Professional Documents
Culture Documents
Kontrak perkuliahan
Kuliah 11.00 12.40 Bobot penilaian 1. paper 20 2. ujian tulis 3. keaktifan di kelas 10
70
SILABUS
Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang Hukum Keluarga dan Harta Perkawinan menurut KUH Perdata dengan memperhatikan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974.
Hukum Keluarga dan Hukum Harta Kekayaan adalah hukum yang mengatur hubungan mengenai perorangan, baik dalam hubungan keluarga dan dalam masyarakat. Dalam Hukum Keluarga dan Harta Kekayaan ada empat materi hukum yang dibicarakan, yaitu Hukum Perjanjian, Hukum Jaminan, Hukum Perkawinan beserta akibat-akibatnya dan Hukum Waris.
POKOK BAHASAN
HUKUM KELUARGA
1. Perkawinan a. Pengertian perkawinan b. Asas-asas perkawinan c. Syarat-syarat perkawinan d. Pencegahan dan pembatalan e. Putusnya perkawinan
5. Pengampuan a. Alasan pengampuan b. Cara menetapkan pengampu c. Prosedur di muka pengadilan d. Akibat pengampuan e. Berakhirnya pengampuan 6. Keadaan Tidak Hadir a. Masa tindakan sementara b. Barangkali meninggal dunia c. Peralihan hak kepada ahli waris d. Akibat terhadap perkawinan
3. Persatuan harta dan perjanjian kawin dalam perkawinan kedua dan seterusnya
REFERENSI
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta. J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Klaasen, J.C. & Eggens, J., Huwelijksgoederen en Erfrecht, Tjeenk Willink Zwolle. Komar Andasasmita, Notaris III (Hukum Harta Perkawinan dan Waris), I.N.I Jawa Barat, Bandung. R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, S.H., Hukum Orang dan Keluarga, Airlangga University Press, Surabaya.
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya.
Pertanyaan
1. Apakah dengan diundangkannya UUP, ketentuan BW sudah tidak berlaku ? 2. Apakah dengan diundangkannya PP 9/75, UUP sudah efektif berlaku ?
Ps 66 UUP, utk perkw dan sgl sesuatu yg berhub dgn perkw berdsrkan atas UU ini, mk dgn berlakunya UU ini, ketent2 yg diatur dlm KUHPerdata, Ordonansi Perkwn Ind Kristen, peraturan perkw campuran dan peraturan2 lain yg mengatur ttg perkw sejauh tlh diatur dlm UUP dinyatakan tdk berlaku.
Ps 67 UUP, pelaks scr efektif UUP lewat PP (9/75 ttg pelaks UUP) Cttn : PP 9/75 hanya mengatur ttg perkawinan dan perceraian (anak, perwalian, kekuasaan orang tua tidak diatur)
Isi Surat MA
Mengingat PP No. 9 Tahun 1975 tidak mengatur tentang harta benda dalam perkawinan, kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak serta perwalian dan disamping itu belum ada peraturan pelaksanaan lain yang mengatur hal tersebut maka ketentuan UUP mengenai masalah tersebut di atas belum diberlakukan secara efektif dan dengan sendirinya untuk hal-hal itu masih diperlakukan ketentuan-ketentuan hukum dan perundang-undangan lama
PENDAHULUAN
HKHP merupakan bagian dari HK. Perdata (Buku I KUHPerdata) Berlakunya dipengaruhi oleh : 1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UUP). 2. PP No. 9 Tahun 1975 3. PP No. 10/83 Tentang Perkawinan PNS 4. Hukum Adat 5. Hukum Islam 6. Ketentuan-ketentuan Catatan Sipil yang ada sebelum Proklamasi Kemerdekaan, seperti : UU No. 32/1954 Tentang Nikah, talak, Rujuk.
PERKAWINAN
Menurut BW: BW tidak mengatur secara tegas mengenai definisi tentang perkawinan. Pasal 26 BW Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubunganhubungan perdata.
Catatan: perkawinan hanya merupakan ikatan lahir; tidak memasukkan unsur agama dg. tegas;
Menurut UUP: Perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Catatan: Perkawinan tidak hanya urusan lahiriah saja tetapi juga urusan bathiniah; Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia;
Sahnya Perkawinan
Pasal 2 ayat (1): Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
Pencatatan Perkawinan
Pasal 2 ayat (2) UUP: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku a) UU No. 32 tahun 1954 tentang Pencatatan NTR; b) Ord. CS untuk Perkawinan Campuran, S. 1904 No. 279; c) Ord. CS untuk Gol. Tionghoa, S. 1917 No. 130; d) Ord. CS untuk Gol. Kristen Indonesia, S. 1933 No. 75; e) Ord. CS untuk Gol. Bumi Putera - S. 1927 No. 564.
ASAS PERKAWINAN
1. asas kesepakatan Pasal 6 UUP, Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Catatan: Persamaan kesepakatan dalam UUP dengan perikatan perdata adalah diberikan dalam keadaan bebas. Perbedaan kesepakatan UUP dengan perikatan perdata adalah mengenai isi (UU >< pr pihak, kebebasan berkontrak), lapangan pengaturan, hak yang bersumber (dpt dialihkan atau tdk).
ASAS PERKAWINAN
2. Asas Monogami Pasal 3 UUP: (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan dapat memberi ijin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak2 ybs
Catatan: Asas monogami BW bersifat mutlak (ps 27), sedang UUP tidak mutlak. Pembatasan Poligami diatur dalam Pasal 4 dan 5 UUP.
Syarat-syarat Perkawinan
Syarat Materiil Mutlak meliputi: 1. Tidak terikat dengan perkawinan lain; 2. Persetujuan kedua calon mempelai; 3. Harus memenuhi batas umur; 4. Bagi janda berlaku ketentuan waktu tunggu; 5. Calon yang belum 21 tahun harus ijin kedua orang tua.
Syarat Materiil Relatif meliputi: 1. Larangan kawin dengan orang yang mempunyai hubungan darah terlalu dekat; 2. Larangan kawin dengan orang yang ada hubungan semenda atau susuan; 3. Larangan kawin dengan saudara isteri, bibi atau kemenakan isteri; 4. Larangan kawin karena mempunyai hubungan yang oleh agamanya dilarang kawin; 5. Larangan kawin dengan orang yang telah dua kali bercerai dengannya, kecuali hukum agamanya tidak menentukan lain; 6. Larangan kawin dengan orang yang menurut putusan hakim melakukan perzinahan dengannya.
Syarat Formil meliputi: 1. Pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan; 2. Pengumuman oleh Pegawai Pencatat Perkawinan; 3. Pelaksanaan Perkawinan, sesuai dengan hukum masing-masing agama dan keprcayaannya.
Pencegahan Perkawinan
Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Yang dapat mencegah perkawinan adalah tersebut dalam Pasal 14 UUP dan Pasal 64 BW yang ditafsirkan berdasarkan Pasal 66 UUP.
Pembatalan Perkawinan
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Yang dapat mengajukan pembatalan tersebut dalam Pasal 23 UUP. Akibat pembatalan diatur dalam Pasal 28 UUP.
Putusnya Perkawinan
Pasal 38 UUP menentukan Perkawinan dapat putus karena : a. Kematian b. Perceraian 1) Tatacara (Pasal 39 40 UUP jo. Pasal14-36 PP 9/75 2) Akibat Perceraian (Pasal 41 UUP) bahwa
Putusnya Perkawinan
c. Keputusan Pengadilan 1) Berlaku ketentuan Pasal 66 2) Perpisahan Meja dan Ranjang - Alasannya (200) - Maknanya (233 & 236) - akibatnya (235, 242, 243) 3) Keadaan Tak Hadir (Pasal 493 - 495 BW)
ANAK
Dalam Hukum Keluarga, anak dibedakan: 1. Anak sah 2. Anak luar kawin 3. Anak adopsi / angkat Anak Sah: Pasal 42 UUP, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 250 BW, anak sah adalah anak yang dilahirkan atau tumbuh sepanjang perkawinan.
Penyangkalan Anak
Alasan penyangkalan menurut BW: 1. Jika anak tersebut dilahirkan sebelum hari ke 180 sejak perkawinan dilangsungkan; 2. Jika suami sejak hari ke 300 sampai ke 180 sebelum lahirnya anak berada dalam ketidak mungkinan untuk mengadakan hubungan dengan isterinya; 3. Jika isteri berzinah dan melahirkan anak yang kelahirannya disembunyikan dari suami; 4. Jika anak dilahirkan 300 hari setelah putusan perpisahan meja dan ranjang.
Alasan penyangkalan menurut UUP: Isteri berzinah dan anak itu akibat dari perzinahan tersebut.
Pihak dalam penyangkalan: penggugat : suami atau ahli waris suami tergugat : wali khusus untuk perkara penyangkalan. Apakah Ibu sebagai pihak ? Ibu bukan pihak tergugat tetapi harus dipanggil secara sah (260 BW); Ibu pihak tergugat, karena ibu dapat mengajukan bukti untuk melawan gugat suami (254 BW).
Saat dilakukan penyangkalan: penyangkalan oleh suami: 1 bulan jika diam ditempat kelahiran anak; 2 bulan setelah pulang dari keadaan tak hadir; 2 bulan setelah tipu muslihat diketahui. penyangkalan oleh ahli waris suami: 2 bulan setelah suami meninggal (256 ayat 5 BW).
Pembuktian Keturunan
1. Akta kelahiran (261 BW) 2. Terus menerus menikmati kedudukan sebagai anak sah (262 BW) 3. Pembuktian dengan saksi-saksi, setelah ada bukti permulaan dengan tulisan.
Pengesahan anak yang dapat disahkan hanya anak alami tujuannya untuk memberikan status sebagai anak sah cara pengesahan: > dengan perkawinan kedua orang tuanya, dengan syarat sebelum kawin telah mengakuinya atau pengakuan dilakukan dalam akta perkawinan (272); > dengan surat pengesahan dari Presiden (274/276). akibat pengesahan > sama dengan anak yang lahir dalam perkawinan; > berlaku sejak surat pengesahan diberikan; pengesahan dapat dilakukan terhadap anak yang masih hidup atau sudah meninggal
Cara pengakuan (281): akta kelahiran anak akta perkawinan bapak / ibunya akta otentik akta pegawai Catatan Sipil, yang dibukukan dalam register Catatan Sipil. Akibat pengakuan: adanya hubungan keperdataan alk dengan yang mengakui: > hak memakai nama > kewajiban alimentasi > perwalian > ijin kawin > mewaris
Catatan: pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan tidak boleh merugikan bapak / ibu serta anak dari perkawinan mereka (285) pengakuan dapat disangkal oleh pihak-pihak yang berkepentingan (286) Pengakuan batal jika: karena paksaan, kesesatan atau penipuan; dilakukan anak di bawah umur karena bujukan; dilakukan orang yang belum 18 tahun, kecuali dilakukan saat me;angsungkan perkawinan; tanpa persetujuan ibunya yang masih hidup; bertentangan dengan cara pasal 281 BW.
2. UU No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI motifnya memberikan kesejahteraan terhadap anak angkat asing oleh orang tua WNI (pasal 2).
syaratnya: > batas usia anak asing di bawah 5 tahun; > disahkan pengadilan dalam waktu 1 tahun;
akibatnya: > menjadi anak layaknya anak sah; > menjadi WNI
3. Surat Edaran Dirjen Kumdang No. JHA 1/1/2 tanggal 12 Februari 1978 tentang Prosedur Pengangkatan Anak WNIoleh Orang Asing. alasan keluarnya surat tersebut: > tidak ada persyaratan yang memberikan jaminan bagi kesejahteraan anak angkat; > legalitas prosedurnya diragukan negara lain; > tidak ada keseragaman prosedur pengangkatan anak. tujuan surat edaran tersebut adalah notaris, wakil notaris sementara dan notaris pengganti se Indonesia. motifnya perlindungan terhadap anak WNI yang diangkat oleh orang asing. syaratnya: > dilakukan melalui sidang pengadilan; > ada permohonan dari orang asing yang bersangkutan; > pemohon harus berdiam / ada di Indonesia; > pemohon harus datang sendiri; > pemohon di negaranya mempunyai ijin untuk mengangkat anak.
4. UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak motifnya untuk kepentingan kesejahteraan anak Pasal 12: > pengangkatan menurut adat dan kebiasaan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. > pengangkatan di luar adat dan kebiasaan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Pengangkatan Anak ditujukan kepada Ketua, Wakil Ketua dan Hakim PT dan PN seluruh Indonesia. motifnya: > untuk memperoleh jaminan kepastian hukum; > agar aspek keamanan, politik dan budaya bangsa menjadi pertimbangan dalam pengangkatan anak.
SEMA No. 6 tahun 1983 ..... prosedur pengangkatan anak harus dilakukan melalui sidang pengadilan. pengangkatan anak meliputi: > pengangkatan anak antar WNI; > pengangkatan anak WNA oleh ortu WNI; > pengangkatan anak WNI oleh ortu WNA. akibat pengangkatan anak > menjadi anak angkat yang sah dari ortu yang mengangkat; > mendapatkan kewarganegaraan dari ortu yang mengangkat.
Perwalian
Pengampuan
Pendapat I Hukum Harta Perkawinan dalam UUP belum berlaku. Dasar : Kep. MA. No. 726K/SIP/1976 Pendapat II Dasar : Kep. MA No. 1448K/SIP/1976 Bagi yang tunduk BW Hukum Harta Perkawinan UUP belum berlaku (karena perbedaan asas); Bagi yang tunduk pada Hukum Adat, UUP sebagai pokok dan Hukum Adat sebagai pelaksanaannya (karena adanya persamaan asas)
PERSATUAN BULAT
Terjadi demi hukum sejak saat perkawinan Pasal 119 ayat (1); Bersifat tetap Pasal 119 ayat (2), sehingga antara suami isteri tidak boleh : * mengadakan perjanjian jual beli; * mengadakan perjanjian tukar menukar; * mengadakan perjanjian perburuhan; * saling menghibahkan.
* Isi persatuan adalah aktiva (Pasal 120) dan pasiva (Pasal 121); * ada penyimpangan dalam bentuk persatuan bulat karena kehendak pemberi hibah/warisan; * harta yang diperoleh dari santunan asuransi jiwa : - premi dari harta pribadi (santunan milik pribadi isteri); - premi dari harta persatuan (santunan milik persatuan); - penunjukkannya dapat ditarik kembali atau tidak. - dapat ditarik (santunan harta persatuan) - tidak dapat ditarik (santuan masuk harta pribadi istri)
Hutang Persatuan
Terjadinya hutang persatuan : - hutang sebelum perkawinan; - hutang untuk keperluan rumah tangga; - hutang untuk kepentingan usaha; - denda-denda; - ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum; - hutang warisan/hibahan yang masuk persatuan.
PEMBAYARAN HUTANG
* Selama perkawinan berlangsung : - dari harta persatuan; - dari harta pribadi pembuat hutang. * Setelah perkawinan bubar : - harta suami, dengan hak menagih pada mantan isteri; - harta isteri/suami atau ahli warisnya, jika hutang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.
Pembatasannya :
Jika ada perjanjian kawin bahwa harta tak bergerak dan piutang atas nama tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani (Pasal 140 ayat 3); Tak boleh menghibahkan harta persatuan, kecuali untuk memberi kedudukan anak dari perkawinan mereka; Disamping pembatasan tersebut, isteri dapat bersikap sebagai berikut :
PERJANJIAN KAWIN
Perjanjian antara calon suami dan calon isteri sebelum perkawinan dilangsungkan mengenai harta benda setelah adanya perkawinan. Ada kebebasan berkontrak dgn pembatasan : - berkaitan kesusilaan & ketertiban umum; - pembtsn berkaitan dan btk perjanjian kawin; - pembtsn berkaitan dengan isi perjanjian kawin. Perbedaan perjanjian kawin BW dgn UUP,mengenai : - saat diadakannya - bentuk dan pengesahannya - perubahan perjanjian kawin
Bukan kerugian adalah kerusakan harta pribadi karena bencana; Kepengurusan harta pada prinsipnya dilakukan oleh suami, kecuali ditentukan lain (Psl. 153 jo. 124) Isteri dapat menolak Persatuan Untung dan Rugi (Pasal 153) Jika Persatuan Untung dan Rugi dengan Harta Bersama dalam Pasal 35 UUP diperbandingkan ada kesamaan dan perbedaannya.
Pasal 181 BW Suami/isteri baru tidak boleh mendapat keuntungan lebih dari bagian terkecil yang diterima salah seorang anak dari perkawinan terdahulu atau tidak lebih dari harta kekayaan suami/isteri yang meninggal dunia. Merupakan penyimpangan dari Pasal 128 BW.
Pasal 852a BW
Jika perkawinan itu untuk kedua kali dan seterusnya, suami/isteri yang hidup terlama tidak boleh menerima warisan melebihi bagian terkecil yang diterima anak dari perkawinan terdahulu, dengan maksimal harta peninggalan isteri atau suaminya.
Pasal 902 BW
Suami/isteri dalam perkawinan kedua dan selanjutnya tidak boleh menerima hibah wasiat lebih dari yang diterima berdasarkan pewarisan ab intestato.
Jika anak dalam perkawinan terdahulu menolak atau tidak pantas mewaris maka :
Suami/isteri baru tidak akan dirugikan; Jika hanya sebagian menolak, berlaku Pasal 181, 852a dan 902; Jika seluruhnya menolak, dianggap tidak ada anak dalam perkawinan terdahulu. ---------- A-------B - jika C menolak, B = 1/4 | | | | - jika C,D menolak, B =1/4 C D E F - jika C,D,E menolak, B =1/2 - jika C,D,E,F menolak, B = 1
Catatan Perkawinan Kedua & selanjutnya : Perkawinan ke 2 harus dilakukan dengan selain mantan suami/isteri; Membawa anak dari perkawinan terdahulu; Jika persatuan bubar karena cerai, harta dibagi 2 (Ps. 181, 852a dan 902 tidak berlaku) Anak dari perkawinan dahulu dapat melakukan inkorting; Jadi dalam pembagian boedel dalam PSB dalam perkawinan ke 2 dan selanjutnya digunakan prinsip harta asal kembali ke asal, keuntungan dan kerugian di bagi 2.
Bagian Warisan Anak Luar Kawin yang diakui (Ps. 863 & 865 BW)
1/3 seandainya dia anak sah. bersama ahli waris golongan II bersama ahli waris golongan III & IV 1 jika tak meninggalkan ahli waris yang sah
Cttn : Pengakuan harus sudah dilakukan sebelum orang yang mengakui tersebut kawin.
Kasus 1
Tahun 1970 Jo, seorang WNI keturunan Tiong Hoa menikah dengan Hui dengan persatuan harta. Ke dalam perkawinan tersebut Jo membawa perusahaan kerajinan senilai 500 juta dan mobil senilai 50 jt. Sedangkan Hui membawa tanah beserta rumah tinggal seharga 200 juta. Dalam perkawinan Jo dan Hui dilahirkan 1 orang anak perempuan Huilan, tahun 1975. Sementara itu tahun 1980 Joe dan Hui mengadopsi anak laki-laki bernama Johan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tahun 1982 Hui menerima hibah wasiat dari bibinya rumah senilai 150 juta dengan ketentuan tidak boleh masuk dalam persatuan. Juni tahun 1990 Jo meninggal dunia dan dengan diawasi BHP Hui mengadakan pencatatan sebagai berikut :
1. Perusahaan kerajinan 800 juta 2. Rumah tinggal 400 juta 3. Rekening atas nama Jo 150 juta 4. PBB belum dibayar 2 juta 5. Biaya Rumah Sakit 10 juta 6. Biaya kubur 5 juta 7. Biaya pencatatan boedel 5 juta Pertanyaan : 1. Hitung harta Jo dan Hui saat Jo meninggal ! 2. Berapa seluruh kekayaan Hui setelah menerima pembagian warisan ?
Kasus 2
Tahun 1985 Liem, seorang WNI keturunan Tiong Hoa menikah dengan Hwa dengan persatuan harta. Ke dalam perkawinan tersebut Liem membawa usaha rental mobil 750 juta, namun ia juga membawa hutang pada sebuah dealer sebesar 300 juta. Sementara itu Hwa membawa tanah beserta rumah tinggal seharga 200 juta. Dalam perkawinan Liem dan Hwa dilahirkan 2 orang anak perempuan yaitu Kim (tahun 1986) dan Hui (tahun 1988). Tahun 1988 Hwa menerima hibah wasiat dari bibinya rumah senilai 150 juta. Sebelum menikah dengan Hwa, Liem pernah berhubungan dengan seorang wanita bernama Sisi dan dari hubungan itu tahun 1983 dilahirkan seorang anak laki-laki bernama Jhosua yang langsung diakui pada saat itu juga. Juni tahun 1990 Liem meninggal dunia dan dengan diawasi BHP Hwa mengadakan pencatatan sebagai berikut :
1. Usaha rental 800 juta 2. Tanah dan rumah tinggal 400 juta 3. Rekening atas nama Hwa 100 juta 4. Hutang pada dealer 50 juta 5. PBB belum dibayar 2 juta 6. Tagihan pada pelanggan 50 juta 7. Biaya Rumah Sakit 10 juta 8. Biaya kubur 5 juta 9. Biaya pencatatan boedel 5 juta Pertanyaan : 1. Hitung harta Liem dan Hwa saat Liem meninggal ! 2. Berapa seluruh kekayaan Hwa setelah menerima pembagian warisan ?
Kasus 3
Tahun 1970 Jo, seorang WNI keturunan Tiong Hoa menikah dengan Hui dengan persatuan harta. Ke dalam perkawinan tersebut Jo membawa perusahaan kerajinan senilai 500 juta dan mobil senilai 50 jt. Sedangkan Hui membawa tanah beserta rumah tinggal seharga 200 juta. Dalam perkawinan Jo dan Hui tidak dilahirkan seorang anakpun. Tahun 1980 Joe dan Hui mengadopsi anak laki-laki bernama Johan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tahun 1982 Hui menerima hibah wasiat dari bibinya rumah senilai 150 juta dengan ketentuan tidak boleh masuh dalam persatuan. Tahun yang sama Jo juga mendapat hibah dari pamannya mobil senilai 200 juta. Juni tahun 1990 Jo meninggal dunia dan dengan diawasi BHP Hui mengadakan pencatatan sebagai berikut :
1. Perusahaan kerajinan 800 juta 2. Rumah tinggal 400 juta 3. Rekening atas nama Jo 150 juta 4. Mobil 180 juta 5. PBB belum dibayar 2 juta 6. Biaya Rumah Sakit 10 juta 7. Biaya kubur 5 juta 8. Biaya pencatatan boedel 5 juta Pertanyaan : 1. Hitung harta Jo dan Hui saat Jo meninggal ! 2. Berapa seluruh kekayaan Hui setelah menerima pembagian warisan ?
Kasus 4
Pada tahun 1986, P seorang karyawan swasta WNI Keturunan Tionghoa menikah dengan X janda dengan satu anak bernama A. Sebelum menikah kedua calon mempelai membuat perjanjian kawin Persatuan Untung dan Rugi, dengan ketentuan harta bawaan tetap menjadi harta pribadi, hasil dan biaya pemeliharaan mempertahankan harta serta pajak masuk persatuan. Ke dalam perkawinan tersebut P membawa tanah dan bangunan dengan 20 kamar senilai Rp. 300.000.000,- dan tabungan bank Rp. 200.000.000,-. Tiap kamar disewakan Rp. 100.000,- per bulan dan diambil oleh P setiap tanggal 10 bulan yang bersangkutan. Bunga tabungan sebesar 1% per bulan diambil oleh P setiap tanggal 5 bulan yang bersangkutan. Sedangkan X membawa rumah tinggal seharga Rp. 200.000.000,- dan peralatan usaha salon kecantikan senilai Rp. 50.000.000,Gaji, uang sewa, bunga tabungan, hasil usaha salon dan penghasilan lainnya digunakan untuk biaya hidup dan sisanya ditabung di bank dengan rekening bersama dan merupakan tabungan persatuan. Pada tahun 1990 P dengan persetujuan X membeli mobil seharga Rp. 50.000.000,- yang diambilkan dari tabungan persatuan. Selanjutnya pada tahun 1995 membeli tanah seharga Rp. 90.000.000,- yang dinayar dari tabungan persatuan Rp. 40.000.000,- dan sisanya Rp. 50.000.000,- dibayar dari penjualan seluruh peralatan salon kecantikan milik X.
Dari perkawinan P dan X lahir dua anak perempuan bernama B lahir tahun 1988 dan C lahir tahun 1990. Karena P dan X menginginkan anak laki-laki, maka pada tahun 1998 melalui sidang pengadilan telah mengadopsi anak laki-laki bernama D. Pada bulan Mei 2000 P jatuh sakit, dan setelah dirawat di Rumah sakit akhirnya tanggal 20 Juni 2000 P meninggal dunia. Setelah P meninggal, dengan diawasi oleh BHP X mengadakan pencatatan harta dan ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1. Semua harta bawaan tidak mengalami perubahan nilai; 2. Uang sewa kamar bulan Mei dan Juni 2000 belum diambil; 3. Bunga tabungan P bulan Juni 2000 belum diambil; 4. Pajak Bumi dan bangunan ahun 2000 sebesar Rp. 600.000,- belum dibayar; 5. Saldo rekening bersama Rp. 80.000.000,6. Harga tanah milik persatuan Rp. 120.000.000,7. Hutang pada bengkel Rp. 400.000.000,- belum dibayar; 8. Biaya Rumah Sakit Rp. 16.000.000,- dan iaya kubur sebesar Rp. 4.000.000,9. Biaya pencatatan boedel Rp. 2.000.000,
Pertanyaan :
1. Berapa besarnya harta persatuan P dan X pada saat meninggalnya P ? 2. Berapa besarnya harta peninggalan P yang siap dibagikan kepada ahli warisnya ? 3. Berapa besarnya kekayaan X setelah adanya pembagian persatuan dan warisan ?
Kasus 5
Tahun 1986, P seorang karyawan swasta WNI Keturunan Tionghoa menikah dengan X janda dengan satu anak bernama A tanpa perjanjian kawin Ke dalam perkawinan P membawa tanah dan bangunan dengan 20 kamar senilai Rp. 300.000.000,- dan tabungan bank Rp. 200.000.000,-. Tiap kamar disewakan Rp. 100.000,- per bulan dan diambil oleh P setiap tanggal 10 bulan yang bersangkutan. Bunga tabungan sebesar 1% per bulan diambil oleh P setiap tanggal 5 bulan yang bersangkutan. Sedangkan X membawa rumah tinggal seharga Rp. 200.000.000,- dan peralatan usaha salon kecantikan senilai Rp. 50.000.000,-. Pada tahun 1990 P dengan persetujuan X membeli mobil seharga Rp. 50.000.000,- yang diambilkan dari tabungan persatuan. Selanjutnya pada tahun 1995 membeli tanah seharga Rp. 90.000.000,- yang dinayar dari tabungan persatuan Rp. 40.000.000,- dan sisanya Rp. 50.000.000,- dibayar dari penjualan seluruh peralatan salon kecantikan milik X. Dari perkawinan P dan X lahir dua anak perempuan bernama B lahir tahun 1988 dan C lahir tahun 1990. Karena P dan X menginginkan anak laki-laki, maka pada tahun 1998 melalui sidang pengadilan telah mengadopsi anak laki-laki bernama D.
Pada bulan Mei 2000 P jatuh sakit, dan setelah dirawat di Rumah sakit akhirnya tanggal 20 Juni 2000 P meninggal dunia. Setelah P meninggal, dengan diawasi oleh BHP X mengadakan pencatatan harta dan ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1. Semua harta bawaan tidak mengalami perubahan nilai; 2. Uang sewa kamar bulan Mei dan Juni 2000 belum diambil; 3. Bunga tabungan P bulan Juni 2000 belum diambil; 4. Pajak Bumi & Bangunan Th.2000 sebesar Rp. 600.000,- belum dibayar; 5. Saldo rekening persatuan Rp. 80.000.000,6. Harga tanah milik persatuan Rp. 120.000.000,7. Hutang pada bengkel Rp. 400.000.000,- belum dibayar; 8. Biaya RS Rp. 16.000.000,- dan biaya kubur sebesar Rp. 4.000.000,9. Biaya pencatatan boedel Rp. 2.000.000, Pertanyaan : 1. Berapa harta persatuan P dan X saat P meninggal dunia ? 2. Berapa besarnya harta peninggalan P yang siap dibagikan pada ahli warisnya ? 3. Berapa jumlah seluruh kekayaan X setelah menerima pembagian waraisan ?
Pertanyaan :
1. Berapa besarnya harta persatuan P dan X pada saat meninggalnya P ? 2. Berapa besarnya harta peninggalan P yang siap dibagikan kepada ahli warisnya ? 3. Berapa besarnya kekayaan X setelah adanya pembagian persatuan dan warisan ?
Boedel Warisan
1. Aktiva 2. Hibah (yg sudah diberikan akan dihitung an diperhitungkan dalam pembagian warisan)