Professional Documents
Culture Documents
Lingkungan (Pokja AMPL) Penasihat/Pelindung: Direktur Jenderal Cipta Karya DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Penanggung Jawab: Direktur Permukiman dan Perumahan, BAPPENAS Direktur Penyehatan Lingkungan, DEPKES Direktur Pengembangan Air Minum, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, DEPDAGRI Pemimpin Redaksi: Oswar Mungkasa Dewan Redaksi: Zaenal Nampira, Indar Parawansa, Bambang Purwanto Redaktur Pelaksana: Maraita Listyasari, Rheidda Pramudhy, Raymond Marpaung, Bowo Leksono Desain/Ilustrasi: Rudi Kosasih Produksi: Machrudin Sirkulasi/Distribusi: Agus Syuhada Alamat Redaksi: Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat. Telp./Faks.: (021) 31904113 http://www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com redaksi@ampl.or.id oswar@bappenas.go.id
Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum dan penyehatan lingkungan dan belum pernah dipublikasikan. Panjang naskah tak dibatasi. Sertakan identitas diri. Redaksi berhak mengeditnya. Silahkan kirim ke alamat di atas. Cover: RudiKoz design Ide: OM
Dari Redaksi Suara Anda Laporan Utama Hari Air Dunia 2008, Mengangkat Isu Sanitasi Peringatan Hari Air Dunia di Indonesia Cakupan Pelayanan Sanitasi per Kabupaten/Kota Tahun 2006 Pojok Sanitasi Peluncuran Tahun Sanitasi Internasional 2008 di Filipina Wawancara Ir Susmono Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dep. PU, Perlu Program Terpadu untuk Mengatasi Sanitasi Peraturan Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) Wawasan Mengukur Diare dengan Gambar Rote Ndao Memprioritaskan Perlindungan Sumber Air Teropong Banjarmasin, Kota Seribu Sungai, Seribu MCK Jamban dan Sumur Bergulir Reportase Kantor yang Hijau Inspirasi Menghijaukan Bintaro Cermin Cipto Pratomo, Mengubah Sampah Menjadi Karya Seni Abstraksi Internalisasi Eksternalitas dalam Penanganan Sampah Kota Bandung Tamu Kita Valerina Daniel (Duta Lingkungan-Runner Up II Putri Indonesia) Seputar WSLIC-2 Seputar ISSDP Seputar WASPOLA Seputar AMPL Program Toyota Eco Youth, Menumbuhkan Kepedulian Generasi Muda Klinik IATPI Info CD Info Buku Info Situs Pustaka AMPL Agenda Kosakata
Majalah Percik dapat diakses di situs AMPL: http://www.ampl.or.id
1 2 3 4 8 10
13
14 16 18 20 21 22 23 24 25 26 28 30 32 37 45 47 48 49 50 51 52
DARI REDAKSI
etiap tahun, sejak 16 tahun silam, setiap tanggal 22 Maret kita memperingati Hari Air Dunia (HAD). Seiring pencanangan Tahun Sanitasi Internasional/International International Year of Sanitation (TSI/IYS) 2008, HAD tahun ini pun mengusung tema Sanitasi. Di Indonesia, tema HAD yang telah disepakati adalah Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan. Menjadikan sanitasi sebagai tema HAD merupakan langkah yang tepat dengan mempertimbangkan kondisi sanitasi Indonesia yang masih jauh dari memadai. Masih sekitar 77 juta penduduk Indonesia yang belum mempunyai akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak. Jumlah ini kira-kira sama dengan 9 kali penduduk Jakarta. Jangan berharap bahwa kondisi air dan lingkungan kita akan sehat ketika sanitasi masih menjadi masalah. Ketika masih banyak penduduk Indonesia Buang Air Besar (BAB) sembarangan. Ketika masih banyak dari kita yang belum memahami pentingnya cuci tangan pakai sabun sebagai langkah mencegah penyakit terkait air seperti diare. Ketika sampah masih dibuang di sembarang tempat sehingga menjadi sumber penyakit maupun banjir. Ketika air buangan rumah tangga masih dibiarkan tergenang yang kemudian juga menjadi sumber berbagai penyakit. Dilain pihak, telah menjadi fakta tak terbantahkan bahwa kesadaran akan pentingnya sanitasi memang masih jauh dari memadai. Fakta betapa kecilnya perhatian pemerintah terhadap sanitasi dapat terlihat dari kenyataan bahwa selama 30 tahun terakhir, pemerintah Indonesia hanya menyediakan sekitar Rp 7,7 triliun untuk sektor sanitasi, artinya hanya Rp 200 per tahun untuk setiap penduduk Indonesia. Padahal kebutuhan minimal akses terhadap sarana sanitasi yang memadai sekitar Rp 47 ribu per orang per tahun. Kita belajar dari pengalaman bahwa kesadaran akan pentingnya sanitasi tidak akan terwujud hanya dengan seringnya didengungkan fakta bahwa kerugian secara ekonomi akibat sanitasi yang buruk telah berpengaruh pada kehilangan potensi ekonomi Indonesia sebesar
Stand Jejaring AMPL pada Pameran Hari Air Dunia 2008 JIEXPO Kemayoran, Jakarta. Foto: Bowo Leksono.
Rp 60 triliun serta berjangkitnya penyakit diare yang mengakibatkan kematian sekitar 100.000 anak setiap tahun. Kita mulai menyadari bahwa menggedor kesadaran pengambil keputusan, dan juga masyarakat harus dilakukan melalui berbagai cara dan secara bersama-sama. Dalam semangat seperti ini lah kemudian Pokja AMPL bersama dengan stakeholder lainnya dibawah payung Jejaring AMPL mengikuti pameran HAD yang dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Fakta bahwa sanitasi belum menjadi perhatian menjadi pemicu semangat dari berbagai stakeholder untuk kemudian bersama-sama dan bersinergi dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi. Pesan bahwa sanitasi menjadi urusan bersama tidak hanya pemerintah tergam-
barkan secara jelas dalam bentuk terwakilinya semua kalangan dalam stand pameran Jejaring AMPL. Terlihat jelas dalam keikutsertaan misalnya perguruan tinggi seperti Universitas Trisakti; LSM seperti BORDA, Plan Indonesia dan Yayasan Air Kita; asosiasi seperti IATPI; pemerintah dalam wadah Pokja AMPL; proyek seperti WSLIC-2, TSSM, ISSDP, Waspola, JAS, ESP; kegiatan seperti cuci tangan pakai sabun. Pesan yang ingin disampaikan adalah saatnya sanitasi ditangani bersama. Peningkatan akses sanitasi bukan sesuatu yang tidak dapat dijangkau. Selamat Hari Air Dunia. Semoga peringatan HAD menjadi momen kita semua untuk bangkit bersama dan bersinergi meningkatkan akses sanitasi di Indonesia. Mengapa tidak?.
SUARA ANDA
Sumber informasi dan referensi
Media ini banyak memberikan inspirasi dan masukan bagi kami dalam menciptakan dan meningkatkan kualitas dibidang air minum dan penyehatan lingkungan. Semoga dengan hadirnya media ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi semua pihak dalam memecahkan permasalahan air minum dan penyehatan lingkungan yang pada akhirnya dapat mendukung Program Indonesia Sehat Tahun 2010.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera Kota Depok Ir. H. Rendra Fristoto, MM
komunikasi antarmedia (jurnalis) yang bergerak di bidang AMPL. Bila Bapak tidak berkeberatan, mohon kiranya mengirim alamat email untuk diikutkan pada milis forum wartawan itu sebagai ajang komunikasi dan tukar informasi seputar AMPL. Demikian, terima kasih.
Denny Helard Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang 25163
Yth. Bapak Hermansyah, Kami berterima kasih sekali atas masukan yang sangat bagus. Tentu akan sangat membantu bila ada pihak yang memberi informasi dan kami pun siap menerbitkan artikel tentang ketiga hal yang Bapak sarankan. Sekali lagi, terima kasih.
Bapak Agus Priwandono Salam kenal kembali, Sebelumnya kami berterima kasih sekali atas apresiasi terhadap majalah PERCIK dan produk Pokja AMPL lainnya. Untuk itu kami hendak usahakan untuk mengirim secara berkala majalah dan produk-produk AMPL lainnya. Terkait Bapak berlatar belakang jurnalis, belum lama ini terbentuk forum
Ibu Tuani, Akan kami usahakan mengirim foto kopi buku-buku yang Ibu maksud.
L A P O R A N U TA M A
ari Air Dunia (HAD) merupakan salah satu hari internasional yang dideklarasikan PBB dan diperingati setiap 22 Maret. Penetapan HAD didasarkan pada Resolusi Nomor A/RES/47/1993 pada Sidang Umum PBB ke 47 tanggal 22 Desember 1992, yang sekaligus merupakan penegasan terhadap rekomendasi Bab 18 Agenda 21 dari United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Jeneiro atau secara populer disebut sebagai Earth Summit (KTT Bumi). Pelaksanaan Hari Air Dunia dimulai tahun 1993 di setiap negara anggota PBB termasuk Indonesia. Secara resmi Hari Air Dunia diorganisasikan oleh UN-Water yang setiap tahunnya menentukan tema tersendiri. Tema Hari Air Dunia untuk Tahun 2008 akan mengangkat isu tentang sanitasi sejalan dengan dideklarasikannya 2008 sebagai Tahun Sanitasi Internasional (TSI). Sementara tema HAD 2008 di Indonesia adalah Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan. Seluruh penduduk dunia didorong untuk memperingati Hari Air Dunia dengan fokus mendapatkan perhatian terhadap kondisi sanitasi saat ini yang masih jauh dari memadai.
Pesan Sanitasi Terkait HAD, terdapat 5 pesan sanitasi yang perlu dicermati yaitu (i) Sanitasi penting bagi kesehatan (Sanitation is vital for health). Tinja manusia merupakan sumber utama pathogen diare. Tanpa fasilitas sanitasi memadai, kondisi kesehatan setiap orang akan terancam; (ii) Sanitasi adalah sebuah investasi ekonomi (Sanitation is a good economic investment). Dampak kesehatan dari kondisi sanitasi yang tidak memadai mengarah pada sejumlah biaya ekonomi dan keuangan termasuk biaya langsung
kesehatan, kehilangan pendapatan melalui berkurangnya produktifitas, dan biaya pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan. Selain juga mengakibatkan kehilangan waktu, berkurangnya pendapatan dari pariwisata. Intinya biaya ketika kita tidak berbuat apa-apa, sangat besar; (iii) Sanitasi memperbaiki pembangunan sosial (Sanitation contributes to social development). Sanitasi berdampak siginifikan terhadap pertumbuhan anak-anak dan masa depannya; (iv) Sanitasi menolong lingkungan (Sanitation helps the environment). Sanitasi memadai mengurangi beban lingkungan, meningkatkan keberlanjutan sumber daya lingkungan dan memungkinkan masa depan anak-anak yang lebih sehat; (v) Sanitasi dapat tercapai (Sanitation is achievable). Ini saatnya bertindak. Rumah tangga, komunitas, pemerintah daerah dan nasional, masyarakat madani, dan perusahaan swasta perlu bekerja sama. Apa yang Harus Dilakukan? Dibutuhkan kerja keras agar isu sanitasi mendapat perhatian yang cukup.
Untuk itu, menjadikan sanitasi sebagai isu penting perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, dan terutama pemerintah daerah, komunitas, rumah tangga dan swasta. Pengarusutamaan sanitasi pada tingkat nasional dan memprioritaskan sanitasi dalam kebijakan dan strategi nasional merupakan sebuah langkah awal. Kemitraan internasional akan meningkatkan investasi dan membuka peluang tersedianya pilihan teknologi baru. Tapi yang terutama adalah ini saatnya mulai bertindak. Mari bersama membenahi sanitasi. Kita semua tanpa kecuali. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Hari Air Dunia, klik:
http://www.unwater.org/worldwaterday/flashindex.html http://www.worldwaterday.org http://www.worldwaterday.net/ http://www.pu.go.id/Publik/IND/Event/ HariAir2008/ http://www.ampl.or.id OM dari berbagai sumber
L A P O R A N U TA M A
etiap tahun, bangsa Indonesia tidak pernah ketinggalan untuk turut memeriahkan peringatan Hari Air Dunia (HAD) yang jatuh tepat 22 Maret. Tahun ini pun Panitia Nasional HAD 2008 menyiapkan rangkaian kegiatan yang diawali dengan Launching HAD 2008 pada 5 Februari 2008 di Departemen PU. Secara umum, agenda yang dijalankan Panitia Nasional HAD 2008, yaitu Kampanye peduli air dan Tahun Sanitasi Internasional, seminar/lokakarya, gerakan masyarakat, penggalakan HAD daerah, pameran HAD, dan publikasi dan dokumentasi. Pameran dan Seminar Salah satu kegiatan peringatan Hari Air Dunia XVI Tahun 2008 tingkat Nasional adalah Pameran dan Seminar bidang air dan sanitasi (Indonesia Exhibition and Conference for World Water Day 2008). Pameran yang digelar selama tiga hari ini, 27-29 Maret 2008, di Jakarta International Expo (JIEXPO), diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Hari Air Dunia (HAD) yang jatuh pada 22 Maret, tahun ini mengusung tema "Sanitasi" yang sekaligus sebagai pencanangan Tahun Sanitasi Internasional (TSI) 2008. Sementara tema untuk peringatan HAD tingkat Nasional adalah "Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan". Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam sambutan pembukaan pameran mengingatkan akan bahaya limbah terhadap sumber daya air. "Ini sangat relevan dengan kondisi sanitasi kita yang semakin memprihatinkan, selain kondisi kondisi air kita yang semakin kritis," tuturnya. Menurut Djoko, berbicara air dan sanitasi merupakan bisnis semua orang. Ia memaparkan bahwa untuk investasi sektor air dan sanitasi kurang dari 10 persen dari Rp 36 triliun anggaran Departemen PU. "Idealnya adalah 30 persen. Sementara untuk proyek-proyek membangun jalan dan sarana fisik lainnya mencapai lebih dari 50 persen. Untuk itu dibutuhkan keterlibatan pemerintah daerah dan semua pihak," ungkapnya. Menandai dimulainya pameran dan rangkaian seminar, Menteri PU memotong pita dan berkunjung ke semua stan yang tersedia. Salah satu stan bersama adalah milik Jejaring AMPL yang menyediakan berbagai info produk terkait air minum dan penyehatan lingkungan. Rencananya, Puncak HAD 2008 ini berupa kesepakatan bersama untuk memperbaiki sub DAS (daerah aliran sungai) Bengawan Solo, awal April 2008.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto memotong pita saat secara resmi membuka Pameran dan Seminar Hari Air Dunia XVI 2008, 27 Maret 2008, di JIEXPO Jakarta. Foto: Bowo Leksono
Seminar "Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan" Seminar ini diadakan oleh Direktorat Sumber Daya Air Departemen PU di sela-sela gelaran pameran mengusung tema "Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan" pada 27 Maret 2008, di ruang Rinjani, Jiexpo. Seminar menghadirkan empat pembicara yang dibagi dalam dua bahasan. Dua pembicara awal adalah Muhammad Khalid Arya dari ISSDP yang membahas "Peran Pemerintah Daerah Provinsi dalam Mengembangkan Program Sanitasi" bersanding dengan Pri Joewono Guntoro, Kasubdin Program Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah dengan bahasan "Pendampingan Masyarakat dalam Konservasi Sumber Daya Air Menuju
L A P O R A N U TA M A
Partisipasi Pengelolaan Sumber Daya Air". Sesi pertama tersebut dimoderatori Oswar Mungkasa dari Bappenas. Dalam pemaparannya, M. Khalid mempertanyakan mengapa perlunya sanitasi. Menurutnya, sanitasi memberikan dampak yang luar biasa pada sumber daya air, baik secara ekonomi, kesehatan, maupun kualitas hidup. "Menurut data, 50 orang dari 1000 orang meninggal akibat sanitasi buruk," ujarnya. M. Khalid menjelaskan permasalahan santiasi di Indonesia, antara lain sudah bagusnya sarana fisik namun tidak pernah dipergunakan, jenjang birokrasi yang jauh antara pusat dan daerah karena itu pemerintah provinsi sangat berperan, pendekatan penanganan sanitasi yang masih sektoral, sanitasi belum menjadi prioritas pembangunan, serta kurangnya anggaran untuk sektor sanitiasi. Sementara Pri yang kerap berkecimpung dalam sektor restorasi dan konservasi sungai di daerah, terus-menerus menumbuhkan kepedulian terhadap sumber daya air. "Keberhasilan
restorasi sumber daya air bergantung pada keberhasilan dalam membentuk sikap masyarakat yang peduli pada lingkungan sekitar," tuturnya. Topik pada sesi kedua adalah "Lubang Resapan Biopori untuk Mengurangi Aliran Permukaan dan Sampah serta Meningkatkan Kesuburan Tanah" oleh Kamir Brata, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas IPB serta "Pemanfaatan Teknologi Pengolahan Limbah Domestik untuk Biogas pada MCK ++ (Teknologi Buffled Reactor and Biogas Digester)" oleh Irwansyah Irdus, Ketua RW 08, Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Sesi ini dimoderatori Dina Hendrawan dari Universitas Trisakti. Simpulan kedua sesi tersebut disampaikan pada sesi penutup oleh Agus Suprapto, yang secara garis besar menyatakan bahwa sanitasi tidak hanya terkait pembangunan sarana fisik, tetapi juga menyangkut perubahan perilaku dari masyarakat dan perubahan persepsi dari seluruh pemangku kepentingan, teruta-
ma para pengambil keputusan agar penanganan sanitasi mendapatkan prioritas dalam pembangunan. "Selain itu, terkait pengelolaan sumber daya air, saat ini perlu ditingkatkan tindakan nyata dalam menangani pengelolaan sumber daya air termasuk sanitasi," jelasnya. Seminar Revitalisasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Seminar ini sekaligus memperingati Tahun Sanitasi Internasioal (TSI)/International Year of Sanitation (IYS) 2008, pada 24 Maret 2008, di Jakarta yang diselenggarakan Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen PU. Dalam seminar tersebut dibahas beberapa teknik dan inovasi terbaru dalam pengelolaan TPA. Ayako Tanaka dan Yasushi Matsufuji, yang merupakan peneliti dari Graduate School of Engineering, Faculty of Engineering, Fukuoka University Jepang, mengemukakan bahasan tentang hasil studi "Biodegradation Process of Municipal Solid Waste by Semi-aerobic Landfill Type". Secara umum studi ini bertujuan mendapatkan perbedaan antara proses biodegradation pada tipe landfill anaerobic dan semi-aerobic. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan tipe semi-aerobic lebih bermanfaat dalam menjaga fungsi lingkungan. Pada sesi lainnya, kedua peneliti juga membahas "Concept of Safety Closure and Reuse of Completed Landfill Sites" yang secara umum menjelaskan bagaimana proses, langkah dan indikator yang dibutuhkan dalam memanfaatkan TPA Landfill secara aman. Hal yang lebih menarik adalah sesi yang membahas Studi Kasus Proyek Clean Development Mechanism (CDM) di Malaysia yang dijelaskan oleh wakil peneliti yang terdiri dari beberapa institusi dari Fukuoka University, Tokyu Construction Co.Ltd., National Institute for Enviromental Studies, New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO). Secara umum studi ini ingin memperoleh jawaban terhadap tantangan proyek
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengunjungi dan berdiskusi di stan pameran Jejaring AMPL Foto: Bowo Leksono
L A P O R A N U TA M A
CDM yang berupa perubahan dari anaerobic condition menjadi semi-aerobic condition atau mempercepat stabilisasi TPA landfill menggunakan Steel Pipe Casing Method. Manfaat dari penerapan metode ini adalah (i) pencapaian kondisi stabil lebih awal dari TPA landfill yang tidak terkelola dengan baik, (ii) pengurangan polusi lingkungan, (iii) kontribusi terhadap peningkatan kondisi lingkungan dalam mengantisipasi isu pemanasan global. Sementara topik Revitalisasi-Rehabilitasi-Reklamasi TPA Sampah disampaikan oleh Prof. Ir. Enri Damanhuri (ITB). Kadis Kebersihan Kota Pontianak menyampaikan materi terkait upaya pengelolaan TPA Pontianak sesuai dengan prinsip CDM. Semua tindakan di atas tidak dapat berdiri sendiri tapi perlu dilakukan bersama dengan masyarakat dalam bentuk penerapan 3R (reduce, reuse, recycle), dan pemerintah juga diminta untuk menerapkan prinsip eco-labeling berupa peningkatan penggunaan bahan yang dapat terurai oleh produsen.
ke publik melalui PAM Jaya. "Untuk itu, di luar aspek manajemen dan finansial, termasuk tenaga kerja, diperlukan persiapan dari sisi politis".
melindungi eksistensi konsumen pelanggan air agar memperoleh hak-hak normatifnya sesuai UU Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Sedangkan kampaye Sadar Sungai Bersih dimaksudkan untuk memberi pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya menjaga kebersihan sungai. Sungai bukan tempat sampah, dan bahaya sungai yang tercemar bagi kesehatan. Sedang Lomba Pidato Hari Air Dunia 2008 yang diikuti lebih kurang 200 peserta dari pelajar SMU sederajat se-Kota Medan yang mengambil tema "Selamatkan Sungaiku dari Pencemaran" dan bertujuan untuk menamakan kesadaran dan tanggung jawab moral generasi muda bangsa khususnya para remaja dalam menjaga kelestarian dan kebersihan sungai dan berani mengatakan 'Perang terhadap Pencemaran Sungai'.
Peringatan HAD di Lampung Di Provinsi Lampung, peringatan Hari Air Sedunia dilaksanakan pada 26 Maret 2008 bertempat di Bundaran Tugu Adipura (Bundaran Gajah), Jl. Raden
KRuHA Gelar Aksi di HAD Tidak hanya seminar dan lokakarya, peringatan HAD juga dilengkapi dengan aksi salah satu LSM yang peduli terhadap kondisi air di Indonesia. Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), organisasi non-pemerintah, melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan gedung RRI Jakarta pada Sabtu, 22 Maret 2008. Aksi diawali longmarch dari patung kuda di Jalan Merdeka Selatan hingga di depan Istana. Demonstran menolak seluruh bentuk privatisasi air oleh pihak swasta. Mereka menilai pemerintah menjual sumber daya air (SDA) kepada pihak asing melalui privatisasi air. Karena itu, KRuHA mendesak agar Pemprov DKI mempersiapkan pemutusan kontrak layanan air bersih yang dikendalikan dua mitra operatornya. Hamong selaku Koordinator Nasional KRuHA berpendapat persiapan pemutusan kontrak tersebut harus diarahkan pada pengembalian hak pengolahan air
Suasana Seminar Sanitasi Lestarikan Air dan Lingkungan di JIEXPO Jakarta. Foto: Bowo Leksono
L A P O R A N U TA M A
Intan, Bandar Lampung. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Surat Kabar Harian Lampung Post dan PT Coca Cola, bekerjasama dengan BPDAS Way Seputih Way Sekampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Mapala Universitas Bandar Lampung, IAIN Raden Intan, dan Dewan Air Kota Bandar Lampung. Peringatan diisi kegiatan pembagian bibit tanaman kepada masyarakat pengguna jalan yang melewati Bundaran Tugu Adipura. Pembagian bibit ini didasarkan pada tema yang diusung yaitu "Air Untuk Kehidupan. Selamatkan Air dengan Menanam Pohon". Dengan Peringatan Hari Air Sedunia ini hendaknya menjadi perhatian bagi semua pihak untuk bagaimana mempertahankan kualitas lingkungan, mengembalikan fungsi hutan sebagai penyimpan air, melakukan revitalisasi air tanah yang merupakan sumber air bersih bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan sebagainya, untuk menjamin ketersediaan air yang memadai bagi masyarakat, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Hal ini dapat dimulai dari tiap-tiap individu untuk mulai menghemat penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari.
Foto: Fanny Wedahuditama
Seminar Sehari di ITB Dalam rangka Hari Air Dunia (HAD), Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerjasama dengan Direktorat Jendral Cipta Karya menyelenggarakan seminar sehari bertema "Apresiasi Air dan Sanitasi di Kawasan Budi Daya, Kini dan Masa Depan" pada 31 Maret 2008, di Aula Barat ITB. Acara dibuka Rektor ITB dilanjutkan pemutaran film fiksi pendek mengenai air dan kondisinya pada tahun 2070. Ditjen Cipta Karya Ir Budi Yuwono menyampaikan paparan mengenai "Kebijakan Strategis Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan". Ia menghimbau peran aktif seluruh pemangku kepentingan agar dapat mendukung pembangunan
berkelanjutan yang diharapkan. Pembelajaran dari kerjasama regional yang telah dituangkan dalam Keputusan Bersama tahun 2004 antara Gubernur Jawa Barat, Bupati Bandung, Bupati Sumedang, Walikota Bandung dan Walikota Cimahi dalam menjamin pembangunan berkelanjutan di cekungan Bandung menunjukkan meningkatnya peran aktif yang dimaksud. Acara seminar sehari ini didukung 12 pembicara yang terbagi kedalam tiga sesi. Kesimpulan dari seluruh materi dan diskusi disampaikan Prof Juli Soemirat yang pada dasarnya bukanlah hal baru dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL). "Pembangunan sektor ini perlu disertai perubahan perilaku menuju hidup bersih dan sehat dan perilaku lingkungan," tuturnya. Selain itu, aspek teknologi sendiri tidak cukup untuk menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa kata kunci yang dikedepankan pada simpulan ini pada dasarnya adalah koordinasi, integrasi dan konsistensi, pendidikan lingkungan sejak dini, dan pendekatan berbasis masyarakat. Gerakan Masyarakat dan Apresiasi HAD Daerah yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah Kota dan Kabupaten Tangerang pada 12 April 2008. berkaitan dengan tema "Sanitasi", ada beberapa lokasi strategis yang dikunjungi, yaitu SANIMAS di Desa Sepatan, Kecamatan Kedaung Wetan, MCK Plus++ di Jatake, dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Perumahan Mustika Tigaraksa. Sementara kegiatan lain berupa donor darah di Departemen PU dan gerakan masyarakat Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang diselenggarakan bersama kegiatan di lokasi SANIMAS Desa Sepatan. BW/OM/FWE/Berbagai sumber
L A P O R A N U TA M A
PELAYANAN (%)
93.33 93.27 91.94 90.31 89.58 88.28 87.38 86.88 86.68 86.67 86.56 86.50 86.03 85.14 84.42 83.31 82.74 82.26 81.25 80.94 80.21 80.10 79.96 78.16 78.08 78.06 77.97 77.50 77.00 75.99 75.88 75.65 75.61 74.11 72.57 72.43 72.26 71.90 71.72 71.22 71.06 70.72 69.68 69.32 68.85 68.27 67.23 65.56 65.53 65.44 65.11 64.81 63.82 63.80 63.64 62.47 62.28 61.84 61.69 61.68 61.26 61.20 60.94 60.93 60.83 60.69 60.04 59.95 59.87 59.78
PELAYANAN (%)
59.46 59.30 59.28 58.89 58.83 58.60 57.78 57.73 56.84 56.63 56.58 56.46 55.68 55.21 55.07 54.16 54.06 53.67 53.12 52.72 52.68 52.65 52.42 52.28 52.21 52.14 51.66 51.53 51.43 51.11 50.87 50.85 50.45 50.37 50.10 49.74 49.54 49.48 49.22 49.17 48.65 48.17 47.89 47.34 47.19 47.16 47.12 46.88 46.77 46.43 46.32 45.90 45.88 45.74 45.73 45.61 45.44 44.44 44.11 44.07 43.85 43.83 43.80 43.69 43.28 43.05 43.01 42.17 41.89 41.49
PELAYANAN (%)
41.40 41.39 40.80 40.78 40.71 40.63 40.56 40.31 40.25 40.10 40.02 39.95 39.90 39.65 39.25 39.06 38.97 38.90 38.66 38.49 38.46 38.09 37.97 37.53 37.33 37.23 37.02 36.91 36.85 36.85 36.83 36.79 36.73 36.73 36.73 36.56 36.51 36.40 36.30 36.26 36.07 35.84 35.72 35.72 35.63 35.61 35.60 35.40 35.36 34.60 34.45 34.42 34.31 33.81 33.80 33.68 33.39 33.38 33.27 33.19 32.99 32.71 32.58 32.22 31.89 31.72 31.56 31.47 31.46 31.36
L A P O R A N U TA M A
PELAYANAN (%)
31.17 31.02 30.97 30.94 30.91 30.87 30.82 30.76 30.75 30.72 30.63 30.59 30.56 30.27 30.26 30.24 29.87 29.79 29.65 29.43 29.33 29.21 28.86 28.59 28.29 28.26 28.18 27.94 27.40 27.10 27.02 26.79 26.77 26.74 26.50 26.47 26.28 26.26 26.01 25.71 25.52 25.41 25.41 25.24 25.02 25.00 24.95 24.73 24.67 24.45 24.39 24.36 24.25 24.07 23.89 23.88 23.85 23.83 23.82 23.75 23.74 23.48 23.43 23.43 23.22 23.16 23.04 22.96 22.94 22.71 22.66 22.63 22.61 22.59 22.41 22.39
PELAYANAN (%)
22.25 22.10 22.05 21.86 21.75 21.67 21.63 21.62 21.28 21.25 21.04 20.85 20.85 20.76 20.55 20.51 20.48 20.27 20.21 20.20 20.18 20.15 20.11 20.10 20.08 20.01 19.99 19.79 19.77 19.68 19.65 19.63 19.55 19.42 19.15 19.13 18.81 18.74 18.69 18.26 18.07 17.86 17.79 17.61 17.50 17.48 17.44 17.34 17.20 17.18 17.15 17.14 17.08 16.97 16.93 16.85 16.83 16.82 16.59 16.40 16.30 15.81 15.75 15.43 15.34 15.32 15.12 14.94 14.94 14.81 14.72 14.55 14.49 14.49 14.46 14.38
PELAYANAN (%)
14.20 14.19 14.09 14.08 13.98 13.91 13.86 13.78 13.59 13.56 13.33 13.20 13.07 13.02 12.98 12.24 12.18 11.84 11.68 11.64 10.94 10.89 10.80 10.58 10.44 10.12 10.08 10.03 9.96 9.92 9.71 9.50 9.39 9.13 9.00 8.97 8.41 8.37 8.10 7.79 7.36 7.26 7.08 7.08 6.96 6.90 6.41 6.28 6.25 6.09 6.06 5.99 5.73 5.65 5.41 5.32 4.31 4.28 3.65 3.37 3.31 2.81 2.64 2.51 2.49 2.13 1.82 1.79 0.86 0.65 0.52 0.00 0.00 40.67 Sumber: BPS
287 Kab. Bengkulu Utara 288 Kab. Pandeglang 289 Kab. Luwu Timur 290 Kab. Wakatobi 291 Kab. Kepulauan Sula 292 Kab. Sawahlunto/sijunjung 293 Kab. Pakpak Barat 294 Kab. Gunung Kidul 295 Kab. Pohuwato 296 Kab. Jember 297 Kab. Flores Timur 298 Kab. Batang 299 Kab. Sarolangun 300 Kab. Nagan Raya 301 Kab. Lumajang 302 Kab. Maluku Tengah 303 Kab. Bangkalan 304 Kab. Sinjai 305 Kab. Ogan Komering Ilir 306 Kab. Lebak 307 Kab. Kepulauan Riau 308 Kab. Mukomuko 309 Kab. Lombok Barat 310 Kab. Mamuju 311 Kab. Sukabumi 312 Kab. Bombana 313 Kab. Tapin 314 Kab. Teluk Wondama 315 Kab. Majene 316 Kab. Kendari 317 Kab. Musi Banyu Asin 318 Kab. Donggala 319 Kab. Ende 320 Kab. Sanggau 321 Kab. Batang Hari 322 Kab. Gorontalo 323 Kab. Pasaman Barat 324 Kab. Dharmasraya 325 Kab. Nabire 326 Kab. Halmahera Selatan 327 Kab. Muna 328 Kab. Bener Meriah 329 Kab. Lombok Timur 330 Kab. Ogan Komering Utara 331 Kab. Kepulauan Seribu 332 Kab. Lampung Tengah 333 Kab. Kutai Barat 334 Kab. Solok 335 Kab. Tanah Datar 336 Kab. Kepahiang 337 Kab. Cianjur 338 Kab. Musi Rawas 339 Kab. Pasaman 340 Kab. Muaro Jambi 341 Kab. Ogan Komering Utara 342 Kab. Konawe Selatan 343 Kab. Ngawi 344 Kab. Aceh Jaya 345 Kab. Malinau 346 Kab. Tapanuli Selatan 347 Kota Pariaman 348 Kab. Aceh Barat Daya 349 Kota Sukabumi 350 Kab. Indragiri Hulu 351 Kab. Solok Selatan 352 Kab. Gayo Lues 353 Kab. Sumba Timur 354 Kab. Lombok Tengah 355 Kab. Tapanuli Tengah 356 Kab. Kapuas 357 Kab. Garut 358 Kab. Maluku Tenggara 359 Kab. Pelalawan 360 Kab. Rokan Hilir 361 Kab. Hulu Sungai Tengah 362 Kab. Banjarnegara *) Prosentase penggunaan tangki sebagai tempat pembuangan akhir tinja
etika mendapat tawaran dari Program Eco-Asia untuk menghadiri peluncuran Tahun Sanitasi Internasional/International Year of Sanitation (TSI/IYS) 2008 negara tetangga Pilipina, yang terbayangkan adalah peluncuran secara besar-besaran. Pada kenyataannya, dilaksanakan secara sederhana di salah satu kota kecil Mandaluyong, yang merupakan bagian dari Metropolitan Manila, namun dalam suasana yang meriah dan inspiratif. Tulisan berikut mencoba menggambarkan suasana peluncuran TSI.
Peluncuran dalam Tiga Bagian Peluncuran TSI 2008 dipusatkan di Kota Mandaluyong, Metro Manila dalam tiga tahapan acara, yang dimulai pada tingkat kota, kemudian nasional dan diakhiri di sekolah. Pelaksanaan tingkat kota dilaksanakan di lapangan olahraga yang disulap menjadi panggung acara peluncuran. Pemilihan hari Senin dan lokasi peluncuran bukan tanpa alasan yang jelas. Kota Mandaluyong dipilih sebagai lokasi peluncuran mempertimbangkan Walikota Mandaluyong sebagai Ketua Asosiasi Kota Pilipina (League of Cities of the Philippines/LCP). Diharapkan kota lain yang menjadi anggota asosiasi juga akan terinspirasi. Sementara pemilihan hari Senin didasari pertimbangan bahwa di seluruh kota Pilipina, setiap Senin pagi dilaksanakan pertemuan tatap muka antara walikota berikut jajarannya dengan masyarakat. Diharapkan peluncuran pada hari Senin akan dihadiri oleh banyak masyarakat yang datang untuk menghadiri pertemuan mingguan. Pada saat bersamaan juga sekaligus dilaksanakan Hari Promosi WASH (WAter, Sanitation and Hygiene) Acara peluncuran tingkat nasional dilaksanakan di City Hall, dihadiri oleh Menteri Kesehatan (Minister of Health), Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam (Minister of Environment and Natural Resources) Pilipina, anggota Kongres Pilipina sekaligus Ketua Komisi Ekologi (Chair, Committee on Ecology) Kongres Pilipina, perwakilan UNDP, dan Walikota Mandaluyong. Pada kesempatan tersebut Walikota Mandaluyong menekankan pentingnya pemerintah kota/daerah mengadopsi program sanitasi untuk menghindari kerugian akibat buruknya sanitasi. Sementara anggota kongres menekankan komitmennya mendukung program sanitasi. Selain itu, diluncurkan juga beberapa dokumen seperti Buku Kondisi Sanitasi di Asia Timur, Manual Pengelolaan Tinja dan Air Limbah Domestik, Studi Dampak Ekonomi Sanitasi di Pilipina, dan Kit Info Sanitasi Selepas peluncuran di City Hall, peserta melakukan arakarakan menuju lokasi peluncuran berikutnya di salah satu sekolah. Agenda utama adalah promosi Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang dilakukan bersama-sama oleh Walikota Man-
daluyong, Menteri, Ratu Bumi (Miss Earth) Pilipina, Ratu Kecantikan Mandaluyong, dan tidak ketinggalan Kapten WASH yang merupakan ikon kampanye WAter Sanitation Hyegine. Promosi CTPS tersebut dilakukan dihadapan hadirin yang sebagian besar merupakan murid sekolah dan media massa. Peluncuran ditutup dengan Konferensi Pers yang diikuti sekitar 10 media massa cetak dan elektronik. Momentum Kegiatan Berbeda dengan Indonesia yang relatif terlambat menyiapkan peringatan Tahun Sanitasi Internasional, Pilipina telah mempersiapkan rangkaian acara peringatan jauh hari sebelumnya. Dimulai dengan penyelenggaraan the Philippine Sanitation Summit Tahun 2006 segera setelah ditetapkannya oleh Sidang Umum PBB Tahun 2008 sebagai the International Year of Sanitation (IYS). Beberapa kegiatan berikutnya menjadi rangkaian kegiatan yang berfungsi menjaga momentum ini seperti the Regional Sanitation Summit 2007: Region XI and XII di Davao City, 26-27 Juni 2007 dan the East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASan) di Beppu, Jepang, 30 November-1 Desember 2007.
10
Pada saat EASan, delegasi Pilipina mengagendakan penandatanganan Agenda Aksi oleh Presiden Pilipina yang menetapkan Tahun 2008 sebagai Tahun Sanitasi Internasional sekaligus menetapkan setiap minggu IV bulan Juni sebagai Minggu Sanitasi. Walaupun kemudian sampai berakhirnya acara peluncuran, tidak terlihat adanya kegiatan penandatanganan tersebut. Penyelenggaraan Hal lain yang juga berbeda dengan Indonesia adalah perencanaan dan organisasi peluncuran TSI 2008 di Pilipina dilaksanakan oleh The Philippine Ecological Sanitation Network (PEN), sebuah jaringan informal yang terdiri dari institusi pemerintah pusat, parlemen, pemerintah daerah, lembaga donor, program/proyek, perguruan tinggi dan LSM. Jaringan ini dianggap berhasil dalam menyelenggarakan The Philippine Sanitation Summit 2006, bersama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Pilipina. Di pihak lain, UNICEF juga banyak membantu dalam hal kegiatan advokasi dan peningkatan kesadaran publik. Penyelenggaraan peluncuran TSI
Bank Dunia, USAID, SIDA, GTZ, WHO, Plan International, dan Asosiasi Kota berikut beberapa anggotanya. Di Indonesia, peringatan TSI 2008 dikoordinasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah maupun non-pemerintah, tetapi masih kurang melibatkan lembaga donor. Tema dan Slogan Slogan utama TSI 2008 Pilipina adalah "Sanitation is the Solution". Singkat, padat dan tegas. Beberapa pesan kunci yang juga dipersiapkan adalah (i) Sanitation is vital for human health; (ii) Sanitation generates economic benefits; (iii) Sanitation contributes to dignity and social development; (iv) Sanitation helps the environment; dan (v) improving sanitation is achievable. Keterlibatan Berbagai Pihak Pada saat peluncuran, beragam pihak terlibat dalam prosesnya. Mulai dari Ratu Kecantikan yang dipersiapkan khusus untuk meramaikan suasana, Kapten WASH yang menjadi maskot kampanye perubahan perilaku, anak sekolah, sampai masyarakat yang dilalui oleh konvoi. Keterlibatan Ratu Kecantikan dalam kegiatan ini tidak hanya pada hari H tetapi mereka juga sudah diberi pelatihan dan pemahaman tentang sanitasi dan berbagai aspeknya. Hal tersebut terlihat jelas ketika Ratu Kecantikan ini diwawancarai media massa, mereka dapat memberikan jawaban yang inspiratif, bukan sekedar normatif seperti jawaban pejabat. Keterlibatan masyarakat juga perlu diberi poin khusus, dalam bentuk spanduk-spanduk yang berisi tulisan tangan mereka dengan berbagai ungkapan tentang sanitasi. Diantaranya berbagai ajakan untuk mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan toilet, atau sekedar ucapan selamat datang TSI 2008 dan banyak lagi lainnya. Hal yang cukup mengejutkan adalah keterlibatan Manila Water, perusahaan penerima konsensi penyediaan air untuk wilayah Manila bagian Timur, yang sa-
Pilipina telah mempersiapkan acara peringatan jauh hari sebelumnya. Dimulai dengan penyelenggaraan the Philippine Sanitation Summit 2006 segera setelah ditetapkan PBB Tahun 2008 sebagai the International Year of Sanitation (IYS).
2008 ini juga didukung banyak pihak diantaranya lembaga donor seperti WSP
Salah satu slogan TSI 2008 dalam bahasa Tagalog yang artinya cucilah tangan dengan sabun dan gunakan toilet. Foto: OM
11
ngat aktif dalam peluncuran ini. Mulai dari menyiapkan kendaraan terbuka, truk tangki, bahkan juga turut serta dalam acara konperensi pers. Dukungan Parlemen Kehadiran salah satu anggota parlemen yang juga sekaligus Ketua Komite Ekologi Parlemen Pilipina, yang ternyata juga merupakan Ketua Delegasi Pilipina pada EASan di Jepang, menunjukkan kuatnya dukungan dari legislatif. Sambil Menyelam Minum Air Peluncuran TSI 2008 ternyata juga banyak dikaitkan dengan berbagai kegiatan lain seperti Kampanye Promosi WASH, promosi Cuci Tangan Pakai Sabun, selain juga peluncuran dan diseminasi beberapa buku/dokumen oleh berbagai pemangku kepentingan. Paling tidak tercatat (i) Publikasi "Universal Sanitation in East Asia: Mission Possible?" oleh WSP-WHO-UNICEF; (ii) Manual dengan judul "Operations Manual on the Rules and Regulations Governing the Collection, Handling, Transport, Treatment and Disposal of Domestic Sludge and Septage" oleh Departemen Kesehatan Pilipina; (iii) Hasil Studi Sanitasi oleh WSP-EAO Bank Dunia, dan Program ECO-Asia USAID; dan (iv) Kit Informasi Teknologi Sanitasi oleh Local
Salah satu alat peraga toilet tiga dimensi yang mememnuhi syarat. Foto: OM.
Initiatives for Affordable Wastewater Treatment (LINAW) USAID. Kerjasama Erat Antardonor dan Antara Donor dengan Pemangku Kepentingan Salah satu sisi menarik dari keberhasilan peluncuran TSI di Pilipina adalah kerjasama yang erat diantara donor maupun antara donor dengan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini telah terlihat sejak penyelenggaraan Philippine Sanitation Summit 2006. Kondisi ini
dimungkinkan karena telah terbentuknya forum yang dikenal dengan Philippine Ecological Sanitation Network (PEN), yang merupakan wadah berkumpulnya donor, dan pemangku kepentingan. Berbeda dengan lembaga donor di Indonesia yang pada saat ini baru berhasil membentuk kelompok donor untuk sanitasi yang dikenal sebagai Sanitation Donor Group dikoordinasikan oleh Bank Dunia. Belum terlihat kiprah mereka. Mimpi Sanitasi Sepulang dari acara peluncuran tersebut, banyak keinginan yang kemudian muncul yang lebih tepat disebut mimpi sanitasi. Bagaimana nantinya Indonesia dapat merayakan atau meluncurkan suatu acara peringatan yang sederhana tapi meriah dan bukannya megah tapi tak bermakna. Bagaimana Indonesia nantinya bisa mempunyai forum kerjasama antardonor, dan antara donor dengan pemangku kepentingan lainnya. Bagaimana nantinya para anggota DPR/DPRD, pemimpin bangsa, kepala daerah, bisa memberi perhatian pada sanitasi yang notabene merupakan kebutuhan dasar manusia. Dan masih banyak lagi bagaimana yang lain.... Cape deh.....
Masyarakat antusias menunggu lewatnya konvoi TSI 2008 sambil memegang spanduk. Foto: OM.
12
WAWANCARA
Ir Susmono
serta masyarakat. Pada implementasinya program terpadu ini dilaksanakan sejak tahapan perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan pascakegiatan. Apa kesulitan/kendalanya? Kesulitan yang sangat krusial, yang selama ini dihadapi dalam pembangunan sanitasi di Indonesia adalah: a. Terbatasnya pembiayaan, dimana program sanitasi masih belum menjadi program prioritas. b. Simpul koordinasi masih belum berjalan dengan baik, terutama di tingkat daerah pada umumnya masih berorientasi parsial. Apa yang dilakukan departemen Anda dalam membangun sanitasi di Indonesia? Sesuai dengan substansi tupoksi, lebih berorientasi kepada aspek pemberdayaan masyarakat di dalam proses pembangunan sanitasi, melalui kegiatankegiatan fasilitasi, pelatihan stakeholder di daerah dengan harapan mereka akan menjadi tulang punggung di daerahnya masing-masing dalam melakukan sosialisasi maupun fasilitasi program sanitasi. Seberapa siapkah Indonesia dalam menghadapi target MDGs 2015 berhubungan dengan sektor sanitasi? Pemerintah Indonesia dalam menghadapi MDGs 2015 kaitannya dengan sanitasi, memproyeksikan target dalam tataran 70 persen. Hal tersebut bisa dicapai bilamana pemerintah menjadikan sanitasi sebagai program prioritas, dengan dukungan nyata pembiayaan yang saat ini hanya 2 persen disesuaikan dengan tingkat kebutuhan untuk mencapai target dimaksud. Bowo Leksono
agaimana kondisi sanitasi di Indonesia saat ini? Kondisi sanitasi di Indonesia saat ini terdapat beberapa kemajuan, terutama pada peningkatan cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Performance tersebut didukung dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002 dimana proporsi rumah tangga yang menggunakan tangki septik dan jamban 63,5 persen (urban 78 persen dan rural 52 persen) dan kondisi air minum di Indonesia baru 45 persen. Akan tetapi apabila kita bandingkan dengan kondisi sanitasi di beberapa negara Asia Tenggara, terutama Malaysia, Singapura, Thailand, kita masih jauh tertinggal. Faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi buruk sanitasi di Indonesia? Faktor-faktor pembatas yang sangat mempengaruhi kondisi buruk sanitasi di Indonesia, pada umumnya adalah: a. Kurang efektif dan efisiennya investasi dalam proses pembangunan sarana dan prasarana air minum dan penyehatan lingkungan yang
sudah dilaksanakan. b. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menyediakan anggaran pembangunan sarana dan prasarana air minum dan penyehatan lingkungan. c. Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur potensi terselubung (hidden potensial) yang ada dalam masyarakat. d. Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap kondisi buruk sanitasi di Indonesia? Yang harus bertanggung jawab terhadap kondisi buruk sanitasi di Indonesia adalah Pemerintah Pusat bersama-sama seluruh daerah di tingkat provinsi, kabupaten/kota serta masyarakat sebagai pengguna/pemanfaat. Bagaimana cara mengatasinya? Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah melalui program terpadu (integrated programme) yang didukung pembiayaan yang memadai oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota,
13
P E R AT U R A N
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
enurunnya kinerja pengelolaan persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini tidak lepas dari dampak perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia dalam era reformasi, otonomi daerah serta krisis ekonomi yang telah melanda seluruh wilayah di Indonesia. Adanya perubahan kebijakan arah pembangunan infrastruktur perkotaan, menguatnya ego otonomi, menurunnya kapasitas pembiayaan daerah, menurunnya daya beli dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan merupakan pemicu terjadinya degradasi kualitas lingkungan perkotaan termasuk masalah kebersihan kota. Penurunan kinerja tersebut ditunjukkan oleh berbagai hal, seperti menurunnya kapasitas SDM karena banyaknya pergantian personil yang sebelumnya pernah terdidik dalam bidang persampahan, tidak jelasnya organisasi pengelola sampah karena adanya perubahan kebijakan pola maksimal dan pola minimal suatu dinas, menurunnya alokasi APBD bagi pengelolaan sampah, menurunnya penerimaan retribusi, menurunnya tingkat pelayanan, menurunnya kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open dumping dan timbulnya friksi antardaerah/sosial, pengelolaan teknis pembuangan yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan korban jiwa seperti kasus longsornya TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang, tidak adanya penerapan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan lainlain. Saat ini hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban TPA menjadi sangat berat. Selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal. Hal tersebut disebabkan karena belum dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara sungguh-sungguh sejak dari sumber, termasuk pemisahan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga. Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia maka Pemerintah harus menyediakan pelayanan sistem pengelolaan persampahan yang mengikuti kaidah-kaidah teknis, ekonomis, dan lingkungan. Pemerintah Indonesia juga telah ikut serta dalam meratifikasi berbagai kesepakatan/komitmen Internasional yang harus diupayakan pemenuhannya sebagai bangsa yang bermartabat. Kesepakatan tersebut mencakup diantaranya
Foto: Istimewa
Agenda 21 mengenai pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA (3R/reduce-reuse-recycle), Prinsip Dublin, Kesepakatan Rio, Kyoto Protocol mengenai mekanisme pembangunan bersih (CDM/Clean Development mechanism). Untuk mencapai tujuan di atas dan sebagai tindak lanjut amanat PP No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum, maka disusunlah Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) yang tegas dan realistis dan dapat digunakan sebagai acuan bagi Pusat dan Daerah dalam meningkatkan sistem
14
P E R AT U R A N
pengelolaan persampahan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Maksud dan Tujuan KSNP-SPP dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman dan kegiatan lain yang terkait pengelolaan persampahan, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun bagi masyarakat dan dunia usaha. Sementara tujuannya mendukung pencapaian sasaran pembangunan persampahan melalui rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan yang terpadu, efektif dan efisien. KSNP-SPP digunakan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan, baik ditingkat pusat, maupun daerah sesuai kondisi daerah setempat. Sementara untuk peraturan teknis dan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci dalam rangka pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan sebagai penjabaran dari KSNP-SPP ini perlu disusun dan ditetapkan lebih lanjut oleh instansi-instansi terkait. Visi dan Misi Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan datang, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun perdesaan, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek persampahan maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktivitas di dalamnya. Secara umum, daerah perkotaan atau perdesaan yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut : a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki akses untuk pena-
nganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempattempat umum lainnya. b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar. c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diare, thypus, disentri, dan lain-lain, serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air, atau tanah. d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagai kesejahteraannya. Untuk dapat mewujudkan visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan maka dirumuskan beberapa misi, yaitu : 1. Mengurangi timbulan sampah dalam rangka pengelolaan persampahan yang berkelanjutan. 2. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan sistem pengelolaan persampahan. 3. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan peran aktif dunia usaha/swasta. 4. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan dalam sistem pengelolaan persampahan sesuai dengan prinsip good and cooperate governance. 5. Memobilisasi dana dari berbagai sumber untuk pengembangan sistem pengelolaan persampahan. 6. Menegakkan hukum dan melengkapi peraturan perundangan untuk meningkatkan sistem pengelolaaan persampahan. Pendekatan Baru Suatu pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digu-
nakan kembali atau didaur ulang. Pendekatan ini juga kerap dikenal dengan istilah 3R (reduce, reuse, recycle). Hal ini sebenarnya bukan hal yang baru karena sudah banyak dilakukan negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Sasaran global dari kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan mengacu pada sasaran terukur yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009 dan sasaran dalam pencapaian MDG 2015 serta beberapa sasaran terukur lainnya. Disamping sasaran normatif seperti tertuang dalam PP No 16 tahun 2005 tentang Sistem Pengembangan Air Minum. Perlu Penjabaran Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan merupakan arahan dasar yang masih harus dijabarkan ke dalam rencana tindak secara lebih operasional oleh berbagai pihak yang berkepentingan di bidang pengelolaan persampahan, sehingga pada akhirnya visi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Penjabaran secara teknis melalui kegiatan penyiapan perangkat pengaturan, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengelolaan pembangunan dilakukan secara menyeluruh di semua tingkatan pemerintahan, baik di Pusat maupun Daerah wilayah provinsi, kabupaten, dan kota. Selanjutnya perlu adanya kesepakatan rencana tindak tingkat pusat dan daerah dalam melaksanakan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan, serta mekanisme koordinasinya. Pola peran serta masyarakat dan dunia usaha perlu dijabarkan sesuai kondisi dan kebutuhan baik di pusat maupun di daerah. BW
15
WAWASAN
Attitude Practice (KAP) tentang air, higinitas dan sanitasi untuk anak-anak SD. Survei ini menggunakan kuisioner bergambar yang diisi secara mandiri (pictorial self-adminitered questionnaire) sehingga menjadi sangat efisien dalam mendapatkan data prevalensi diare, perilaku, sikap, dan pengetahuan yang terkait. Banyak anak dapat dicakup sekaligus oleh seorang atau beberapa guru tanpa biaya interviewer/enumerator yang biasanya menghabiskan banyak biaya. Survai ini pun handal dalam menghindari hambatan budaya terkait diare. Seperti diketahui secara luas, bagi sebagian anakanak, diare adalah hal yang memalukan. Sebagai contoh, dalam perbincangan sebagian anak-anak beretnis Sunda, diare yang juga dikenal dengan istilah mencret, kerap diolok-olok sebagai kacapirit, yakni BAB (buang air besar) yang kebablasan, tidak bisa ditahan, tidak bisa ditunggu, sehingga keluar begita saja di celana. Anak-anak tentu merasa malu diolok-olok seperti itu. Kuisioner bergambar mandiri itu telah diujicoba JHU/CCP di beberapa lokasi, yakni Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Provinsi Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Murid yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner berjumlah 2.134 murid tersebar di delapan distrik dimana CCP dengan bantuan dana dari UNICEF melakukan program peningkatan higinitas (Hygiene Improvement Program). Kedelapan distrik itu adalah Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo, Kota Yogyakarta, dan Klaten. Kuisioner bergambar yang diisi secara mandiri berisi 28 pertanyaan pokok yang kebanyakan bisa dirampungkan dalam waktu 15-20 menit. Sekitar 25 persen dari total pertanyaan adalah pertanyaan yang jawabannya berbentuk gambar-gambar yang dapat memudahkan murid untuk mengisinya. Selebihnya adalah pertanyan-pertanyan terbuka yang dapat dijawab dengan singkat dan pertanyaan dengan pilihan jawaban betul atau salah (B-S). Temuan-Temuan Penting Survei KAP dengan kuisioner bergambar yang diisi mandiri menemukan angka prevalensi diare sekitar 18 persen di lokasi riset Provinsi NAD. Jadi, hampir seperlima anak-anak SD kelas IV dan V di dua distrik dalam populasi riset melaporkan pernah mengalami mencret atau BAB cair dalam seminggu terakhir ketika survei dilakukan. Prosentase dikalangan murid-murid laki-laki ditemukan sekitar 21 persen atau sekitar 7 persen lebih tinggi dibandingkan perempuan yang besar sekitar 14 persen. Sementara, dikelompok anak-anak SD di Yogyakarta dan Jawa Tengah, prevalensi diare ditemukan separuh lebih rendah dari di NAD, yakni sekitar 8,5 persen. Dari sisi nilai (value) dan kepercayaan (beliefs) ditemukan pola yang sama antara data dari NAD dan Yogyakarta/Jawa Tengah. Melalui analisis faktor (factor analysis) dan analisis konsistensi menggunakan cronbach' alpha ditemukan kerangka berpikir murid terkait dengan penyebab diare. Dan yang dimaksud dengan kerangka berpikir adalah sekumpulan indikator yang solid digunakan murid untuk menilai penyebab diare.
16
WAWASAN
Dalam kuisioner disediakan 10 gambar untuk murid memilih, mana yang dipercaya menyebabkan diare? Dari analisis ditemukan 3 dimensi yang secara statistik signifikan, yakni ; 1. Faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan (environmental factors), yang terdiri dari: Membuang sampah secara sembarangan Buang air besar di tempat terbuka 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebersihan (hygiene-related factors), yang terdiri dari: Minum air mentah Makan di tempat yang banyak lalat Minum dari tempat minum yang terbuka 3. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan higinitas (nonhygiene factors) yang terdiri dari: Makan es Kehujanan Diganggu mahkluk halus. Analisis selanjutnya menemukan bahwa murid-murid umumnya kurang percaya bahwa faktor-faktor dalam kelompok pertama atau lingkungan dapat menyebabkan seseorang terkena diare. Sekedar ilustrasi, di NAD, 70 persen dari total murid yang disurvei menanggapi secara negatif peran kejorokan lingkungan (buang sampah sembarangan dan BAB di tempat terbuka) dalam menyebabkan diare. Dengan kata lain, faktorfaktor sanitasi itu tidak dipercaya sebagai penyebab diare. Untuk faktor kebersihan, posisinya seimbang. Dengan kata lain, separuh murid mempercayai bahwa meminum air mentah, makan di tempat yang banyak lalat, dan minum di tempat terbuka dapat menyebabkan seseorang terkena diare. Separuhnya cenderung tidak percaya. Untuk faktor non-higinitas, kecenderungan mayoritas ditemukan, dimana kebanyakan memandang skeptis hal-hal seperti memakan es, kehujanan, atau diganggu mahkluk halus sebagai penyebab diare. Dari sisi perilaku, ada sejumlah hal yang dapat ditangkap melalui kuisioner bergambar, di antaranya adalah BAB di fasilitas yang disediakan sekolah dan cuci tangan pakai sabun diwaktu-waktu penting. Sekedar ilustrasi, di Yogyakarta/Jawa Tengah
Diagram: hasil survei CTPS di NAD N = 914, Filter: Murid yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin, Self-administered, Recoded, Sumber: Pertanyaan #11: Mohon ingat, untuk apa sabun itu digunakan? Sejak kemarin, saya menggunakan sabun untuk....
57,5
ditemukan sekitar 70 persen dari total murid yang dalam satu semester terakhir tidak pernah menggunakan WC sekolah untuk BAB. Sekitar 22 persen melaporkan pernah menggunakan hanya satu kali. Alasan mereka adalah telah melakukan di rumah (41 persen), WC sekolah berbau dan kotor (37 persen), tidak ada waktu/kesempatan (23 persen), dan tidak mau menjadi bahan tertawaan teman-teman (22 persen). Untuk cuci tangan pakai sabun, di NAD ditemukan sekitar 14 persen dari total murid melaporkan melakukannya di satu waktu penting, yakni sebelum makan atau sesudah BAB. Mayoritas ditemukan belum mempraktikkannya. Penggunaan ke Depan Seperti dicontohkan di atas, survei dengan kuisioner bergambar ini dapat menangkap berbagai dimensi penting dalam KAP anak-anak SD terkait dengan isu air, higinitas dan sanitasi. Untuk penggunaan lebih lanjut, perbaikan terhadap kuisioner itu tentu saja masih diperlukan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa (i) beberapa instruksi masih belum jelas sehingga murid masih bertanya pada guru mereka untuk klarifikasi, (ii) penggunaan gambar yang baru 20 persen sebetulnya masih bisa ditingkatkan lagi. Pengurangan pertanyaan atau instruksi verbal dan penambahan gambar-gambar yang mudah dipahami murid adalah agenda yang perlu dikedepankan untuk penggunaan ke depan, (iii) memenuhi kebutuhan untuk menyusun panduan kuisioner lebih operasional dan detail sehingga sekolah dapat menerapkan survei sekaligus menganalisa data yang dikumpulkan secara mandiri, dan (iv) kebutuhan untuk menguji validitas atau keabsahan kuesioner. Selain validitas internal yang sebagian telah diuji melalui analisa faktor, diperlukan uji validitas yang bersifat eksternal, misalnya dengan memverifikasi data yang didapat melalui survei kuisioner bergambar dengan kejadian dalam rentang waktu berikutnya. Misalnya, antara laporan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare di minggu-minggu berikutnya.
*Peneliti di John Hopkins Univercity/Center for Communication Program (JHU/CCP) Indonesia
Digunakan untuk Used it to wash hand at critical cuci tangan pada times waktu penting
13,6
Used it to wash handuntuk Digunakan but not at critical times cuci tangan
bukan pada waktu penting Digunakan tidak Used soap not for hand wash untuk cuci tangan
28,9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
17
WAWASAN
ROTE NDAO
Oleh : Alma Arief * dan Joseph L. Kale**
pakan pulau paling Selatan di Indonesia. Selain daratan yang berbatasan dengan laut, sebagian besar wilayah Rote bergunung-gunung. Tidak sampai 500 meter dari pantai, jalanan sudah mulai merayap, naik-turun dan naik lagi. Luas Wilayah Kabupaten Rote Ndao adalah 1.280,10 km2, yang terbagi dalam 8 kecamatan. Secara keseluruhan terdiri dari 73 desa dan 7 kelurahan. Jumlah desa/kelurahan pesisir sebanyak 48 desa/kelurahan terdiri dari 102 pulau yaitu 7 pulau berpenghuni (Pulau Rote, Nuse, Landu, Nusa Manuk, Usu I, Usu II) dan 95 pulau lainnya tidak berpenghuni. Jumlah penduduk berdasarkan data statisitk tahun 2005 yaitu 106.272 Jiwa, sehingga tingkat kepadatan penduduknya 83 jiwa/km2. Dari aspek sumber daya manusia, realitas Rote Ndao memang cukup kon-
angat menarik apa yang dilakukan Kelompok Kerja AMPL-BM (Berbasis Masyarakat) kabupaten Rote Ndao. Ketika semua kabupaten yang difasilitasi sekretariat WASPOLA dan kelompok kerja AMPL Pusat cenderung memprioritaskan sarana air perpipaan (apakah sistem gravitasi, genset, sumur bor, dan lainnya), Rote Ndao memilih berbeda. Dengan mempertimbangkan pengalaman masa lalu, kondisi lingkungan alam, berbagai kejadian di daerah lain, serta realitas sosial budaya masyarakatnya, Kelompok Kerja AMPL-BM kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT, akhirnya lebih memilih melindungi sumber-sumber air dengan model fisik dan melakukan penghijauan di sekitar sumber sumber air. Dimanakah Rote Ndao? Rote Ndao memang tidak sepopuler Sabang dan Merauke, meskipun secara geografis memiliki makna yang tidak kalah penting, karena pulau ini meru-
troversial. Di NTT, Rote Ndao dikenal sebagai daerah yang menghasilkan SDM yang mampu bersaing, baik di tingkat provinsi, nasional, bahkan ada yang cukup ternama di tingkat internasional. Namun, data statistik menyatakan bahwa dari kualitas SDM, Rote Ndao masih memerlukan perhatian lebih dari Pemerintah. Pembangunan AMPL di Rote Ndao pada Masa Lalu Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pola pemanfaatan dan pengelolaan sarana prasarana AMPL serta lemahnya dukungan dan kebijakan Pemerintah membuat pembangunan AMPL tidak berjalan dengan efektif. Pada saat ini jangkauan layanan PDAM masih sangat terbatas hanya di Ba'a dan sekitarnya. Tidak berarti untuk masyarakat di pedalaman belum pernah dibuatkan sarana perpipaan, bahkan terlalu sering, namun sesering itu pula tidak dimanfaatkan baik karena rusak atau memang tidak disukai. Instalasi perpipaan bantuan Pemerintah Belgia, sebagai contoh pipa-pipa besarnya masih malang-melin-
Perlindungan Mata Air Kalfao Desa Olafulihaa, Kecamatan Pantai Baru (100 persen). Foto: Alma Arief
18
WAWASAN
tang di pinggir jalan dan yang dengan dana bantuan lainnya, sama saja. TABEL 1 BANTUAN SARANA AIR MINUM PERPIPAAN DI ROTE NDAO No Sumber Dana Jumlah sarana (unit) 4 4 11 9
ramai. Di tempat inilah mereka memenuhi kebutuhan sosial: bercerita mengenai apapun, saling tukar menukar informasi, bertransaksi ekonomi tingkat komunal, dan sebagainya. Pemenuhan Tahun dibangun 2002 2004-2007 2005-2007 2004-2007 Kondisi sarana Berfungsi Rusak / baik kurang berfungsi 1 3 0 4 0 11 8 1
Bantuan Belgia Pemerintah Pusat (APBN) Pemerintah Daerah (APBD II) WVI
Karakteristik wilayah Kabupaten Rote Ndao yang berbukit-bukit, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pembangunan AMPL di wilayah ini. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kurang mampu yang tinggal di daerah ketinggian, memerlukan instalasi perpipaan menggunakan tenaga mesin (genset) untuk memompa air ke atas, baik langsung ke pemakai maupun ke bak penampung dahulu baru didistribusikan. Hal itu tentu saja memerlukan biaya operasional tinggi (untuk membeli bahan bakar dan perawatan), sedangkan pemakai umumnya kelompok dengan penghasilan rendah atau bahkan tak menentu. Selain itu, untuk memelihara genset, paling tidak diperlukan keterampilan teknik mesin tingkat menengah. Tidak mengherankan bila sarana yang dibangun dengan biaya mahal, terbengkelai, rusak, tidak diurus dan tidak dimanfaatkan. Inilah realitas pembangunan AMPL pada masa lalu di Rote Ndao. Faktor sosial budaya nampaknya juga menjadi kendala bagi keberlanjutan sarana. Selain masalah konflik penggunaan sumber air dan kecemburuan karena tidak kebagian layanan yang berujung pada perusakan sarana yang dibangun, juga dikarenakan aspek sosial budaya lainnya. Masyarakat perdesaan di Rote Ndao, dan ini sesungguhnya juga terjadi di Jawa dan daerah lain di Indonesia, tidak semata-mata menggunakan sumber air sebagai tempat memperoleh/memenuhi kebutuhan air sehari-hari, tetapi juga sebagai tempat "social gathering". Pada jam tertentu, sumber air akan
kebutuhan sosial ini kadang mengalahkan pemenuhan kebutuhan fisik. Mereka rela mengeluarkan tenaga ekstra memikul air ratusan meter untuk bisa bertemu kerabatnya, kawannya, mendengarkan cerita suka duka bersama, bahkan juga berpacaran. Sesungguhnya ada keinginan untuk membangun sarana perpipaan lagi, dengan pendekatan baru sebagaimana yang direkomendasikan Kebijakan Nasional yaitu menerapkan pendekatan tanggap kebutuhan yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pembangunan dan pengambil keputusan. Akan tetapi bayangan kegagalan masa lalu tidak begitu mudah dihilangkan. Selain itu, untuk menerapkan Kebijakan Nasional pada tataran masyarakat diperlukan keterampilan fasilitasi yang sampai saat ini belum dimiliki. Perlu pelatihan untuk memfasilitasi masyarakat menyusun perencanaan, mengambil keputusan, memiliki keterampilan teknis pemeliharaan sarana, penghitungan biaya dalam menentukan iuran, berorganisasi, dan sebagainya. Itu semua perlu pelatihan khusus. Konservasi Sumber Air Prioritas Renstra Pokja AMPL-BM Rote Ndao nampak bersungguh-sungguh melakukan konservasi sumber-sumber air. Pendataan sumber air telah dilakukan dengan seksama dan informasi masih bertambah terus baik dari masyarakat maupun anggota DPRD. Dari pendataan yang dilakukan BAPPEDALDA, saat ini ada 110 mata air di Kabupaten Rote Ndao yang tersebar di delapan kecamatan.
Dari semua mata air tersebut ada 19 mata yang telah dilindungi yaitu mata air Futuno, Lalukooen, Ndapa, Oehendi I, Oehendi II, Kalfao, Mbokak, Noas, Olonoen, Oekima, Oebau, Oembilas, Oebatu, Netenain, Oenoas, Otenggai, Mberoen, Oepiak, Oesambokak. Pembangunan perlindungan mata air tersebut menggunakan dana APBD II Tahun 2006-2007. Pada tahun anggaran 2008 Bapedalda akan membangun perlindungan 39 mata air di delapan kecamatan. Perlindungan sumber mata air tersebut memang diprioritaskan dalam Rencana Strategis Pembangunan AMPL-BM dan yang menjadi dasar pertimbangan mengapa konservasi mata air diprioritaskan adalah bahwa saat ini sudah ada kecenderungan semakin menurunnya debit mata air. Hal itu terjadi karena penebangan pohon oleh masyarakat. Menurut mantan Kepala BAPPEDALDA Rote Ndao Marthen L. Saek, hasil dari melakukan konservasi ini bisa dilihat dengan nyata. Dengan melakukan penanaman pohon dan melindungi mata air dengan model fisik, debit air di mata air kini bertambah. Untuk melakukan konservasi tersebut pada tahun anggaran 2007 dialokasikan dana sebesar Rp 150 juta, sedangkan tahun 2008 dianggarkan sebesar Rp 485 juta. Penutup Dengan membangun perlindungan sumber air dan penghijauan daerah mata air, debit air menjadi bertambah. Air yang meresap ke tanah semakin banyak, kecepatan aliran air dan jumlah air run off berkurang sehingga erosi dengan sendirinya juga berkurang. Perlindungan mata air dan penghijauan daerah tangkapannya bukan hanya menjamin terpenuhinya kebutuhan air tetapi juga mencegah terjadinya banjir, longsor, dan kekeringan. Dari aspek kesehatan, sebagaimana hasil penelitian Bappedalda, aman meski tidak potable. Selain itu waktu pembangunannya juga cukup cepat, sementara resiko kerusakan lebih kecil. Memang masih ada kelemahan, yaitu belum mendekatkan sarana ke tingkat rumah tangga.
*konsultan WASPOLA **Staf BAPPEDALDA Kab. Rote Ndao
19
TEROPONG
BANJARMASIN
Kota Seribu Sungai, Seribu MCK
sumsi air sungai yang mulai kotor. "Dulu sering warga di sini sering terkena muntaber, karena itu warga berlangganan air dari PDAM," kenang Khairiyah. Sungai yang Tercemar Sudah lama Banjarmasin menyandang julukan sebagai 'Kota Seribu Sungai'. Saat berkeliling di Ibukota Kalimantan Selatan ini, tak dibutuhkan jarak yang jauh untuk menemukan jembatan yang relatif panjang. Pertanda, Banjarmasin banyak dilewati sungai-sungai besar, seperti Sungai Barito dan Martapura. Rumah-rumah warga yang dibangun dari kayu saling berdempet. Di bagian belakang rumah, menghadap badan sungai, di situlah warga membangun tempat untuk MCK (mandi, cuci, dan kakus). Setiap pagi dan sore, laki-laki dan perempuan, anak-anak hingga orang tua, berderet melakukan aktifitas keseharian. Sayangnya, masyarakat Banjarmasin tidak bisa menjaga lingkungan sungai Bagaimana mau menjaga, semua kegiatan MCK, bagi penghuni bantaran sungai, dilakukan setiap hari di sungai tersebut. Bisa dipastikan semua sungai tercemar tinja manusia yang menjadikan kondisi air sungai mengandung bakteri jenis coli yang cukup membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Ini semua akibat kebiasaan warga yang membuang hajat langsung ke sungai. Sungai yang Menghilang Tampaknya, label 'Kota Seribu Sungai' bisa lenyap bila Pemerintah Kota dan masyarakat Banjarmasin tidak mampu menjaga keberadaan sungai-sungai itu. Semakin hari, kelestarian sungai-sungai di Kota Banjarmasin terus terancam,. Berdasar catatan Dinas Permukiman dan Prasarana Kota Banjarmasin, seperti diberitakan Banjarmasin Post (24 Maret 2008), dalam sembilan tahun terakhir, 57 sungai raib dari Banjarmasin. Tahun 1995 di Banjarmasin masih tercatat 117 sungai yang mengalir. Namun pada 2002, jumlah itu merosot tajam menjadi 70 sungai yang masih mengalir. Dua tahun kemudian, tepatnya 2004, kembali menyusut menjadi 60 sungai. Bila dirata-rata, ada enam sungai yang lenyap dari permukaan kota penghasil permata ini setiap tahunnya. Jika dibiarkan, melihat sungai yang masih tersisa, bukan tidak mungkin dalam sepuluh tahun mendatang sungai di Banjarmasin akan lenyap. Penyebab berkurangnya jumlah sungai itu setiap tahun karena banyaknya permukiman yang mengambil sebagian wilayah sungai. Akibatnya, sungai makin menyempit dan akhirnya hilang menjadi permukiman. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Akibatnya terjadi pendangkalan lalu menghilang berubah menjadi daratan. Tidak hanya itu, penyempitan sungai juga berpotensi menghadirkan banjir. Bowo Leksono
i pagi itu, Khariyah (28) hanya berbelit kain batik, berjongkok di dermaga kayu di belakang rumah yang terletak di bantaran sungai Barito, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia melakukan kegiatan membuang air besar, mencuci pakaian, menggosok gigi, dan mandi. Demikian setiap hari, pagi dan sore, Khariyah dan seluruh penghuni bantaran sungai di Kota Banjarmasin melakukan kegiatan serupa. Pemandangan mengenaskan ini sudah berlangsung sangat lama. "Dulu, air di sungai ini jernih. Bahkan untuk air minum dan memasak mengambil dari sungai ini," tutur Khariyah yang membuka warung makan di rumahnya di Kelurahan Kuin, Kecamatan Banjarmasin Utara. Sekitar 1980-an, kualitas air sungai-sungai di Kalimantan Selatan mengeruh, seiring menurunnya kualitas lingkungan. Air terlihat coklat dan dipenuhi pohon enceng gondok. Bahkan beberapa aliran sungai diantaranya, berwarna hitam dan kelam. Sejak saat itu, warga di bantaran sungai tak lagi mengon-
20
TEROPONG
erap terlihat, daerah-daerah yang dihuni penduduk dengan kondisi ekonomi lemah, sanitasi yang buruk tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya yang terjadi pada Kelurahan Koto Lalang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang. Minimnya kesadaran akan perilaku hidup bersih dan sehat serta ditunjang tidak tersedianya jamban yang memadai menjadikan masyarakat setempat biasa melakukan buang air besar secara sembarangan (open defecation) di sungai ataupun banda (kali irigasi). Tak hanya masalah jamban, warga juga mengalami permasalahan dengan ketersediaan air bersih. Selama ini, warga memperoleh air dengan cara membangun sumur. Namun, terkadang air dari sumur pun kotor, berwarna kecoklatan. Hal ini selain dikarenakan air tanah yang ada sudah tercemar zat kimia untuk pertanian, juga disebabkan karena sumur yang dibangun tidak menggunakan cincin. Sementara itu, layanan PDAM hanya mencakup kawasan perumahan baru di dekat permukiman warga setempat yang sedang dikembangkan. Warga setempat pernah mengajukan kepada PDAM untuk memperoleh sambungan air, namun belum dapat dipenuhi karena kondisi ekonomi warga yang tidak dapat menjamin bahwa tarif air akan dapat dibayarkan secara rutin dan teratur kepada PDAM. Permasalahan air dan jamban ini pun berangsur terselesaikan dengan bantuan dari ESP-USAID dan didukung LSM lokal. Warga setempat akhirnya mendapatkan bantuan, baik berupa bantuan teknis maupun bantuan dana untuk membangun jamban dan sumur. Uniknya, pembangunan jamban dan sumur ini didanai dengan sistem pendanaan bergulir. Bantuan diberikan dalam bentuk paket, dimana satu paket terdiri dari pembangunan jamban dan sumur. Warga dapat memilih untuk mengajukan permohonan bantuan berupa paket atau bantuan berupa jamban saja atau sumur saja. Di awal program, terdapat 13 KK penerima bantuan dimana 8 KK menerima bantuan berupa paket, 3 KK hanya berupa jamban dan 2 KK hanya berupa sumur. Untuk para KK yang mengajukan permohonan pembangunan sumur saja atau jamban saja, maka bantuan yang diberikan sebesar Rp 400 ribu - Rp 600 ribu. Sementara bagi KK yang mengajukan permohonan paket, maka dana bantuan yang di-
Salah satu tangki septik yang merupakan hasil program jamban dan sumur bergulir. Foto:Dyota Condrorini.
terima berkisar antara Rp 1 juta - Rp 1,5 juta. Bantuan dana ini lebih difokuskan untuk pembelian bahanbahan bangunan. Sementara untuk konstruksi, biasanya masyarakat akan bergotong-royong secara sukarela. Hal ini sangat dimungkinkan apalagi mengingat masih terdapat beberapa KK yang masih merupakan kerabat keluarga. Pembayaran dana untuk perguliran jamban dan sumur ini dilakukan dengan menyicil sekali sebulan dengan jangka waktu 10 bulan untuk penerima bantuan berupa paket (jamban dan sumur), dan jangka waktu 6 bulan untuk penerima bantuan sumur saja atau jamban saja. Kemudian, dana yang terkumpul akan kembali digulirkan untuk keluarga lain yang juga membutuhkan. Namun, mengingat kondisi ekonomi warga, terkadang pembayaran pun menjadi terhambat. Meskipun begitu, warga tetap berusaha membayar, hanya jangka waktunya saja yang menjadi lebih panjang. Pengelolaan dana bergulir ini dilakukan oleh kelompok masyarakat lokal. Perlu dicermati bahwa pengurus kelompok pengelola dana bergulir ini berasal dari kelompok ibu-ibu. Pengelola bertanggungjawab mulai dari membangun kesepakatan pola perguliran jamban dan sumur, menerima usulan permintaan pembuatan jamban dan sumur dari anggota kelompok maupun masyarakat lainnya, menilai dan memberikan rekomendasi untuk calon penerima jamban dan sumur, mengawasi pembelian bahan material bangunan, mengawasi pembangunan jamban dan sumur, serta mengumpulkan angsuran dana pembangunan jamban/sumur dari masing-masing anggota setiap bulan. Dengan demikian, peran kelompok masyarakat lokal ini sangat penting untuk keberlanjutan program. Hingga saat ini, dari keseluruhan dana yang sudah dikeluarkan untuk 13 KK, sudah terkumpul kembali sejumlah dana yang sudah bisa disalurkan untuk membantu 3 KK lagi. Sementara itu, masih terdapat 5 KK dalam daftar tunggu yang sudah mengajukan diri untuk memperoleh bantuan. DYO
21
R E P O R TA S E
Foto: Istimewa
resapan air yang dihitung berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Nomor 051/KPTS/V/1994 tentang Pedoman Rencana Pembuatan Sumur Resapan Air. Selain sebagai cara konservasi air, sistem ini mempunyai berbagai keuntungan, antara lain menekan intrusi air laut untuk perkotaan daerah pantai, mereduksi dimensi jaringan drainase dapat sampai batas nol, memperkecil probabilitas banjir di daerah hilir, menurunkan konsentrasi pencemaran air, mempertahankan tinggi muka air tanah, mencegah penurunan kawasan atau landsubsidence, melestarikan teknologi tradisional sebagai budaya bangsa, meningkatkan peran serta masyarakat dalam era pembangunan, serta membudayakan pola pikir dalam pelestarian kemampuan lingkungan. Tahun 2008 ini direncanakan Perum Jasa Tirta I akan membantu membuat beberapa sumur resapan di lingkungan sekolah di sekitar kota Malang. Selain manfaatnya bagi lingkungan, sekaligus sebagai wahana pendidikan lingkungan bagi para siswa.
Yunus Achmadi Humas Kantor Pusat PJT I
22
INSPIRASI
MENGHIJAUKAN BINTARO
Foto: Istimewa)
Perumahan Bintaro Jaya adalah salah satu kawasan perumahan elit dan besar yang terletak di pinggiran Jakarta, tepatnya di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Tidak sedikit manajemen komplek perumahan yang melupakan wawasan lingkungan. Karena itu, kerapkali keberadaan komplek perumahan menjadi penyebab banjir bagi lingkungan sekitar, atau bahkan komplek itu sendiri yang terkena banjir. Bagaimana dengan Bintaro Jaya?
perawatan lingkungan tetap dilakukan. Hal ini sebagai satu wujud komitmen penuh manajemen dalam memenuhi rasio ideal perbandingan antara koefisien bangunan dan ruang hijau. Unit Pengelola Kawasan Bintaro Manager Tata Lingkungan Bintaro Jaya Ir. L. Devayanti A. Wulaningtyas memaparkan manajemen perumahan Bintaro Jaya sudah jauh melangkah dengan menerapkan program-program penghijauan di tahun 2008 ini. "Tahun ini melalui Unit Pengelola Kawasan Bintaro (PKB), telah dicanangkan program-program penghijauan lingkungan secara intensif agar perumahan ini menjadi hijau, asri, sehat, dan tambah nyaman dan tentu dengan melibatkan peran warga," tutur Deva, sapaan akrabnya. Unit PKB ini, lanjutnya, menggelar kegiatan-kegiatan bertema lingkungan dan bukan sekedar lomba lingkungan antarRW yang telah rutin dilaksanakan setiap tahun.
idak terbantahkan bahwa pengembang Bintaro Jaya sudah seharusnya melakukan penataan dan pelestarian lingkungan. Manajemen Bintaro Jaya telah melakukan penataan dan perawatan lingkungan secara konsisten dan berkesinambungan. Di setiap lahan baru yang dikembangkan, telah ditanam pepohonan. Bahkan di area-area yang telah lama dikembangkan sekalipun. Penataan dan
Bertepatan Perayaan Ulang Tahun Untuk mewujudkan program-program penataan dan pelestarian lingkungan, jelas Deva, Unit Tata Lingkungan Perumahan Bintaro Jaya memfokuskan pada penghijauan di seluruh kawasan permukiman, yaitu berupa penanaman pohon di lahan-lahan kosong yang belum dikembangkan, juga lebih ditingkatkan lahan-lahan yang belum efektif di sepanjang jalan utama dan di dalam cluster-cluster, serta penanaman pohon yang didominasi pohon-pohon Trembesi, Mahoni, dan Sengon. Deva mengatakan, tahun 2008, menjadi tonggak peningkatan kepedulian manajemen Bintaro Jaya terhadap penataan dan pelestarian lingkungan. "Hal ini dikaitkan pula dengan perayaan Hari Ulang Tahun Bintaro Jaya ke-29 pada 26 Mei dan Hari Lingkungan Hidup pada 5 Juni," ungkapnya. Sepanjang tahun ini, ada beberapa agenda kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan. Pada awal Desember lalu, telah dilakukan penanaman pohon secara simbolis untuk mendukung program pemerintah yaitu 'Tanam dan pelihara 10 juta pohon'. Untuk kawasan Bintaro Jaya dilakukan penanaman puluhan pohon di kavling CBD di depan cluster Menteng Residences, sektor 7. Deva mengungkapkan ada lima agenda besar yang masing-masing mempunyai tema sendiri. Seperti lomba ketertiban dan penghijauan lingkungan antarcluster atau RT/RW yang digelar mulai pertengahan Februari hingga Mei 2008 mengambil tema "keep your neighborhood green and clean". Selama tiga bulan, lingkungan warga akan dinilai dengan hadiah ratusan juta rupiah. Menurut Deva, program penanaman pohon di seluruh kawasan merupakan kelanjutan dari upaya mendukung program pemerintah yaitu menanam dan memelihara 10 juta pohon. "Hingga Mei 2008, Unit PKB menargetkan menanam sekitar 3.000 pohon," jelasnya. Pada puncak acara HUT Bintaro Jaya ke-29, ada dua agenda yaitu lomba tanaman hias yang melibatkan peserta dari warga dan lomba jalan santai serta sepeda gembira. BW
23
CERMIN
C i p t o
P r a t o m o
alah satu ciri seniman sejati adalah kreativitas yang tak pernah terhenti. Dalam keadaan serba terbatas pun, seorang seniman sejati tidak kekurangan ide. Justru dari serba keterbatasan itu akan melahirkan karya yang luar biasa. Seperti yang dilakukan Cipto Pratomo, perupa asal Banyumas, Jawa Tengah yang menciptakan karya seni rupa berupa kolase dari barang-barang bekas atau sampah anorganik yang tak mudah terurai. Ada barang-barang bekas seperti kaleng, plastik, besi, kabel, potongan selang yang melalui tangan Cipto menjadi hiasan dinding sangat menarik. Kolase merupakan karya seni rupa yang berasal dari bahan-bahan tempelan atau yang saling tumpuk-menumpuk. "Awalnya, saya mau melukis namun tidak ada bahan-bahannya. Dalam keterbatasan ini, muncul ide membuat lukisan dengan barang-barang bekas. Mulailah saya berkeliling di komplek rumah saya," tutur seniman yang mengaku mengawali ide kolase pada tahun 1996 kepada Percik di rumahnya. Membantu Mengurangi Sampah Anorganik Cipto bercerita, proses membuat karya kolase dari terkumpulnya sampah kemudian ditata di atas papan menjadi bermacam bentuk sesuai ide, seperti topeng, kepala, atau serangga. "Setelah muncul wujud yang bagus, baru dilem atau dipaku lalu disemprot cat," kata perupa yang sehari-harinya sebagai pengajar seni rupa di SMP Negeri 5 Purwokerto. Bila dipandang dari jauh, karya kolase Cipto tidak terlihat bahan sampahnya, namun sangat indah dipandang mata.
Saat ini, ada 15 karya kolase miliknya yang menghiasi dinding rumah. Setiap kali berkarya kolase, Cipto mengumpulkan bahan sampah yang dicari dari rumah dan lingkungan sekitar terlebih dahulu. "Setelah itu baru mencari ide dan menelorkannya," ujar bapak satu anak ini. Praktis, tak banyak modal yang musti dikeluarkan. Paling hanya membutuhkan cat, lem, dan paku. Selebihnya bisa diperoleh dengan gratis. Karena itu, apa yang dilakukan lelaki berusia 52 tahun ini jelas turut membantu dalam mengurangi timbunan sampah anorganik. Tentu, bila banyak masyarakat yang kreatif dalam memanfaatkan barang-barang bekas, sedikit banyak akan membantu dalam mengurangi keberadaan sampah. Menularkan pada Anak Didik Dalam beberapa kesempatan pameran, karya kolase Cipto turut dipamerkan. Meskipun ia tak berniat menjual, pertama kali karya Cipto dibeli seharga Rp 50 ribu dan ada pula yang terjual Rp 500 ribu. "Untuk karya kolase ini, saya tidak
menentukan tarifnya. Tergantung pembeli mau menghargai berapa karena saya berkarya semata-mata hobi dan hiburan," tutur guru alumni Jurusan Seni Rupa IKIP Yogyakarta ini. Hingga saat ini, hobi dan hiburan Cipto berkolase sudah sampai tahapan menularkan pada murid-muridnya. Banyak kegiatan yang dilakukan Cipto bersama murid-murid SMP Negeri 5 Purwokerto antara lain; membuat asesori ondel-ondel secara massal sebanyak 25 ribu batang, gunungan wayang berukuran raksasa, kolase kertas bekas sepanjang 670 meter, kaleng bekas sejumlah 1.038 menjadi padasan (tempat wudlu). Kegiatan itu sebagian besar didaftarkan pada Museum Rekor Indonesia (MURI). Ada satu karya kolase Cipto yang penuh dengan filosofi Jawa. Karya yang terbuat dari sepatu, kabel, dan papan cuci (penggilas) ini berjudul Sikil Nggo Ndas, Ndas Nggo Sikil (Kaki Jadi Kepala, Kepala Jadi Kaki), yang menggambarkan masyarakat tertindas, meski sudah kerja keras namun masih tergilas. Bowo
Leksono
24
ABSTRAKSI
ada pertengahan sampai akhir tahun 2005 dilakukan penelitian mengenai pola penanganan sampah rumah tangga (domestik) dan non domestik di Kota Bandung dengan metode penyebaran kuisioner secara acak dan proporsional. Penyebaran kuisioner langsung rumah tangga dibagi menjadi 3 (tiga) strata ekonomi masyarakat (strata bawah-menengah-atas) dengan basis penelitian secara proporsional per kelurahan, serta kuisioner via telepon secara acak sebagai data pembanding. Sedangkan, penelitian sampah non domestik hanya menggunakan kuisioner langsung dengan basis penelitian per kecamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan satuan timbulan sampah domestik menjadi rata-rata 3,52 liter/orang/hari, sehingga berdasarkan perhitungan sampah domestik Kota Bandung menjadi 7.481 m3/hari di sumber atau 4.987 m3/hari dengan pemadatan di alat pengangkut. Responden yang mengakui bahwa sampah yang dihasilkan seluruhnya (100 persen) diangkut hanya sebesar 53,54 persen. Penanganan sampah oleh masyarakat per rumah tangga yang merupakan penyebab eksternalitas disekonomi (negatif), diurut dari proporsi tertinggi adalah pembakaran sampah 28,84 persen (dengan tingkat partisipasi 0,63 kali/minggu atau 63 kali dalam 100 minggu), kemudian membuang ke lahan kosong 5,87 persen (0,2 kali/minggu), membuang sampah ke saluran air 4,54 persen (0,14 kali/minggu), dan mengubur sampah 4,54 persen (0,04 kali/minggu). Sedangkan, penanganan sampah
yang positif (eksternalitas ekonomi) menunjukkan bahwa sebesar 38,85 persen dari seluruh responden telah melakukan daur-ulang dan pengomposan baik secara langsung maupun tidak langsung. Timbunan sampah non domestik mencapai 2.566,77 m3/hari. Kegiatan pengomposan pada sumber non domestik telah mencapai 1,83 persen dari volume total sampah per masing-masing obyek tersebut.
Biaya lingkungan yang harus dikeluarkan untuk memulihkan kualitas lingkungan mencapai sebesar Rp 501.966.526.899,(35,44 persen dari total biaya) selama 20 tahun perencanaan.
Kemudian proporsi daur-ulang menunjukkan nilai 3,94 persen dari volume sampah yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah dari berbagai sumber non domestik yang diteliti memperoleh pelayanan pengangkutan oleh petugas rata-rata sebanyak 4,15 kali/minggu, sedangkan pengangkutan sendiri ke TPS/TPA sebanyak 1,33 kali/minggu. Sedangkan penanganan sampah lainnya cukup bervariasi, penanganan sampah dengan cara pembakaran menunjukkan frekuensi tertinggi, yakni sebesar 0,61 kali/minggu mempunyai arti bahwa aktivitas pembakaran sampah dilakukan sebanyak 61 kali dalam 700 hari (100
minggu). Berdasarkan sumber yang spesifik, tempat wisata tercatat melakukan penanganan sampah dengan cara pembakaran dengan frekuensi tertinggi, yakni 2,38 kali/minggu atau setara 238 kali dalam 700 hari. Kemudian membuang sampah ke lahan kosong (ilegal) rata-rata sebanyak 0,15 kali/minggu atau sama artinya dengan 15 kali dalam 700 hari. Membuang sampah ke kali dengan frekuensi rata-rata 0,09 kali/minggu. Berdasarkan data primer hasil penelitian serta didukung data sekunder yang ada, maka dikembangkan simulasi model dinamik (menggunakan software Powersim Studio 2005) untuk mengkaji skenario pengelolaan sampah Kota Bandung sebagai dasar penentuan kebijakan selama 20 tahun perencanaan (tahun 2007-2026). Skenario optimum dikembangkan dengan sasaran memaksimalkan pencapaian 3-R (reuse, recycle, recovery) dan meminimasi penanganan sampah yang berdampak negatif (eksternalitas disekonomi), sehingga diperoleh persentase akumulasi timbulan sampah yang harus dibuang ke landfill hanya sebesar 17,76 persen dari total timbulan sampah di sumber untuk masa perencanaan 20 tahun tersebut. Biaya lingkungan yang harus dikeluarkan untuk memulihkan kualitas lingkungan akibat eksternalitas disekonomi pada skenario terpilih mencapai sebesar Rp 501.966.526.899,- (35,44 persen dari total biaya) selama 20 tahun perencanaan.
Disarikan dari tesis I Made Wahyu Widyarsana berjudul "Evaluasi Ulang (Updating) Potensi Daur-ulang Sampah Kota Bandung sebagai Dasar Penentuan Pengelolaan Sampah Berbasis 3-R" pada Fakultas Teknik Lingkungan ITB.
25
TA M U K I TA
Sanitasi
D
di Mata Val
isela kesibukan, perempuan berparas cantik ini bersedia berbincang tentang pengalamannya seputar lingkungan hidup. Saat itu, Valerina Daniel, demikian nama perempuan jangkung yang sempat menyabet runner up Putri Indonesia tahun 2005, sedang didaulat untuk kali kedua sebagai Brand Ambassador Toyota Eco Youth 2008, sebuah program CSR (corporate social responsibility) Toyota dalam bidang lingkungan. Bermacam gelar disandang Val, sapaan akrab Valerina, setelah menjadi runner up Putri Indonesia. Seperti yang ia sandang secara otomatis sebagai Putri Puspa dan Lingkungan 2005 serta Duta Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Gelar-gelar istimewa inilah yang mengantarkan Val memperoleh segudang pengalaman di bidang lingkungan tentunya. Seperti saat ia menelusuri pedalaman Sungai Siak di Riau. "Saya menyaksikan bagaimana hampir semua penduduk di pinggir sungai hidup dari air sungai. Artinya buang air dan mengambil air untuk kebutuhan hidup dari sumber yang sama," kenang None Jakarta 1999 yang punya nama lengkap Valerina Novita Daniel. Menurut Val, tidak tersedianya akses air bersih tersebut karena kemampuan ekonomi yang minim yang membuat penduduk bantaran sungai tidak mampu berbuat hal lain, kecuali menjalani yang bisa dijalani. Tak usah jauh-jauh hingga ke pedalaman Riau. Di seputaran Jakarta, Val mengenang saat menelusuri Kali Angke hingga Teluk Jakarta. "Mereka mencuci pakaian, membersihkan ikan hasil tangkapan, membuang limbah dan mengambil air untuk memasak. Terbayang, betapa mengerikan dampaknya bagi kesehatan mereka," tutur presenter di salah satu televisi nasional ini. Val juga menyaksikan, betapa sampah plastik merajai bantaran Kali Angke hingga beberapa kali perahu motor yang ditumpanginya tersangkut plastik sehingga perjalanan sempat terhenti. Menurut mantan Miss Indonesia ini, manajemen sampah bersama antara Jakarta dan kota-kota di sekitarnya tidak bisa ditunda lagi. "Teluk Jakarta itu merupakan muara 13 Sungai yang ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten," ujar Val. Sanitasi Butuh Perhatian Data Bank Pembangunan Asia tahun 2005 menyebutkan
hanya 69 persen penduduk perkotaan dan 46 persen penduduk perdesaan (rata-rata 55,43 persen) yang terlayani fasilitas sanitasi layak. Selebihnya, belum terlayani secara layak. "Kondisi sanitasi di Indonesia memang cukup memprihatinkan dan benar-benar membutuhkan perhatian lebih dari semua pihak," tutur Val yang juga menyandang Duta Mitra Lingkungan. Faktor yang mempengaruhi kondisi sanitasi, jelas Val, karena cakupan pembangunan dan sebaran penduduk yang sangat luas dan beragam, serta keterbatasan pendanaan pembangunan sanitasi. Suatu ketika, Val membaca surat kabar yang menyebutkan besar subsidi bahan bakar minyak (BBM) mencapai Rp 107 triliun atau sekitar 214 kali anggaran sanitasi. Menurut public figure yang namanya sempat melejit lewat sitkom "Spesial Pake Telor" ini, disebabkan kurangnya niat dan perhatian para
26
TA M U K I TA
kesadaran masyarakat dan pelibatan mereka dalam program pembangunan sanitasi. "Tapi sebelum mengharapkan kesadaran masyarakat, yang terpenting adalah membangun perhatian dan kesadaran di tingkat para pengambil keputusan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif agar terbina pula kemitraan lintas sektor". Sanitasi dan Target MDGs Saat ini, Indonesia terus berproses dalam mencapai target Millenium Development Goals. Pada 2015, Indonesia ditargetkan telah dapat mencapai target 65 persen penduduk telah mendapat akses ke sanitasi layak. Tahun 2007 lalu, laporan MDGs menyatakan akses sanitasi di Indonesia telah mencapai 68 persen yang berarti telah melampaui target MDGs. Namun ditengarai masih banyak sarana yang sebenarnya belum memenuhi persyaratan, sehingga secara kuantitas sudah memadai tapi kualitasnya masih jauh dari memadai. Menurut Val, semua ini harus dikembalikan pada political will dari para pembuat keputusan di negeri ini, apakah sanitasi sebagai salah satu elemen dasar keberlangsungan hidup penduduk akan menjadi perhatian utama atau tidak? Bila iya, ujar putri pasangan Daniel A. Sani dan Nurdini ini, tentunya akan berdampak pula pada pencapaian maksimal MDGs melalui program-program pelatihan, insentif dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya sanitasi layak. "Sehingga terbentuk pula perilaku yang lebih baik dan bertanggung jawab. Apalagi jika disadari bahwa dampak sanitasi yang buruk tidak hanya pada aspek kesehatan tapi juga sosial dan ekonomi," ujar duta lingkungan yang mempunyai basic jurnalis ini. Val mengajak untuk membangun kebiasaan hidup dengan menjadi "virus" perubahan kepada semua orang yang kita temui dimana saja dan kapan saja. "Mari, kita peduli sanitasi layak untuk masyarakat!," ajak penulis materi kampanye bertajuk Cara Oke Pelihara 13umi (angka 13 dibaca B). Bowo Leksono
pengambil kebijakan akan pentingnya meningkatkan kondisi sanitasi di Indonesia. "Terlebih lagi, kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang penyediaan dan pemeliharaan sanitasi layak yang masih rendah, sehingga pencapaian penyediaan sanitasi layak di tanah air masih tertatih-tatih," ungkap Val. Sanitasi Tanggung Jawab Siapa? Menurut Val, yang paling bertanggung jawab terhadap ketersediaan sanitasi di Indonesia adalah pemerintah, baik tingkat pusat terlebih lagi pemerintah daerah. Namun ini semua, lanjutnya, tidak akan berhasil jika tidak didukung kesadaran masyarakat sendiri. Untuk itu, lanjut Val, sebaiknya perlu dilaksanakan program pembangunan dan pemeliharaan sanitasi yang melibatkan masyarakat secara aktif sehingga dapat tumbuh rasa butuh dan memiliki di antara masyarakat sendiri terhadap sanitasi. "Perlu juga dilakukan kerjasama yang lebih agresif dan terus-menerus antara pemerintah, swasta, dan masyarakat," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 25 November 1978 ini. Val memaparkan, ada dua pendekatan yang harus dilakukan agar
Val mengajak untuk membangun kebiasaan hidup dengan menjadi "virus" perubahan kepada semua orang yang kita temui dimana saja dan kapan saja.
kondisi sanitasi di Indonesia membaik, yaitu pendekatan teknis dan non-teknis. Pendekatan teknis, katanya, dengan meningkatkan berbagai sarana dan prasarana sanitasi yang layak di perkotaan dan perdesaan. "Di Jakarta saja, sekitar 60 persen rumah penduduk memiliki sumur berjarak kurang dari 10 meter dari tangki septik. Tentu ini berdampak negatif bagi pengguna air sumur karena rentan terkena penyakit akibat bakteri e-coli yang terdapat pada kotoran manusia," tutur perempuan jangkung setinggi 167 cm dan berat 53 kg. Sementara pendekatan non-teknis, lanjutnya, terkait dengan peningkatan
27
S E P U TA R W S L I C
Tim WSLIC-2 saat mengunjungi sumber mata air di Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Foto: Bowo Leksono.
belajaran bagi kita semua supaya bisa diperbaiki secepatnya. "Ini pekerjaan kita bersama agar terjadi sinergi dan mudah dalam mengontrolnya," ungkapnya. Asosiasi HIPPAMS HIPPAMS desa telah membentuk asosiasi HIPPAMS yang merupakan wadah untuk koordinasi, komunikasi, konsultasi, dan forum pemecahan masalah agar sarana air bersih (SAB) dapat dikelola secara profesional. Asosiasi ini bernama Asosiasi HIPPAMS Banyu Urip Asosiasi ini berdiri pada 30 Juni 2003 dan secara resmi berbentuk koperasi pada 24 Februari 2005. Sekarang asosiasi ini sudah memiliki 119 anggota HIPPAMS desa, 40 desa diantaranya dari proyek Departemen Pekerjaan Umum. Ketua Asosiasi sekaligus Koperasi Serba Usaha (KSU) HIPPAMS Banyu Urip Kasdan mengatakan selama ini asosiasi dan koperasi ini mengandalkan modal mandiri dengan iuran anggota sebesar Rp 5 juta tiap HIPPAMS desa. "Saat ini, KSU HIPPAMS Banyu Urip mengelola aset sebesar hampir Rp 200 juta yang antara lain melakukan kegiatan pinjaman murah," katanya. Asosiasi dan KSU HIPPAMS Banyu Urip sedang melakukan replikasi program baru terhadap 40 desa di wilayah Kabupaten Lamongan. "Kami mengharapkan bantuan modal untuk kelangsungan koperasi ini," tutur Kasdan. Kunjungan ke Desa-Desa HIPPAMS Desa pertama yang dikunjungi tim Supervisi adalah Desa Geger, Kecamatan Turi. Desa ini baru memiliki sumur bor belum genap dua tahun. Sebelumnya masyarakat desa memenuhi kebutuhan air bersih dari telaga dan sungai. Sekitar 476 kepala keluarga (sekitar 55 persen dari total KK) di Desa Geger telah menjadi pelanggan HIPPAMS desa. Sisanya,
28
S E P U TA R W S L I C
masyarakat mengakses melalui hidran umum yang tersedia yang pengelolaan dan perawatannya oleh keluarga tidak mampu dengan ketentuan tarif Rp 100 setiap 3 liter air. Menurut Ketua HIPPAMS Desa Geger Khoirul Hudah, pendapatan dalam sebulan mencapai Rp 2 juta. "Saat ini terdapat kas sejumlah Rp 30 juta dan ke depan akan digunakan untuk investasi ternak pada masyarakat kecil," katanya. Kepala Desa Geger Bambang S mengatakan keberadaan air bersih telah mendorong perubahan perilaku dalam hal hidup bersih bagi masyarakat, terutama bagi anak-anak sekolah di desa itu. "Kegiatan kaum perempuan melalui PKK juga kembali hidup dengan dukungan dana dari HIPPAMS desa," katanya. Perubahan perilaku juga berpengaruh pada kegiatan BAB. Sebelum ada WSLIC, banyak terjadi perilaku tidak menyenangkan. Masyarakat melakukan BAB sembarangan di belakang rumah dan di pinggir kali. Kemudian WSLIC menyumbang sejumlah 111 jamban bergulir. Sayang, keberhasilan ketersediaan sarana air bersih tidak terus diikuti dengan perbaikan saluran air yang memadai, sehingga di hampir seluruh sudut desa air kotor menggenang. Dari Desa Geger, kunjungan bergeser ke Desa Sidobogem, Kecamatan Mulyo. Sumur bor sedalam 60 meter dibangun sejak tahun 2004 di lokasi sebelah balai desa. Beberapa hidran umum juga dibangun di pojok desa yang juga dikelola oleh masyarakat miskin dengan pendapatan Rp 100 untuk dua ember air bersih. Sebelumnya masyarakat mengakses air dengan cara membendung sungai dan mengalirkan air dari waduk Prigetan. Kabupaten Malang Kunjungan Misi Supervisi di Kabupaten Malang dilakukan ke dua desa yaitu Desa Putukrejo dan Desa Karangsuko. Kepala Bappeda Kabupaten Malang Nehruddin mengatakan program WSLIC-2 dalam lima tahun terakhir dirasa sangat menolong sekali bagi masyarakat. "Dari 390 desa di Kabupaten Malang, 40 persen diantaranya kesulitan air bersih," katanya. Di Desa Putukrejo Kecamatan Gondanglegi, pembangunan sarana air bersih dimulai sejak 2004. Namun hingga tiga kali dilakukan pengeboran namun belum menuai hasil sampai akhirnya pindah opsi yaitu mengangkat air bersih dari sumber Sira yang juga mampu mengairi sawah seluas 700 hektar. Baru pada tahun 2006, masyarakat Desa Putukrejo menikmati air bersih dengan membangun sumur pompa dengan debit air 7 liter per detik. Untuk mengelola kebutuhan air bersih masyarakat, dibentuk Badan Pengelola Sarana Air Bersih dan Sanitasi (BPSABS) Sumber Sira. Pembentukan badan ini melalui proses (i) Musyawarah Desa dan kemudian (ii) ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa. BPSABS ini telah beroperasi sejak Januari 2007. Pemasukan rata-rata per bulan bagi BPSABS sebesar Rp 7 juta. Untuk insentif pengurus termasuk penjaga Rp 2,5 juta, penyusutan Rp 500 ribu, cadangan Rp 1 juta dan sisa per bulan Rp 1 juta.
BPSABS Sumber Sira juga mampu melayani desa lain yaitu Desa Sumber Jaya dan Desa Ketawang dengan biaya sambungan Rp 1 juta untuk desa tetangga sementara penduduk desa asal Rp 500 ribu. Sekarang terdapat 433 pelanggan dan terus berlanjut. Menurut Ketua BPSAB Desa Putukrejo H. Rusdi, untuk sanitasi di Desa Putukrejo belumlah sempurna karena usia WSLIC yang baru berjalan 14 bulan. "Masih perlu waktu untuk perbaikan sarana sanitasi dan perubahan perilaku," katanya. Sementara di Desa Karangsuko Kecamatan Pagelaran, sebelum tersedianya air bersih, warga mengonsumsi air dari irigasi. Baru pada 2005, WSLIC-2 masuk. Terdapat lima sumber mata air salah satu yaitu sumber Maron yang dimanfaatkan berdebit 460 liter per detik tapi hanya dimanfaatkan 4 liter per detik. Pada akhir 2006 mampu membagi air dengan tetangga desa yaitu Desa Sukasari dan Gondanglegi Kulon. Saat ini terdapat 739 konsumen. Ketua BPSABS Desa Karangsuko Sayyid Muhammad mengatakan untuk penggalakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan melalui bidan desa dan kader PHBS. "Kami sudah mampu membangun empat Posyandu lansia dan berencana membeli mobil ambulance desa," katanya. Untuk urusan sanitasi, Sayyid mengakui masih terdapat masyarakat yang BAB sembarangan di sungai. "Kami tak mau melarang tanpa adanya solusi. Kami berencana membangun jamban umum di dekat sungai," ungkapnya. Temuan Menarik Secara umum, ketersediaan air bersih bagi masyarakat ikut mendorong perekonomian desa. Hal ini terlihat dari berkembangnya omset BPSABS, bahkan sistem administrasi BPSABS Sumber Sira didukung oleh ketersediaan perangkat komputer berikut perangkat lunaknya berupa sistem komputerisasi pembayaran pelanggan. Namun yang kurang mendapat perhatian adalah penanganan air limbah yang berasal dari rumah penduduk yang telah mendapatkan layanan air bersih. Disamping itu, mengemuka juga baik di Kabupaten Malang dan di Kabupaten Sampang persaingan antara BPSABS/HIPPAMS dan PDAM. Sehingga terdapat penduduk yang menjadi pelanggan keduanya, atau berpindah dari PDAM ke BPSABS. Kondisi ini sebaiknya dihindari karena akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya 'over investment' di satu lokasi. Seharusnya dibuat pengaturan sehingga paling tidak terjadi sinergi diantara keduanya dan bukannya malah terjadi persaingan diam-diam. Kemandirian masyarakat dalam mengelola fasilitas yang ada sudah terbukti, termasuk juga keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk mereplikasi pendekatan WSLIC-2. Namun tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti pemerintah daerah sebaiknya mempunyai rencana pengembangan sistem air minum sebagaimana diamanatkan oleh regulasi yang ada. Hal ini akan memudahkan dalam mensinergikan upaya penyediaan air minum, baik sistem perpipaan maupun non-perpipaan, oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. Bowo Leksono/OM
29
S E P U TA R I S S D P
elaksanaan Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) Fase 1 yang dimulai April 2006 silam dan berakhir Maret 2008. Tiga kegiatan ISSDP adalah membantu pemerintah pusat dalam penyusunan kerangka kerja pembangunan sanitasi yang berkelanjutan, peningkatan kesadaran terhadap sanitasi dan perilaku hidup sehat, serta penguatan kapasitas pemerintah kota dalam penyusunan strategi pembangunan sanitasi. Selain menghasilkan berbagai produk dari kegiatan-kegiatan tersebut, seiring perkembangan program, muncul isu-isu strategis sanitasi yang memerlukan pembahasan dan rencana tindak lebih lanjut. Pembahasan dan penyusunan rencana tindak lanjut tersebut akan dilakukan oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi yang telah ditetapkan melalui SK Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Nomor: KEP. 01/D. VI/11/2007. Pada SK tersebut, Tim Teknis Pembangunan Sanitasi terdiri dari lima Kelompok Kerja yaitu Bidang Kesehatan yang bertugas mencakup aspek-aspek peningkatan kualitas hidup masyarakat yang bersih dan sehat. Kemudian ruang lingkup Bidang Teknis mencakup aspekaspek teknis terkait pembangunan sarana dan prasarana sanitasi. Bidang Kelembagaan akan bertugas mencakup aspek-aspek pengaturan kelembagaan dalam pembangunan sanitasi. Sedangkan Bidang Pemberdayaan Masyarakat meliputi aspek-aspek pemberdayaan, pelibatan dan kerjasama masyarakat dalam pembangunan sanitasi. Terakhir adalah Bidang Pendanaan dengan ruang lingkup pada aspek-aspek pendanaan pembangunan sanitasi dengan sumber pendanaan dalam dan luar negeri.
Terkait berakhirnya pelaksanaan ISSDP Fase I yang telah dilakukan di enam kota (Blitar, Solo, Denpasar, Jambi, Banjarmasin, dan Payakumbuh), program ini akan dilanjutkan dalam ISSDP Fase II yang dimulai pada April 2008 hingga Desember 2009. Pada Fase II ini, program akan lebih menekankan pada replikasi di beberapa kota lain dengan melibatkan provinsi serta proses yang lebih komunikatif antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota. Konsep pelaksanaan ISSDP Fase II menjadi salah satu agenda yang dibahas pada "Lokakarya Evaluasi ISSDP Fase I" di Bogor pada 5-6 Februari 2008. Lokakarya ini merupakan forum konsolidasi rencana kerja Tim Teknis Pembangunan Sanitasi secara terintegrasi. Lokakarya yang dibuka Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas Budi Hidayat, diharapkan dapat menghasilkan rencana kerja Tim Teknis Pembangunan Sanitasi terkait kegiatan ISSDP, khususnya untuk tahun 2008. Salah satu kegiatan dalam lokakarya ini adalah diskusi kelompok bidang kerja yang menghasilkan beberapa rekomendasi dan rencana kerja. Bidang kesehatan
akan melakukan evaluasi strategi lima kampanye sanitasi serta menyertakan data Environmental Health Risk Assessment (EHRA) dalam Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Nasional dan Daerah. Bidang Teknis akan mensosialisasikan SPM ke daerah serta mengembangkan Buku Panduan Sanitasi. Bidang kelembagaan diharapkan dapat melakukan persiapan provinsi untuk pembentukan Tim Pengarah Pembangunan Foto: ISSDP AMPL dan Tim Teknis Sanitasi, penyusunan kerangka kebijakan nasional serta perbaikan perda sanitasi, dan replikasi best practices ISSDP melalui propinsi ke kota-kota lain. Bidang Pemberdayaan masyarakat akan melakukan penyusunan modul pelatihan dasar fasilitasi dan pelaksanaan TOT di tingkat provinsi, pembuatan silabus replikasi Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penetapan penguatan kapasitas sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan sanitasi. Sementara Bidang Pendanaan berencana mengembangkan channeling fund untuk sanitasi dan pemanfaatan keberadaan Pokja sebagai alternatif pola pendanan dengan sistem offbudget dimana masing-masing instansi memperjuangkan dana sanitasi melalui SKPD. Lokakarya ditutup oleh Nugroho Tri Utomo dengan menyampaikan tindak lanjut lokakarya berupa rencana pelaksanaan pertemuan Tim Teknis Pembangunan Sanitasi untuk membahas lebih lanjut isu yang belum terselesaikan dan penyusunan program untuk menyambut Tahun Sanitasi Internasional 2008. Tim ISSDP
30
S E P U TA R I S S D P
elama ini belum banyak kota yang memiliki data sanitasi secara menyeluruh dan terintegrasi. Kalaupun ada, biasanya data sektoral sesuai dengan bidang garapan tiap sektor. Kadang-kadang data-data yang ada bertentangan satu dengan yang lain. Akibatnya, sulit menentukan data mana yang harus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan strategi sanitasi. Karena itu, tahapan awal sebelum menyusun suatu Strategi Sanitasi Kota (SSK), kota-kota yang terlibat dalam ISSDP harus memiliki buku putih sanitasi. Buku ini merupakan hasil kompilasi data sekunder dari semua sektor terkait. Buku putih memuat data dasar kota seperti: penduduk, perumahan, kepadatan, batas wilayah, indikator kemiskinan, peta berdasarkan kondisi sanitasi, jenis layanan, dan sebagainya. Selain itu, buku putih ini harus memuat peran dan tanggung jawab kelembagaan bagi penyelenggara dan pengelola layanan prasarana serta prakarsa proyek sanitasi yang ada. Data-data dalam buku putih ini merupakan data dasar yang bisa menggambarkan tingkat layanan, kebutuhan, dan prioritas yang harus diambil dalam pengembangan sanitasi ke depan. Pada tahap berikutnya, buku putih ini dilengkapi pula dengan hasil riset risiko kesehatan lingkungan yang dikenal sebagai EHRA (Environmental Health Risk Assessment). Hasil riset ini merupakan data primer yang diambil langsung dari masyarakat secara menyeluruh melalui sebuah survei yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Data ini nantinya digunakan untuk menyusun rencana aksi dan prioritas pengembangan sanitasi pada kawasan tertentu di perkotaan. Pokja Sanitasi Bukan pekerjaan mudah menyatukan data-data yang tersebar dan melakukan
Foto: ISSDP
Buku putih ini dilengkapi pula dengan hasil riset risiko kesehatan lingkungan yang dikenal sebagai EHRA (Environmental Health Risk Assessment).
riset sanitasi kota dengan melibatkan banyak sektor. Untuk penyusunan buku putih dan lebih jauh dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota memerlukan kerja sama dan komitmen bersama. Langkah ini bisa terwujud jika ada koordinasi antar para pemangku kepentingan di bidang sanitasi dan dukungan dari pengambil kebijakan. Pembentukan kelompok kerja (pokja) sanitasi secara formal menjadi jalan bagi upaya itu. Bappeda bisa menjadi inisiator pembentukannya sekaligus mengkoordi-
nasikan kegiatan pokja. Unsur-unsur kesehatan, pekerjaan umum, lingkungan hidup, kebersihan, pendidikan, dan lainnya bergabung di dalamnya. Keberadaan pokja sanitasi harus memperoleh dukungan penuh dari kepala daerah dan wakil rakyat (DPRD) secara penuh. Mengapa? Karena pokja butuh limpahan wewenang untuk menjalankan aktivitasnya secara leluasa. Apalagi tugas pokja bersifat berkesinambungan dalam rangka mengawal pengembangan sanitasi di tingkat kota. Perlu diingat, pembentukan pokja sanitasi tidak sekadar membentuk sebuah organisasi baru. Pokja sanitasi adalah lokomotif bagi pengembangan sanitasi. Karenanya, pengembangan kapasitas kelembagaan dan individu yang terlibat di dalamnya adalah sebuah keniscayaan. Kerja pokja sanitasi yang efektif akan menjamin munculnya out put yang baik. Salah satu indikator awal keberhasilan pokja sanitasi adalah buku putih sanitasi kota. Mujiyanto
31
S E P U TA R W A S P O L A
udah empat tahun sejak 2004, WASPOLA mendampingi 49 daerah kabupaten/kota melakukan adopsi dan implementasi Kebijakan Nasional AMPL-BM. Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam kurun waktu tersebut. Dari seluruh jumlah daerah dampingan tadi, 44 kabupaten/kota telah memiliki rencana strategis pembangunan AMPL untuk daerahnya masing-masing. Hampir setengahnya pula yang telah menindaklanjuti renstra tersebut. Belum semua daerah dampingan menindaklanjuti renstra, sementara masih banyak kabupaten/kota lain yang perlu mengadopsi kebijakan AMPL pula, sementara WASPOLA 2 akan berakhir 2008 ini. Menyikapi kondisi ini, WASPOLA bersama Pokja AMPL Nasional mengadakan Lokakarya Konsolidasi Pelaksanaan Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat. Dalam lokakarya ini yang diselenggarakan pada tanggal 2-6 Maret 2008, di Bali, WASPOLA, Pokja AMPL Nasional, Provinsi dan Daerah, melakukan evaluasi, koordinasi, dan konsolidasi hasil pelaksanaan kebijakan. Setidaknya ada tiga poin yang diharapkan dari adanya lokakarya ini yaitu mencari tahu apa yang harus dilakukan, menyepakati agenda bersama antara pusat dan daerah, serta menyepakati mekanisme tindak lanjut kegiatan pusat dan daerah setelah berakhirnya WASPOLA. Di antara agenda acara lokakarya, diselenggarakan juga sebuah talkshow yang menghadirkan tiga bupati daerah dampingan WASPOLA. Ketiganya yaitu Gusmal, Bupati Kabupaten Solok, Siti Qomariyah, Bupati Kabupaten Pekalongan, dan Iwan Bokings, Bupati Kabupaten Boalemo.
Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas memberi sambutan pembukaan didampingi Direktur Pengembangan PLP Dep. PU (kiri) dan Direktur Penyehatan Lingkungan Depkes. Foto: Dormaringan.
Dari talkshow ini digali pengalaman dari daerah-daerah yang dipimpin tiga bupati tersebut dalam adopsi dan implementasi kebijakan AMPL serta inovasi dalam menyikapi berbagai kendala yang ada. Hadirnya 3 pimpinan daerah dalam talkshow tersebut diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi daerah lain dalam menyikapi berbagai isu pembangunan AMPL di daerah. Dalam talkshow ini pula hadir perwakilan dari pusat untuk memberikan pandangannya secara umum terhadap pelaksanaan kebijakan di daerah. Dari pusat hadir Budi Hidayat, Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas, Wan Alkadri, Direktur Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan, dan Soesmono, Direktur Penyehatan Lingkungan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum. Dari pengalaman ketiga daerah narasumber, ternyata dana tak tersangka dalam APBD bisa dijadikan sebagai sum-
ber dana yang dapat diakses oleh sektor AMPL seperti halnya di Pekalongan. Dari Boalemo, ternyata daerah juga telah mampu menangkap peluang pendanaan dari pihak eksternal seperti CARE International. Sementara di Solok, terlihat adanya desentralisasi tanggung jawab yang bisa dibagi bersama masyarakat seperti halnya masyarakat nagari. Hal-hal ini menjadi inspirasi daerah lainnya untuk menembus keterbatasan yang ada. Di akhir lokakarya berhasil disepakati beberapa hal (i) meningkatkan kerjasama di antara pokja AMPL nasional dan pokja AMPL daerah dengan menjadikan pokja AMPL propinsi sebagai ujung tombak koordinasi, fasilitasi, advokasi yang dilakukan oleh pokja AMPL nasional terhadap pokja AMPL kabupaten/kota; (ii) menetapkan focal point di masing-masing pokja daerah sebagai penghubung antarpokja; (iii) meningkatkan kampanye publik dan dimulai dengan berpartisipasi memperingati HAD 2008. FN
32
S E P U TA R W A S P O L A
Lokakarya Penyusunan Program Strategis Pembangunan AMPL di Provinsi Jawa Tengah Didukung UNICEF
matan biaya untuk pengobatan. Sebaliknya dengan kondisi layanan AMPL yang buruk karena tidak ada/kurangnya investasi maka resiko penyakit karena faktor air dan lingkungan terjadi dan ujung-ujungnya terjadi pengeluaran biaya. Yang lebih paradoks lagi menurut beberapa peserta dari kabupaten institusi rumah sakit dijadikan target sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Ego Sektoral Peserta lokakarya merasakan selama ini masih terjadi praktek ego sektoral dalam menangani pembangunan AMPL. Banyak dinas yang menangani tetapi masing-masing memiliki kebijakan dan hal ini memiliki mata rantai dengan kebijakan departemennya. Semua sepakat ego sektoral harus dihilangkan. Semua peserta meneriakkan yel "Ayo Sinergi".
okakarya penyusunan program strategis pembangunan AMPL di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu inisiatif Kelompok Kerja AMPL dalam upaya menindaklanjuti hasil fasilitasi pelaksanaan kebijakan. Diselenggarakan pada 25-26 Maret 2008 di Salatiga disponsori oleh UNICEF Jawa Tengah. Dukungan UNICEF dalam penyusunan Renstra AMPL ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi UNICEF dalam pengembangan Program Water Environmental Sanitation di Jawa Tengah yang pada saat ini baru dilaksanakan di satu daerah di Kabupaten Klaten. Lokakarya ini dihadiri oleh 30 orang peserta dari unsur Kelompok Kerja Provinsi, semua dinas terkait AMPL serta perwakilan dari tiga kabupaten sebagai narasumber atas pelaksanaan Renstra AMPL yang telah disusun yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Grobogan dan Pekalongan. Lebih dari 26 Juta Orang Belum Menikmati Layanan AMPL yang Layak Menurut paparan kemajuan pembangunan AMPL oleh Dinas Kimtaru sampai saat ini masih ada 25 juta orang di
Jawa Tengah tidak mendapatkan akses layanan air minum dengan layak. Kondisi ini merupakan salah satu mandat yang mengharuskan Kelompok Kerja AMPL Provinsi Jawa Tengah untuk bertindak dan berinisiatif melalui penyiapan Rencana Strategis Pembangunan AMPL yang nantinya dijadikan acuan dalam penyusunan Rencana Kerja SKPD. Perlu Investasi Rp 1,7 Triliun untuk Air Minum dan Sanitasi Hitungan secara kasar menurut Dinas Kimpraswil, di Jawa Tengah sampai tahun 2015 untuk pemenuhan layanan air minum dan sanitasi secara keseluruhan di perkotaan dan perdesaan diperlukan investasi sebesar Rp 1,7 triliun. Masih Ada Anggapan bahwa Investasi untuk Air Minum dan Sanitasi sebagai Biaya Cara berpikir seperti inilah merupakan penyebab utama mengapa air minum dan sanitasi selama ini belum dianggap sebagai prioritas pembangunan. Diilustrasikan oleh Dinas Kimtaru dengan investasi X rupiah untuk layanan AMPL maka akan mengurangi resiko penyakit yang akhirnya terjadi penghe-
FOKUS LOKAKARYA
Tiga Isu Strategis dalam Pembangunan AMPL Lokakarya ini secara intensif mendiskusikan beberapa isu atau permasalahan yang dikemukakan oleh Dinas Kimtaru, Dinas Kesehatan, Bapedal dan Dinas Sumber Daya Alam dalam pengelolaan pembangunan air minum dan sanitasi dari hulu sampai hilir. Terdapat lebih dari 50 daftar masalah yang teridentifikasi yang pada akhirnya dikerucutkan menjadi 3 masalah mendasar sebagai usulan isu strategis yang akan dijabarkan dalam dokumen Renstra AMPL Provinsi yaitu; rendahnya komitmen pengambil kebijakan terhadap AMPL, semakin rendahnya kualitas lingkungan (sebagai penghasil air baku) dan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
33
S E P U TA R W A S P O L A
Data AMPL Secara khusus topik mengenai data AMPL didiskusikan melalui diskusi kelompok. Data merupakan pintu masuk dalam kita menyusun Renstra AMPL. Persoalan data merupakan persoalan yang cukup pelik di Jawa Tengah sebagaimana yang dialami di tingkat nasional yang selalu muncul persoalannya. Lokakarya telah menyepakati data umum yang ada akan dijadikan dasar dalam penyusunan Renstra tanpa mengurangi data khusus sesuai dengan tupoksi dinas dan akan dilakukan penyempurnaan secara bertahap karena Renstra yang akan disusun ini merupakan dokumen yang dinamis dan akan senantiasa di-update. Harapan Daerah Tiga daerah yang hadir sebagai narasumber yaitu Kebumen, Grobogan dan Pekalongan menyampaikan pandangan, masukan dan harapan terhadap Renstra Provinsi berdasarkan isu yang dihadapi oleh daerah. Harapan dan masukan utama dari daerah adalah perlunya provinsi memuat kebijakan atau program strategis dalam Renstranya antara lain: 1. Kebijakan untuk mendorong pimpinan daerah/kabupaten/kota untuk menempatkan AMPL sebagai
salah satu prioritas pembangunan. 2. Kebijakan mengenai kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya peningkatan layanan AMPL di daerah. 3. Kebijakan mengenai penguatan kapasitas SDM Pokja AMPL daerah
yang berorientasi pada kelestarian lingkungan. 4. Mendorong dan mendukung upaya daerah dalam program sanitasi berbasis masyarakat. Harapan dan masukan daerah ini perlu dilengkapi dengan provinsi meminta masukan dari daerah lain yang tidak diundang pada lokakarya putaran pertama ini, khususnya mengenai isu-isu yang relevan yang pada saat ini dihadapi oleh daerah. Kesepakatan Rencana Tindak Lanjut Lokakarya menyepakati untuk melakukan lokakarya lanjutan sebanyak 3 kali sampai dengan selesainya penyiapan dokumen Renstra ini. Lokakarya lanjutan yang pertama akan dilakukan selama bulan April dengan agenda utama melengkapi informasi, melakukan analisa terhadap isu strategis, analisis kebijakan dan program strategis dan diharapkan menghasilkan draf I dokumen Renstra. Pertemuan/lokakarya selanjutnya akan disesuaikan dengan kesepakatan pada lokakarya pada bulan April yang akan datang. Subari, Bambang dan Huseiyn.
34
S E P U TA R W A S P O L A
KILAS BALIK
Hasil Fasilitasi Pelaksanaan Kebijakan Nasional AMPL-BM di Daerah
asilitasi pelaksanaan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkugan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM) merupakan proses pembelajaran bagi pusat dan daerah (baca: pemangku kepentingan) dalam merubah paradigma pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Perjalanan kegiatan fasilitasi Kebijakan dari tahun 2003 sampai 2007 memberi banyak pengalaman yang patut ditimba baik Pusat maupun Daerah. Keberlanjutan Pembangunan, Esensi Kebijakan Kebijakan telah memberikan jalur baru (pathway) dalam penalaran dan arahan mengenai paradigma baru pembangunan AMPL, khususnya perhatian atas pentingnya pembangunan yang berkelanjutan dan proses "menempatkan" masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Sehingga bukan tanpa sengaja, Kebijakan secara khusus ditujukan untuk menghasilkan adanya keberlanjutan dan penggunaan yang efektif, yang secara prinsip diwujudkannya melalui sebelas prinsip umum kebijakan. Proses ini didasarkan pada kerangka logis bahwa, sebuah kebijakan (nasional) akan diimplementasikan oleh daerah apabila kebijakan tersebut dipahami dan diterima sebagai acuan yang dipedomani yang selanjutnya dioperasionalisasikan ke dalam program melalui fungsi dinas dan instansi terkait di daerah. Dalam konteks fasilitasi WASPOLA, tahapan fasilitasi berdasarkan milestone keberlanjutan adalah sebagai berikut:
potensial dalam rangka penjaringan minat daerah, lokakarya diseminasi kebijakan di daerah dan road show kebijakan kepada pimpinan daerah untuk menggalang dukungan mengenai pelaksanaan kebijakan di daerah dan diseminasi kebijakan kepada publik melalui piranti media. Hasilnya cukup menggembirakan dan hingga kini 62 daerah telah menjadi lokasi untuk memperoleh layanan fasilitasi pelaksanaan kebijakan, adopsi kebijakan ke dalam proyek-proyek terkait dan minat lembaga donor untuk menjadikan kebijakan nasional sebagai platform proyek AMPL yang dilaksanakan. Hasil lain adalah lahirnya gerakan AMPL melalui jaringan/forum dan semakin besarnya intensitas perhatian media terhadap isu AMPL. Pendampingan Lapangan Pendampingan lapangan dilaksanakan berdasarkan permintaan. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip kebijakan pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach). Secara dinamis pelaksanaan pendampingan mengalami evolusi dari pendampingan berbasis kabupaten pada tahun 2003-2004 menjadi pendampingan berbasis provinsi mulai tahun 2005 dan sejak tahun 2007 pendampingan intensif telah berubah menjadi pendampingan non-intensif berdasarkan agenda yang disepakati kecuali dua provinsi baru yaitu di Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Pergeseran pendekatan pendampingan menunjukkan adanya perkembangan kemandirian daerah khususnya provinsi dalam pengelolaan kegiatan pelaksanaan kebijakan. Hal ini juga mengindikasikan terjadinya proses transformasi keterampilan fasilitasi dari konsultan kepada Kelompok Kerja AMPL daerah. Hasil yang dapat dilihat dari proses pendampingan evolutif adalah inisiatif daerah untuk menindaklanjuti pelaksanaan kebijakan dari berbasis dorongan konsultan menjadi pelaksanaan kegiatan berbasis prakarsa daerah sendiri dan posisi konsultan menjadi nara sumber. Dengan kata lain ada atau tidak ada konsultan kegiatan pelaksanaan kebijakan berjalan khususnya di Sumatera Barat, Banten, Jawa Tengah dan Gorontalo sedangkan untuk provinsi lain masih memerlukan dorongan khusus. Penguatan Kapasitas Kegiatan penguatan kapasitas melalui serangkaian lokakarya dan pelatihan tematik dirancang dengan memperimbangkan nilai strategis terhadap keberlanjutan pelaksanaan kebijakan. Secara umum kegiatan penguatan kapasitas memuat tiga domain yaitu peningkatan pengetahuan dan wawasan,
Promosi/Pemasaran Kebijakan Promosi kebijakan menjadi bagian terpenting dalam layanan fasilitasi pelaksanaan kebijakan. Promosi dikembangkan sebelum, saat dan pascafasilitasi Kebijakan. Dalam seleksi daerah, eksistensi kebijakan dipromosikan melalui lokakarya diseminasi kebijakan di tingkat nasional dihadiri oleh daerah-daerah
35
S E P U TA R W A S P O L A
perubahan sikap, dan peningkatan keterampilan. Dari serangkaian pelatihan/lokakarya tematik, pelatihan penyusunan Renstra AMPL merupakan kegiatan penguatan kapasitas yang secara langsung menjawab kebutuhan dalam rangka penyusunan strategi pembangunan AMPL daerah, pelatihan dasar fasilitasi secara langsung dapat menjawab kebutuhan peningkatan keterampilan proses operasionalisasi kebijakan dan pelatihan CLTS mendorong inisiatif daerah dalam pengembangan program sanitasi berbasis masyarakat.
46 kabupaten/kota semua telah menyelesaikan kecuali di kabupaten Dompu, Bima dan Sumba Timur yang pada saat ini dalam proses penyelesaian. Beberapa daerah telah menunjukkan adanya inisiatif dalam rangka menindaklanjuti Renstra AMPL dan adopsi kebijakan bervariasi sesuai karakteristinya. Permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan Renstra AMPL juga dialami beberapa daerah karena faktor-faktor antara lain; pergantian pimpinan, mutasi anggota kelompok kerja sehingga terjadi kekosongan champion AMPL dan alasan keterbatasan dana APBD.
dalam menindaklanjuti hasil pelaksanaan kebijakan. Respon Daerah Pascalokakarya Renspon langsung dari masing-masing daerah telah ditunjukkan dengan rencana pelaksanaan perayaan Hari Air Dunia dan Tahun Sanitasi Internasional 2008 dan masing-masing Kelompok Kerja telah melakukan koordinasi dengan pimpinan daerah khususnya dalam menindaklanjuti Surat Bappenas perihal tindak lanjut lokakarya. Contoh lain ditunjukkan oleh Provinsi Jawa Tengah dengan dilaksanakannya lokakarya penyiapan Renstra AMPL Provinsi melalui kerjasana dengan UNICEF. Rencana Jangka Pendek Dalam rangka keberlanjutan program khususnya melalui peran provinsi, agenda penting sebelum proyek berakhir adalah penyelenggaraan lokakarya di masing-masing provinsi dalam rangka penyiapan Rencana Kerja Jangka Menengah dalam pelaksanaan kebijakan yang diharapkan rencana tersebut dipedomani dalam pengembangan kegiatan lebih lanjut.
Konsolidasi Hasil Pelaksanaan Kebijakan Lokakarya konsolidasi pelaksanaan kebijakan dilaksanakan di Bali pada 2-6 Maret 2008 membahas berbagai aspek dalam upaya keberlanjutan pelaksanaan kebijakan di daerah antara lain pemetaan progres tekini, isu strategis, prioritas penanganan, agenda nasional ke depan pascaproyek, mekanisme koordinasi dan komunikasi pelaksanaan kebijakan pascaproyek. Lokakarya ini menghadirkan tiga pimpinan daerah yaitu Bupati Solok, Bupati Pekalongan dan Bupati Boalemo untuk menyampaikan pandangan dan pengalamannya dalam pelaksanaan dan tindak lanjut fasilitasi pelaksanaan kebijakan. Disamping pimpinan daerah, lokakarya ini juga menghadirkan praktisi dari LSM dan proyek untuk membagi pengalamannya dalam pelaksanaan pembangunan AMPL-BM serta pengalaman spesifik dari kabupaten dan provinsi
REFLEKSI
Apa yang telah dihasilkan? Rangkaian intervensi dan kegiatan selama proyek WASPOLA telah memperoleh cacatan penting hasil dan pembelajaran sebagai bahan refleksi, antara lain pemasaran dan komunikasi kebijakan, pendampingan lapangan, penguatan kapasitas, dan renstra AMPL daerah. Dimana Kita Berada? Sampai berakhirnya proyek WASPOLA, Kelompok Kerja AMPL telah menebarkan konsep dan paradigma pembangunan AMPL berbasis masyarakat dalam skala luas melalui media komunikasi yang telah terbangun selama ini. Pada saat ini WASPOLA dan Kelompok Kerja AMPL telah menjadi pusat layanan informasi seputar AMPL dan telah memiliki mitra sebanyak 62 kabupaten/kota termasuk dampingan daerah tahun 2007.
SBR/SI/DHS
36
S E P U TA R A M P L
ebuah lokakarya penting bertajuk "Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat" digelar di Jakarta, 16-17 Januari 2008. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) melalui Gugus Tugas Pengelolaan Sampah (GTPS) yang didukung Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Mercy Corps. Sampai saat ini, belum ada kota/kabupaten yang mampu secara penuh mengelola sampah padahal tingkat pertambahan volume sampah diperkirakan mencapai 4 persen per tahunnya. Belum lagi tingkat kesadaran masyarakat yang dirasakan masih belum memadai, sementara upaya para pemangku kepentingan yang peduli tarhadap masalah persampahan masih berjalan sendiri-sendiri. Demikian hal yang melatarbelakangi pentingnya digelar lokakarya ini. Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priatna dalam sambutan dan pembukaannya yang diwakili Direktur Permukiman dan Perumahan Budi Hidayat mengatakan lokakarya ini salah satu komitmen nasional dan internasional yaitu pengelolaan sampah yang berkelanjutan melalui peningkatan kepedulian dan upaya sinergi dari para pemangku kepentingan. Dialog Interaktif Pada sesi dialog interaktif menghadirkan empat pembicara penting yaitu Direktur Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen PU Susmono, Asdep Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan USK Kementerian Lingkungan Hidup Tri Bangun Laksono, Anggota DPR RI Tjatur Sapto Edi, dan Kepala Dinas Kebersihan Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dimoderatori Lula Kamal. Lula Kamal mengawali dengan mempertanyakan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Persampahan yang sudah tiga tahun belum ditetapkan menjadi undang-undang. Tjatur Sapto Edi menegaskan RUU yang dirancang Kementerian Lingkungan Hidup telah masuk ke Panitia Kerja DPR. "Insya Allah, Maret 2008 ini bisa ditetapkan dan diberlakukan sebagai undang-undang," tegas Tjatur. Tri Bangun Laksono mengatakan yang dilakukan dalam urusan pengelolaan sampah masih kelas-kelas hobi dan yang indah-indah di tingkat kampung tapi tidak pernah memberikan solusi yang menyeluruh. "Kita butuh lokomotif dalam memasuki era mengolah sampah yaitu undang-undang," katanya. Sementara Susmono membahas lebih luas, tidak sekedar pengelolaan sampah namun juga limbah. "Namun, meskipun belum ada UU Persampahan, bisa diterapkan dengan aturan yang ada karena napasnya sama, mengubah pradigma dari
Dialog interaktif pada lokakarya bertajuk "Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat" 16-17 Januari 2008, di Jakarta diselenggarakan oleh Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). Foto: Bowo Leksono.
kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-angkut-kelola," tuturnya. Sementara Tri Rismaharini memaparkan keberhasilan Kota Surabaya dalam mengelola sampah berbasis masyarakat. "Percepatan keberhasilan itu karena kami selalu bekerja bersama antara Pemerintah Kota, LSM, media massa, pengusaha, dan masyarakat," ujarnya. Memasuki hari kedua diisi sepenuhnya dengan diskusi panel dan kelompok. Masih tetap menghadirkan tokoh-tokoh pengambil kebijakan dan para pelaku pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat. Tri Bangun Laksono (Sony), yang dikenal vokal ini kembali dihadirkan. Bersanding dengan Endang, Kepala Seksi Sampah dan Drainase Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dirjen Cipta Karya, Departemen PU. Kunci persoalan sampah, tegas Sony, yang pertama kali harus dibenahi adalah kinerja pemerintahnya, bukan masyarakatnya tapi bukan berarti masyarakat tidak boleh untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. "Pemkot dan Pemda jangan membantu tapi melaksanakan pengelolaan sampah karena berhubungan dengan pelayanan publik," tandasnya. Sementara Endang memberi gambaran mengapa kita tidak mampu mengurangi jumlah pemulung. Tidak hanya di Jawa, bahkan hingga Papua pun, sampah mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi pemulung. "Artinya, tetap ada nilai ekonomis dengan sampah. Namun, meminjam judul tema pada Majalah Percik, bahwa Sampah masih menjadi "Sampah"," katanya. Lokakarya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ini diakhiri dengan diskusi kelompok yang dipandu tim dari Waspola dan ditutup secara resmi oleh Kasubdit Persampahan dan Drainase Bappenas Oswar Mungkasa. Bowo Leksono
37
S E P U TA R A M P L
Diskusi Media
Menyongsong Tahun Sanitasi Internasional 2008
tinja dan urin itu bukan sampah yang kekuatan anggaran atau yang mempuelama 30 tahun terakhir, pemerinharus dibuang, tapi itu sumber daya yang nyai daya dorong yang besar. "Sanitasi itu tah Indonesia hanya menyediakan perlu diolah," tuturnya. tidak memberikan dorongan besar untuk sekitar Rp 7,7 triliun untuk sektor Sementara Budi Hidayat memapemerintah dari dulu hingga sekarang," sanitasi, artinya hanya Rp 200 per tahun parkan buruknya pengelolaan sanitasi di katanya. untuk setiap penduduk Indonesia. Indonesia. Terdapat 6 juta ton tinja per Sejatinya, jelas Tjatur, masalah saniPadahal kebutuhan minimal akses tertahun dan 6 juta kubik urin per tahun, 70 tasi dan lingkungan hidup itu masalah hadap sarana sanitasi yang memadai sepersen yang diolah dan ditampung depolitik tapi karena politik itu urusannya kitar Rp 47 ribu per orang per tahun. ngan baik. "Kemana tinja dan Demikian yang tercatat pada buku urin yang berjumlah 30 persen berjudul "Sanitasi Perkotaan; Poatau sekitar 1,8 juta ton per tret, Harapan, dan Peluang" yang tahun?," katanya. diterbitkan Bappenas, WSP-EAP, Lebih lanjut, Budi Hidayat dan Bank Dunia. mengatakan secara ekonomi, Bayangkan, bagaimana pembaIndonesia mengalami kerugian ngunan sektor sanitasi di Indonesia dari sektor sanitasi mencapai 6 guna peningkatan kualitas hidup juta dolar per tahun. "Walaupun manusia dalam mencapai tujuan sebenarnya prioritas bukan hanya Millennium Development Goals pada anggaran, terpenting bagai(MDGs) di tahun 2015 kelak? mana masyarakat mampu hidup Sebuah diskusi media mengsehat," ujarnya. awali dalam menyongsong Tahun Menurut Budi Yuwono, pemSanitasi Internasional (TSI) 2008. bangunan sanitasi di Indonesia Diskusi yang digelar Environmenasal sudah tidak lagi dapat terlital Services Program (ESP/hat mata, belum melakukan peUSAID) pada Selasa, 22 Januari 2008 di Jakarta ini menghadirkan Diskusi media menyongsong Tahun Sanitasi Internasional (TSI) 2008. ngolahan sanitasi dengan baik. Diskusi digelar oleh Environmental Services Program (ESP/USAID) "Ini yang menjadi tantangan teknara sumber Mantan Duta Besar pada Selasa, 22 Januari 2008 di Jakarta. Foto: Bowo Leksono. nis bagi sanitasi kita yang jauh MDGs untuk Asia Pasifik Erna tertinggal dengan negara-negara Witoelar, Direktur Permukiman lain," ujarnya. lobi, sekarang pemerintah harus rajin dan Perumahan Bappenas Budi Hidayat, Budi Yuwono memaparkan Departemelakukan lobi politik pada anggota DPR Dirjen Cipta Karya Departemen Pemen PU dalam hal ini Dirjen Cipta Karya untuk urusan ini. kerjaan Umum Budi Yuwono, dan Angmempunyai kebijakan dalam sektor saniMenurut Erna Witoelar, pencapaian gota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edi. tasi antara lain meningkatkan pengolasektor sanitasi harus diusahakan secara Semua orang mengakui sanitasi han air limbah skala lingkungan, kabersama-sama. Bagaimana caranya adalah masalah penting bahkan menjadi wasan, dan komunitas. "Namun kendalaanggaran yang tak menjangkau seluruh salah satu pencapaian tujuan MDGs, nya terbatas anggaran, rendahnya Indonesia bisa disinergikan antara namun tidak menjadi isu besar yang kepedulian pemerintah darah, dan kepemerintah, swasta, dan lembaga donor. mempengaruhi isu politik di negeri ini. lembagaan yang sangat lemah," katanya. "Pengelolaan sanitasi yang baik itu justru Tidak heran bila anggaran untuk mengaSemua itu, menurut Tjatur, perlu menjadi tanggung jawab pemerintah lokasikan sektor sanitasi sangatlah kecil menjadikan sanitasi sebagai prioritas daerah," ungkapnya. yang jauh tertinggal dengan sektor-sektor kebijakan nasional. "Perlu upaya Pemerintah, kata Erna, harus mampu lain. penyadaran besar-besaran pemerintah menjadi fasilitator bagi masyarakat Tjatur Sapto Edi mengatakan suatu pusat dan daerah khususnya dan dalam mengelola sanitasi. "Semakin sektor pembangunan biasanya mempumasyarakat pada umumnya". BW maju suatu negara, akan menganggap nyai kekuatan politik bergantung dari
38
S E P U TA R A M P L
Para pendiri Jejaring AMPL saat rapat anggota dengan agenda penetapan AD/ART dan Kode Etik digelar Kamis, 14 Februari 2008, di Auditorium Departemen Kesehatan Jakarta. Foto: Bowo Leksono.
komitmen pemerintah pusat dan pelaku di sektor ini. "Sektor AMPL masih dianggap kecil jadi tidak begitu diperhatikan. Disisi lain juga penanganan yang belum terpadu, sementara di tingkat masyarakat kesadaran hidup bersih masih rendah," ucapnya.
39
S E P U TA R A M P L
angan-tangan manusia menggapai-gapai mengharap pertolongan pada siapa saja yang bisa menolong. Namun tak ada satupun manusia lain yang mampu menolong, karena semua penghuni bumi ini turut tertimbun jutaan sampah plastik. Demikian sebuah instalasi karya mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) yang turut dipamerkan dalam rangkaian acara bertajuk Anti Plastic Bag Campaign, 5-6 Februari 2008, di kampus ITB. Diperkirakan 500 juta hingga 1 miliar kantong plastik yang dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahunnya. Ini berarti hampir mencapai 1 juta plastik per menit. Selain itu, untuk terdekomposisi secara sempurna, plastik membutuhkan waktu sekitar 500 tahun. Menurut British Antarctic Survey, kantong plastik telah berubah dari being rare (jarang) pada akhir tahun 80-an hingga menjadi menjadi almost everywhere (ada dimana-mana). Sampah plastik yang dibuang sembarangan menyumbat saluran dan pintu air, bukan hanya mengancam lingkungan tetapi juga penduduk perkotaan. Sebagai bukti banjir besar di Banglades tahun 1998 dan di India tahun 2002 disebabkan karena tersumbatnya sungai oleh sampah plastik. Dalam rangka mendukung kampanye Anti Plastic Bag Campaign ini maka Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB menggelar rangkaian acara untuk menghimpun dan mengedukasi seluruh aspek masyarakat tentang bahaya penggunaan kantong plastik secara berlebihan dimulai dari generasi muda dengan dukungan dari instansi pemerintah dan non-pemerintah sehingga diharapkan nantinya akan menciptakan tren kesadaran bersikap peduli lingkungan di seluruh Indonesia.
Sebuah instalasi karya mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) yang turut dipamerkan dalam rangkaian acara bertajuk Anti Plastic Bag Campaign, 5-6 Februari 2008, di kampus ITB. Foto: Bowo Leksono.
Seribu puisi tentang keprihatinan saat dipamerkan pada acara Anti Plastic Bag Campaign di kampus ITB. Foto: Bowo Leksono.
Menurut ketua pelaksana Cinta Azwiendasari, Anti Plastic Bag Campaign merupakan salah satu wujud tindakan nyata kepedulian mahasiswa dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. "Kampanye ini mengangkat tema reduksi kantong plastik sebagai fokus karena dianggap sebagai salah satu bentuk penerapan teknologi bersih yang paling sederhana dan aplikatif di masyarakat," tuturnya. Sebelum dikampanyekan pada masyarakat umum, gerakan Anti Plastic Bag ini lebih dulu dikampanyekan pada mahasiswa ITB. Sebanyak 1.000 puisi lingkungan dari siswa beberapa SD di Bandung juga dipamerkan. Walaupun masih kecil, mereka sudah sadar lingkungan hidup kita semakin rusak. Dalam acara ini, selain dihibur band-band lokal, ikon kampanye ini, penulis buku Supernova Dewi "Dee" Lestari juga turut serta. Pengunjung dapat berpartisipasi dengan menandatangani dinding petisi sebagai bentuk dukungan terhadap Anti Plastic Bag Campaign dan menuliskan harapannya pada instalasi bumi yang di bagian tengahnya dibolongi dan diisi kantong-kantong plastik bekas. Pada tanggal 9 Februari 2008, sepanjang Jl. Ganesha diubah menjadi Plastic Phobia Road. Sebagai pengganti kantong plastik, HMTL memroduksi tas kain bertuliskan I'm Your Shopping Bag yang dijual seharga Rp 20.000. Beberapa LSM antara lain USAID, WWF, Yayasan Pelangi Indonesia, Walhi, Dana Mitra Lingkungan, Greenpeace, unit U-Green ITB, dan Greeners Magazine juga mendirikan stan di acara ini. "Acara ini merupakan salah satu wujud tindakan nyata kepedulian mahasiswa dalam upaya menjaga lingkungan," kata Cinta. Target dari kampanye ini, lanjutnya, menciptakan suatu tren dikalangan anak muda untuk membawa tas sendiri saat berbelanja sebagai pengganti kantong plastik sehingga bisa mereduksi sampah. "Sasaran kampanye ini memang anak muda, yaitu dalam rentang usia 15-25 tahun". BW
40
S E P U TA R A M P L
paikan Kota Padang akan mengalokasikan dana untuk mereplikasi MCK++ tersebut hingga dua atau tiga lokasi di sepanjang pantai Purus. Acara yang juga dihadiri tokoh masyarakat Purus dan juga Wakil Ketua DPRD Padang Panji Alam. Panji menyatakan keberadaan MCK++ tidak hanya berguna bagi masyarakat, namun juga bermanfaat bagi perkembangan pariwisata pantai Purus. Pengelolaan MCK++ ini akan ditangani kelompok maFoto: Istimewa syarakat yang tergabung dalam Kelompok Sanitasi Masyarakat (KSM) ini merupakan bantuan dari ESP, Ombak Purus. Peresmian MCK++ beserBORDA dan BEST kepada warga daerah ta lokakarya renstra Kota Padang menanpantai Purus yang selama ini dikenal dakan titik awal pelaksanaan komitmen memiliki angka yang cukup tinggi dalam Kota Padang dalam membenahi sektor hal buang air besar sembarangan. sanitasi. DYO Dalam pidatonya, walikota menyam-
41
S E P U TA R A M P L
Lokakarya Media
edia massa dianggap sebagai ujung tombak transformasi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat luas. Kerapkali informasi yang penting dan menyangkut harkat hidup orang banyak kurang tersampaikan. Seperti halnya dalam upaya penanganan masalah sanitasi di Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan Water and Sanitation Program-East Asia and the Pacific (WSP-EAP) menggelar Lokakarya Media. Lokakarya yang dihadiri berbagai media nasional dan lokal ini diadakan di Sanur, Bali, pada 25-28 Februari 2008. Lokakarya yang menuntut peran aktif para insan media ini mengusung program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (StoPS) dalam mengembangkan pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat di seluruh kabupaten dan provinsi di Jawa Timur. Dalam pembukaannya, Regional Team Leader WSP-EAP Almud Weitz memaparkan kondisi sanitasi di Indonesia yang telah mempengaruhi potensi ekonomi. "Sanitasi yang buruk telah berpengaruh pada kehilangan potensi ekonomi Indonesia sebesar Rp 60 triliun serta berjangkitnya penyakit diare yang mengakibatkan kematian sekitar 100.000 anak setiap tahun," tuturnya. Dalam kesempatan yang sama, dari perwakilan pemerintah Indonesia, Kasubdit Persampahan dan Drainase Bappenas Oswar Mungkasa mengakui masih kurang dalam menggandeng media massa berkaitan dengan penerapan program penanganan sanitasi di Indonesia. "Diakui, peran media massa sangat penting dalam menginformasikan program-program Pemerintah kepada masyarakat. Dan dalam hal perbaikan sanitasi di masyarakat, Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu peran semua pihak, tak terkecuali media," ujarnya.
Para wartawan berbagai media nasional dan lokal menghilangkan kejenuhan dengan membuat permainan. Foto: Bowo Leksono.
Peran Media terhadap Pembangunan Sektor AMPL Kebebasan pers telah menjadikan masyarakat lebih mudah mengakses dan memilih bermacam informasi yang dibutuhkan. Bermacam media massa (cetak dan elektronik) tumbuh subur di bumi Nusantara ini. Dengan berbagai konsep dan segmentasi. Namun, tidak sedikit pula yang bertumbangan. Demikian pula yang terjadi pada media elektronik khususnya televisi. Belasan stasiun televisi nasional berlomba-lomba menggaet pemirsanya dengan sistem rating yang diterapkan. Bahkan tiga tahun terakhir, stasiun televisi lokal pun menjamur di berbagai kota hingga merambah ke kota kabupaten. Ini satu bukti kebebasan pers yang memberikan kesempatan luas pada masyarakat dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Prioritas Pemberitaan Setiap media massa memiliki karakter dan kebijakan pemberitaan masingmasing. Untuk media massa yang bersifat umum, bidang politik dan ekonomi mempunyai porsi yang lebih dalam pemberitaan. Sementara untuk media massa dengan segmentasi khusus, tentu mengede-
pankan berita sesuai dengan kebutuhan pembaca, pemirsa, atau pendengarnya. Dimana letak nilai pemberitaan yang berkaitan dengan persoalan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL)? Pemberitaan sektor AMPL yang selama ini dirasa kurang tampaknya tidak menjadi prioritas utama seperti pada bidang politik dan ekonomi. Sektor AMPL biasanya masuk pada bidang kesehatan atau lingkungan. Dalam banyak kasus, pemberitaan sektor AMPL akan menjadi berita utama bila ada akibat besar yang ditimbulkan dari sektor ini. Terutama yang berhubungan dengan korban jiwa, seperti wabah diare, banjir, kekeringan, dan sebagainya. Secara bisnis media massa, jelas bidang AMPL bukan bidang yang menarik yang bisa dengan cepat menaikkan oplah atau rating sehingga mendatangkan iklan. Perlu kebijakan khusus dari perusahaan media tersebut untuk benar-benar konsisten dan memberi ruang pada isu AMPL agar masyarakat secara luas mudah dan cepat memperoleh informasi bekenaan dengan AMPL. Forum Komunikasi Antarmedia Keterlibatan insan media dalam hampir setiap acara dan kegiatan berkenaan dengan bidang AMPL, belum secara maksimal. Beberapa kali kegiatan digelar, tidak banyak insan media yang tampak. Mungkin benar, anggapan bahwa isu AMPL tidaklah seseksi isu-isu lain yang ada di negeri ini. Dalam lokakarya ini, insan media baik nasional maupun lokal, berkumpul dan mencoba membentuk sebuah forum komunikasi yang nantinya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi dan data untuk kemudian dipergunakan sebagai bahan pemberitaan di media masing-masing. Bowo Leksono
42
S E P U TA R A M P L
elama ini, sanitasi masih dianggap sebagai bagian dari infrastruktur semata. Padahal sanitasi juga merupakan bagian dari bidang sosial dan budaya bangsa. Anggapan seperti ini disebabkan tidak adanya visi dari para pemimpin bangsa ini. Demikian diungkapkan anggota DPR RI Tjatur Sapto Adi pada acara diskusi panel "Air dan Sanitasi di Indonesia", 14 Maret 2008, di Jakarta. Acara ini digagas Unicef bersama Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU dan harian Kompas. Diskusi panel dalam rangka menyambut Tahun Sanitasi Internasional 2008 ini menghadirkan beragam pembicara. Selain Ir. Tjatur Sapto Adi juga Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes I Nyoman Kandun, mantan Duta Besar MDGs untuk Asia Pasifik Erna Witoelar, Peneliti di Johns Hopkins University Risang Rimbatmaja, dan Rachmadhi Purwana dari Universitas Indonesia. Dalam kesempatan itu Erna Witoelar memaparkan pencapaian target MDG bidang sanitasi di Indonesia tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk. Menurutnya, 30,7 persen masyarakat tanpa akses sanitasi layak. "Artinya sekitar 72,5 juta masyarakat hidup dengan sanitasi buruk dan ini perlu pendekatan holistik dan terpadu bagi pengembangan sanitai," ungkapnya. Menurut Budi Yuwono, kita kurang kesadaran terhadap perspektif sanitasi karena suatu saat bisa menjadi "bom waktu" bagi kita. "Proses pencemaran akibat sanitasi memang berlangsung lama sehingga kita tak sadar setiap tetesannya," katanya. I Nyoman Kandun menambahkan target MDG sebesar 69 persen pada 2015
Diskusi panel "Air dan Sanitasi di Indonesia", 14 Maret 2008, di Jakarta. Acara ini digagas Unicef bersama Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU dan harian Kompas. Foto: Bowo Leksono.
diperlukan akses bagi 3,7 juta orang per tahun. "Ini memerlukan anggaran 600 juta dolar per tahun, sementara investasi saat ini hanya 27 juta dolar per tahun," ujarnya. Nyoman memaparkan sebuah strategi operasional baru untuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang telah disusun. Strategi ini, lanjutnya, berdasarkan pembelajaran dari pengalaman masa lalu dan konsensus dari berbagai stakeholder lintas sektor. "Strategi STBM akan mendukung pemerintah daerah yang saat ini memiliki tugas dan tanggung jawab desentralisasi untuk perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi untuk mempercepat peningkatan sanitasi," ungkap Nyoman. Tahun ini, Keputusan Menteri Kesehatan tentang STBM ini diharapkan dapat dikeluarkan. Dari sisi peningkatan akses pada fasilitas sanitasi yang layak proporsi rumah tangga di perdesaan dan perkotaan, terdapat perkembangan yang senantiasa
meningkat dari 30,9 persen (tahun 1992) menjadi 69,3 persen (tahun 2006). Sementara itu target tentatifnya pada 2015 sebesar 65,5 persen. Dengan demikian, target menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada 2015 telah terlampaui pencapaiannya pada 2006. Menurut Erna tidak adil bila tujuan MDGs pada 2015 hanya separuh dari peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi. "Terus separuhnya mau dikemanakan? Harus seluruhnya dong," jelasnya. Tjatur Edi kembali menegaskan sanitasi bukanlah prioritas di negeri ini, sehingga susah dalam memperjuangkan anggarannya. Penambahan alokasi anggaran untuk sanitasi, kata Tjatur, tidaklah sama dengan sekedar menambah pengeluaran biaya yang tidak mendatangkan nilai tambah secara ekonomi. "Sanitasi yang baik akan mendatangkan manfaat ekonomi". BW
43
S E P U TA R A M P L
bicara dari pusat yaitu Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas. Sementara dari daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas, dan Dinas Kesehatan Propinsi Jambi yang mengemukakan pembelajaran yang diperoleh dari proses pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Selain itu, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur menambahkan pembelajaran dari proyek TSSM, sementara pembelajaran penanganan BAB di sungai diungkapkan oleh Perum Jasa Tirta I Propinsi Jawa Timur bersama dengan Sub Dinas Pengelola Daerah Aliran Sungai Propinsi Jawa Timur. Tak kalah menariknya adalah diskusi interaktif dengan masyarakat salah satu desa di Kabupaten Nganjuk yang telah berhasil mencapai tahap Open Defecation Free (ODF), yang berarti tidak ada lagi penduduk BAB sembarangan. Keluaran dari seminar ini berupa rencana aksi penerapan TSSM pada daerah sepanjang sungai. OM
Para jawara Kompetisi Film Dokumenter FORKAMI saat malam penghargaan, Sabtu 29 Maret 2008, di Pusat Kebudayaan Prancis (CCF) Salemba . Foto: Istimewa.
Muthalib mengemukakan kompetisi ini merupakan suatu bentuk kepedulian FORKAMI sebagai lembaga pemerhati air di Indonesia khususnya dalam bidang pengelolaan kualitas air minum dalam upayanya menyebarkan kepedulian terhadap pentingnya air sebagai sumber kehidupan kepada masyarakat luas. "Film-film pemenang akan menjadi materi kampanye FORKAMI dalam pro-
gram penyadaran mengenai pentingnya isu konservasi air," jelasnya. Penyelenggaraan kompetisi film dokumenter ini didukung Water and Sanitation Network (Water), Thames PAM Jaya (TPJ), Environmental Service Program - United States Agency for International Development (ESPUSAID), dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Bowo Leksono
44
PROGRAM
Para juara Toyota Eco Youth saat berpose bersama penyelenggara dan artis sinetron Bunga Citra Lestari. Foto: Bowo Leksono.
menampilkan stan pameran 30 sekolah terpilih dari total 300 sekolah seIndonesia. Terpajang bermacam barang kreatif hasil olahan para pelajar yang sebagian besar berasal dari barangbarang limbah di sekeliling mereka. Pada kesempatan penganugerahan TEY ketiga, hadir Deputi Bidang Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup Sudaryono. Ia berharap program ini bisa terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang dan mendapat dukungan dari semua pihak sehingga semakin banyak masyarakat yang mencintai lingkungannya. "Dengan komitmen yang kuat terhadap persoalan lingkungan, anak-anak sekolah juga akan mampu mengajarkan kepedulian masyarakat sekitar pada lingkungannya," ujar Sudaryono. Setiap tahun, penyelenggaraan TEY memasang public figure sebagai brand-
nya. Tahun ini, runner-up Putri Indonesia tahun 1999 Valerina Daniel yang juga Duta Lingkungan menjadi Brand Ambassador TEY dipasangkan dengan artis dan penyanyi idola anak muda yang sedang naik daun, Bunga Citra Lestari. Melibatkan SLTA se-Indonesia TEY pertama kali diselenggarakan pada November 2005-Juni 2006 yang diikuti 10 SMA dan SMK sekitar Jakarta (DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten) dengan tema "Manajemen Limbah". Penyelenggaraan kedua berlangsung November 2006-Maret 2007 dengan peserta 15 SMA dan SMK se-Jawa dan Bali dengan mengusung tema "Penghijauan dan Penghematan Energi". Sedangkan pada TEY ketiga berlangsung dari September 2007-Maret 2008 yang sudah melebarkan sayap dengan peserta
45
PROGRAM
300 SMA dan SMK seluruh Indonesia. Tahun ini, jumlah 300 sekolah tersebut berasal dari 13 provinsi yang diperoleh berdasarkan rekomendasi Departemen Pendidikan. Mereka mengikuti proses seleksi melalui penulisan karya ilmiah pada September tahun lalu yang kemudian terpilih 30 sekolah sebagai peserta utama dan berhak berlomba menjalankan proyek pengelolaan limbah di lingkungan sekolah masing-masing. Setiap peserta diberikan bantuan modal awal sebesar Rp 7,5 juta untuk mewujudkan tulisan karya ilmiah tersebut. Seluruh peserta yang lolos berhak mengikuti tahapan sebagai berikut; pembekalan teori (workshop), pemilihan proyek, verifikasi proyek, pengerjaan proyek, serta penjurian. Pada tahap penjurian, setiap proyek akan dinilai dewan juri dengan penekanan tidak saja pada kualitas proyek masing-masing tapi juga kemampuan peserta melakukan sosialisasi menggalang dukungan dari semua komponen sekolah, termasuk masyarakat sekitarnya. Apa itu Toyota Eco Youth? Toyota Eco Youth (TEY) merupakan upaya terkini dari Toyota di Indonesia untuk memberikan kontribusi sekecil apapun dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup. Tujuan program ini untuk menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian lingkungan hidup di kalangan generasi muda dan masyarakat pada umumnya. Visi TEY menjadikan generasi muda Indonesia sebagai generasi hijau yang memiliki kepedulian besar terhadap permasalahan lingkungan hidup. Sementara misinya, menginspirasi masyarakat bahwa perhatian kecil kita terhadap lingkungan dapat membawa dampak yang besar bila dilakukan bersama-sama. Target peserta TEY adalah pelajar (generasi muda) sebagai peserta karena mereka (diusia yang muda) masih memiliki pola pemikiran yang fleksibel dalam menerima kebiasaan baru yang baik. Selain itu, mereka adalah calon-calon pemimpin bangsa, baik di bidang politik, sosial, maupun ekonomi yang nantinya
Toyota Eco Youth (TEY) merupakan upaya terkini dari Toyota di Indonesia untuk memberikan kontribusi sekecil apapun dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup.
menentukan ke arah mana bangsa ini hendak dibawa. Setiap tahun, program TEY mengusung tema besar "Pengelolaan Limbah". Tema ini dipilih karena limbah sangat dekat dengan aktivitas dalam keseharian mereka dan limbah cenderung dilupakan tanpa perhatian khusus. Sementara poin penilaian terpenting yang dapat menentukan peserta menjadi yang
terbaik yaitu sejauh mana peserta dapat melibatkan sebanyak mungkin elemen sekolah dan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan proyek pebaikan lingkungan yang mereka buat. TEY merupakan program berkelanjutan dari Toyota di Indonesia melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan PT Toyota Astra Motor (TAM). Dalam pelaksanaannya, TMMIN dan TAM menggandeng Yayasan Kirai Indonesia, sebuah LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, dan didukung penuh jaringan dealer Toyota di Indonesia. Bagi Toyota, TEY merupakan program global karena diselenggarakan di sejumlah negara di dunia. Program ini dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepedulian generasi muda dalam meningkatkan kualitas hidup. Di Indonesia, program TEY merupakan pionir penyelenggara kompetisi antarsekolah dalam masalah lingkungan hidup skala nasional. Bowo Leksono
Seorang siswa dan guru SMK Negeri 6 Jayapura di depan stan pameran saat ajang Toyota Eco Youth (TEY) ke-3 Tahun 2008, Sabtu, 29 Maret 2008, di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Bowo Leksono.
46
K L I N I K I AT P I
Majalah Percik bekerja sama dengan Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Lingkungan Indonesia, membuka rubrik Klinik. Rubrik ini berisi tanya jawab tentang air minum dan penyehatan lingkungan.
Pertanyaan dapat disampaikan melalui redaksi Majalah Percik Kontributor: Sandhi Eko Bramono (Sandhieb@yahoo.com), Lina Damayanti (Ldamayanti@yahoo.com)
AIR MINUM
Tanya: Karena layanan pipa PDAM belum masuk serta air tanah yang kualitasnya kurang baik di kawasan rumah saya, saat ini saya sedang mencoba mengembangkan Penangkap Air Hujan (PAH) untuk sumber air minum. Apakah air hujan ini dapat langsung diminum, karena katanya air hujan cukup murni untuk dapat langsung diminum?
(Lukman, Cileungsi)
ngan standar baku mutu air minum, maka air hujan menjadi tidak layak sebagai air minum, bahkan dapat membahayakan kesehatan bila dikonsumsi langsung begitu saja. Jika Anda akan memanfaatkan air hujan tersebut, disarankan melakukan pengolahan tambahan. Anda dapat memanfaatkan saringan pasir aktif yang saat ini tersedia di pasaran untuk memperbaiki kualitas air hujan tersebut. Saringan pasir aktif tersebut sebaiknya dilengkapi pembubuh netralisan (untuk menyesuaikan pH air menjadi netral), yang umumnya berupa senyawa kapur (Ca(OH)2). Setelah pH disesuaikan menjadi sekitar pH netral (7.0), lalu air hujan dilewatkan pada saringan pasir yang mampu menangkap partikulat terlarut. Pasir tersebut sebaiknya merupakan pasir yang diaktifkan dengan menggunakan larutan KMnO4, sehingga mampu mengoksidasi senyawa organik yang terlarut dalam air hujan. Sangat disarankan pula untuk menambahkan bak pembubuh kaporit (Ca(ClO)2) untuk mendesinfeksi mikroorganisme patogen yang ada dalam air tersebut. Setelah proses ini, air terolah dapat disimpan di reservoir untuk konsumsi di rumah Anda.
SAMPAH PLASTIK
Tanya: Apa saja klasifikasi dari sampah plastik yang harus dipilah sehingga bisa memiliki nilai jual yang tinggi saat dijual ke industri daur ulang plastik ?
(Wawan, Jakarta)
Jawab: Air hujan di perkotaan saat ini relatif tidak dapat dikatakan sangat bersih atau murni. Hal ini disebabkan tingginya pencemaran udara di kawasan perkotaan yang akan mempengaruhi kualitas air hujan. Apalagi Cileungsi merupakan kawasan industri di sekitar Kota Jakarta. Penyebab utamanya adalah pencemaran udara yang bersumber dari sumber diam (seperti cerobong industri) serta sumber bergerak (seperti kendaraan bermotor). Pencemar udara yang berupa partikulat maupun gas (khususnya gas COx, NOx, dan SOx), akan terlarut ke dalam air hujan dan mencemari air hujan tersebut. Partikulat yang terlarut akan menyebabkan air tidak lagi terlalu jernih (mengandung turbiditas dan kemungkinan memiliki kandungan logam berat), sementara gas terlarut dapat menurunkan pH hingga <5.3 (korosif). Karena ketidaksesuaian de-
Jawab : Sampah plastik umumnya diklasifikasikan menjadi : Poly Ethylene Terephtalate (PETE), contohnya adalah botol minuman berkarbonasi. High Density Polyethylene (HDPE), contohnya adalah botol susu. Poly Vinyl Chloride (PVC), contohnya adalah pipa plastik. Low Density Poly Ethylene (LDPE), contohnya adalah tampon bayi. Poly Prophylene (PP), contohnya adalah tutup botol plastik. Poly Styrene (PS), contohnya adalah styrofoam wadah makanan. Plastik campuran, contohnya adalah pembungkus/sachet saus tomat atau sambal.
* pengasuh adalah mahasiswa program doktoral di Division of Environmental Science and Engineering, National University of Singapore (NUS), Singapura. Kontak pengasuh: sandhieb@yahoo.com
47
INFO CD
adalah di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Tepatnya di beberapa desa di Kecamatan Lembak. Hanya membutuhkan waktu empat minggu terjadi perubahan drastis pada masyarakat, sehingga kecamatan Lembak menjadi bebas dari BAB sembarangan. Keberhasilan di Kabupaten Muara
Enim ini sekaligus menjadi pembelajaran yang kemudian dikemas menjadi satu tayangan video berdurasi 24 menit. Dalam waktu satu tahun, beberapa desa di Kecamatan Lembak berhasil membangun 4.338 unit jamban secara mandiri. Bila dinominalkan rata-rata biaya satu jamban Rp 300 ribu, berarti upaya masyarakat tersebut telah menghabiskan biaya sekitar Rp 1,3 miliar. Namun, bukan jumlah fisik jamban yang menjadi tolak ukuran keberhasilan, namun perubahan perilaku dari BAB di sembarang tempat ke pemanfaatan jamban keluarga. Ini menunjukkan perubahan besar yang tidak terjadi pada proyek sebelumnya. Video pembelajaran STBM merupakan produksi Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. VCDnya tersedia di Perpustakaan Pokja AMPL di Jl. Cianjur 4 Menteng Jakarta Pusat BW
Pada hari pertama, sesi dialog interaktif menghadirkan empat pembicara penting yaitu Direktur Penyehatan Ling-
kungan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen PU Susmono, Asdep Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan USK Kementerian Lingkungan Hidup Tri Bangun Laksono, Anggota DPR RI Tjatur Sapto Edi, dan Kepala Dinas Kebersihan Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dimoderatori Lula Kamal. Memasuki hari kedua diisi sepenuhnya dengan diskusi panel dan kelompok. Masih tetap menghadirkan tokoh-tokoh pengambil kebijakan dan para pelaku pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, swasta, perguruan tinggi hingga LSM. DVD ini tersedia di Perpustakaan Pokja AMPL Jl. Cianjur 4 Menteng Jakarta Pusat. BW
48
INFO BUKU
erbaikan kondisi sanitasi di kawasan kumuh perkotaan selalu menghadapi banyak tantangan. Bukan hanya dari kondisi fisik yang menyulitkan, tetapi juga dari karakter sosialekonomi penghuninya. Dalam menyusun rencana perbaikan kondisi sanitasi di kawasan tersebut, selayaknya kita lebih berhati-hati, karena
49
INFO SITUS
The International Benchmarking Network for Water and Sanitation Utilities
http://ib-net.org
he International Benchmarking Network for Water and Sanitation Utilities (IBNET) merupakan situs yang menampilkan database mengenai sarana air dan sanitasi. IBNET mendukung dan mempromosikan praktik terbaik diantara pelayanan air dan sanitasi dengan menyediakan petunjuk tentang indikator, definisi dan metode pengumpulan data, memfasilitasi pengembangan tolok ukur secara nasional dan regional, pengembangan hubungan antara asosiasi penyedia sarana dan pembuat peraturan. Hal ini perlu diperhatikan, karena sarana air yang dijalankan dengan baik
ustainable Sanitation Alliace (SuSanA) termotivasi oleh keputusan PBB menjadikan tahun 2008 sebagai Tahun Sanitasi Internasional, kemudian pada tahun 2007 sejumlah organisasi yang aktif di sektor sanitasi memutuskan untuk membentuk suatu jaringan sanitasi yang berkelanjutan untuk mendukung Tahun Sanitasi Internasional. Kesegeraan untuk melakukan aksi pada sektor sanitasi tergambarkan secara jelas, mengingat 2,6 miliar orang di seluruh dunia belum memiliki akses untuk sanitasi yang memadai, dan 2,2 juta kematian setiap tahun (kebanyakan anak-anak di bawah 5 tahun) yang umumnya disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan sanitasi dan kondisi kebersihan yang menyedihkan.
siapa saja untuk bergabung dengan milis jejaring. Jejaring AMPL atau Watsan Networking-INA adalah merupakan wadah untuk mensinergikan potensi informasi, pengetahuan dan komunikasi antarpemangku kepentingan (stakeholder) dalam kerjasama yang memberikan manfaat kepada semua pihak.
Jejaring AMPL
http://jejaring.ampl.or.id ejak pertemuan pertama Jejaring AMPL, 27 Februari 2007 di Bappenas yang membuahkan kesepakatan untuk membangun Jejaring Komunikasi antarpemangku kepentingan disektor ini, dilanjutkan pertemuan yang lebih intensif pada Juli dan Agutus 2007 yang akhirnya menghasilkan konsep dan arahan strategis Jejaring AMPL ke depan. Konsep ini menjadi dasar dari pernyataan bersama anggota Jejaring dan menjadi mandat untuk dilaksanakan oleh suatu tim pengarah ke depannya. Sebagai tindak lanjut dan aplikasi dari jejaring ini, perlu adanya media komunikasi dan informasi yang berupa situs. Tampilan situs ini tentang informasi seputar Jejaring AMPL, sejarah pembentukan, visi dan misi, sasaran, peran, prinsip, asas, keanggotaan, serta program kerja jejaring. Selain itu ditampilkan pula profil tim perumus lengkap dengan kontaknya. Hasil berbagai kegiatan jejaring pun dapat diakses. Dan yang tidak kalah menarik, membuka kesempatan kepada
sangat penting terhadap keberlangsungan hidup orang banyak. Hanya yang paling efisien, sarana yang layak secara finansial dapat merespon pertumbuhan kota, membantu yang lemah dan meningkatkan praktik pembuangan air limbah. Tujuan dari IBNET adalah untuk mendukung akses dan membandingkan informasi yang dapat membantu mempromosikan praktek unggulan diantara para penyedia sarana air dan sanitasi di seluruh dunia dan juga menyediakan akses untuk konsumen kepada pelayanan sarana air dan sanitasi yang berkualitas dan terjangkau.
ugus Tugas Pengelolaan Sampah (GTPS) atau Solid Waste Management Task Force (SWM-TF) merupakan wadah untuk mensinergikan potensi informasi, pengetahuan dan komunikasi antaranggota jejaring AMPL dibidang persampahan dalam kerja sama yang memberikan manfaat kepada semua pihak. Dalam kerangka sinergi inilah sangat perlu media situs yang mampu diakses siapa pun dalam kerangka pengelolaan sampah serta penyehatan lingkungan. Bila Anda ingin mendapatkan kesempatan informasi lebih banyak, bisa mendaftarkan diri sebagai anggota situs ini. Situs ini dengan wajah cukup menarik dengan konten yang juga cukup lengkap. Ada berita, artikel, kliping, daftar organisasi yang berhubungan dengan penyehatan lingkungan, disamping tentang GTPS sendiri. Tidak lupa ditampilkan pula praktik-praktik terbaik (good practices) sehubungan dengan pengelolaan sampah dan pemeliharaan lingkungan pada umumnya. DH/BW
50
P U S TA K A A M P L L A P O R A N
ENVIRONMENTAL AND SOCIAL ACTIVITIES REPORT 2007 Penerbit: Japan Bank for International Cooperation (JBIC), 2007 RUMAH TANGGA MISKIN, LAYANAN LINGKUNGAN DAN PENGELUARAN: SURVEI PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA Penerbit: HP3
PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH Penerbit: Penebar Swadaya, Jakarta, 2008 WATER SUPPLY PRICING IN CHINA: ECONOMIC EFFICIENCY, ENVIRONMENT, AND SOCIAL AFFORDABILITY Penerbit: World Bank, Washington DC, 2007
M A J A L A H
PERCIK Edisi 19, Agustus 2007 (Versi Inggris) AIR MINUM Edisi 148, Januari 2008 BULETIN CIPTA KARYA Nomor 01/Tahun VI/Januari 2008 CAPS NOTES Volume 1, Third Quarter 2007 SERASI Edisi November 2007 PERCIK Edisi 21, Desember 2007 TEKNO LIMBAH Volume 6, 2007 ENVIRO MAGZ Edisi 1, Volume 2, 2008 NEWSLETTER AMPL Edisi Februari 2008 NEWSLETTER AMPL Edisi Maret 2008
P E R AT U R A N
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 50 TAHUN 1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBAUAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE
B U K U
ECONOMIC IMPACTS OF SANITATION IN SOUTEAST ASIA SUMMARY Penerbit: WSP, World Bank East Asia & The Pacific Region, November 2007 ECONOMIC IMPACTS OF SANITATION IN THE PHILIPPINES SUMMARY Penerbit: WSP, World Bank East Asia & The Pacific Region, January 2008 KONTRIBUSI SAMPAH TERHADAP PEMANASAN GLOBAL Penerbit: Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, 2007
CD INTERAKTIF SERI 01: MENGENAL LINGKUNGAN HIDUP Penerbit: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007 SERI 02 MENGENAL TANAH Penerbit: KLH, 2007 SERI 05 MENGENAL UDARA Penerbit: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007
51
AGENDA
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
WA K T U
8 Januari 2008 14 Januari 2008 15 Januari 2008 15-17 Januari 2008 16-17 Januari 2008 16-19 Januari 2008 21 Januari 2008 22 Januari 2008 23 Januari 2008 29 Januari - 1 Februari 2008 5 Februari 2008 5-6 Februari 2008 12 Februari 2008 13 Februari 2008 14 Februari 2008 19-21 Februari 2008 19-22 Februari 2008 22 Februari 2008 25-28 Februari 2008 27 Februari 2008 28 Februari 2008 2-6 Maret 2008 3-6 Maret 2008 10-13 Maret 2008 14 Maret 2008 14 Maret 2008 17-19 Maret 2008 18 Maret 2008
E G I A T A N
Pertemuan Tim Pengarah Jejaring AMPL di PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Wrap Meeting ADB Review Mission Proyek CWSH di Bappenas Presentasi Desain Akhir WASPOLA Facility di AusAID Office Jakarta Pembahasan Laporan Akhir Implementasi Kebijakan di Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan diselenggarakan oleh Pokja AMPL Kabupaten Soppeng. Lokakarya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Balai Kartini Jakarta diselenggarakan oleh Jejaring AMPL Meeting on Dissemination of TSSM Guidelines di Yogyakarta diselenggarakan oleh Proyek TSSM Rapat Pamsimas di Departemen PU diselenggarakan oleh Dit. Bina Program Ditjen Cipta Karya Diskusi Media Menyongsong Tahun Sanitasi Internasional 2008 di Jakarta diselenggarakan oleh ESP/USAID Lokakarya Finalisasi Renstra Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo diselenggarakan oleh Pokja AMPL Kab. Bone Bolango Pertemuan Sistem Pemberian Penghargaan Program SToPS! di Jawa Timur di Bandung diselenggarakan oleh Proyek TSSM Launching Pameran dan Seminar Hari Air Dunia 2008 di Departemen PU diselenggarakan oleh Departemen PU Evaluasi ISSDP Fase I di Bogor diselenggarakan oleh ISSDP Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Dokumen Renstra Pengembangan Air Bersih dan Sanitasi Jawa Tengah di Semarang diselenggarakan oleh Pokja AMPL Provinsi Jawa Tengah Pertemuan Sosialisasi Kebijakan Nasional AMPL pada Kabupaten Baru (Brebes, di Semarang diselenggarakan oleh Pokja AMPL Provinsi Jawa Tengah Pertemuan ke 5 Jejaring AMPL di Auditorium Serbaguna Depkes Jakarta diselenggarakan oleh Plan Indonesia dan ESP USAID Pelatihan Advokasi Media AMPL di Provinsi Bangka Belitung diselenggarakan oleh WASPOLA Lokakarya Finalisasi Renstra Kabupaten Dompu diselenggarakan oleh Pokja AMPL Kabupaten Dompu Lokakarya AMPL Daerah Kumuh Perkotaan di Indonesia Timur bertempat di Jakarta diselenggarakan oleh UNICEF dan Pokja AMPL Lokakarya Media Terkait Penanganan Sanitasi di Bali diselenggarakan oleh WSP-EAP Kick off Meeting Misi Review Proyek WSLIC-2 di Jakarta diselenggarakan oleh Bappenas Rapat Koordinasi Stakeholder Pusat Terkait Pengelolaan Air Minum Tingkat Rumah Tangga di Jakarta diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan Lokakarya Konsolidasi Hasil Pelaksanaan Kebijakan Nasional AMPL-BM di Daerah, dilaksanakan di Bali diselenggarakan oleh WASPOLA dan Pokja AMPL Nasional Pelatihan Produksi Media AMPL di Kabupaten Kebumen diselenggarakan oleh WASPOLA dan Pokja AMPL Kabupaten Kebumen Kunjungan Misi Supervisi XI Kegiatan WSLIC-2 di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan diselenggarakan oleh WSLIC-2 Diskusi Panel Air dan Sanitasi di Indonesia di Jakarta diselenggarakan oleh UNICEF dan Kompas Pembahasan MoU Grant Ausaid untuk Program PAMSIMAS di Jakarta diselenggarakan oleh Ditjen Cipta Karya Seminar Penanggulangan Pencemaran Badan Air Sungai Melalui Program TSSM di Surabaya diselenggarakan oleh TSSM Lokakarya Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Terpadu yang Berpihak pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kabupaten dan Kota Serang Provinsi Banten dilaksanakan di Serang dan diselenggarakan oleh UNESCAP dan Pokja AMPL Kabupaten Serang
29 30 31 32 33 34 35 36
25-27 Maret 2008 24 Maret 2008 25-26 Maret 2008 26 Maret 2008 27-29 Maret 2008 27 Maret 2008 27-29 Maret 2008 31 Maret 2008
Lokakarya Strategi Komunikasi Provinsi Sumbar di Padang diselenggarakan oleh Pokja AMPL Provinsi Sumatera Barat Seminar Revitalisasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dilaksanakan Jakarta diselenggarakan oleh Ditjen Cipta Karya Departemen PU. Lokakarya Penyusunan Renstra AMPL Provinsi Jawa Tengah di Salatiga diselenggarakan oleh Pokja AMPL Provinsi Jawa Tengah Lokakarya Upaya Perlindungan Sumber Air Permukaan dilaksanakan di Jakarta diselenggarakan oleh Ditjen Cipta Karya Departemen PU Pameran Hari Air Dunia di Arena PRJ Kemayoran diselenggarakan oleh Departemen PU Seminar HAD 2008 "Sanitasi, Lestarikan Air dan Lingkungan" di Arena PRJ Kemayoran diselenggarakan oleh Departemen PU Festival Film Dokumenter FORKAMI di CCF Salemba diselenggarakan oleh FORKAMI Seminar HAD 2008 "Apresiasi Air di Kawasan Binaan, Kini dan Masa Depan" di Bandung diselenggarakan oleh ITB
52
KO S A K ATA
Protective lining Salah satu tindakan preventif dalam mengatasi bahaya korosi pada pipa yakni dengan cara melapisi permukaan (bagian luar) pipa tersebut dengan lapisan tahan korosi, misalnya melapisinya dengan lapisan aspal, mortar semen, cat, seng, dan sebagainya Psycoda fly in trickling filter Jenis lalat yang berkembang biak di lapisan lumpur/kotoran yang menyelimuti Trickling filter yang dapat menimbulkan gangguan baik di lokasi instalasi pengolahan atau daerah di sekitarnya Pt Lambang unsur kimia Platina dengan nomor atom 78, serta massa atom 195 Pu Lambang unsur kimia Plutonium dengan nomor atom 94, serta massa atom 244,0642 Public hydrant-HU Hidran Umum - Salah satu jenis sambungan (tidak langsung) air bersih ke pelanggan yang bersifat komunal (untuk dipakai bersama/beberapa keluarga). Terdiri atas pipa inlet (pipa dinas dari jaringan distribusi), tanki air yang dilengkapi dengan kerankeran pembuka Public tap-KU Kran Umum - Salah satu jenis sambungan (tidak langsung) air bersih pelanggan yang bersifat komunal (untuk dipakai bersama/beberapa keluarga). Terdiri atas pipa inlet/pipa dinas dari jaringan distribusi, pipa tegak dan pipa lateral yang dilengkapi keran-keran pembuka Public use of water Air bersih untuk konsumen yang berada di dalam (ruangan/area) fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Misalnya di dalam rumah sakit, sekolah, hotel, kantor, restoran, bioskop, gedung teater, kampus, taman, fasilitas olahraga, pembilas jalan, jaringan air kotor, dan sebagainya Public utility-utilitas umum Sarana/prasarana penunjang lingkungan untuk pelayanan masyarakat umum Pulverized limestone Bahan aditiv koagulan yang berfungsi meningkatkan proses klarifikasi di dalam rangkaian proses koagulasi Pump-pompa Alat mekanis yang berfungsi untuk memindahkan sejumlah zat (cair/gas) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan ketinggian tempat (elevasi) yang sama ataupun berbeda Pumping-pemompaan Pemindahan secara mekanis sejumlah zat dari suatu tempat ke tempat lain Pumping intake Klasifikasi jenis bangunan penangkap air baku yang diidentifikasi berdasarkan dibutuhkannya peralatan (pompa) untuk mengisap/mendorong/mengalirkan air yang disadap Pumping station-stasiun pemompaan Bangunan untuk menempatkan satu atau lebih unit pompa. Dibangun di lokasi atau areal di sekitar lokasi zat (air/gas) yang akan dipompakan tersebut
Dikutip dari Kamus Istilah dan Singkatan Asing Teknik Penyehatan dan Lingkungan Penerbit: Universitas Trisakti