secara harfiah berasal dari bahasa Latin mille (seribu) dan annum (tahun). Jadi itu berarti

seribu tahun. Sebenarnya tidak terlalu tahun kejadiannya: tahun 2000 atau 2001.

istimewa,

kecuali

bila

dikaitkan

dengan

Ada juga yang mengaitkan istilah itu dengan sebagian teologi Kristiani (terutama pada masa lalu), bahwa Yesus Kristus akan kembali ke bumi dan memerintah sebelum kiamat selama seribu tahun. Tetapi, tampaknya hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan kedatangan tahun 2000. Sebab, tak seorang pun (baik yang mempercayai teologi itu, apalagi yang tidak) yang mengetahui kapan peristiwa itu akan terjadi. Bila kita perhatikan, istilah milenium baru populer ketika muncul kekhawatiran masalah komputer millenium bug. Makna sebenarnya millenium bug adalah "kegagalan [mesin/program akibat] milenium", bukan "kutu milenium" seperti yang banyak ditulis media massa. Kini istilah populer itu beralih sebutan menjadi masalah Y2K (year 2 kilo, tahun 2000) atau MKT 2000 (masalah komputer tahun 2000). Milenium kini telah menjadi kosa kata baru yang populer di masyarakat kita. Sebelumnya, ketika kita menyambut tahun 2000 kita hanya menyebutkan menyambut abad 21. Tidak banyak yang mempermasalahkan sebutan abad 21 untuk tahun 2000. Setidaknya kita sudah punya pengalaman ketika mencanangkan tahun 1400 Hijriyah sebagai awal abad ke-15, abad kebangkitan Islam. Saat ini muncul perbedaan pendapat tentang sebutan milenium. Padahal, bila teliti, masalahnya sama: tepatkah 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau awal milenium ke tiga? Tampaknya sebutan milemiun yang datangnya seribu tahun sekali lebih menarik perhatian dan keingintahuan banyak orang. persoalan perbedaan angka nol (0). Apakah pendapat ini? Saya pangkal berpendapat, pangkal masalah semua adalah

Nol Para perancang komputer tidak mengantisipasi angka nol ketika mendefinisikan tahun dengan dua bilangan terakhir. Pada sistem yang lama tersebut, misalnya tahun 1999 hanya ditulis 99. Menjelang tahun 2000 baru disadari bahwa sistem lama masih terpakai dan bisa berakibat fatal salah interpretasi data bila tahun 2000 hanya tertulis 00. Program-program yang menggunakan tanggal dari komputer akan menafsirkan tahun 00 itu sebagai tahun 1900, bukan tahun 2000. Tentu bisa mengacaukan data-data dan aktivitas yang terkait dengan tanggal dalam sistem komputer. Lain soal dengan penetapan kelender. Orang dahulu menetapkan tahun untuk kalender, baik syamsiah (berdasarkan matahari) maupun qamariyah (berdasarkan bulan), bermula dari angka

1. Hari pertama kalender Masehi adalah Sabtu, 1 Januari 1. Kalender Hijriyah pun demikian, diawali 1 Muharram 1. (tetapi dimaknai berbeda, 1 H bermakna 1 tahun sejak hijrah secara tidak langsung bermakna saat Nabi hijrah adalah tahun nol menurut definisi sekarang). Sampai pertengahan abad 9 orang belum mengenal angka nol. Jadi, bukan karena melupakan angka nol, melainkan karena memang saat itu belum tahu. Tidak diketahui sejak kapan angka nol ditemukan. Tetapi, dokumen sejarah mencatat naskah tertua yang menuliskan bilangan nol berasal dari India yang ditulis pada tahun 876. Tetapi yang berjasa memperkenalkan angka nol dalam makna ilmiah adalah para ilmuwan Islam Arab yang mewarnai Eropa pada abad 12. Salah satu buktinya adalah penggunaan sebutan zero dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Arab shifr yang berarti kosong. Penggunaan angka nol telah dianggap sebagai salah satu penemuan cemerlang dalam sejarah matematika yang berpengaruh luas dalam kebudayaan modern. Sebagian pakar berpendapat bahwa hambatan serius yang dihadapi ahli matematika Yunani dan Romawi kuno dalam perkembangan ilmiahnya adalah ketiadaan simbol nol. Angka Romawi tidak mengenal angka nol. Bilangan dimulai dengan satu yang dituliskan I. Sepuluh ditulis X, 50 dilambangkan dengan L, 100 dengan C, 500 dengan D, dan 1000 dengan M. Suatu bilangan besar dinyatakan sebagai penambahan (diletakkan disebelah kanannya) atau pengurangan (diletakkan disebelah kirinya) lambang-lambang tersebut. Jadi 1999 dituliskan sebagai 1000 + 900 + 90 + 9 sebagai M+CM+XC+IX menjadi MCMXCIX. Memang tidak praktis, kecuali untuk bilangan kelipatan sederhana lambang-lambang tersebut, seperti 2000 yang cukup dituliskan MM. Kebudayaan Barat yang belum tersentuh budaya Islam menggunakan angka Romawi tersebut sampai abad 14. Sedangkan Spanyol dan wilayah Eropa lainnya yang bersinggungan dengan budaya Islam sejak abad 12 telah secara luas menggunakan sistem angka Arab (seperti yang kita kenal sekarang: 0, 1, 2,).

Sejarah Angka nol menjadi masalah juga dalam menelusuri sejarah masa lampau. Ada keterputusan ungkapan tahun sebelum masehi dan sesudah masehi karena tidak dikenalnya tahun nol. Urutan tahun di sekitar pergantian sistem kalender masehi adalah tahun 2 SM (sebelum Masehi), 1 SM, 1 M, 2 M, dan seterusnya. Penulis sejarah matematika, dengan menggunakan notasi matematis menuliskan urutan tahun tersebut sebagai tahun -2, -1, 1, 2, dan seterusnya. Astronomi sebagai ilmu yang berperan menelusur waktu kejadian di masa lampau tidak menggunakan notasi metematis seperti itu. Secara astronomi, tahun 1 SM dianggap sebagai tahun 0 untuk memudahkan perhitungan waktu dalam penelusuran balik kejadian masa lampau.

berakar Romawi sepuluh Januari SM.

Kalender Masehi dari kalender qamariyah Romawi yang semula mempunyai 10 bulan. Kalender ini berawal pada Maret dengan bulan ke tujuh, delapan, sembilan, dan disebut September, Oktober, November, dan Desember. Penambahan bulan dan Februari sebagai bulan ke-11 dan ke-12 terjadi sekitar tahun 700

Kemudian terjadi lagi perubahan dari sistem qamariyah menjadi syamsiah seperti yang kita kenal sekarang, dengan jumlah hari setiap bulan 30 atau 31 hari, kecuali Februari 28 hari. Hari pertama setiap bulan disebut Kalendae (inilah asal mula sebutan "kalender"). Belum dikenal nama-nama 7 hari dalam sepekan. Perubahan sistem qamariyah ke syamsiah tidak dilakukan mendadak. Penyesuaiannya menggunakan sistem campuran dengan penambahan hari untuk penyesuaian dengan musim. Penambahan itu tidak beraturan. Kadang-kadang Kaisar memperpanjang atau memperpendek kalender semaunya. Masa itulah yang dikenal sebagai masa yang membingungkan untuk menelusur sejarah masa lampau. Untuk menghilangkan kebingungan itu, Kaisar Julius melakukan reformasi kalender atas saran penasihatnya astronom Sosigense pada tahun 46 SM. Reformasi itu menetapkan tiga hal. Pertama, vernal equinox (awal musim semi, saat malam dan siang sama panjangnya) ditetapkan 25 Maret dengan menjadikan tahun 46 SM lebih panjang 85 hari. Kedua, awal tahun ditetapkan 1 Januari 45 SM. Ke tiga, menetapkan jumlah hari dalam satu tahun 365 hari, kecuali setiap tahun ke empat menjadi tahun kabisat dengan penambahan hari pada bulan Februari. Penetapan awal musim semi 25 Maret ini berdampak juga pada penetapan 25 Desember sebagai titik balik utara. Pada saat itu posisi matahari berbalik dari titik paling utara menuju selatan. Maka 25 Desember dirayakan masyarakat Romawi sebagai hari Dies Natalis Solis Invicti (hari kelahiran Matahari yang tak terkalahkan). Tanggal inilah yang kemudian dianggap sebagai tanggal kelahiran Yesus Kristus (hari Natal), karena memang tak ada catatan sejarah tanggal pastinya kelahiran Nabi Isa tersebut. Penetapan tahun Masehi baru dilakukan pada tahun 532 M atas usulan rahib Denys le Petit. Berdasarkan penelitiannya, dia menyimpulkan tahun kelahiran Nabi Isa bertepatan dengan tahun Romawi 753. Maka tahun Romawi 753 tersebut ditetapkan sebagai tahun 1 Masehi. Walaupun belakangan kalangan gereja menemukan bukti lain bahwa kelahiran Nabi Isa sebenarnya beberapa tahun sebelum itu, berdasarkan naskah-naskah tentang kematian Herod (penguasa Palestina pada Zaman Nabi Isa).

Milenium tidak peduli dengan istilah Astronom milenium. Karena dalam astronomi sebenarnya kronologi kejadian

umumnya dinyatakan dalam hari Julian (Julian day) yang didefinisikan bermula dari tengah hari 1 Januari 4713 SM. Penetapan awal periode ini pun sebenarnya tidak punya arti astronomis, tetapi sekadar memenuhi siklus dalam sistem kalender lama: siklus metonik (19 tahunan) serta siklus dalam kalender Romawi indiksi (15 tahun) dan dominis (28 tahun). Siklus metonic berasal dari sistem kalender Yunani dan Arab kuno (Babilonia dan sekitarnya) bahwa 19 tahun syamsiah sama dengan 235 bulan qamariyah. Sedangkan siklus dominis 28 tahun, tampaknya berasal dari keberulangan kalender Julian dengan susunan hari yang sama. Pembagian sepekan menjadi tujuh hari baru masuk Eropa sekitar abad ke-3, diadopsi dari tradisi Yahudi dan Arab kuno. Jumlah hari dalam 28 tahun itu (28 x 365,25 hari) sama dengan 1461 pekan. Belum diketahui alasan siklus indiksi. Dengan menggunakan hari Julian tersebut 1 Januari tahun 1 dinyatakan sebagai hari ke 1.721.423,5. Sedangkan 1 Januari 2000 adalah hari ke 2.451.544,5. Jadi kalender Masehi sampai saat tahun baru 2000 telah menjalani 730.121 hari. Itu berarti, andaikan sejak awal menggunakan sistem kalender Gregorian seperti yang saat ini berlaku, 1 Januari 2000 semestinya baru tanggal 2 Januari 1999. Sepanjang sejarah kalender Masehi telah terjadi dua kali reformasi. Pertama, tahun 325 M ketika vernal equinox ternyata telah bergeser dari 25 Maret menjadi 21 Maret. Tetapi, tidak terjadi pergeseran hari, hanya ditetapkan tanggal baru untuk vernal equinox, yaitu 21 Maret. Ini berpengaruh pada penetapan hari besar Kristiani. Paskah ditentukan setiap hari Minggu pertama setelah purnama pada atau sesudah vernal equinox. Itu berarti berpengaruh juga pada penetapan hari Wafat Isa Almasih dan hari Kenaikan Isa Almasih. Reformasi ke dua pada 1582 disebut reformasi Gregorian. Karena satu tahun syamsiah rata-rata 365,2422 hari, sedangkan kalender Julian menetapkan rata-rata 365,25 hari, awal musim semi saat itu diketahui telah bergeser jauh menjadi tanggal 11 Maret. Maka dilakukan reformasi dalam dua hal agar awal musim semi kembali menjadi tanggal 21 Maret. Reformasi Gregorian pertama menghapuskan 10 hari dari tahun 1582 dengan menetapkan hari Kamis 4 Oktober langsung menjadi hari Jumat 15 Oktober. Ke dua, rata-rata satu tahun ditetapkan 365,2425 hari. Caranya, tahun kabisat didefinisikan sebagai tahun yang bilangannya habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang angkanya kelipatan 100 harus habis dibagi 400. Dengan aturan tersebut tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan lagi dianggap sebagai tahun kabisat. Tahun 2000 adalah tahun kabisat. Ketika istilah milenium yang berawal dari masalah komputer mulai memasyarakat, orang mulai bertanya, tepatkah 1 Januari 2000 disebut sebagai awal Milenium ke tiga. Para astronom yang ditanya tentu akan mengacu pada sejarah. Karena milenium berarti

kurun waktu seribu tahun, sedangkan milenium pertama dimulai 1 Januari tahun 1, maka milenium ke-3 semestinya 1 Januari 2001. Tetapi, di masyarakat terlanjur menggunakan istilah milenium dalam konteks seperti millenium bug, sekadar melihat angkanya. Kalau demikian lupakan sejarah, lihatlah pada angka tahunnya. Astronom pun kemudian ditanya, mengapa angka 2000 sudah dianggap sebagai milenium ke-3 atau abad 21. Secara astronomi hal itu masih dapat dibenarkan. Dalam astronomi suatu tanggal lazim dituliskan sebagai fraksi tahun. Pukul 00:00 1 Januari 2000 bila ditulis dengan desimal menjadi tahun 2000,0. Sedangkan pukul 00:00 23 Januari 2000 dapat dinyatakan sebagai tahun 2000,06284 (dari 2000,0 + 23/366, karena tahun 2000 berjumlah 366 hari). Karenanya setiap tanggal sesudah 1 Januari 2000 dapat dinyatakan dengan angka yang lebih besar dari 2000. Itu berarti tidak termasuk lagi sebagai abad 20 atau milenium 3. Jadi, mestinya sudah boleh dinyatakan sebagai bagian dari abad 21 atau milenium 3. Kalau demikian, beralasan juga untuk menetapkan 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau milenium 3. Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Januari 30, 2009 in Hisab-Rukyat

Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009


22 Jan

Shalat Gerhana
Ketika terjadi gerhana umat Islam disunnahkan shalat gerhana serta memperbanyak istighfar dan shadaqah. Tentu saja, renungan ayat-ayat kauniyah juga harus ada, bukan sekadar aspek ibadahnya. Oleh karenannya sangat disarankan pada saat puncak gerhana, jamaah berkesempatan juga untuk melihat langsung proses gerhananya, bagaimana bulan menutup piringan matahari sedikit demi sedikit, lalu keluar lagi dari piringan matahari. Kapan waktu shalat gerhana? Gerhana matahari waktunya ditentukan oleh gerakan bayangan bulan melintasi suatu daerah. Jadi, berbeda dengan gerhana bulan, kita harus melihat data gerhana untuk setiap daerah. Kalau tidak cermat, kita bisa mengumumkan informasi yang keliru, seperti yang termuat di Harian PR Selasa, 20 Januari 2009 tentang seruan ormas-ormas Islam terkait dengan gerhana. Pada pengumuman itu waktu gerhana merujuk pada data global gerhana matahari. Untuk gerhana matahari 26 Januari 2009, seluruh wilayah Indonesia dapat menyaksikan gerhana menjelang matahari terbenam. Waktu gerhana di Bandung mulai pukul 15.20 17.49 WIB. Untuk daerah-daerah lain di Indonesia, waktu gerhana sekitar waktu itu plus-minus 10 menit. Jadi, kalau perlu mengumumkan ke semua

cabang ormas Islam di seluruh Indonesia, disarankan rentang waktu shalat gerhana antara pk 15.40 17.30 WIB. Bagaimana cara shalat gerhana? Shalat gerhana dilakukan berjamaah di masjid dan sesudahnya ada khutbah, seperti shalat hari raya (Id) dengan bacaan Al-Quran yang terdengar. Caranya seperti shalat hari raya 2 rakaat, hanya setiap rakaat ada dua kali ruku. Jadi, setelah ruku pertama yang agak panjang kembali berdiri lalu membaca Al-Fatihah dan surat lainnya baru ruku lagi dan sujud seperti biasa. Khutbah berisi anjuran istighfar (mohon ampunan Allah), bershadaqah, dan menjelaskan tentang fenomena gerhana. Apa sih maknanya? Gerhana adalah peristiwa alam yang menunjukkan ketundukan alam pada Khaliqnya (Penciptanya). Maka selayaknya kita juga menunjukkan ketaatan kepada Allah dengan melakukan shalat gerhana. Matahari dan bulan tak pernah penyalahi hukum-Nya, sehingga manusia pun dapat memperkirakan secara tepat waktu terjadinya gerhana. Manusia karena nafsunya sering kali, sengaja atau tak sengaja, menyalahi hukum Allah, maka sudah selayaknya peristiwa gerhana mengingatkan kita untuk memperbanyak istighfar.

Matahari dan bulan bisa beriringan dan berdampingan memperlihatkan keharmonisan yang kadang menunjukkan fenomena cincin atau mahkotanya yang indah (korona) yang biasanya tidak terlihat. Ini mengajarkan kita untuk juga dapat berjalan beriringan dan berdampingan dengan sesama manusia, maka sudah selayaknya itu direpresentasikan dalam bentuk anjuran memperbanyak shadaqah. Lalu khatib pun perlu mengingatkan bahwa gerhana matahari adalah fenomena alam yang tidak terkait dengan kelahiran atau kematian seseorang dan tidak terkait dengan nasib manusia atau bencana alam, tetapi merupakan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. (Rincian fenomena gerhana dapat di lihat di http://t-djamaluddin.spaces.live.com/blog/cns!D31797DEA6587FD7!553.entry)

Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Januari 22, 2009 in Hisab-Rukyat

Penyatuan Idul Adha: Mungkin, perlu basis ukhuwah


02 Des Pengantar: Tahun 1429/2008 insya-allah Idul Adha akan seragam. Arab Saudi telah mengumumkan wukuf 7 Desember 2008 sehingga Idul Adha di Arab Saudi 8 Desember. Di Indonesia juga kemungkinan besar Idul Adha 8 Desember 2008. Saat yang baik ini kita gunakan untuk meerenungkan upaya penyeragaman hari raya, termasuk Idul Adha. Berbeda dengan masalah Idul Fitri, upaya penyatuan Idul Adha tidak semata-mata masalah kriteria hisab rukyat, tetapi juga terkait dengan masalah kesamaan dengan Arab Saudi. Terlepas dari kontroversi penentuan hari wukuf di Arab Saudi yang sering bermasalah, perlu kita pikirkan upaya menjaga ukhuwah terkait dengan penyeragaman Idul

Adha. Tulisan lama ini (ditulis dan dipublikasi di koran 2005) dimaut di blog saya untuk jadi bahan pemikiran bersama. Penetapan Wukuf Kontroversial MENYIKAPI PERBEDAAN IDUL ADHA (Dimuat di Pikiran Rakyat 19 Jan 2005) T. Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa LAPAN Bandung Anggota Badan Hisab Rukyat Jabar dan Depag

Semula keputusan Majelis Tinggi Arab Saudi, Majlis Al-Qadla Al-Ala, yang menetapkan 1 Dzulhijjah 1425 pada 12 Januari 2005, hari wukuf 9 Dzulhijjah 1425 pada 20 Januari, dan Idul Adha 21 Januari disambut gembira oleh banyak pihak. Kekhawatiran terjadinya kontroversi, seperti sering terjadi lenyaplah sudah. Majelis mengumumkan tidak ada kesaksian hilal pada akhir Dzulqaidah. Di Indonesia, keputusan itu pun disambut dengan lega. Rapat Badan Hisab Rukyat Departeman Agama pada 22 Desember 2004 lalu sempat mengkhawatirkan terjadinya kontroversi keputusan Arab Saudi yang menyebabkan perbedaan dengan keputusan pemerintah RI. Ternyata kelegaan tidak lama, Sabtu 15 Januari tersiar kabar melalui mailing list pengamat hilal (bulan sabit pertama) dan media massa bahwa Arab Saudi mengubah keputusannya. Berdasarkan laporan terlihatnya hilal pada 10 Januari 2005, maka diputuskan awal Dzulhijjah jatuh pada 11 Januari 2005. Akibatnya hari wukuf berubah menjadi 19 Januari dan Idul Adha di Arab Saudi pada 20 Januari 2005. Tentu saja perubahan ini menyebabkan perbedaan dengan Idul Adha di Indonesia dan menimbulkan kebingungan bagi orang awam. Kalangan astronomi jelas menolak kesaksian tersebut karena pada saat maghrib 10 Januari 2005 di wilayah Arab bulan telah berada di bawah ufuk. Di Mekkah bulan terbenam pukul 18.53 kemudian disusul matahari pukul 18:56. Bagaimana mungkin terlihat hilal padahal bulan telah terbenam. Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) mengeluarkan pernyataan bahwa kesaksian tersebut keliru.

Garis Tanggal

Untuk melihat kemungkinan rukyatul hilal di seluruh dunia, biasa digunakan hisab (perhitungan) secara global dan digambarkan sebagai garis tanggal. Pada peta garis tanggal diketahui di daerah mana bulan dan matahari terbenam bersamaan. Inilah garis tanggal wujudul hilal (wujudnya hilal di kaki langit). Dengan garis tersebut diketahui bahwa di wilayah sebelah timur garis tanggal pada saat maghrib hilal berada di bawah ufuk, sedangkan di wilayah baratnya hilal telag di atas ufuk. Garis tanggal wujudul hilal untuk awal Dzulhijjah melintasi Amerika Utara, Afrika, Yaman, dan lautan Hindia sebelah selatan Indonesia. Terlihat bahwa Arab Saudi dan Indonesia berada pada satu wilayah garis tanggal. Pada tanggal 10 Januari 2005, baik di Arab Saudi maupun Indonesia bulan telah berada di bawah ufuk saat maghrib. Jadi tidak mungkin ada kesaksian melihat hilal pada hari itu. Dengan demikian tidak mungkin juga 1 Dzulhijjah 1425 jatuh pada 11 Januari 2005 dan tidak mungkin Idul Adha 20 Januari 2005. Dari gambar garis tanggal beserta beberapa kriteria selain wujudul hilal, dapat disimpulkan bahwa 1 Dzulhijjah jatuh pada 12 Januari 2005 dan Idul Adha 21 Januari. Kriteria kemungkinan teramatinya hilal di Indonesia yang disepakati MABIMS (menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) adalah tinggi minimal 2 derajat dan umur hilal minimal 8 jam. Garis tanggal ketinggian bulan 2 derajat juga digambarkan pada peta garis tanggal yang melintasi Amerika Utara, Afrika, dan Australia. Karena bulan baru atau ijtimak terjadi pada pukul 19:04 WIB 10 Januari, maka saat maghrib 11 Januari umur hilal telah lebih dari 8 jam. Karenanya baru pada 11 Januari hilal kemungkinan dapat terlihat. Maka 1 Dzuhijjah 1425 dapat disimpulkan jatuh pada 12 Januari 2005. Demikian juga dengan kriteria-kriteria lainnya. Kesaksian hilal pada 10 Januari 2005 secara astronomi harus ditolak, karena tidak mungkin terjadi bulan yang telah terbenam dapat dilihat berada di atas ufuk. Dapat dipastikan ada kekeliruan pengamatan. Dari kalangan pengamat hilal seluruh dunia yang bergabung dalam ICOP (International Crescent Observation Project), tidak ada laporan terlihatnya hilal di seluruh dunia pada hari itu. Baru pada 11 Januari dilaporkan pengamatan hilal dari berbagai tempat di dunia. Seperti ditunjukkan pada peta garis tanggal, pada 11 Januari hampir seluruh dunia berkesempatan melihat hilal yang cukup tinggi. Salah satu pengamat di Iran berhasil memotretnya dalam kondisi kaki langit yang berawan. Dari analisis garis tanggal dan laporan rukyatul hilal seluruh dunia, semestinya 1 Dzulhijjah jatuh pada 12 Januari 2005, hari wukuf 9 Dzulhijjah pada 20 Januari, dan Idul Adha pada 21 Januari 2005. Pemerintah Indonesia telah memutuskan dalam ketetapan Menteri Agama RI bahwa Idul Adha jatuh pada 21 Januari.

Menyikapi Perbedaan

Dalam masalah ibadah, pertimbangan syariat lebih diutamakan daripada pertimbangan lainnya. Walaupun secara astronomi keputusan Arab Saudi dinilai kontroversial dan keliru, namun secara syariat tetap dianggap sah. Laporan saksi yang dianggap adil telah cukup dijadikan dasar tanpa perlu konfirmasi apa pun. Itulah keyakinan Majelis Tinggi Arab Saudi. Karenanya di Arab Saudi dan negara-negara sekitarnya yang mengikutinya sah bagi mereka untuk beridul adha 20 Januari 2005. Masalahnya kemudian timbul kebingungan pada sebagian masyarakat di Indonesia yang akan beridul adha 21 Januari 2004. Sahkah shaum Arafah pada 20 Januari 2005 saat saudara-saudara kita di Arab Saudi beridul adha? Kita ketahui, shaum pada hari raya haram hukumnya. Masalah ini sederhana saja. Dalam ibadah kita tidak boleh ada keraguan, pilih mana yang kita yakini. Bila kita yakin mengikuti Arab Saudi, shaum pada 20 Januari jelas haramnya karena kita yakin hari itu Idul Adha. Tetapi lain masalahnya kalau kita mengikuti ketetapan pemerintah Indonesia yang menganggap 20 Januari masih 9 Dzuhijjah, maka sunnah untuk shaum Arafah pada hari itu. Tidak haram shaum karena yakin hari itu bukan Idul Adha. Tidak boleh ada keraguan dengan mengikuti Idul Adha seperti ketetapan di Indonesia, tetapi juga meyakini Idul Adha seperti di Arab Saudi. Tidak ada dua kali Idul Adha yang diyakini, salah satunya harus ditinggalkan. Keyakinan untuk merayakan Idul Adha berdasarkan penetapan 1 Dzulhijjah di masing-masing tempat telah dilaksanakan di banyak negara. Dewan Fiqih Islamic Society of North America (ISNA) akhirnya juga beralih mengikuti rukyatul hilal setempat, walau sebelumnya selalu mengikuti Arab Saudi dalam penetapan Idul Adha. Keputusan itu diambilnya, antara lain setelah berkonsultasi dengan ulama Arab Saudi yang menyatakan tidak ada beda penetapan Idul Fitri dan Idul Adha. Kita harus konsisten, bila Idul Fitri ditetapkan berdasarkan rukyat setempat, demikian pula dengan Idul Adha. Sebagian kalangan masih banyak yang berpendapat bahwa Idul Adha semestinya mengacu pada hari wuquf di Arafah. Namun tidak ada dalil yang kuat yang menyatakan Idul Adha mesti sehari sesudah wukuf., semuanya bersifat ijtihadiyah yang bisa diperdebatkan. Tidak salah juga Idul Adha dilaksanakan 10 Dzulhijjah, karena wukuf 9 Dzulhijjah. Dan 10 Dzulhijjah dapat berbeda di setiap tempat tergantung saat terlihatnya hilal. Ada juga yang berpendapat Idul Adha (hari raya qurban), bukanlah Idul Hajj (hari raya haji) yang terikat dengan ritual di tanah suci dan hanya ada di tanah suci. Sehingga tidak semestinya Idul Adha selalu mengacu pada hari wukuf. Bagaimana pun juga tidak mungkin disamakan waktunya dengan waktu di tanah suci. Itulah perbedaan pendapat yang ada di masyarakat. Silakan ikuti mana yang dianggap paling meyakinkan dan menentramkan dalam beribadah. Kita tidak bisa memaksakan pendapat dalam hal ini. Persaudaraan tetap harus dijaga. Shalat Idul Adha hukumnya sunnah, namun menjaga persaudaraan wajib hukumnya.

Untuk menentramkan ummat ketika terjadi perbedaan dalam penentuan hari raya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 2/2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa MUI menyatakan bahwa penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyat (pengamatan hilal, bulan sabit pertama) dan hisab (perhitungan astronomi) oleh pemerintah cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional. Ini menegaskan bahwa kedua metode yang selama ini dipakai di Indonesia berkedudukan sejajar. Keduanya merupakan komplemen yang tidak terpisahkan. Masing-masing punya keunggulan, namun juga punya kelemahan kalau berdiri sendiri. Otoritas diberikan kepada pemerintah sebagai "Ulil Amri" yang wajib ditaati secara syariat. Fatwa MUI juga menegaskan bahwa seluruh umat Islam Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Otoritas syariyah pemerintah RI (dalam hal ini dilaksanakan oleh Menteri Agama) tentu tidak boleh dilaksanakan secara sembarang. Karenanya fatwa itu menyatakan wajib bagi menteri Agama berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam, dan instansi terkait. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walau pun di luar wilayah Indonesia yang mathla-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI. Ini menyatakan bahwa di mana pun ada kesaksian hilal yang mungkin dirukyat dalam wilayah hukum Indonesia (wilayatul hukmi) maka kesaksian tersebut dapat diterima. Juga kesaksian lain di wilayah sekitar Indonesia yang telah disepakati sebagai satu mathla, yaitu negara-negara MABIMS (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Terkait masih banyaknya kalangan yang mengikuti Arab Saudi dalam penetapan Idul Adha sehingga berbeda dengan penetapan di Indonesia, ada yang menarik dari penuturan seorang wakil di Badan Hisab Rukyat dari ormas Islam yang biasa mengikut Arab Saudi. Seorang mufti Arab Saudi pernah memberikan tausiyah (nasihat) bahwa menjaga ukhuwah lebih diutamakan daripada memisahkan diri dalam pelaksanaan Idul Adha demi mengikuti Arab Saudi. Karenanya ormas Islam tersebut kemudian mengikuti penetapan Idul Adha di Indonesia, walau belakangan kembali lagi pada sikap semula. Upaya penyatuan Idul Adha memerlukan pendekatan ukhuwah, bukan dengan memperdebatkan dalil dan logika ilmiah yang mungkin tidak berujung. Shaum arafah dapat dilaksanakan berdasarkan pendapat masing-masing, mengikuti hari wukuf di Arafah atau tanggal 9 Dzuhijjah di Indonesia. Shaum bersifat pribadi, sehingga tidak tampak perbedaannya di masyarakat. Namun untuk pelaksanaan Idul Adha mestinya dapat diseragamkan. Sebagian besar ulama membolehkan melaksanakan shalat Idul Adha selama hari tasyrik, sehingga ada toleransi bagi yang mengikuti Arab Saudi untuk menunda shalat Idul Adha untuk bersama dengan saudara-saudara lainnya di Indonesia. Pelaksanaan qurban juga bisa dilaksanakan selama hari tasyrik, sehingga tidak bermasalah dalam hal ini. Alangkah indahnya bila ukhuwah diutamakan dalam menghadapi perbedaan pendapat.

Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Desember 2, 2008 in Hisab-Rukyat

Dokumentasi Program Konversi Kalender


07 Okt Program Konversi Kalender Masehi <==> Hijriyah T. Djamaluddin Seorang Profesor di South East Asia Research Center (Tonan Ajia Kenkyu Senta), Kyoto University, pernah menanyakan cara mengkonversikan kalender hijriyah ke Masehi untuk kepentingan risetnya. Dengan dasar pengetahuan astronomi, konversi itu mudah dilakukan. Maka saya buatkan program sederhana yang saya selesaikan pada sekitar awal 1991 dengan revisi terakhir Agustus 1991. List program itu saya tawarkan juga via Kontak Pembaca Tempo 31 Agustus 1991. Alhamdulillah, banyak permintaan dari tanah air dengan balasan via pos [walau saya tahu ada juga yang sebenarnya hanya beralasan untuk mendapatkan perangko Jepang ].

Setelah saya pulang, di surat pembaca PR ada pembaca yang minta bantuan menentukan tanggal lahirnya. Informasi yang diperoleh dari orang tuanya hanya lahir pukul 13.30 tanggal 4 Rajab tahun 1968. Dengan program konversi kalender, dengan mudah tanggal lahirnya dapat ditentukan, yaitu Kamis 26 September 1968, 4 Rajab 1388. Jawaban saya di surat pembaca itu disertai tawaran bantuan untuk menghitungkan penentuan tanggal masa lalu dan masa akan datang hanya dengan menghubungi nomor telepon saya. Maka beberapa hari setelah dimuatnya tawaran saya tersebut, telepon di rumah sering berdering dengan berbagai pertanyaan terkait dengan penentuan tanggal dan hari. Kebanyakan kasus menanyakan tanggal atau hari lahir karena tidak adanya dokumen yang pasti karena lahir di kampung dan orang tuanya hanya memberikan informasi terbatas, seperti kasus tersebut di atas. Ada juga yang menanyakan hari Ahad setelah Idul Fitri tahun depan karena berencana menikahkan putrinya. Namun, kadang ada yang lucu juga. Seorang wanita yang menanyakan hari lahir dirinya dan calon suaminya, lalu menanyakan, "Pak, baik tidak dan nasibnya bagaimana?". Oh, saya dikira tukang ramal. Saya jelaskan, saya hanya menghitungkan berdasarkan hitungan astronomi, bukan berdasarkan ramalan dan sama sekali tidak meramalkan nasib seseorang.

List programnya sebagai berikut [Bila menginginkan program executable, silakan kontak via email. Bila perlu bantuan penentuan tanggal/hari, boleh juga via SMS 0815-7388-8987]: 10 PRINT "*********CALENDAR CONVERSION PROGRAM ********" 20 PRINT " HIJRI(ISLAMIC CALENDAR) <> SOLAR CALENDAR " 30 PRINT " (CAUTION:THERE IS THE ISLAMIC DATE LINE " 40 PRINT " WHICH CAUSES THIS CALCULATION MAY " 50 PRINT " DIFFER ABOUT (+/-) 1 DAY) " 60 PRINT " [6 AUGUST 1991, 25 MUHARRAM 1412] " 70 PRINT " CALCULATED BY T.DJAMALUDDIN " 80 PRINT " DEPT. OF ASTRONOMY, KYOTO UNIVERSITY " 90 PRINT " SAKYO-KU, KYOTO 606, JAPAN " 100 PRINT "*********************************************" 110 PRINT 120 PRINT "1. CONVERSION HIJRI(ISLAMIC CALENDAR) TO SOLAR CALENDAR" 130 PRINT "2. CONVERSION SOLAR CALENDAR TO HIJRI(ISLAMIC CALENDAR)" 140 PRINT 150 INPUT "CONVERSION (1 OR 2) OR STOP(0)"; CONV 160 IF CONV=2 GOTO 820 165 IF CONV=0 THEN GOTO 1500 170 PRINT "***CONVERSION HIJRI TO SOLAR CALENDAR*** 180 PRINT 190 INPUT " DATE ";HD 200 PRINT " 1. MUHARRAM 7. RAJAB " 210 PRINT " 2. SAFAR 8. SHABAN " 220 PRINT " 3. RABIUL AWAL 9. RAMADAN " 230 PRINT " 4. RABIUL AKHIR 10. SHAWAL " 240 PRINT " 5. JUMADIL AWAL 11. ZULQAIDAH " 250 PRINT " 6. JUMADIL AKHIR 12. ZULHIJJAH " 260 INPUT " MONTH ";HM 270 INPUT " YEAR ";HY 280 NHD1= (HY-1)*354.3671+(HM-1)*29.5306+HD : NHD = INT(NHD1) 290 NSD = NHD1 + 227016! 300 IF NHD > 350721! THEN GC = 10 ELSE GC = 0 310 IF NHD > 393898! THEN GC = 11 320 IF NHD > 430422! THEN GC = 12 330 IF NHD > 466946! THEN GC = 13 340 SY = INT((NSD+GC)/365.25) + 1 350 MN = CINT((NSD+GC)-(SY-1)*365.25) 360 MN1 = 0 : SM = 1 370 IF MN>31 THEN MN1 = 31 : SM = 2 380 IF INT(SY/4) = SY/4 THEN GOSUB 700 ELSE GOSUB 580 390 IF SY = 1700 OR SY = 1800 THEN GOSUB 580 400 IF SY = 1900 THEN GOSUB 580 410 ************RESULT************ 420 IF SM = 1 THEN SM$ = " JANUARY " 430 IF SM = 2 THEN SM$ = " FEBRUARY " 440 IF SM = 3 THEN SM$ = " MARCH " 450 IF SM = 4 THEN SM$ = " APRIL " 460 IF SM = 5 THEN SM$ = " MAY " 470 IF SM = 6 THEN SM$ = " JUNE " 480 IF SM = 7 THEN SM$ = " JULY "

490 IF SM = 8 THEN SM$ = " AUGUST " 500 IF SM = 9 THEN SM$ = " SEPTEMBER " 510 IF SM =10 THEN SM$ = " OCTOBER " 520 IF SM =11 THEN SM$ = " NOVEMBER " 530 IF SM =12 THEN SM$ = " DECEMBER " 540 SD = MN MN1 550 PRINT 560 PRINT HD;".";HM;".";HY;" HIJRI IS ";SD;SM$;SY;"A.D." 570 PRINT : PRINT: GOTO 110 580 *****ORDINARY (BASITAH) YEAR****** 590 IF MN > 59 THEN MN1 = 59 : SM = 3 600 IF MN > 90 THEN MN1 = 90 : SM = 4 610 IF MN >120 THEN MN1 =120 : SM = 5 620 IF MN >151 THEN MN1 =151 : SM = 6 630 IF MN >181 THEN MN1 =181 : SM = 7 640 IF MN >212 THEN MN1 =212 : SM = 8 650 IF MN >243 THEN MN1 =243 : SM = 9 660 IF MN >273 THEN MN1 =273 : SM =10 670 IF MN >304 THEN MN1 =304 : SM =11 680 IF MN >334 THEN MN1 =334 : SM =12 690 RETURN 700 *******LEAP (KABISAT) YEAR******** 710 IF MN > 60 THEN MN1 = 60 : SM = 3 720 IF MN > 91 THEN MN1 = 91 : SM = 4 730 IF MN >121 THEN MN1 =121 : SM = 5 740 IF MN >152 THEN MN1 =152 : SM = 6 750 IF MN >182 THEN MN1 =182 : SM = 7 760 IF MN >213 THEN MN1 =213 : SM = 8 770 IF MN >244 THEN MN1 =244 : SM = 9 780 IF MN >274 THEN MN1 =274 : SM =10 790 IF MN >305 THEN MN1 =305 : SM =11 800 IF MN >335 THEN MN1 =335 : SM =12 810 RETURN 820 PRINT "***SOLAR CALENDAR TO HIJRI***" 830 PRINT 840 INPUT " DATE ";SD 850 PRINT " 1. JANUARY 7. JULY " 860 PRINT " 2. FEBRUARY 8. AUGUST " 870 PRINT " 3. MARCH 9. SEPTEMBER " 880 PRINT " 4. APRIL 10. OCTOBER " 890 PRINT " 5. MAY 11. NOVEMBER " 900 PRINT " 6. JUNE 12. DECEMBER " 910 INPUT " MONTH ";SM 920 INPUT " YEAR ";SY 930 IF SM = 1 THEN MN = 0 940 IF SM = 2 THEN MN = 31 950 IF SM = 3 THEN MN = 59 960 IF SM = 4 THEN MN = 90 970 IF SM = 5 THEN MN =120 980 IF SM = 6 THEN MN =151 990 IF SM = 7 THEN MN =181 1000 IF SM = 8 THEN MN =212

1010 IF SM = 9 THEN MN =243 1020 IF SM =10 THEN MN =273 1030 IF SM =11 THEN MN =304 1040 IF SM =12 THEN MN =334 1050 Y = SY + (MN+SD)/365.25 1060 IF Y>1582.76 AND Y<1582.788 THEN PRINT "GREGORIAN : OMITTED": GOTO 110 1070 IF Y>1582.76 THEN GC = 10 ELSE GC = 0 1080 IF Y>1701 THEN GC = 11 1090 IF Y>1801 THEN GC = 12 1100 IF Y>1901 THEN GC = 13 1110 YDN = (SY-1)*365.25 1120 IF SM < 3 THEN GOTO 1160 1130 IF INT(SY/4) = SY/4 THEN MN = MN+1 1140 IF SY = 1700 THEN MN = MN 1 1150 IF SY = 1800 OR SY = 1900 THEN MN = MN 1 1160 NSD = YDN + MN + SD GC 1170 NHD1= NSD 227016! : NHD = INT(NHD1) 1180 HY = INT(NHD1/354.3671 + 1) 1190 HM1 = CINT(NHD1 (HY-1)*354.3671) 1200 HM = INT(HM1/29.5306) + 1 1210 HD = CINT(HM1 (HM-1)*29.5306 ) : GOSUB 1400 1220 IF HD = 0 THEN HM = HM-1 : HD = 30 1230 ************RESULT************ 1240 IF HM = 0 THEN HM$ = " ZULHIJJAH " : HY = HY 1 1250 IF HM = 1 THEN HM$ = " MUHARRAM " 1260 IF HM = 2 THEN HM$ = " SAFAR " 1270 IF HM = 3 THEN HM$ = " RABIUL AWAL " 1280 IF HM = 4 THEN HM$ = " RABIUL AKHIR " 1290 IF HM = 5 THEN HM$ = " JUMADIL AWAL " 1300 IF HM = 6 THEN HM$ = " JUMADIL AKHIR" 1310 IF HM = 7 THEN HM$ = " RAJAB " 1320 IF HM = 8 THEN HM$ = " SHABAN " 1330 IF HM = 9 THEN HM$ = " RAMADAN " 1340 IF HM =10 THEN HM$ = " SHAWAL " 1350 IF HM =11 THEN HM$ = " ZULQAIDAH " 1360 IF HM =12 THEN HM$ = " ZULHIJJAH " 1370 PRINT 1380 PRINT SD;".";SM;".";SY;" A.D IS "; HD; HM$; HY; " HIJRI ";"(";DD$;")" 1390 PRINT : PRINT: GOTO 110 1400 ************THE DAY************ 1410 NHD1 = NHD-7*INT(NHD/7) : DD = NHD1 MOD 7 1420 IF DD = 0 THEN DD$ = " THURSDAY " 1430 IF DD = 1 THEN DD$ = " FRIDAY " 1440 IF DD = 2 THEN DD$ = " SATURDAY " 1450 IF DD = 3 THEN DD$ = " SUNDAY " 1460 IF DD = 4 THEN DD$ = " MONDAY " 1470 IF DD = 5 THEN DD$ = " TUESDAY " 1480 IF DD = 6 THEN DD$ = " WEDNESDAY " 1490 RETURN 1500 SYSTEM

CALENDAR CONVERSION PROGRAM PROGRAM KONVERSI KALENDER (Kalender Hijri <> Kalender Masehi) Penjelasan Umum Kalender Islam (Hijri) ditentukan berdasarkan penampakan hilal dengan siklus rata-rata 29,5306 hari. Maka satu tahun hijriyah adalah 354,3671 hari. Dan menurut data sejarah tentang hijrah Rasulullah s.a.w., 1 Muharram 1 H. bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Dengan data ini dapat dihitung selisih jumlah hari suatu tanggal hijriyah terhadap kalender Masehi untuk menentukan konversinya. Kalender syamsiah (Masehi) ditentukan berdasarkan periode kembalinya matahari ke titik musim semi, yaitu 365,2422 hari. Sedangkan jumlah hari setiap bulannya ditentukan berdasarkan konvensi saja. Sebelum Reformasi Gregorius pada 1582, jumlah hari rata-rata per tahun adalah 365,25 hari dengan menggunkan tahun kabisat setiap empat tahun. Gregorius memperbarui sistem Julius tersebut dengan menggunakan jumlah hari rata-rata per tahun 365,2425 hari yang lebih mendekati kenyataan. Reformasi Gregorius ini menyebabkan "lompatan" tanggal dari 4 Oktober langsung ke 15 Oktober 1582, tanpa mengubah urutan harinya. Dalam program ini reformasi Gregorius tersebut dianggap segera diterapkan, walaupun tidak semua negara melakukannya, misalnya Jepang masih menggunakan sistem Julius sampai 1872. Program ini berlaku untuk mengkonversikan kalender sampai tahun 2099, termasuk juga menentukan hari sejak 1 Januari 1 M. Satu hal yang harus diperhatikan adalah kemungkinan "perbedaan", plus atau minus, sekitar satu hari. Kemungkinan "perbedaan" ini tidak dapat dihindarkan karena Garis Tanggal Islam bergeser setiap bulan, relatif terhadap Garis Tanggal Internasional. Selain itu, perhitungan dengan kriteria penampakan hilal tidak praktis untuk konversi kalendar. Karenanya perbedaan, sekitar satu hari, dengan hasil rukyat (mengamati hilal) mungkin juga terjadi. Karenanya untuk konversi kalender hijri ke masehi, hari tidak dihitung. Penjelasan Program (Explanation of the program) Masukan yang diperlukan (INPUT): *> Pilihan konversi (Conversion type): 1. Konversi Kalender Islam (Hijri) ke Masehi (Convert the Islamic Calendar to the Solar one)

2. Konversi Kalender Masehi ke Hijri (Convert the Solar calendar to the Islamic one) *> Tanggal, bulan dan tahun (date, month, year). Untuk mencari hari suatu tanggal Masehi sampai tahun 2099, gunakan pilihan 2 (To find any date on the solar calendar up to the year 2099, select the conversion type 2). Hasil Konversi (Examples of the result) Untuk menguji kebenaran menyalin program, termasuk juga memberikan contoh hasil program ini, berikut ini ditunjukkan beberapa hasil konversi. Konversi Masukan Keluaran Conversion type INPUT OUTPUT 1 1 Muharram 1 H 16 Juli 622 M 2 16 Juli 622 M 1 Muharram 1 H (Jumat) 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 16 Ramadan 990 H 4 Oktober 1582 M 17 Ramadan 990 H 15 Oktober 1582 M 8 Ramadan 1364 H 17 Agustus 1945 M * 13 Syaban 1411 H 28 Februari 1991 M 14 Syaban 1411 H 1 Maret 1991 M 10 Dzulhijjah 1412 23 Juni 1991 M 4 Oktober 1582 M 16 Ramadan 990 H (Kamis) 15 Oktober 1582 M 17 Ramadan 990 H (Jumat) *18 Agustus 1945 M 8 Ramadan 1364 (Jumat) 28 Februari 1991 M 13 Syaban 1411 (Kamis) 1 Maret 1991 M 14 Syaban 1411 (Jumat) 23 Juni 1991 M 10 Dzulhijjah 1412(Ahad)

1 1 Muharram 1412 H *14 Juli 1991 M 2 13 Juli 1991 M * 1 Muharram 1412 (Sabtu) * : "Perbedaan" pada kalender Masehi untuk tanggal hijriah yang sama dijelaskan di atas. NOTE: THIS PROGRAM MAY BE USED TO PREDICT THE BEGINNING OF RAMADAN, EID AL FITR, AND EID AL ADHA. TO FIND THE ACCURATE DATE, YOU HAVE TO MAKE OBSERVATION OF THE HILAL OR ASTRONOMICAL CALCULATION BASED ON LOCAL DATA OF SUNSET AND MOONSET. Kyoto, Agustus 1991 T. DJAMALUDDIN

Dept. of Astronomy Kyoto University Sakyo-ku, Kyoto 606 JAPAN (Alamat sekarang: LAPAN, Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173) Leave a comment Posted by tdjamaluddin pada Oktober 7, 2008 in Hisab-Rukyat Tulisan lebih lama Jumlah kunjungan sejak Maret 2011 o 16,978 kunjungan Top dalam 2 hari o Kiamat 2012? o Enam Hari Penciptaan Alam o Aktivitas Matahari Pengaruhi Iklim o Berharap Cahaya Allah o Netralitas Sains: Saintis vs Pakar Filsafat Ilmu o Khutbah Idul Adha 1421 o Labaikallahumma Labaik o Analisis Bencana o Astronomi Jalan Hidup o Video Ristek: Iptek dan Al-Quran Arsip o Maret 2011 (1) o Mei 2010 (1) o Maret 2010 (4) o Februari 2010 (2) o Januari 2010 (1) o Desember 2009 (3) o November 2009 (1) o Oktober 2009 (2) o September 2009 (1) o Agustus 2009 (2) o Juli 2009 (1) o Mei 2009 (2) o April 2009 (4) o Maret 2009 (2) o Februari 2009 (4) o Januari 2009 (5) o Desember 2008 (2) o November 2008 (1) o Oktober 2008 (4) o September 2008 (3) o Agustus 2008 (2) o Juli 2008 (3)

o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o

Juni 2008 (1) Mei 2008 (2) April 2008 (2) Maret 2008 (1) Februari 2008 (1) Januari 2008 (1) Desember 2007 (3) November 2007 (1) Oktober 2007 (3) September 2007 (2) Agustus 2007 (3) Juli 2007 (1) Juni 2007 (2) Mei 2007 (1) April 2007 (3) Maret 2007 (1) Februari 2007 (1) Januari 2007 (1) November 2006 (2) Oktober 2006 (2) September 2006 (4) Juli 2006 (9) Juni 2006 (5)

Blog pada WordPress.com. Theme: Choco by .css{mayo}. Masukan (RSS) dan Komentar (RSS)

Ikuti

Follow Blog Lama http://t-djamaluddin.spaces.live.com/


Get every new post delivered to your Inbox. Bergabunglah dengan 0 pengikut lainnya.

Powered by WordPress.com

You might also like