You are on page 1of 7

AREA PENAMBANGAN Nama Umur Penghasilan : H. Kharidja : 54 tahun : Rp 7.500.

000,-

Latar belakang budaya : Bermacam-macam (Bugis, Gorontalo, Buol, Jawa) Jumlah tromol tidak menentu/tidak menghasilkan 5 gram atau 20 gram) Nama Umur Penghasilan : Suhajir : 49 tahun : Rp 2.500.000,tetap, biasanya 30 tromol tersebut : 34 Tromol (dalam 30 tromol jumlah emas yang di hasilkan

Latar belakang budaya : Bermacam-macam (Bugis, Gorontalo, Buol, Jawa) Jumlah tromol tidak menentu/tidak menghasilkan 5 gram atau 20 gram) Nama : Sulkhaida Umur : 43 tetap, biasanya 30 tromol tersebut : 30 Tromol (dalam 30 tromol jumlah emas yang di hasilkan

Permulaan pertambangan : pertengahan 2009, awal mulanya pendatang berdatangan 2008-2009. Berawal dari penduduk lokal, 2 bulan kemudian menyusul manado, Makassar, dsb. Masyarakat disana pula memiliki adat, dan adat tersebut dilakukan sesuai keyakinan masyarakat, agar nantinya tidak ada korban yang meninggal. Dimana berawal dari pendulangan, dan banyak yang menetap pada bagian poboya atas dan penghasilan lebih banyak di atas daripada poboya bagian bawah sehingga timbullah konflik karena tambang Selain daripada itu tidak boleh membuang sisa-sisa pembangunan ke sungai, dan jika peraturan ini di langgar maka akan mendapatkan hukuman.

Proses
Dari 160 karung diolah selama 2 minggu, yang dilakukan secara berkelompok sebanyak 8 orang. Untuk 20 karung masing-masing beratnya 50 kg yang diolah dalam 4 tromol. Dalam setiap tromol dicampurkan dengan tepung, batu, air semen dan campuran Hg) ukuran penggunaan Hg dalam 5 ons batu tambang adalah kurang lebih 15 cc. Limbah tambang dibuang dalam bak permanen, yang kemudian limbah diolah kembali seperti dalam proses penambangan emas,bahkan limbah dapat dijual dengan harga 15 ribu/jeregennya. Selain para penambang, di daerah poboya ini juga terdapat para pembeli emas. Emas yang diperoleh dari hasil tambnag langsung dijual pada para pembeli yang menyediakan lapak penjualan. Sebagian besar para pembeli merupakan warga pendatang dari berbagai daerah di Sulawesi. Yang nota bene pekerjaanya utamanya adalah pembeli emas tambang. Harga emas yang dibeli disepakati berdasarkan kadar

emasnya, tidak ada monopoli harga yang dilakukan. Sehingga para penambang bebas menjual emasnya pada para pembeli.

Perubahan ekonomi :
Dari setiap warga yang diwawancarai, merasakan perubahan ekonomi yang lebih baik. Baik dari penambang, pembeli emas, maupun warga asli poboya itu sendiri.

Kebudayaan :
Kebudayaan masyarakat asli di daerah poboya tidak terkontaminasi oleh budaya dari para pendatang. Hal ini karena pendatang hanya bertujuan untuk mencari nafkah demi memperbaiki ekonomi. Penduduk asli dipimpin oleh ketua adat masih sering melaksanakan upacara adat. Sedangkan para pendatang, yang sebagian besar dari Sulawesi utara, Sulawesi selatan, dan gorontalo, hanya menyaksikan upacara adat tanpa ikut serta dalam kegiatan tersebut dan tidak pula memepengaruhi kebudayaan masyarakat asli poboya dengan kebudayaan yang mereka bawa dalam kehudupannya sehari-hari. Dalam hal pekerjaanya sebagai penambang, maupun pembeli emas. Masyarakat asli poboya membentuk kelompok kerja sendiri, kegiatan penambangan dilakukan secara berkelompok, dimana dalam setiap kelompok dipimpin oleh ketua kelompok yang bertangung jawab atas segala rikuk pikuk pekerjanya. Misalnya, pembagian pekerjaan, dan pembagian upah atau gaji hasil kerja. Setiap pekerja juga menggumpulkan sejumlah uang yang disebut kongsi kepada ketua kelompok, kongsi ini digunakan untuk memperlancar kerja mereka (membeli makan dan alat-alat yang digunakan pada saat menambang) serta untuk memebiayai ketika terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan saat mereka menambang. Para penambang tidak meliki jaminan dari pemerintah dalam bentuk ASKES maupun Kartu Jaminan Kerja.

Karena kegiatan penambang ini tidak terkait dalam instansi pemerintah maupun perusahaan Negara (Illegal). Campur tangan pemerintah pada kegiatan penambangan ini hanya sebatas pemberian penyuluhan kesehatan dan dampak lingkungan hidup. Dalam hal bekerja kelompok saat melakukan penambangan jarang sekali mereka berkelompok dengan warga pendatang. Hal ini menggambarkan sikap dari warga asli yang tidak ingin dijajah martabatnya oleh masyarakat pendatang. Sehingga bagi warga pendatang yang ingin mencari mata pencaharian di daerah penambangan dikenakan biaya administrasi yang ditetapkan oleh ketua adat setempat.

Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, pemerintah sebagai pihak pemberi penyuluhan hanya menyalurkan bantuan mereka ke PUSKESDES dan PUSKESMAS. Pihak puskesdes dan puskesmas yang kemudian akan mensosialisasikan dampak kegiatan penambangan yang dilakukan para penambang tersebut, khususnyaa dampak kesehatan bagi warga. pada awal terbukanya lahan pertambangan, dan kegiatan menambang emas mulai dilakukan, penyakit yang sering diderta oleh warga khususnya para penambang adalah kudis, kutu air, influenza dan batuk. Untuk mengobati penyakit tersebut diatas warga masyarakat mendatangi puskesmas dan puskesdes setempat guna memperoleh pengobatan. Obat-obat yang diberikan dari puskesmas maupun puskesdes merupakan obat generic dan obat-obat yang masih terjangkau harganya oleh penduduk setempat. Seiring dengan berjalanya waktu, area penambangan yang semakin luas dan jumlah penambang yang semakin banyak, disertai dengan meningkatnya penghasilan dari menambang tersebut, maka semakin kompleks penyakit yang diderita para penambang tersebut. Antara lain, rematik, asma dan nyeri otot. Namun para

penderitan penyakit tersebut sudah tidak mendatangi puskesmas mapun puskesdes. Pengobatan dilakukan dirumah sakit dengan tingkat kelayakan yang lebih baik,

karena mereka telah memiliki penghasilan yang cukup memuaskan. Sehingga mereka memiliki pelayanan yang lebih baik. Keadaan MCK di daerah poboya tersebut bisa dikatakan cukup baik, pada pemukiman penduduk. Namun pada area penambangan sendiri kondisi MCK dibuat seadanya. Sumber air bersih yang mereka gunakan diperoleh dari perusahaan air dengan membayar Rp. 3000,00/jeregen.

Social
Lingkungan social adalah lingkungan manusia dalam hubungan dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Warga masyarakat di daerah poboya umumnya hidup bermasyarakat secara harmonis. Hal ini dicerminkan dari sikap gotong royong, tenggang rasa, dan saling menghargai. Menjalankan adat dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Taraf pendidikan masyarakat mulai mengalami peningkatan. Jika para orang tua mereka berpendidikan SMP/SMA, maka putra-putri mereka sebagian besar telah menempuh pendididkan perkuliahan. Disamping perubahan social yang berdampak positif tersebut, juga terjadi perubahan social secara negative. Misalnya adalah praktek prostitusi yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan para penambang dan warga setempat. Namun diluar itu semua, secara garis besar kehidupan masyarakat setempat secara signifikan mengalami peningkatan.

LAMPIRAN GAMBAR

WARGA ASLI POBOYA

KEHIDUPAN SEHARI-HARI

MEMORI KEBAHAGIAAN SETELAH MENAMBANG

Pusat Kesehatan Desa

You might also like