Professional Documents
Culture Documents
Anggota
Non
Anggota
1 PSAK No.50
15,000
20,000
2 PSAK No.55
15,000
20,000
3 Aplikasi PSAK No.46
20,000
25,000
4 Contoh Ilustrasi PSAK No.50 & 55
30,000
35,000
5 SAK Per 2007
300,000
325,000
6 Tas Ransel
95,000
110,000
7 MUG IAI
15,000
20,000
8 Soal Try-Out USAP Review (2003-2005)
150,000
175,000
9 Modul CPMA Review (paket)
360,000
380,000
10 Isu-isu Kontemporer Akuntansi Keuangan
40,000
45,000
11 Asumsi Going Concern
40,000
45,000
12 Komite Audit yang Efektif
90,000
95,000
13 Good Corporate Governance
90,000
95,000
14 Enterprise Risk Management
40,000
45,000
15 Akuntansi Aktiva Tetap
45,000
55,000
16 Balanced Scorecard
80,000
85,000
17 IFRS 2008: Willey
550,000
650,000
18 IFRS Workbhook and Guide Edisi 2
450,000
500,000
19 Sistem Informasi Akuntansi 1/Rama, Jones
72.000
81.000
20 Sistem Informasi Akuntansi 2/Rama, Jones
79.000
89.000
21 Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil/IAPI
56.000
63.000
22 Akuntansi Keuangan Daerah (ed.3)/Abdul Halim
60.000
68.000
23 Audit Kinerja pada Sektor Publik/I Gusti Agung Rai
56.000
63.000
24 Akuntansi Syariah di Indonesia/Sri Nurhayati
60.000
68.000
25 Akuntansi Biaya 1(ed.14)/Carter
80.000
90.000
26 Sistem Akuntansi/Mulyadi
104.000
117.000
27 Sistem Akuntansi Sektor Publik/Indra Bastian
96.000
108.000
28 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.4)/Hall
88.000
99.000
29 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.9)/Romney
72.000
81.000
30 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.4)/Hall
87.000
98.000
31 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.9)/Romney
71.000
80.000
32 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)/KSAP
40.000
45.000
33 Standar Profesional Akuntan Publik/IAI
240.000
270.000
34 Teori Akuntansi 1(ed.5)/Belkoui
68.000
77.000
35 Teori Akuntansi 2(ed.5)/Belkoui
60.000
68.000
36 Akuntansi Intermediate 1(ed.15)/Skousen, Stice
120.000
135.000
37 Akuntansi Intermediate 2(ed.15)/Skousen, Stice
112.000
126.000
38 Akuntansi Internasional 1(ed.5)/Choi
56.000
63.000
39 Akuntansi Internasional 2(ed.5)/Choi
64.000
72.000
40 Akuntansi Keperilakuan/Arfan, Ikhsan
72.000
81.000
41 Akuntansi Keuangan Lanjutan 1(ed.6)/Baker
96.000
107,910
42 Akuntansi Keuangan Lanjutan 2(ed.6)/Baker
92.000
104.000
43 Akuntansi Manajemen 1(ed.7)/Hansen, Mowen
80.000
90.000
44 Akuntansi Manajemen 2(ed.7)/Hansen, Mowen
80.000
90.000
45 Akuntansi Manajerial 1(ed.11)/Garrison
80.000
90.000
Fo r m u l i r Pe m e s a n a n
Nama : ..............................
No. kart u anggot a : ..................................................................................................................
Alamat : .................................
Kot a / Kode pos : ........................................................................../ ......................................
Telephone / HP : Fax : .......................
No. Nama Produk Jumlah Unit Harga
Tanggal : .........../ ........../ ..............
Tanda Tangan & Nama Lengkap
()Transfer
Bank BCA Cab. Saharjo
A/C no. 092.300.9130
a.n. IAI Wilayah Jakarta
()Cash
at IAI wilayah Jakarta
Gedung Gajah Blok AE
Jl. Dr. Sahardjo No.111, Jakarta
Pe m b a y a r a n
Pener bi t
Sal emba Empat
Support ed By :
* Harga disamping belum termasuk ongkos kirim
* Harga sewaktu-waktu dapat berubah
Informasi & Pembelian Hubungi : Imam/Ria
IAI Wilayah Jakarta - Gedung Gajah - Blok AE -
Jl. Dr. Sahardjo 111 - Jakarta Selatan
021 8353588 8354031 Fax 8290324
*Tersedia buku - buku terbitan SALEMBA EMPAT
MUG IAI Rp 15.000
46 Akuntansi Manajerial 2(ed.11)/Garrison
99,920
113.000
47 Akuntansi Pemerintahan/Deddi Nordiawan
64.000
72.000
48 Akuntansi Sektor Publik/Deddi Nordiawan
36.000
41.000
49 Akunt: Suatu Pengantar 1(ed.5)/Soemarso
68.000
77.000
50 Akunt: Suatu Pengantar 2(ed.5)/Soemarso
71.000
80.000
51 Analisis Laporan Keuangan 1 (ed.8)/Wild, Subramanyam
88.000
99.000
52 Analisis Laporan Keuangan 2 (ed.8)/Wild, Subramanyam
72.000
81.000
53 Audit dan Assurances 1 (ed.4)/Messier
88.000
99.000
54 Audit dan Assurances 2 (ed.4)/Messier
100.000
113.000
55 Audit Internal 1 (ed.5)/Sawyer
80.000
90.000
56 Audit Internal 2 (ed.5)/Sawyer
100.000
113.000
57 Audit Internal 3 (ed.5)/Sawyer
104.000
117.000
58 Audit Sektor Publik (ed.2)/Indra Bastian
48.000
54.000
59 Auditing 1(ed.6)/Mulyadi
60.000
68.000
60 Auditing 2(ed.6)/Mulyadi
72.000
81.000
61 Pengantar Akuntansi 1(ed.7)/Weygandt,Kieso
84.000
95.000
62 Pengantar Akuntansi 2(ed.7)/Weygandt,Kieso
80.000
90.000
63 Pengantar Akuntansi 1(ed.21) Edisi Khusus/Warren
60.000
68.000
64 Pengantar Akuntansi 2(ed.21) Cover Baru/Fess, Warren
80.000
90.000
65 Setengah Abad Profesi Akuntansi -Soft Cov/Tuanakotta
100.000
113.000
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
36
K
risis keuangan di Amerika Serikat
yang berawal dari krisis subprime
mortgage atau yang sering disebut
krisis kredit property, kini telah menjalar
dan merontokkan sejumlah lembaga
keuangan AS yang biasa bermain di pasar
saham Wall Street.
Mengingat pasar saham di AS sebagai
pasar utama para investor dan juga sebagai
ephisentrum (kiblat bisnisnya para investor
dunia), rontoknya pasar itu langsung
berbepengaruh pada pasar saham dunia,
termasuk juga pasar saham Indonesia.
Untuk menanggulangi masalah itu,
pemerintah AS telah mengalokasikan dana
segar sebesar 700 miliar dollar AS untuk
mendongkrak harga saham sekaligus
menggerakan roda ekonomi tumbuh
kembali. Meskipun kebijakan itu mendapat
tantangan keras dari partai demokrat,
karena akan memperlebar defsit anggaran
pemerintah, toh kongres AS/DPR-nya
meloloskan bail out itu.
Krisis AS itu ternyata demikian cepat
mewabah pada aktivitas pasar modal
global, sehingga para investor mengalami
kegamangan dalam menghitung, menjaga
nilai assetnya jangan sampai turun secara
drastis.
Perkembangan indeks bursa saham di
beberapa bursa dunia yang sebelumnya
menunjukkan kinerja yang outperform
terkoreksi turun sampai dengan level yang
tidak diperkirakan. Jika dibandingkan dengan
awal tahun 2008, Indeks bursa saham
Shanghai telah turun sebesar 64 persen,
Kuala Lumpur Composite Index juga turun
sebesar 34 persen.
Sedang Indeks Harga Saham Gabungan
Bursa Efek Indonesia per tanggal 16
September 2008 menyentuh level terendah
1.719,254, terkoreksi 39,3 persen dihitung
dari level IHSG tertinggi 9 Januari 2008 di
level 2.830,260. poin.
Penurunan harga saham itu, tentu juga
menurunkan asset yang dimiliki baik
oleh investor individu maupun investor
korporasi, karena harga saham terus jeblok,
sehingga IHSG terus turun yang menjadikan
kegamangan semua otoritas moneter di
negeri ini. Itulah sebabnya, Dirut Bursa
Efek Indonesia (BEI) mengambil langkah
tidak populer dalam sejarah pasar bursa di
Indonesia.
Dirut BEI, Ery Fermansyah, pada 9 Oktober
sekitar Pk 12 terpaksa membuat kebijakan
yang tidak popular, yakni menghentikan
penjualan saham sementara (suspend).
Tujuannya, menahan jangan sampai asset
berupa saham milik individu maupun
perusahaan jatuh menjadi sampah.
Pengehentian perdagangan itu, merupakan
strategi perlindungan asset saham sebagian
masyarakat saat terjadi krisis ekonomi dan
keuangan, sehingga langkah itu mendapat
sambutan posistif dari beberapa kalangan,
utamanya para investor yang mempunyai
asset berupa saham dan obligasi milik
swasta. Bagaimanan seandainya Dirut BEI
tidak mengehntikan perdagangan pada
kala itu, bisa jadi jutaan lembar saham yang
tadinya punya nilai triliunan rupiah, dalam
hitungan menit akan menjadi turun terus
hingga tak ada nilainya. Untuk mendongkak
harga saham ke tingkat yang wajar, tentu
tidak mudah atau membutuhkan waktu
lama.
Dalam kaitan itu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono/SBY, telah memberikan
apreasiasi kepada otoritas moneter yang
telah bekerja untuk mengatasi krisis ekonomi
nasional secara baik.
Saya berpendapat , semua pihak harus
berbuat nyata dalam mengatasi krisis
ekonomi akibat dari terjadinya suprime
morgate, karena meskipun pemerintah AS
telah memberikan bantuan sebesar 700
miliar dolar AS, kita harus tetap waspada
akan bahanya terjadinya kelesuan ekonomi
pada tahun-tahun ke depan ini, ujarnya.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah dan
akan terus melakukan berbagai langkah
antisipasi dan mengambil langkah responsif
dalam membendung dampak krisis keuangan
AS agar asset yang sudah likuit jangan
sampai merosot tajam seperti yang terjadi
di pasar saham di berbagai negara.
Oleh karena itu, secara khusus Presiden
SBY, meminta Menteri Keuangan untuk ikut
MENGELOLA ASSET SAHAM
SAAT TERJADI KRISIS EKONOMI
Opini
Oleh Ami Sudarmy Alwi.
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
37
memikirkan jangan sampai pihak swasta dan
negara salah dalam melakuikan pengelolaan
asset.
Saya telah meminta Menkeu Sri Mulyani
bersama Gubernur Bank Indonesia
Boediono untuk menjelaskan secara utuh
antisipasi dan langkah kita sehubungan
dengan krisis di AS, paparnya, seraya
menambahkan, kita harus pandai-pandai
mengelola pasar keuangan dan pasar
modal yang perkembangannya cenderung
fuktuasi.
Foreign direct investment masih cukup
penting, mski dalam pembangunan
infrastruktur kita tidak bisa membiayai
pembangunan dengan mengandalkan kapital
market. Itulah yang menjadi pekerjaan
rumah kita, kata presiden.
Krisis ekonomi global, yang menyebabkan
turunnya sejumlah asset sebuah korporasi,
harus menjadikan pelajaran berharga agar
jangan sampai asset yang telah dimiliki
menjadi berkurang atau bahkan menjadi
sampah. Inilah yang akan menjadi pokok
bahasan tulisan ini sekaligus menyinggung
kesalahan pengelolaan asset akan
membawa kerugian yang cukup besar bagi
masyarakat.
Pengelolaan asset saham saat krisis
Sebelum mengulas pengelolaan asset
saat krisis, ada baiknya kita memahami
pengertiannya. Banyak defnisi yang
digunakan untuk menjelaskan istilah
manajemen asset. Secara umum
manajemen asset didefnisikan sebagai
serangkaian aktivitas yang dikaitkan dengan
mengidentifkasi asset apa yang diperlukan,
bagaimana cara mendapatkannya, cara
mendukung dan memeliharanya, serta cara
membuang atau memperbaruinya sehingga
asset itu secara efektif dan efsien dapat
mewujudkan sasaran/obyektif.
Sedangkan secara khusus manajemen
asset didefnisikan sebagai serangkaian
disiplin, metode, prosedur dan tool untuk
mengoptimalkan dampak bisnis keseluruhan
atas biaya, kinerja dan paparan risiko (terkait
dengan ketersediaan, efsiensi, umur pakai,
dan regulasi/keselamatan/kepatuhan pada
aturan lingkungan hidup) dari asset fsik
perusahaan.
Pengertian asset juga dapat disebut aktiva
berwujud yang memiliki umur yang lebih
panjang dari satu tahun. Sebagai contoh,
pada perusahaan air minum. Asset
utamanya adalah infrastruktur air minum
seperti jaringan perpipaan, hidran, valves,
sambungan, meteran, jaringan perpipaan air
limbah, dam dan weirs.
Demikian juga asset perusahaan mesin dan
tekstil, yang sudah melaksanakan go-publik.
Sebut saja PT Texmaco. Jenis assetnya
antara lain berupa gedung, mesin, tanah
dan saham yang dijual kepada masyarakat.
Asset berupa saham, saat ini terancam
menjadi sampah. Sistuasi seperti itu,
mengutip pendapat pakar manajemen
Indonesia, Maikel Sajangbati, mengatakan,
langkah yang perlu dilakukan, jika anda
mempunyai deposito bertahanlah dengan
deposito anda. Jangan ambil uang anda dari
bank. Jika anda ikut ikutan mencairkan dana
anda maka anda membuat keadaan semakin
memburuk.
Jika anda memiliki saham dan turunannya,
sebaiknya di hold dulu kecuali ada
keperluan keuangan yang mendesak sehingga
kita harus menjualnya. Ikut ikutan menjual
saham akan memperburuk keadaan saja.
Menjual saham dalam situasi tidak normal
hanya akan membuat pikiran menjadi stres
dan jengkel. Oleh karena itu, perlindungan
asset terhadap saham sebaiknya tidak
dilakukan penjualan. Jika dalam bayangan
situasi ekonomi akan seegara pulih dan
mempunyai dana nvestasi yang nganggur
justru saat tepat untuk membelinya.
Dikatakan, krisis akan lebih cepat berlalu
jika kita tenang dan waspada. Perekonomian
akan cepat pulih. Harga saham akan cepat
rebound. Dolar akan cepat menyesuaikan
diri pada kurs yang rasional. Cadangan
devisa kita cukup kuat.
Jika anda panik dan ikut ikutan menarik
deposito, menjual saham dan memborong
dolar, maka anda ikut memberikan
kontribusi pada semakin dalamnya krisis di
Indonesia.
Sedang pengelolaan asset di luar
saham, Indonesia pernah mempunyai
pengalamanyang berharga. Texmaco
dinyatakan terlilit utang dan tidak dapat
membayar, sehingga saham yang dulunya
termasuk likuiit, saat ini beteul-betul
menjadi sampah, termasuk mesin pabriknya
banyak yang menjadi besi tua. Tekmaco
diambil alih pemerintah Cq BPPN, tetapi
tidak dikeola secara baik akhirnya semua
saham yang diterbitkan betul menjadi
sampah dan infrastruktur yang dibungunnya
(Baca asset negara yang dikuasai Badan
Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN).
Rusak menjadi barang rongsokan.
Oleh karena itu, semestinya harus ada
aturan yang berlaku, bahwa pengelolaan
asset secara tidak serius, investor yang
sengaja merusak harga saham yang
menyebabkan kerugian keuangan kepada
sebagian besar masyarakat, dan negara,
dapat diberikan sanksi berat, karena hal itu
termasuk kejahatan bidag ekonomi.
D
ewasa ini perusahaan publik di Indonesia banyak yang
belum mengetahui arti pentingnya pengendalian internal
dalam rangka mencegah terjadinya praktik kecurangan
(fraud). Fraud bisa terjadi kapan saja di perusahaan mana saja.
Fraud bisa dilakukan oleh pihak internal perusahaan (karyawan
& manajemen) atau pihak eksternal perusahaan. Fraud bisanya
terjadi karena adanya kolusi, baik yang dilakukan oleh pihak internal
maupun dengan pihak eksternal perusahaan. Bagi perusahaan publik,
fraud yang sangat merugikan pihak investor, pemegang saham
serta pemangku kepentingan lainnya adalah kecurangan pelaporan
keuangan (fraudulent fnancial reporting).
Sarbanes-Oxley Act (SOA) merupakan sebuah produk hukum
(Undang- Undang) di Amerika Serikat (AS) yang mengatur tentang
akuntabilitas, praktik akuntansi dan keterbukaan informasi, termasuk
tata cara pengelolaan data di perusahaan publik. Eksistensi SOA
tersebut diprakarsai oleh senator Paul Sarbanes dari Maryland dan
Michael Oxley wakil rakyat dari Ohio. SOA telah disyahkan pada
tahun 2002 oleh presiden AS (George W. Bush). UU tersebut
mensyaratkan adanya pengungkapan (disclosure) tentang informasi
keuangan yang cukup, keterangan tentang pencapaian hasil-hasil
(kinerja) manajemen, kode etik bagi eksekutif di bidang keuangan
dan independensi komite audit yang efektif serta pembatasan
kompensasi bagi para eksekutif perusahaan termasuk pembaharuan
tatakelola perusahaan (corporate governance). Latar belakang
diundangkannya SOA, antara lain munculnya skandal akuntansi di
Enron yang melibatkan kantor akuntan publik Arthur Andersen (the
big fve) serta adanya kasus kebangkrutan beberapa perusahaan
besar seperti TICO, Worldcom dan Adelphia yang menimbulkan
kepanikan luar biasa kalangan dunia usaha. Manfaat SOA secara
langsung berdampak positif dalam rangka implementasi GCG di
perusahaan publik di berbagai belahan dunia lainnya.
Perusahaan publik di Indonesia yang listing di NYSE juga harus
tunduk pada ketentuan SOA tersebut, selain terikat oleh ketentuan
Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Di negara kita masih sedikit perusahaan yang menerapkan SOA,
yaitu PT. Telkom dan PT. Indosat.
Tujuan
Tujuan utama SOA adalah meningkatkan kepercayaan publik
terhadap implementasi prinsip GCG bagi perusahaan yang telah
go publik. SOA mewajibkan perusahaan yang listed di NYSE
untuk mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku untuk menjamin
transparansi dalam penyusunan laporan keuangan. Selain itu, SOA
juga menjamin adanya kepastian terhadap integritas pelaporan
keuangan (integrity of fnancial reporting). United States - Securities
Exchange Commission (US-SEC) juga telah mengadopsi SOA sebagai
syarat untuk memperketat persyaratan disclosure laporan keuangan
serta menjamin akuntabilitas laporan keuangan perusahaan. Dalam
hal ini, SOA mewajibkan perusahaan publik untuk mereformasi
tanggungjawab manajemen perusahaan perihal keterbukaan informasi
keuangan serta mencegah terjadinya kecurangan pelaporan keuangan
(fraudulent fnancial reporting) yang bermula dari kecurangan
akuntansi (accounting fraud). Amerika Serikat menerapkan regulasi
ini secara ketat, antara lain meliputi pelaporan keuangan yang akurat
dan tidak bias, review pengendalian intern serta kewajiban untuk
menerapkan Code of Ethics dan Code of Corporate Governance.
SOA juga menuntut standar yang sangat tinggi terhadap operasi
bisnis dan pelaksanaan audit atas pengendalian intern.
SOA mewajibkan perusahaan yang listing di AS untuk membuat
dokumentasi pengendalian kunci dan melaporkan kondisi
pengendalian internnya secara periodik. SOA Section 302 tentang
Corporate Responsibility for Financial Reports menetapkan bahwa
pejabat eksekutif perusahaan (CEO & CFO) harus bertanggung
jawab secara pribadi terhadap pernyataan prosedur pengendalian,
internal control, dan jaminan atas kecurangan (fraud). Sedangkan
SOA section 404 tentang Management Assessment of Internal
Controls mengatur ketentuan yang mewajibkan terselenggaranya
audit SOA tahunan yang menunjukkan laporan pengendalian internal
(internal control report).
Laporan pengendalian internal antara lain berisi tanggung jawab
manajemen untuk menyelenggarakan struktur & prosedur
pengendalian intern atas pelaporan keuangan dan hasil asesmen atas
efektivitas struktur & prosedur pengendalian internal atas pelaporan
keuangan tersebut. Regulasi ini menuntut manajemen perusahaan
untuk memahami, mendokumentasikan, dan menyempurnakan
pengendalian internal terkait pelaporan keuangan, dengan terus
meningkatkan keakuratan proses bisnis (business process) dan
informasi transaksionalnya, serta membangun perbaikan proses
secara berkelanjutan (continuous improvement process) mengenai
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
39
KhasAkuntan
Kata kunci : Harga Akuisisi, Profesi Penilai
(appraisal company), Penilaian Pihak
Independen, Perusahaan pengakuisisi,
Perusahaan Target, Nilai Buku Pendahuluan
Latar Belakang
H
arga yang dibayar perusahaan
pengakuisisi atas perusahaan yang
diakuisisi (perusahaan target)
adalah didasarkan kesepakatan kedua
belah pihak. Perusahaan penilai (appraisal
company) merupakan salah satu pihak
independen yang dipersyaratkan dalam
transaksi akuisisi yang berfungsi sebagai
penilai kewajaran harga akuisisi. Hal ini
diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun
1995 tetang pasar modal. Opini perusahaan
penilai diharapkan menjadi acuan untuk
menentukan harga akuisisi
Perusahaan penilai mengestimasi nilai wajar
perusahaan target dengan metode-metode
yang sesuai dengan kondisi perusahaan
target. Keakuratan penilaian tersebut dapat
dilihat dari penerimaan investor atau
perusahaan pengakuisisi. Sejauh mana opini
perusahaan penilai ini diterima perusahaan
pengakuisisi tercermin dalam harga akuisisi
yang diputuskan perusahaan pengakuisisi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk:
1. Mendapatkan bukti empiris tentang
pengaruh nilai wajar yang ditetapkan
perusahaan penilai atas perusahaan
target terhadap penetapan harga
akuisisi oleh perusahaan pengakuisisi
2. Mendapatkan bukti empiris apakah
terdapat perbedaan yang signifkan
antara harga akuisisi dengan hasil
penilaian independen atas perusahaan
target.
Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah hasil penilaian independen
atas perusahaan target mempengaruhi
penetapan harga akuisisi?
2. Apakah harga akuisisi tidak berbeda
dengan harga yang ditetapkan penilai
independen?
Manfaat dan Batasan Penelitian
Mayoritas akuisisi yang terjadi di Indonesia
hingga tahun 1996 adalah akuisisi akuisisi
yang mengalami benturan kepentingan
atau akuisisi internal dimana perusahaan
pengakuisisi memiliki benturan kepentingan
dengan perusahaan target. Dalam hal ini
perusahaan target berada dalam satu grup
dengan perusahaan pengakuisisi. Penelitian
ini dilakukan atas transaksi akuisisi yang
mengalami benturan kepentingan.
Manfaat yang diharapkan dapat diberikan
secara akademis terhadap dunia praktek
lewat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi masukan mengenai penetapan
harga akuisisi bagi perusahaan-
perusahaan yang ingin melakukan
akuisisi
Oleh : Golrida Karyawati P dari IBII
HASI L PENI LAI AN I NDEPENDEN
&
PENENTUAN HARGA AKUI SI SI
Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kepercayaan investor
terhadap hasil penilaian independen atas transaksi akuisisi yang tercermin
dari harga akuisisi yang ditetapkan.
Study ini menggunakan desain eksploratif atas 42 unit data dari tahun
1990 hingga tahun 1996. Ditemukan bukti empiris adanya pengaruh
yang signifkan atas hasil penilaian independen dan nilai buku perusahaan
target terhadap penentuan harga akuisisi. Harga akuisisi yang ditetapkan
perusahaan pengakuisisi tidak berbeda secara signifkan dengan hasil
penilaian independen. Hasil studi ini diharapkan dapat memberi masukan
bagi penyempurnaan standar penilaian yang ada, dan penelitian lanjutan
atas faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepecayaan investor atas hasil
penilaian independen atas transaksi akuisisi di Indonesia
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
40
2. Landasan pemikiran yang memberikan
kontribusi bagi penelitian selanjutnya
misalnya: penelitian untuk mengetahui
korelasi penilaian dengan harga akuisisi
yang ditetapkan atas transaksi akuisisi
yang tidak mengalami benturan
kepentingan; Penelitian mengenai
perbedaan hasil penilaian pihak
independen atas perusahaan target
dengan metode penilaian yang berbeda;
dan lainnya.
KajianLiteratur
Akuisisi dan Perusahaan Penilai
Akuisisi merupakan salah satu bentuk
penggabungan usaha. Dalam Pernyataan
Standar Akuntansi keuangan no.22,
Akuisisi adalah bentuk penggabungan usaha
dimana salah satu perusahaan (perusahaan
pengakuisisi) memperoleh kendali atas
aktiva neto dan operasi perusahaan yang
diakuisisi atau perusahaan target, dengan
memberikan aktiva tertentu, mengakui
suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang pasar modal pasal 64 dan 65
mensyaratkan keterlibatan perusahaan
penilai (appraisal company) memberikan
opini atas nilai wajar perusahaan target
secara professional dan independen.
Perusahaan penilai melakukan profesinya
berdasarkan Standar Penilaian Indonesia
(SPI) yang berisi prinsip-prinsip yang
menjadi pedoman dalam proses penilaian
di Indonesia. Hasil dari penilaian adalah
laporan penilaian yang merupakan dokumen
berisikan perkiraan/estimasi atas nilai yang
diestimasi pada suatu tanggal tertentu yang
mengandung hasil analisis perhitungan dan
opini penilai dari sebanyak mungkin data
pendukung yang relevan yang dibutuhkan
dalam kegiatan suatu penilaian.
Sebagai hasil estimasi penilaian memiliki
ketidak akuratan..Bretten et al(2001)
mengatakan Valuers do not operate with
perfect market knowledge, they must
follow client instructions, make judgements,
analyse information and respond to diferent
pressures when preparing a valuation and
all these faktors infuence the fnal valuation
fgure. Values can be difcult to assess
due to the heterogeneity of property and
the number of transactions that occur at
prices that do not represent market values.
The ability of valuers to make efective
estimations of value has been subjected
to intense scrutiny by academia, the media
and the courts and the apparent lack of
a coherent and consistent result from
the valuation process has damaged the
reputation of the valuation profession.
Baum and Crosby (1988) mengungkapkan
Appraisals can rarely be proved inaccurate
for many reasons. All valuations are
hedged by a series of assumptions.
Special purchasers are excluded from
consideration; a full exposure to the market,
which is not defned, is assumed; no price
movements over the marketing period are
contemplated, even though full exposure
may require a lengthy marketing period
in an era of changing prices; and so on.
Predictions of the most likely selling price
will only be shown to be wrong when prices
achieved are revealed, and this is rarely the
case. )
Survey Bretten et al (2001 ) mengungkapkan
bahwa banyak penyimpangan dalam proses
penilaian yang tidak terelakan. Sebagian besar
penyimpangan tersebut adalah berhubungan
dengan behavioural characteristics individu
dari penilai. Penyimpangan dapat timbul
pada proses disetiap tahap penilaian dimulai
dari terbit nya instruction letters dan
negociation fee hingga tekanan luar yang
memaksa penilai pada tahap akhir proses
penilaian.
Penelitian Levy dan Schuck (1999)
menemukan bukti bahwa klien memiliki
insentif, kemampuan dan kesempatan untuk
mempengaruhi opini perusahaan penilai
atas keseluruhan proses. Sebelum kontrak
dimulai klien bahkan memiliki pengaruh
memilih perusahaan penilai yang mereka
inginkan. Klien juga dapat mempengaruhi
waktu penilaian yang mereka inginkan.
Banyak pula informasi tentang properti
yang bukan domain publik sehingga
perusahaan penilai tidak memiliki akses
sama dengan klien dan hal ini meningkatkan
pengaruh klien terhadap perusahaan penilai.
Praktek-praktek penilaian yang ada dapat
pula menimbulkan konfik antara klien
dan perusahaan penilai. Hubungan bisnis
dengan klien dapat pula menjadikan penilai
subjektif.
KerangkaPemikiran
Harga yang dibayar perusahaan pengakuisisi
atas perusahaaan target merupakan
cerminan kekayaan perusahaan target yang
diperoleh pada saat akuisisi berlangsung
(nilai buku kekayaan perusahaan target).
Penilaian pihak independen didasarkan atas
nilai buku kekayaan perusahaan target. UU
no.8 tahun 1995 mensyaratkan auditor
menilai laporan keuangan perusahaan
target untuk memberi keyakinan bahwa
laporan keuangan tersebut telah disajikan
dengan wajar sehingga dapat dijadikan
dasar pengambilan keputusan. Standar
laporan keuangan yang wajar di Indonesia
mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Opini wajar bagimanapun memiliki
resiko yang timbul dari Standar Akuntansi
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
41
Keuangan (Golrida, 2003), dan aspek
auditor yang melakukan profesinya dengan
mengacu pada Standar Profesionalisme
Akuntan Publik ( IAI, 2007). Peraturan
Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik pada pasal
52 hingga 57 mensyaratkan pemeriksaan
berkala maupun pengawasan sewaktu-
waktu terhadap kantor akuntan memaksa
kantor akuntan bekerja lebih professional
sehingga opini atas laporan keuangan
keuangan perusahaan yang diaudit lebih
dapat dipertanggungjawabkan. Hipotesa
pertama diturunkan sebagai berikut:
H1: Harga akuisisi dipengaruhi nilai
buku perusahaan target.
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-
52/PM/1997 mensyaratkan dilakukannya
analisis pihak independen atas kewajaran
nilai saham dan aktiva tetap perusahaan yang
melakukan penggabungan usaha. Penilaian
yang dimaksud adalah untuk mendapatkan
harga akuisisi yang layak.
Sebagian besar transaksi akuisisi yang terjadi
di Indonesia adalah akuisisi yang mengalami
benturan kepentingan. Yang dimaksud
dengan benturan kepentingan adalah
perbedaan antara kepentingan ekonomis
perusahaan dengan kepentingan ekonomis
pribadi direktur, komisaris, atau pemegang
saham utama perusahaan. Apabila terjadi
transaksi akuisisi yang mengalami benturan
kepentingan, sesuai dengan Keputusan
Ketua Bapepam Nomor Kep-12/PM/1997,
harus mendapat persetujuan oleh pemegang
saham independen (pemegang saham
yang mempunyai benturan kepentingan
sehubungan dengan transaksi yang dimaksud)
atau wakil mereka yang diberi wewenang
untuk itu. Transaksi akuisisi yang mengalami
benturan kepentingan juga mengharuskan
penunjukkan pihak independen untuk
melaksanakan penilaian serta memberikan
pendapat tentang kewajaran dari transaksi
akuisisi. Hipotesa kedua dirumuskan sebagai
berikut:
H2 : Harga akuisisi yang
ditetapkan perusahaan
pengakuisisi atas perusahaan
target dipengaruhi oleh hasil
penilaian independen
Hasil penilaian independen
merupakan pertimbangan dalam
menentukan harga akuisisi. Mc
Allister et al (1997) melakukan
simulasi mengenai keakuratan penilaian atas
property menyarankan agar fund manager
harus bersikap kritis atas hasil penilaian dan
tidak menerima begitu saja, karena hasil
penilaian memiliki tingkat kesalahan (error)
Hasil penelitian Parker (1998) atas property
di Australia dan menunjukkan potensi
ketidak akuratan penilaian secara signifkan.
Keakuratan penilaian adalah didasarkan
sudut pandang investor yang melakukan
pembelian atau melakukan akuisisi.
Keakuratan penilaian property seperti
diungkapkan Waldy (1997) ... restricted to
the question of valuation versus market price,
i.e. how close a valuation is to the market price
.. (page 239). Market price dalam transaksi
akuisisi adalah harga akuisisi.
Kepercayaan perusahaan pengakuisisi atas
penilaian pihak independen dalam penelitian
ini merupakan rujukan yang dapat diterima
untuk menilai keakuratan hasil penilaian
independen. Kepercayaan perusahaan
pengakuisisi atas hasil penilaian independen
tercermin dari harga akuisisi yang disetujui
perusahaan pengakuisisi. Hipotesa ketiga
ditetapkan sebagai berikut:
H3: Harga akuisisi yang ditetapkan
perusahaan pengakuisisi sama dengan
harga yang didasarkan hasil penilaian
independen.
MetodePenelitian
Pemilihan sampel Penelitian
Karena keterbatasan data yang up to date,
penelitian ini diimplementasikan untuk
transaksi-transaksi akuisisi yang terjadi
dari tahun 1990 hingga tahun 1996 yang
implikasi dimasa mendatang diharapkan
masih relevan. Satu transaksi akuisisi
melibatkan satu perusahaan pengakuisisi
dan satu perusahaan target. Apabila satu
perusahaan pengakuisisi melakukan akuisisi
pada tiga perusahaan target yang berbeda
pada waktu yang bersamaan, dapat dihitung
sebagai tiga transaksi akuisisi.
Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive sampling. Proses pemilihan
sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
sumber dan Teknik Pengumpulan
Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder
dalam periode pengamatan 1990 - 1996.
Data diperoleh dari Bapepam dan BEJ.
Data yang diperlukan antara lain: daftar
nama-nama perusahaan yang melakukan
transaksi akuisisi yang mengalami benturan
kepentingan periode 1990 1996, data
harga akuisisi, nilai buku perusahaan target,
Nilai
Buku
Penilaian
Independent
Harga
Akuisisi
Gambar 1. Model pengambilan keputusan
harga akuisisi
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
42
Tahun Jumlah
Data
Data Tidak
Memenuhi
Kriteria
Sampel
Data
1990 4 4 0
1991 16 14 2
1992 17 14 3
1993 14 12 2
1994 20 2 18
1995 3 2 1
1996 22 6 16
Jumlah
sampel
42
Tabel 1
Pengambilan Sampel
dan hasil penilaian atas perusahaan target
oleh penilai independen.
Daftar nama-nama perusahaan yang
melakukan akuisisi diperoleh dari Bapepam.
Berdasarkan data-data tersebut peneliti
menelusuri ke laporan prospektus masing-
masing perusahaan pengakuisisi yang
diumumkan di Harian Bisnis Indonesia dan
Harian Kompas atau laporan prospektus
yang terdapat di BEJ (Sekarang BEI).
ModelAnalisisdata
Analisis data dilakukan sebagai berikut:
1. Analisa regresi.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel
yang ingin diteliti:
-Variabel independen : hasil penilaian pihak
independen dan nilai buku perusahaan
target
-Variabel dependen : harga akuisisi yang
ditetapkan perusahaan pengakuisisi.
Karena variabel penelitian ada tiga buah,
maka diperiksa kemungkinan dibuatnya
analisa regresi berganda. Persamaan regresi
berganda adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana:
Y = Harga Akuisisi yang
ditetapkan atas saham
perusahaan target
X1 = Hasil Penilaian pihak
independen
X2 = Nilai buku perusahaan
target
A = Konstanta
b1 = Koefsien penilaian pihak
independen
2 = Koefsien nilai buku
perusahaan target
E = Error
Koefsien determinasi ditentukan untuk
menentukan seberapa besar variasi variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen. Uji Anova (F test) dilakukan
untuk mengetahui apakah model regresi
yang diperoleh berarti, atau dengan kata lain
apakah variabel independen berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen. Pengujian
dilakukan dengan tingkat : 5%. Dari
persamaan diatas juga dilakukan pengujian
atas derajat keeratan antar variabel dengan
koefsien korelasi (R).
2. Uji perbedaan dua populasi independen
(two sampel test)
Uji perbedaan populasi independen
dimaksudkan untuk mengetahui apakah rata-
rata harga akuisisi berbeda secara signifkan
dengan hasil penilaian pihak independen.
Berdasarkan hasil uji perbedaan ini ingin
diketahui apakah harga akuisisi ditetapkan
menurut hasil penilaian independen,
sehingga hipotesis ketiga:
H3 : 1 = 2
Dimana:
1: Rata-rata Harga Akuisisi
2: Rata-rata Hasil Penilaian Pihak
Independen
Uji perbedaan dilakukan dengan uji T( T
test). Pengujian dilakukan dengan tingkat
: 5% (two tail)
Hasil Penelitian dan
Pembahasan
Deskripsi Statistik
Ada tiga komponen yang diteliti dari sampel
yakni harga akuisisi, nilai buku perusahaan
target pada tanggal akuisisi, dan hasil
penilaian pihak independen terhadap nilai
wajar perusahaan target. Statistik deskriptif
dari sampel dapat dilihat dalam Tabel 2.
Rata-rata nilai buku perusahaan target (Rp
62.650.140.288) seperti yang terlihat pada
table 2 berada jauh dibawah rata-rata hasil
penilaian independen atas perusahaan target
(Rp116.913.041.546) dan harga akuisisi yang
ditetapkan (Rp114.233.412.108), sedangkan
rata-rata harga akuisisi relatif hampir sama
dengan rata-rata hasil penilaian independen.
Bila dilihat dari nilai minimum ketiga variabel
penelitian terdapat perbedaan yang sangat
besar antara variabel nilai buku perusahaan
target Rp 450.000) dan hasil penilaian
independen (Rp 1.251.300.000. Perbedaan
yang tajam ini disebabkan karena perbedaan
metodologi penilaian yang digunakan.
AnalisaRegresi
Analisa regresi berganda dan regresi
sederhana disajikan dalam tabel 3 dan tabel
4. Nilai R Squared pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa penetapan harga akuisisi dipengaruhi
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
43
oleh hasil penilaian independen dan nilai
buku perusahaan target sebesar 93,2%.
Perbandingan model regresi berganda dan
sederhana menunjukkan adanya peningkatan
nilai adjusted R.
Model regresi sederhana pada tabel 4
disajikan untuk melihat pengaruh individu
masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Nilai adjusted R masing
masing variabel independen secara
individu adalah 0,69 dan 0,701. Bila variabel
independen bekerja sama dalam model
regresi berganda nilai adjusted R meningkat
yakni 0,929. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan variabel independen secara
inkremental memperbaiki model regresi,
atau model regresi berganda lebih baik dalam
meramalkan pengaruh variabel independen
daripada model regresi sederhana. Dapat
disimpulkan bahwa harga akuisisi ditentukan
secara bersamaan oleh variabel hasil penilaian
independen dan nilai buku perusahaan
target, atau hasil penilaian independen
dan nilai buku perusahaan target secara
bersamaan mempengaruhi harga akuisisi.
Hal ini sesuai dengan peraturan Bapepam
tentang tata cara penggabungan usaha yang
antara lain mewajibkan direksi perseroan
menjajagi kelayakan penggabungan usaha
meliputi penelaahan laporan keuangan
Perseroan yang telah diaudit oleh Akuntan
yang terdaftar di Bapepam selama 3 tahun
terakhir (nilai buku) dan hasil analisis pihak
independen mengenai kewajaran nilai saham
dan aktiva tetap perseroan.
Tabel 3 memperlihatkan nilai F sebesar
268,07 dengan siginifkan 0,000. Angka
signifkan tersebut lebih kecil dari tingkat
yang ditetapkan yang artinya model regresi
dapat dipakai untuk memprediksi variabel
dependen yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Dapat diambil kesimpulan
bahwa harga akuisisi dapat di prediksi dari
hasil penilaian independen dan nilai buku
perusahaan target
Persamaan regresi untuk model regresi ini
adalah sebagai berikut:
Harga Akuisisi = - 1.798.009.945 + 0,51
Penilaian Independen + 0,901 Nilai Buku
Persamaan diatas memiliki arti bahwa
dalam kondisi nilai buku perusahaan target
tetap, kenaikan hasil penilaian independen
Rp1 akan menaikkan harga akuisisi Rp 0,51.
Demikian pula dalam kondisi hasil penilaian
independen tetap, kenaikan Rp 1 nilai buku
perusahaan target akan menaikkan Rp 0,901
harga akuisisi. Analisis regresi diatas telah
memenuhi uji asumsi klasik yang disajikan
pada lampiran 1.
Berdasarkan hasil analisa regresi atas
hipotesis pertama dan kedua diambil
kesimpulan bahwa harga akuisisi secara
signifkan dipengaruhi oleh hasil penilaian
independen dan nilai buku perusahaan
target. Bukti empiris ini menunjukkan
pentingnya peran profesi akuntan (auditor)
sebagai pihak independen yang menilai
laporan keuangan (nilai buku), dan profesi
penilai, sehingga diperlukan pengendalian
mutu atas kedua profesi tersebut. Peraturan
Menteri Keuangan No.17/PMK.07/2008
Tentang Jasa Akuntan Publik diharapkan
dapat meningkatkan kualitas nilai buku
yang tersaji dalam laporan keuangan.
Penyempurnaan Standar Penilaian Indonesia
(SPI) merupakan keharusan untuk tidak
menyesatkan pengambil keputusan.
- Dependent Variabel: Harga Akuisisi
- Durbin Watson 1.993
- R Square: .932
- Adjusted R : .929
- F: 268,071 (sig. .000)
AnalisaKorelasi
Analisa korelasi antara hasil penilaian
independen dan nilai buku perusahaan
target dengan harga akuisisi diperlihatkan
pada Tabel 5
Korelasi antara hasil penilaian independen
dengan harga akuisisi sebesar 83,5%, dan
antara nilai buku perusahaan target dengan
harga akuisisi sebesar 84,2% menunjukkan
adanya hubungan yang signifkan antara
variabel independen terhadap variabel
dependen. Temuan ini mengindikasikan
bahwa nilai akuisisi yang wajar dapat
diestimasi dari nilai buku dan hasil penilaian
independen dan diharapkan dapat
membantu kelancaran negosiasi perusahaan
pengakuisisi dan perusahaan target untuk
mencapai kesepakatan harga akuisisi.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Harga Akuisisi 42 30,000,000 921,884,275,000 114,233,412,108 197,630,011,449
Hasil Penilaian Independen 42 1,251,300,000 1,220,795,600,000 116,913,041,546 212,942,780,156
Nilai Buku Perusahaan Target 42 450,000 599,274,917,800 62,650,140,288 123,430,801,033
Tabel2:Deskripsistatistik
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
44
UjiPerbedaanDua
Populasi
Berdasarkan hasil uji F pada lampiran 2
diketahui bahwa populasi harga akuisisi
dan hasil penilaian pihak independen
diasumsikan memilik kehomogenan
ragam atau varians kedua populasi sama,
sehingga uji perbedaan kedua populasi
dilakukan dengan asumsi tersebut.
Dari hasil pengujian pada tabel 6 diperoleh
P- value sebesar 0,48 dimana nilai ini lebih
besar dari tingkat yang berarti bahwa
harga akuisisi ditetapkan tidak berbeda
secara signifkan dengan hasil penilaian
independen. Hal ini menunjukkan bahwa
opini penilai independen disepakati
perusahaan pengakuisisi dan perusahaan
target sebagai harga akuisisi. Bukti
empiris ini mengindikasikan kepercayaan
perusahaan pengakuisisi dan perusahaan
target atas opini penilai independen.
Kepercayaan ini dapat saja terjadi karena
adanya campur tangan pihak tertentu.
Merujuk pada pada hasil penelitian
Model Unstandardized
Coefcients
Beta
Standard
Error
Standardized
Coefcients
Beta
T Sig Partial Part Collinearity
Statistic
Tolerance
VIF
Constant - 1,798,009,945 9,568,086,454 -.188 .852
Hasil
Penilaian
Independen
.510 .045 .549 11..342 .000 .876 .473 .742 1.348
Nilai Buku
Perusahaan
Target
.901 .078 .563 11.625 .000 .881 485 .742 1.348
Tabel3.AnalisaRegresiBerganda
Simple Regression Model (Dependent Variabel : Harga Akuisisi) R Square Adjusted R
Square
Std Error Of The
Estimete
1. Hasil Penilaian Independen 0.697 0.690 110,095,908,579
2. Nilai Buku Perusahaan Target 0.701 0.701 108,024,749,768
Tabel4.AnalisaRegresisederhana
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
45
Harga Akuisisi Hasil Penilaian
Independen
Nilai Buku Prsh.
Target
Hrg Akuisisi Pearson Correlation 1,000 0,835 0,842
Sig. (2-tailed) . 0,000 0,000
N 42 42 42
Penilain
Independen
Pearson Correlation 0,835 1,000 0,508
Sig. (2-tailed) 0,000 . 0,001
N 42 42 42
Nilai Buku Prsh.
Target
Pearson Correlation 0,842 0,508 1,000
Sig. (2-tailed) 0,000 0,001 .
N 42 42 42
Tabel5:KorelasiAntarVariabel
Keterangan : Korelasi dinyatakan signifkan pada level 0.01 (2-sisi).
Bretten et al (2001), Levy dan Schuck (1999) kondisi ini dapat terjadi
karena pengaruh klien terhadap hasil penilaian pihak independen.
Dalam transaksi akuisisi yang mengalami benturan kepentingan
pengaruh ini berdampak signifkan, oleh sebab itu perlu dianalisis lebih
lanjut faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan atas hasil
penilaian independent.
KesimpulandanKeterbatasanPenelitian
Hasil eksplorasi atas unit analisa tahun 1990 hingga 1996 menunjukkan
adanya pengaruh yang kuat antara hasil penilaian pihak independen
atas perusahaan target dan nilai buku perusahaan target terhadap
pengambilan keputusan harga akuisisi. Harga akuisisi yang dibayar
atas perusahaan target tidak berbeda secara signifkan dengan hasil
penilaian pihak independen. Hasil eksplorasi ini diharapkan dapat
diimplementasikan pada saat ini. Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
17 Tahun 2008 yang mengharuskan pengendalian mutu kantor
akuntan memaksa auditor lebih professional mengeluarkan opini
atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, penyempurnaan
standar penilaian termasuk profesi penilai diharapkan membuat hasil
eksplorasi up to date hingga kini.
Ada beberapa keterbatasan penelitian antara lain
1. Penelitian ini mengasumsikan keakuratan hasil penilaian
independen tercermin dari penetapan harga akuisisi berdasarkan
hasil penilaian tersebut. Asumsi tersebut menyederhanakan
permasalahan, perlu di telaah lebih lanjut faktor-faktor yang
dapat lebih menjelaskan keakuratan hasil penilaian independen
atas transaksi akuisisi.
2. Hasil analisa dan penarikan kesimpulan akan lebih baik jika
terdapat keseragaman metode penilaian pihak independen ini.
Tetapi karena keterbatasan data,
peneliti tidak mengambil sampel
untuk meneliti keberagaman metode
penilaian ini.
3. Pengujian akan lebih akurat
jika nilai ketiga variabel yang di
uji yakni harga akuisisi, penilaian pihak independen, dan nilai
Keterangan Variabel 1 Variabel 2
Mean 114,233,412,108 116,913,041,546
Variance 3.9058 x 1022 4.5345 x 1022
Observations 42 42
Pooled Variance 4.2201 x 1022
Hypothesized
Mean Diferenced
0.00
Df 82
t Stat -0.06
P(T<=t) one-tail 0.48
t Critical one-tail 1.66
P(T<=t) two-tail 0.95
t Critical two-tail 1.99
Tabel6:Ujit:DuasampeldenganAsumsiVarianssama
Keterangan:
Variabel 1 : Harga Akuisisi
Variabel 2 : Penilaian
Independen
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
46
buku dibandingkan dalam periode
waktu yang sama, yaitu pada tanggal
akuisisi. Tetapi penelitian ini memiliki
keterbatasan karena data-data yang
diambil berasal dari laporan prospektus,
dimana sebagian nilai kekayaan
perusahaan target yang disajikan
bukan berdasarkan nilai pada tanggal
rencana akuisisi dilakukan.
saran
Saran sehubungan dengan hasil penelitian
yang telah dilakukan antara lain:
1. Study ini tidak mengeksplorasi faktor-
faktor yang mempengaruhi kepercayaan
atas opini penilai independen. Perlu
dilakukan study lebih lanjut apakah
kepercayaan tersebut disebabkan oleh
behavioural characteristics perusahaan
pengakuisisi yang mempengaruhi
objektiftas penilai profesi penilai
2. Study lebih lanjut diharapkan dapat
dilakukan atas metode penilaian yang
dilakukan perusahaan penilai sehingga
dapat diketahui kecenderungan
pemilihan metode penilaian dan
metode mana yang terbaik untuk
kondisi dan waktu tertentu.
3. Penelitian perlu juga dilakukan dengan
time horizon yang berbeda yakni
tahun-tahun terakhir untuk mengetahui
kecenderungan penetapan harga
akuisisi saat ini.
DaftarReferensi
Bambang Budianto : Minggu 25 Mei 2008,
Menilai Perusahaan Dengan Pendapatan
Negatif, http://bambang77001.blogspot.
com/2008/05/Perusahaan
Bretten, James; GVA Grimley; Bristol;
UK; and Peter Wyatt : 2001, Variance In
Commercial Properti Valuations for Lending
Purposes: An Empirical Study, Journal of
Property, Investment & Finance Vol 19
No.3 PP 267-282
Baum, A and Crosby, N :1988, Property
Investment Appraisal, Routledge, London
Crosby, Neil: 2000, Conference Paper:
Valuation Accuracy, Variation and Bias in
The Contex of Standards and Expectation,
Journal of Property Investmment & Finance
Vol 18 no.2 pp 130 - 161
Golrida Karyawati P: 2003, Substansi
Mengungguli Bentuk : Jembatani Gap Akuntan
dan Masyarakat, Media Akuntansi Edisi 33/
Mei/Tahun X/2003
Ikatan Akuntan Indonesia: 2007,
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.22, Salemba, Empat Jakarta
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal Nomor Kep-52/PM/1997 Tentang
Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha
Perusahaan Publik atau Emiten
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal Nomor KEP-06/PM/2000 Tentang
Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7
Tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal Nomor Kep-12/PM/1997 Tentang
Perubahan Peraturan Nomor IX.E1
Tentang Benturan Kepentingan
Transaksi tertentu
Levy, Deborah and Edward
Schuck: 1999, The Infuence of
Clients on Valuations : The Clients
Prespective, RICS Research
Conference The Cutting Edge
1999, The Royal Institution of
Chartered Surveyor
MAPPI dan GAPPI: 2007, Standar
Penilaian Indonesia, Salemba
Empat Jakarta
Mc Allister, Pat ; and Graham
Bowles : Cutting Edge 1997,
Simulating The Efect of Valuation Error
on Property Investment Perfomance
Measurement, RICS Research, , The Royal
Institution of Chartered Surveyor
Parker, David RR: 1998, Valuation Accuracy
An Australian Perspective, 4th Pacifc Rim
Real Estate Society Conference Perth, 19-
21 January 1998
Peraturan Menteri Keuangan No.17/
PMK.07/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik
Waldy, B : May 1997, Valuation Accuracy,
64th FIG Permanent Committee Meeting &
International Symposium, Singapore
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal
Lampiran1
1. Uji Kenormalan Distribusi Data
Uji normalitas dilakukan dengan Jarque-
Bera Test ( JB Test) yang melihat faktor
skewness dan Kurtosis dari nilai residu
model yang disajikan pada Tabel a.
Berdasarkan Tabel a diatas dihitung nilai JB
sebagai berikut:
S2 (K 3) 2
JB = n [ + ]
6 24
Valid
Obsrvation
42
Mean -40,015,480
Standard
Deviation
51,463,381,446
Sampel
Variance
2,648,479,629,895,450,000,000
Kurtosis 3.496889
Skewness -0.741287
Range 299,083,970,575
Minimum -179,956,215,176
Maximum 119,127,755,399
Tabela:DeskripsistatistikNilaiResidu
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
47
dari data diatas diperoleh nilai JB sebagai
berikut:
- 0.7412 ( 3.497 3) 2
JB = 42 [ + ]
6 24
JB = 4. 276
Nilai JB diatas bila dibandingkan dengan
Tabel Chi square 2 (0.05 ; 2) yakni senilai
5.991 adalah lebih kecil. Apabila nilai JB
lebih kecil dari nilai Tabel, hal itu berarti
data terdistribusi secara normal. Dengan
demikian berdasarkan JB Test disimpulkan
bahwa data mengikuti distribusi normal.
Autokorelasi
Dari hasil uji Durbin Watson pada tabel
3 diperoleh nilai 1.993 dimana angka ini
mendekati angka 2 (dua). Hasil regresi akan
bebas dari masalah autokorelasi jika hasil
uji Durbin Watson mendekati angka 2.
Multikolinieritas
Multikolinieritas terjadi apabila antar
variabel independen terdapat korelasi yang
signifkan. Ada beberapa cara mendeteksi
masalah multikolinieritas antara lain:
- Korelasi antara variabel independen
lebih besar dari 0,60. Dari Tabel 5
terlihat bahwa korelasi antara variabel
independen yakni hasil penilaian
independen dan nilai buku ada sebesar
0,508. Dengan demikian tidak terdapat
masalah multikolinieritas
- Jika uji F sigifkan ( lebih kecil dari
) sedangkan uji T tidak signifkan
maka patut dicurigai adanya
multikolinieritas. Tetapi bila uji F
dan T sama-sama signifkan berarti
hasil analisa regresi akan bebas dari
masalah multikolinieritas. Seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 3, hasil uji F
adalah 268,07 dengan signifkan 0,000.
Sedangkan hasil uji T untuk masing-
masing variabel independen adalah
11,342 pada signifkan 0,000 untuk
variabel hasil penilaian independen,
dan 11,625 pada signifkan 0,000 untuk
variabel nilai buku perusahaan target.
Dengan demikian analisa regresi bebas
dari masalah multikolinieritas.
Homosedastisitas
Uji homosedastisitas dilakukan dengan
Whites General Heteroscedasticity test
yang menurunkan persamaan regresi
p e m b a n t u
sebagai berikut:
i2 = 1 +
2X2i + 3X3i
+ 4X2i2 +
5X3i2 +
6x2iX3i + Vi
Be r d a s a r k a n
model regresi pembantu diatas, R2 yang
dihasilkan dikalikan dengan jumlah sampel
(n), kemudian dibandingkan dengan
distribusi Chi Square:
n.R2 ~ 2df
Apabila n.R2 lebih kecil dari nilai Tabel,
maka tidak ada masalah heterosedastisitas
dalam model regresi.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan seperti terlihat tabel b dapat
dihitung nilai n.R2 yakni : 42 x 0,112 =
4,704. Sedangkan nilai 2df yang dapat
dilihat pada Tabel Chi Square 2 (0.05 ;
5) adalah senilai 11,070. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model regresi
bebas dari masalah heterosedastisitas
Lampiran 2
Uji Kehomogenan Varians.
Uji kehomogenan varians dilakukan dengan
alat uji F test two sampel for variances.
Probability value dari hasil F test dapat
dilihat dalam Tabel c
Dengan pengujian ini apabila hasil F test
lebih besar dari nilai yang ditetapkan maka
kedua populasi yang di uji tidak berbeda
secara signifkan. Berdasarkan hasil uji F
diperoleh P-value : 0,32. Dengan demikian
kedua populasi diasumsikan memiliki
kehomogenan ragam atau dengan kata lain
varians kedua populasi adalah sama
Model R R
Square
Adjusted
R
Std. Error of
the Estimate
1 .335 .112 .067 5,628,553,
643,612,570
,000
Tabelb:IkhtisarModelRegresiPembantu
Variabel Dependen : Harga Akuisisi
Variabel 1 Variabel 2
Mean 114.233.412.108 116.913.041.546
Variance 3,9058 x 1022 4,5345 x 1022
Observations 42 42
Df 41 41
F 0,86
P(F<=f ) one-tail 0,32
F Critical one-tail 0,60
Tabelc:UjiFatassampelDuaVarians
Keterangan:
Variabel 1 : Harga Akuisisi
Variabel 2 : Penilaian Independen
A K U N T A N I N D O N E S I A
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
49
No. Jenis-Jenis Biaya Penjelasan
1. Harga beli. Harga beli adalah harga jual dari
pemasok setelah dikurangi diskon
dan rabat, termasuk bea impor
dan pajak pertambahan nilai yang
tidak dapat dikreditkan.
2. Biaya pemasangan aktiva. Biaya-biaya yang dibutuhkan untuk
menempatkan aktiva tersebut ke
lokasi dan kondisi hingga aktiva
tersebut dapat dioperasikan sesuai
dengan rencana manajemen.
Contoh-contoh dari biaya ini
adalah biaya tenaga kerja, biaya
instalasi, biaya pengujian berjalan
tidaknya aktiva tersebut setelah
dikurangi pendapatan yang
mungkin diperoleh dari uji coba
tersebut dan biaya konsultan.
3. Biaya bongkar muat dan pasang. Biaya-biaya yang dibutuhkan untuk
membongkar dan menyiapkan
tempat pemasangan aktiva
tersebut.
4. Biaya pinjaman Biaya pinjaman yang dapat
diatribusikan langsung terhadap
akuisisi, konstruksi atau produksi
suatu aktiva atau biaya pinjaman
yang bisa dihindari apabila tidak
dilakukan perolehan aktiva.
5. Biaya penghentian aktiva Biaya yang wajib dikeluarkan
oleh entitas bisnis pada saat
penghentian penggunaan aktiva
tetap.
H
a r g a
perolehan
s u a t u
aktiva tetap diakui
sebagai aktiva hanya
apabila manfaat
ekonomi yang terkait
dengan aktiva tersebut
akan diperoleh pada
masa-masa yang akan datang baik secara
langsung maupun tidak langsung dan
manfaat ekonomi tersebut dapat diukur
dengan andal. Aktiva tetap berwujud yang
memberikan manfaat langsung dapat berupa
mesin-mesin produksi, bangunan dan
kendaraan dan aktiva tetap berwujud yang
tidak memberikan manfaat langsung dapat
berupa infrastruktur penanganan limbah,
infrastruktur penanganan polusi dan lain-
lain.
Pada awal pengakuan aktiva tetap berwujud,
biaya utama yang harus diakui adalah
biaya penempatan awal, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap,
seperti harga beli, biaya pemasangan, biaya
bongkat muat dan pasang, biaya pinjaman
dan biaya penghentian. Biaya penempatan
awal yang harus dikapitalisasi dijelaskan
sebagai berikut:
KEWAJI BAN PENGHENTI AN AKTI VA TETAP
Oleh: Marisi P. Purba*
KhasAkuntan
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
50
Biaya penghentian aktiva diatur dalam
PSAK 16R, Aset Tetap dan SFAS
143, Accounting for Asset Retirement
Obligations. Masing-masing standar
akuntansi keuangan tersebut memberikan
ketentuan sebagai berikut:
PSAK 16R
Prinsip akuntansi keuangan yang berlaku
umum di Indonesia tidak memberikan
pengaturan secara khusus atas kewajiban
penghentian aktiva tetap. PSAK 16R paragraf
16 hanya menyebutkan sebagai berikut:
Biaya perolehan aset tetap meliputi:
(a) harga perolehannya, termasuk
bea impor dan pajak pembelian yang tidak
boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon
pembelian dan potongan-potongan lain;
(b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan
secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset
siap digunakan sesuai dengan keinginan dan
maksud manajemen,
(c) estimasi awal biaya pembongkaran
dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut
timbul ketika aset tersebut diperoleh atau
karena entitas menggunakan aset tersebut
selama periode tertentu untuk tujuan selain
untuk menghasilkan persediaan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
PSAK 16R tidak memberikan panduan
terhadap kapitalisasi biaya penghentian
aktiva tetap berwujud. Namun sebagaimana
diketahui, PSAK 57, Kewajiban Diestimasi,
Kewajiban Kontijensi dan Aktiva
Kontijensi mengharuskan dilakukannya
pengakuan kewajiban penghentian aktiva
tetap berwujud. PSAK 57 paragraf 15
menyebutkan sebagai berikut:
Kewajiban diestimasi harus diakui apabila
ketiga kondisi berikut dipenuhi:
(a) perusahaan memiliki kewajiban
kini (baik bersifat hukum maupun bersifat
konstruktif ) sebagai akibat peritiwa masa
lalu,
(b) besar kemungkinan (probable)
penyelesaian kewajiban tersebut
mengakibatkan arus keluar sumber daya;
dan
(c) estimasi yang andal mengenai
jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Dengan demikian, jika suatu pengadaan
aktiva mengharuskan perusahaan melakukan
pengeluaran sumber daya pada akhir masa
penggunaan aktiva tersebut, maka kewajiban
pengeluaran sumber daya tersebut harus
dicatat sebagai kewajiban pada neraca
perusahaan apabila memenuhi syarat a, b
dan c di atas. Perlu ditambahkan bahwa,
karena biaya yang dikeluarkan memiliki masa
manfaat yang sama dengan masa manfaat
aktiva tetap berwujud terkait, maka biaya
tersebut seharusnya dikapitalisasi dan tidak
dibebankan sekaligus.
SFAS 143
US-GAAP memberikan ketentuan yang
rinci terkait dengan panduan kapitalisasi
biaya penghentian aktiva. SFAS 143 paragraf
11 menjelaskan sebagai berikut:
Upon initial recognition of a liability for
an asset retirement obligation, an entity
shall capitalize an asset retirement cost
by increasing the carrying amount of the
related long-lived asset by the same amount
as the liability. An entity shall subsequently
allocate that asset retirement cost to
expense using a systematic and rational
method over its useful life. Application of
a systematic and rational allocation method
does not preclude an entity from capitalizing
an amount of asset retirement cost and
allocating an equal amount to expense in
the same accounting period.
Estimasi biaya penghentian aktiva
tetap berwujud harus dilakukan dengan
menggunakan teknik nilai kini arus kas
(present value technique). Arus kas
yang didiskontokan diperoleh dengan
menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan
ekspektasi arus kas. Jika pendekatan
tradisional yang digunakan, maka arus kas
tunggal didiskontokan dengan menggunakan
tarif diskonto tunggal. Namun, jika
pendekatan ekspektasi arus kas yang
digunakan, maka yang didiskontokan adalah
beberapa skenario arus kas yang mungkin
terjadi (multiple cash fows scenario) dengan
menggunakan tingkat suku bunga bebas
resiko (credit-adjusted risk-free rate).
Sebenarnya tidak terdapat perbedaan
antara PSAK 16R dan SFAS 143. Hanya saja
SFAS 143 memberikan pedoman yang rinci
terkait dengan kapitalisasi biaya penghentian
aktiva tetap. Dengan demikian, SFAS 143
dapat digunakan dalam menerapkan PSAK
16R.
jika pendekatan
ekspektasi arus kas yang
digunakan, maka yang
didiskontokan adalah
beberapa skenario arus
kas yang mungkin terjadi
(multiple cash fows
scenario)
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
51
PROSEDUR KAPITALISASI BIAYA
PENGHENTIAN AKTIVA
Dalam melakukan kapialisasi biaya
penghentian aktiva, manajemen harus
melakukan langkah-langkah sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut:
Pada prosedur di atas, prediksi arus kas
dapat dilakukan dengan menggunakan
expected cashfow approach dan traditional
approach. Dalam menerapkan expected
cashfow approach, manajemen
harus melakukan inventarisir atas
kemungkinan-kemungkinan arus kas
keluar dan melakukan perhitungan
berdasarkan probabilita terjadinya. Hasil
akhirnya kemudian
di-present value-
kan. Sedangkan, jika
manajemen menggunakan
traditional approach,
maka manajemen
cukup mengakomodir
segala kemungkinan-
kemungkinan dalam satu
arus kas yang kemudian
di-present value-kan.
Kasus I**:
PT A adalah perusahaan
yang bergerak di bidang
penambangan batu
bara, yang telah selesai
melakukan pembukaan
area tambang pada
tanggal 1 Januari 2003.
Area pertambangan
ditaksir akan habis masa
ekonomisnya selama
sepuluh tahun. Pada 1
Januari 2003, PT A wajib
melakukan pengakuan atas
kewajiban penghentian
aktiva. Besarnya kewajiban
penghentian aktiva
disajikan sebesar nilai
wajar dengan mengunakan
present value technique.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
menghitung kewajiban penghentian aktiva
adalah sebagai berikut:
* Besarnya upah yang dibutuhkan untuk
membersihkan area pertambangan didasarkan
pada upah standar di pasar tenaga kerja,
dengan menggunakan expected cash fow
approach dengan rincian sebagai berikut:
* Besarnya biaya overhead yang dibutuhkan
oleh PT A diestimasi sebesar 20% dari biaya
upah sebagaimana rata-rata industri.
* Apabila pembersihan area pertambangan
dilakukan oleh kontraktor, biasanya biaya
akan ditambahkan dengan 20% marjin laba.
* Terdapat resiko ketidakpastian dan kondisi
yang tidak terduga sebesar 5% selama 10
tahun.
* Tingkat suku bunga bebas resiko adalah
sebesar 5% pada tanggal 1 Januari 20x3.
Tingkat suku bunga ini disesuaikan oleh PT
A sebesar 3,5%, sehingga tingkat suku bunga
yang digunakan adalah 8,5%.
*Tingkat infasi selama 10 tahun diperkirakan
sebesar 4%.
* Pada tanggal 1 Januari 20x3, kewajiban
biaya penghentian aktiva diakui dengan
jumlah sebagai berikut:
MULA
Apakah terdapat
biaya penghentian
aktiva tetap di
kemudian hari?
Tidak dilakukan
kapitalisasi biaya
penghentian aktiva
tetap.
Tidak
Ya
Apakah terdapat
kewajiban hukum
menyelesaikan biaya
penghentian aktiva tetap
di kemudian hari?
Tidak
Ya
Lakukan penyusunan prediksi
arus kas keluar biaya penghentian
aktiva tetap berdasarkan expected
cashflow approach atau
traditional cashflow approach.
Lakukan kapitalisasi atas
biaya penghentian aktiva tetap
dan pengakuan kewajiban
penghentian aktiva tetap.
Susun daftar bunga yang akan
dialokasikan dan dibebankan
setiap tahunnya.
Taksi ran
Arus Kas
Probabilitas Ekspektasi
Arus Kas
100.000 25% 25.000
125.000 50% 62.500
175.000 25% 43.750
131.250
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
52
(Dalam jutaan
Rupiah)
Ekspektasi Arus Kas
per 1/1/x3
Ekspektasi upah
buruh
(a) 131.250
Alokasi biaya
perolehan dan
peralatan (80%
x (a))
(b) 105.000
Mark-up atas
marjin laba (20%
x (a)+(b))
(c) 47.250
Ekspektasi arus
kas sebelum
penyesuaian
infasi
283.500
Faktor infasi 4%
selama 10 tahun
1,4802
E k s p e k t a s i
arus kas setelah
p e n y e s u a i a n
infasi
(d) 419.637
R e s i k o
keti dakpasti an
(5% x (d))
20.982
Ekspektasi arus
kas setelah resiko
ketidakpastian
440.619
Present value
dengan tingkat
diskonto 8,5%
194.879
* Pada tanggal 31 Desember 2012, PT A
menyelesaikan kewajiban penghentian aktiva
dengan menggunakan tenaga kerja internal
perusahaan dengan biaya sebesar Rp 351.000.
Diasumsikan tidak terjadi perubahan selama 10
tahun, dan PT A mengakui laba sebagai akibat
penyelesaian kewjaiban penghentian aktiva
sebesar Rp 89.619. Perhitungan penyelesaian
kewajiban penghentian aktiva adalah sebagai
berikut:
(Dalam jutaan Rupiah) Jumlah
Upah Rp 195.000
Alokasi upah dan peralatan (80% x (a)) 56.000
Jumlah biaya 351.000
Kewajiban penghentian aktiva 440.619
Laba penyelesaian hutang penghentian aktiva Rp 89.619
* Alokasi dengan menggunakan metode bunga (interest method of allocation) adalah
sebagai berikut:
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun Saldo Awal
Kewajiban
Penambahan
Akibat Bunga
Saldo Akhir
Kewajiban
2003 194.879 16.565 211.444
2004 211.444 17.973 229.417
2005 229.417 19.500 248.917
2006 248.917 21.158 270.075
2007 270.075 22.956 293.031
2008 293.031 24.908 317.939
2009 317.939 27.025 344.964
2010 344.964 29.322 374.286
2011 374.286 31.814 406.100
2012 406.100 34.519 440.619
* Skedul pembebanan biaya adalah sebagai berikut:
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun Beban Bunga Beban
Depresiasi
Jumlah Beban
2003 16.565 19.488 36.053
2004 17.973 19.488 37.461
2005 19.500 19.488 38.988
2006 21.158 19.488 40.646
2007 22.956 19.488 42.444
2008 24.908 19.488 44.396
2009 27.025 19.488 46.513
2010 29.322 19.488 48.810
2011 31.814 19.488 51.302
2012 34.519 19.488 54.007
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
53
* Jurnal pencatatan kewajiban penghentian aktiva per
tangal 1 Januari 2003 adalah sebagai berikut:
NO. KETERANGAN Dr Cr
1. Aktiva tetap 194.879
Kewajiban
penghentian aktiva
194.879
* Jurnal penyusutan dan accretion untuk 31/12/03-
31/12/12 adalah sebagai berikut:
NO. KETERANGAN Dr Cr
1. Beban depresiasi 19.488
Akumulasi
depresiasi
19.488
2. Beban bunga Sesuai
skedul
Kewajiban
penghentian aktiva
Sesuai
skedul
* Jurnal pencatatan penyelesaian kewajiban penghentian aktiva per
tangal 31 Desember 2012 adalah sebagai berikut:
NO. KETERANGAN Dr Cr
1. Kewajiban
penghentian aktiva
440.619
Hutang upah 195.000
Alokasi overhead
dan beban peralatan
(80% x 195.000)
156.000
Laba atas
penyelesaian
kewajiban
penghentian aktiva
89.619
* Penulis adalah praktisi pelaporan keuangan di PT
Telekomunikasi Indonesia,Tbk.
** Contoh kasus disadur dari buku Akuntansi Aktiva Tetap,
Pembahasan Komprehensif Akuntansi Aktiva Tetap yang diulis
oleh Marisi P. Purba dan diterbitkan oleh Kris Consulting, Jakarta.
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
54
Jelaskan pemahaman dan
kritik Anda terhadap strategi
diversifkasi. Itulah salah satu
pertanyaan favorit saya dalam
ujian mata kuliah Pasar Modal
atau Manajemen Investasi di
FEUI. Mahasiswa yang hanya
mengandalkan buku teks
umumnya akan memberikan
gambar penurunan total
risiko akibat diversifkasi dan
jawaban berikut. Strategi
diversifkasi adalah strategi
untuk meminimumkan risiko
investasi. Dengan diversifkasi,
risiko nonsistematis mendekati
nol namun risiko sistematis
tidak berkurang dan tetap ada.
Diversifkasi tidak memberikan
manfaat jika koefsien korelasi
adalah satu tetapi manfaat akan
optimal jika koefsien korelasi
mendekati negatif satu.
I
nilah jawaban standar yang diajarkan
semua buku teks investasi bahwa kita
sebaiknya tidak menaruh semua telur
yang kita miliki dalam keranjang yang sama.
Tak dapat dibantah lagi kalau diversifkasi
adalah kaidah terpenting dalam investasi
sekaligus pilar utama dalam pembentukan
portofolio. Investor umumnya percaya dan
menerima kredo ini bahwa diversifkasi
itu hukumnya wajib. Sejatinya, jawaban
di atas kurang lengkap karena hanya
menjelaskan keunggulan tanpa menyebutkan
kelemahannya.
Dipelopori Markowitz
Konsep diversifkasi berawal dari disertasi
Harry Markowitz pada tahun 1952. Dengan
begitu indah dan gamblangnya, Markowitz
menurunkan manfaat utama diversifkasi
secara kuantitatif dengan menggunakan
portofolio yang terdiri atas dua aset berisiko.
Untuk itu, pemenang nobel ekonomi 1990
ini hanya memerlukan tiga variabel yaitu
return dan risiko dari masing-masing aset
dan koefsien korelasi antar kedua aset itu.
Dengan matematika sederhana, Markowitz
berhasil membuktikan kalau risiko
portofolio menjadi minimum jika kedua aset
itu mempunyai koefsien korelasi negatif
sempurna yaitu negatif 1. Contoh dua
sekuritas seperti itu adalah dua saham yang
harganya selalu bergerak secara berlawanan.
Jika yang satu naik, yang lainnya turun
dengan derajat yang sama, dan sebaliknya.
Contoh konkritnya mungkin adalah dua
saham perusahaan yang produknya ramai
di musim hujan seperti jaket, jas hujan, dan
payung; sedangkan yang satunya lagi justru
laku di musim panas seperti es krim dan
pakaian/perlengkapan ke pantai.
Markowitz juga menemukan kalau
diversifkasi selalu dapat menurunkan risiko
portofolio sepanjang koefsien korelasi
tidak positif sempurna atau lebih kecil dari
satu. Dengan return yang sama, portofolio
dengan risiko yang lebih rendah sudah tentu
lebih disukai.
Itulah sebabnya, diversifkasi yang dianjurkan
adalah yang memperhitungkan koefsien
korelasi dan bukan yang acak (random)
atau yang naif (polos) yaitu yang membagi
dana ke dalam n alternatif investasi sebesar
masing-masing 1/n.
Lain teori, lain praktik
Masalahnya adalah, jika diversifkasi
demikian saktinya, mestinya sebagian besar
investor menerapkannya. Kenyataannya,
lain teori, lain praktik. Blume, Crockett,
dan Friend (1974) menemukan kalau 34,1%
investor Amerika dari sampel 17.056
investor hanya memegang satu saham
pembayar dividen, 50% mempunyai dua
saham, dan hanya 10,7% yang mengoleksi
lebih dari 10 saham. Survey Reserve Board
(1975) juga memberikan hasil yang sama
bahwa rata-rata jumlah saham dalam
portofolio investor individu adalah 3,41.
Lease, Lewellen, dan Schlarbaum (1976),
King dan Leape (1984), dan Starr-McCluer
(1994) juga mengonfrmasi hal yang sama
bahwa sebagian besar investor individu
(70%) tidak melakukan diversifkasi, bahkan
ketika aset selain saham diperhitungkan.
Terakhir, kita juga perlu menyimak penelitian
Barber dan Odean selama periode Januari
1991 hingga Desember 1996. Hasil studi
yang sudah dipublikasikan dalam Journal
of Finance tahun 2000 dengan judul The
Common Stock Investment Performance of
Individual Investors ini mengambil sampel
78.000 investor saham di Amerika. Barber
PLUS MI NUS STRATEGI DI VERSI FI KASI
KolomPasarModal
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
55
dan Odean melaporkan kalau median jumlah
saham yang dipegang investor itu nyatanya
antara 2 dan 3. Sebanyak 49,3% investor yang
disurvey ternyata dapat mengalahkan pasar
sebelum memperhitungkan biaya transaksi
dan 43,4% setelah memperhitungkan
biayanya. Padahal mereka memegang rata-
rata kurang dari 3 saham.
Ketika ditanyakan alasan tidak melakukan
diversifkasi, hanya sedikit investor yang
beralasan keterbatasan dana yang dimiliki
yang menjauhkannya dari diversifkasi.
Sebagian besar memberikan jawaban lain.
Seorang investor Amerika yang memegang
satu saham dalam portofolionya ada
yang menjawab, I let Bill Gates manage
my portfolio. Kalau kita melakukan
diversifkasi, return investasi kita tidak
banyak bedanya dengan return IHSG atau
return reksa dana saham yang dikelola
manajer investasi, ujar seorang investor
di BEI. Lain lagi komentar rekan mengajar
saya yang guru besar investasi, Diversifkasi
itu hanya cocok untuk investor awam yang
tidak yakin akan kemampuan pemilihan
sahamnya.
Empat kelemahan
Dari behavioral fnance, artikel dan
buku populer investasi, serta masukan
dari beberapa investor cerdas yang tidak
menerapkan diversifkasi, saya mendapatkan
setidaknya empat kelemahan diversifkasi
berikut. Inilah bagian kedua dari jawaban
lengkap yang saya harapkan dari mahasiswa
setelah mengikuti kuliah saya.
Pertama, diversifkasi itu berangkat dari
paradigma minimisasi risiko dan premis
bahwa investor itu adalah risk averse. Selama
paradigma dan asumsi di atas berlaku, tidak
ada seorang pun yang dapat menentang
kedigdayaan diversifkasi. Namun demikian,
diversifkasi menjadi kurang ampuh untuk
investor yang risk taker dengan paradigma
utama maksimisasi return.
Kenyataannya, investor itu sebenarnya
bukan risk averse tetapi loss averse. Ini sesuai
dengan teori prospeknya Daniel Kahneman
(1979), psikolog pertama dan satu-satunya
yang memenangkan nobel ekonomi pada
tahun 2002. Menurut Kahneman, investor
itu risk averse kalau sedang mengalami
untung. Tapi kalau sedang rugi, investor
cenderung menjadi seorang risk taker
(pengambil risiko).
Kedua, melakukan diversifkasi membuat
Anda tidak fokus. Robert Kiyosaki dalam
bukunya Cashfow Quadrant (1998)
mengakui kalau dia tidak melakukan
diversifkasi karena dia menerapkan strategi
fokus dan tidak ingin berinvestasi dalam
bidang yang tidak dia pahami.
William J. Oneil dalam bukunya How to
Make Money in Stocks: a Winning System in
Good or Bad Times (2002) juga menegaskan
hal yang sama. Bahwa hasil terbaik biasanya
dicapai melalui konsentrasi yaitu dengan
menaruh telur Anda hanya dalam beberapa
keranjang yang Anda benar-benar pahami
dan awasi dengan seksama dan bukan ke
dalam banyak keranjang. Bersediakah Anda
pergi ke dokter gigi yang juga suka pekerjaan
teknik atau pertukangan dan menulis musik
serta merangkap tukang pipa dan perencana
keuangan pada akhir pekan? The more you
diversify, the less you know about any
one area, tulisnya. Menurutnya, banyak
investor mempraktikkan diversifkasi secara
berlebihan atau overdiversifkasi. Semakin
banyak saham yang Anda koleksi, semakin
sulit kita menerapkan strategi investasi ala
Peter Lynch, manajer investasi nomor wahid
dari reksa dana saham terbesar di Amerika,
yaitu Buy what you know and know what
you buy.
Ketiga, strategi diversifkasi umumnya
akan membuat beta portofolio sekitar satu
sehingga kinerja investasi akan bergerak
persis mengikuti pasar atau IHSG. Saat
pasar turun 50% seperti bulan Oktober lalu,
portofolio yang terdiversifkasi pun akan
merosot sekitar itu. Jika Anda tidak percaya,
silahkan teliti kerugian reksa dana saham
dan bandingkan dengan penurunan IHSG
pada tahun ini.
Kelemahan terakhir dari praktik diversifkasi
adalah semakin banyak saham yang Anda
miliki, semakin lambat Anda bereaksi untuk
menjual saham Anda yang relatif sudah
kemahalan dan membeli saham lain yang
sangat tertekan ketika pasar mulai bearish.
Inilah yang pernah dialami saya dan banyak
rekan investor. Istilahnya, diversifkasi
membuat Anda tidak gesit lagi dalam
menyikapi dan mengantisipasi pasar.
Dengan memegang hanya lima saham atau
kurang, sesuai rekomendasi Asosiasi Klub
Investasi di Amerika (1995) yang mewakili
8000 klub pemilihan saham, Anda dapat
dengan mudah keluar-masuk pasar. Menjual
duatiga saham sudah membuat Anda dapat
menyelamatkan sekitar 40 60 persen
portofolio saat pasar menunjukkan tanda-
tanda akan bearish beberapa bulan lalu.
Menjadi jauh lebih sulit untuk mengamankan
portofolio Anda jika jumlah saham mencapai
belasan hingga puluhan saham seperti yang
dialami banyak investor institusi dalam krisis
keuangan tahun ini.
Koordinator Mata Ajar Pasar Modal
& Manajemen Keuangan PPAk FEUI, dan
Penulis buku Matematika Keuangan
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
56
Nilai dari kekayaan
intelektual biasanya
dipengaruhi oleh beberapa
pertimbangan hukum yang
berbeda. Dalam prakteknya,
dampak pertimbangan
hukum atas penilaian
kekayaan intelektual dan
aset intangible kurang begitu
diperhatikan.
B
eberapa pengamat menyadari aspek
hukum atas kekayaan intelektual dan
aset intangible dapat memberikan
dampak yang signifkan atas penilaian aset
tersebut, sehingga kekuatan dari aset
intangible dapat diperhitungkan dalam
model penghitungan aset.
Menurut Prof. Karl-Erik Sveiby, pakar
Knowledge Management (KM) dari Polandia
menyatakan, beberapa elemen dari hak
paten seharusnya dimasukkan dalam proses
penilaian aset. Elemen-elemen hak paten
yang diidentifkasikan memberikan pengaruh
yang signifkan atas nilai suatu aset adalah
ruang lingkup atas hak paten tersebut,
hubungan antara temuan yang dipatenkan
dengan temuan sebelumnya, dan inovasi
atas temuan yang dipatenkan tersebut.
Semakin besar ruang lingkup dan semakin
maju temuan tersebut dibandingkan temuan
sebelumnya, maka semakin besar nilai
ekonomis atas kekayaan intelektual yang
dipatenkan tersebut, kata Sveiby.
Lebih lanjut Sveiby mengatakan, hal lain
yang patut diperhatikan dalam menilai-
nilai ekonomis atas aset intangible adalah
kemampuan pemilik atas kekayaan
intelektual itu untuk mengembangkan dan
mengeksploitasi hak tersebut dibandingkan
dengan pihak lain. Pengembangan optimal
atas suatu hak legal tidak selalu dapat
dilaksanakan karena keterbatasan sumber
daya dari pemilik hak legal tersebut.
Terdapat paling tidak dua komponen atas
penilaian hak legal yang efektif untuk aset
intangible. Pertama, ruang lingkup hak
legal yang berkaitan dengan aset intangible
tersebut. Secara umum, semakin besar
ruang lingkupnya, maka semakin besar nilai
hak kepemilikan atas aset intangible.
Komponen yang kedua, kemampuan
untuk mengoptimalkan hak legal. Jika
pemilik hak legal memiliki sumber daya
untuk memelihara, memonitor, dan
mengeksploitasi hak itu, semakin besar
nilai aset intangible tersebut. Bahkan apabila
pemilik aset intangible memiliki sumber
daya yang dibutuhkan, tidak ada jaminan,
hak paten itu dapat dikembangkan secara
maksimal.
Sebagai contoh, hak paten atas software
komputer, yang sekalipun dilindungi oleh
paten tetapi karena kecepatan perkembangan
teknologi dalam software komputer, hak
paten tidak dapat dikembangkan secara
optimal.
Sveiby, mengatakan, untuk mengukur
internal structure, terdapat tiga indikator
yang perlu diperhatikan, yaitu growth/
renewal, efciency, dan stability. Dalam
keempat model penilaian yang telah dibahas
dalam artikel ini, ketiga indikator tersebut
telah dimasukkan dalam perhitungan,
sehingga untuk memasukkan aspek hak cipta
dan kekayaan intelektual ke dalam keempat
model tersebut, kita bisa menganalisnya
melalui ketiga indikator itu.
Indikator growth/renewal bisa dengan
mudah dilihat berdasarkan pertumbuhan
jumlah hak cipta dan kekayaan intelektual
yang dimiliki oleh perusahaan, atau
berdasarkan nilai tambah yang diperoleh
dari hak cipta dan kekayaan intelektual
tersebut. Indikator efciency bisa dilihat
dari proporsi antara jumlah hak cipta dan
kekayaan intelektual dengan besar pasar
HUKUM BELUM PERHATI KAN ASET KEKAYAAN
I NTELEKTUAL
Oleh Ria Andhini
Features
ai
M
I
T
R
A
D
A
L
A
M
P
E
R
U
B
A
H
A
N
A K U N T A N I N D O N E S I A
57
yang dihasilkan, atau dengan penjualan
yang berhasil dilakukan oleh perusahaan.
Yang sedikit agak rumit barangkali adalah
melihat indikator stability. Untuk beberapa
macam hak cipta dan kekayaan intelektual,
nilainya bisa bertahan cukup lama, misalnya
paten untuk obat-obatan, sehingga
nilainya bisa dikatakan lebih stabil. Namun
untuk beberapa hak cipta dan kekayaan
intelektual seperti program komputer dan
buku, biasanya memiliki nilai yang tidak
bertahan lama, karena bisa dengan cepat
diikuti oleh para pesaing.
Ia menyimpulkan, terdapat berbagai
macam model untuk penilaian atas kekayaan
intelektual dan aset intangible. Penilaian atas
aset intangible yang bermacam-macam
ini akan memberikan hasil yang berbeda-
beda. Semua model memiliki masing-masing
kelebihan dan kelemahannya sendiri-
sendiri. Kelemahan yang dimiliki oleh semua
model penilaian adalah kegagalan untuk
menghitung secara akurat aspek hukum atas
pengembangan, perlindungan, dan transfer
aset intangible.
Beberapa pengamat juga menyarankan,
nilai aspek hukum dari suatu aspek intangible
dapat diestimasi - paling tidak sebagian -
untuk evaluasi inovasi dari aset intangible,
kata Sveiby.
Kepemilikan hak atas suatu aset intangible
akan lebih besar nilainya apabila dimiliki oleh
pihak-pihak yang memiliki sumber daya yang
diperlukan untuk mengoptimalkan hak legal
tersebut.(***)
Kepemilikan hak
atas suatu aset
intangible akan
lebih besar nilainya
apabila dimiliki
oleh pihak-pihak
yang memiliki
sumber daya yang
diperlukan untuk
mengoptimalkan hak
legal tersebut
U S A S jian ertifikasi kuntansi yariah
Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah untuk tahun 2008 ini merupakan ujian pertama dan satu-satunya
diselenggarakan di Indonesia. Dalam tahun-tahun berikutnya direncanakan akan dilakukan ujian dalam
2 (dua) periode per tahun, yaitu Periode I dan Periode II.
Dengan akan diselenggarakannya Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah (USAS) yang pertama pada tahun
2008, Indonesia telah mempunyai suatu ujian sebagai suatu sistem pembelajaran yang baku bagi mereka
yang akan berpraktik di bidang Akuntansi Syariah. Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah merupakan suatu
strategi pengembangan keilmuan dan keahlian Akuntansi Syariah dalam rangka penyesuaian dengan
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Tanggal Ujian Periode Pendaftaran Batas Akhir Pendaftaran Batas Pengambilan Kartu
16 Desember 2008 13 Okt s/d 5 Des 08 5 Desember 2008 12 Desember 2008
Tujuan Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah (USAS) diselenggarakan
dalamrangka :
Mengukur kemampuan/kompetensi peserta terhadap pemahaman
ilmu akuntansi syariah,
Menjadi alat ukur standar kualitas bagi mereka yang ingin memahami
akuntansi syariah,
Menjadi alat ukur standar kualitas bagi lembaga/institusi yang ingin
mendapatkan SDMyang memahami bidang akuntansi syariah,
Dapat dijadikan sebagai persyaratan untuk memasuki bidang profesi
tertentu yang bergerak di bidang akuntansi syariah.