You are on page 1of 4

Terhadap penyelengaraan pemerintahan tertentu yang bersifat husus bagi epentin gan nasional, Pemerintah dapat menetap an awasan

husus dalam . wilayah provinsi dan/atau abupaten/ ota yaitu untu Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebasyang ditetap an dengan undang-undang yaitu diatur dengan Peratura n Pemerintah. Dan begitu penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi ewena ngan Pemerintah didaerah dan administrasi pendanaan didanai dari beban anggaran pendapatan dan belanjanegara.Demi ianlah analisa penulis berdasar an factor inte rnal dan factor e ternal, dimanadengan realisasi dan implemetasi dari ebijalan UU No. 32 tahun 2004, walaupun PemerintahPusat telah memberi an otonomi seluas-l uasnya epada pemerintah daerah, pemerintah pusatmasih mempunyai ewajiban terha dap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi ewenangan Pemerintah di dae rah dan administrasi pendanaan yang didanai dibeban an padaanggaran pendapatan d an belanja Negara Republi Indonesia. Dengan berla u nya undang-undang otonomi d aerah ma a hirar i antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah nampa tida te rlihat jelas, hal ini dilihat dari berbagai ebija an Pemerintah Pusat terhadapP emerintah Daerah yang sering tida direalisa an dan di implementasi an oleh Peme rintahdaerah secara bai , dan sebagai a ibatnya oordinasi antara Pemerintah Pus at denganPemerintah Daerah. Bab VP e n u t u p - Kesimpulan 1.otonomi daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahdaera h dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomiselua s-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republi Indonesia sebagaiman adima sud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945 yang te rdiridari Gubernur, Bupati, atau Wali ota, dan perang at daerah sebagai unsur pe nyelenggara pemerintahan daerah dan dalam Pemerintahan Daerah terdapat pula Dewa n Perwa ilanRa yat Daerah (DPRD).Dalam hal perimbangan euangan antara Pemerinta h dan pemerintah daerah adalah suatu sistim pembagian euangan yang adil, propor sional,demo ratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rang a pendanaan peny elenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbang an potensi, ondisi, dan ebutuh an daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan de onsentrasi dan tugas pemban tuan.2.Otonomi Daerah bertujuan untu mencapai efisiensi dan efe tivitas didalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sangat perlu diting at an dengan eara h yanglebih memperhati an aspe -aspe hubungan antar susunan pemerintahan dan an tar pemerintahan. daerah, potensi dan eane aragaman daerah, peluang dan tantan gan persainganglobal dengan memberi an ewenangan yang seluas-luasnya epada dae rah disertai dengan pemberian ha dan ewajiban menyelenggara an otonomi daerah, pere onomian daerah, euangan daerah dan eamanan daerah dalam esatuan sistem p enyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatauan Republi Indonesia (NKRI). Dasar Hu um Otonomi Daerah UndangUndang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomer 32 tahun 2004 , dalam Pasal 33 UUD1945. Konsensus nasional dapat dicapai sebagai political will, yang a an menjadi landasan politis srategis buat menata hubungan antara Pemerint ah Pusat dengan Pemerintah Daerahyaitu hubungan dalam suatu aspe eadministrasi an negara, yang ta dapat dihindari bai dalam onte s Negara Kesatuan Republi Indonesia.3.Masalah-masalah ewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Da erah terutama di bidang pengelolaan pendapatan daerah. Penafsiran terhadap pasal 4 UU No. 32 tahun 2004.Dalam pra te pela sanaan UU No. 32 tahun 2004 yang tern yata dapat memberi antafsiran dalam arti sempit, sehingga menimbul an onfli an tara Pemerintah Propinsidengan Kabupaten / Kota dan sebali nya antara Kabupaten dengan Kabupaten, dan jugaantara Kabupaten dengan Kota dalam wilayah yang berham piran. Apabila dicermati padaUU No. 32 tahun 2004 yang menyata an bahwa Daerah P ropinsi. Daerah Kabupaten /Kota masing-masing berdiri sendiri dan tida mempunya i hubungan hierar hi satu sama lainyaitu dalam hal pembagian Wilayah Daerah Khus usnya Wilayah Laut, dimana dalamimplementasinya, seharusnya diterbit an peratura

n pela sanaannya (organie e verordening,mung in berupa PP atau Keppres), sehingg a pela sanaannya dapat berjalan dengan bai dan benar sesuai dengan etentuan pe rundang-undangan yang berla u.4.Tinjauan berdasar an factor e sternal terdapatny a masalahan ewenangan PemerintahPusat yang telah dibatasi oleh undang-undang te rsebut, yang sehingga menimbul an onfli ewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama dida lam hal pendapatan euangan daerah. Dimana Program Pemerintah Pusat untu menari anggaran pendapatan daerah yang mempunyai pendapatan yang surplus dan emudian di umpul anuntu dibagi an pada daerah-daerah yang minus dalam rang a pemeretaa n pembangunandan peme aran wilayah di Indonesia. Begitu pula terhadap permasalah an pembagianwilayah Daerah yang hususnya Wilayah Laut, dimana pada implementasi nya, PemerintahPusat tida dapat berbuat banya terhadap wilayah laut, didalam h al pengelolaan wilayahlaut dan pelestarian ling ungan hidup, yang sehingga menim bul an tari-menari nya ewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daera h, dimana pengawasanPemerintah Pusat pada awasan wilayah laut tida dapat berja lan dengan sebai -bai nya arena terhadang oleh ewenangan Otonomi Pemerintah Dae rah tersebut.Tari menari ewenangan secara factor e sternal yaitu antara Pemer intah Pusat dengan Pemerintah Daerahdiberbagai sector, menga ibat an segala ebi ja an Pemerintah Pusat tida dapat berjalandengan sebagi-bai nya, arena daerah otonom ini merasa telah mutla untu menguasaiseutuhnya e ayaan alam yang berup a Sumber Daya Manusia dan Sumber daya alam untu diguna an dalam penembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Begitu pula ewenangan Pemerintah Pusat mengenai Per tanahan sudah tida dimili i secaraseutuhnya arena telah diserah an epada Pemerin tahan Daerah yang wajib dila sana anoleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota melipu ti pe erjaan umum, esehatan, pendidi an ebudayaan, pertanian, perhubungan, indu steri,perdagangan, penanaman modal,ling ungan hidup, pertanahan, operasi, tenag a erja dan mengada an Pil ada.5.Dengan melihat ebija an dasar dan ebija an pe mberla uan peraturan perundang-undangOtonomi Daerah, dimana Pemerintah Pusat seb agai pela sana jalan roda pemerintahan sesuaidengan amanat dari UUD 1945 yaitu d idalam mela sana an pemeretaan pembagunandidaerah-daerah tida tercapai dengan s empurna, mengingat dengan berla u nya undang-undang otonomi daerah tersebut, Pem erintah Daerah diberi ewenangan Otonomi untu mengurus daerahnya sendiri. Dari proye si inilah ma a ter esan Pemerintah Pusat hanyamenerima hasilnya dari Pemer intah Daerah, a an tetapi didalam hal ewenangan pengawasan seperti awasan laut dan pertanahan Pemerintah Pusat tida dapat berbuat banya . Begitu pula terhada p ewenangan lintas se toral seperti peraturan MenteriLing ungan Hidup, yang mel arang untu mela u an penebangan liar dan pencemaranling ungan hidup, di satu si si Peraturan Daerah memboleh an mela u an penebangan hutanlindung dan dampa pen cemarannya tida diperhati an oleh Pemerintahan Daerah, dengandalih arena inves tasi daerah dan merupa an sumber pemasu an euangan daerah.6.Analisa UU No. 32 T ahun 2004 bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan o leh pemerintah daerah dan DPRD menurutasas otonomi dan tugas pembantuan dengan p rinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republi Indonesia sebagaimana dima sud dalam Undang-UndangDasar Negara Republi Indonesi a Tahun 1945. Sedang an perang at Pemerintah daerahadalah Gubernur, Bupati,atau Wali ota, dan perang at daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah d engan Dewan Perwa ilan Ra yat Daerah (DPRD) adalah suatulembaga perwa ilan ra ya t daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.Dengan demi ian secara Fa tor internal bahwa otonomi daerah adalah ha , wewenang,dan ewajiban daerah o tonom untu mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan epentingan ma syara at setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.7.Dengan sistim Des entralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah epada daerah otonom untu mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang masih didalam ling ung ewenangan dalam sistem NegaraKesatuan Republi Ind onesia dan pula dila u annya sistim De onsentrasi adalah pelimpahan wewenang pem erintahan oleh Pemerintah epada Gubernur sebagai wa il pemerintah dan/atau epa da instansi verti al di wilayah tertentu, dengan tugas pembantuan adalah penugas an dari Pemerintah epada daerah dan/atau desadari pemerintah provinsi epada a

DAFTRA PUSTAKA Azfar, O., Kah onen, S., Lanyi, A., Meagher, P., and Rutherford, D. 1999: Decentralization,Governance and Public Services. The Impact of Institutional Ar rangements. A Review of the Literature. IRIS Centre, University of Maryland, College Par .Anggraeni, D. 2001: Evaluating the Regional Autonomy Policy. Opinion. Ja arta Post, 17/7/01.Antlov, H. 1999: Civil Society, Good Governance and Participatory Democr acy. Paper presentedat the Centre for Regional Autonomy Development wor shop . Cibago, August, 1999.Alm. J., Aten, R. and Bahl, R. 2001: Can Indonesia Decentralise Suc cessfully? Plans, Problemsand Prospects. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37, 83-102.Ahmad Ali, Mengua Tabir Hu um (suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis, Gunung Agung, Ja ata,2002.AM. Saefuddin, E onomi dan Masyara at dalam Presfe ti f Islam, (ja arta : Rajawali, 1987).Bourchier, D. 2000: Habibie s Interregnum: Reformasi, Elections, Regionalism and the Struggle for Power. In Manning, C. and van Dierme n, P., Editors, Indonesia in Transition. Social Aspects of Reformasi and Crisis. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 15-37.Brodjonegoro, B. and Asun ama, S. 2000: Regional Autonomy and Fiscal Decentralization inDemocratic Indones ia. Unpublished paper, University of Ja arta.Baswir, 2000: Cited in Regional autono my policy may end in chaos , Ja arta Post, 2 1/12/00.Blair, H. 2000: Participation and Accountability at the Periphery: Dem ocratic Local Governance inSix countries. World Development, 28, 21-39.Bossuyt, J. and Gould, J. 2000: Decentralisation and Poverty Reduction: Elaborating the Lin ages. Policy Management Brief No. 12. Maastricht: ECDPM. On-line:http://www.oneworld.o rg/ecdpm/pmb/b12 gb .htmCaragata,W.2001:Autonomy sLosers. Asiawee , 18/5/01.Online:http://www.asiawee .com/asiawee /magazine/nations/0,8782,109281, 00.html.Cohen, M. 2000: Chorus of Discontent. Far Eastern Economic Review, 17/02/00, 24-25.Croo , R. and Manor, J. 1994: Enhancing Participation and Institutional Performance: Democratic Decentralisat ion in South Asia and West Africa. London: Overseas DevelopmentAdministration. Down to Earth, 2001: Rio Tinto Gold Mine Opposed by People of Poboya. Down to Earth Report,20/03/01.Engineering Interpretation diambil dari Bab VII bu u Rocoe Pound yang berjudul : Interpretationof Legal History. (USA : Holmes Hea ch, Plorida, 1986).Eaton, K. 2001: Political Obstacles to Decentralization. Evid ence from Argentina and thePhilippines. Development and Change, 32, 10 1-128 . Frans Magnis Suso, Eti a Dasa Masalah-masalah Po o Filsaat Moral, (Yogya arta, 1985).Forrester, G. 1999: A Ja arta diary, May 1998. In Forrester, G. and May, R ., editors, The Fall of Soeharto. Singapore: Select Boo s Pte Ltd, 24-69.Geert, Hartz, Cunningham, Turner, dan Lev i Strauss, Stru tur Sosial, Agama dan Upacara, di utipdariwww.yahoo.co. Tgl 23 O tober 2004.German Technical Cooperation, 2000:

bupaten/ ota dan/atau desa serta dari pemerintah abupaten ota epada desa untu mela sana an tugas tertentu.

Capacity Building for Local Governance. A Framewor for Government Action and D onor Support. Draft #2. On-line:www.gtzsfdm.or.id/capacity/cb_index.htm,Report No. WD07.Hill, H. 1999: The Indonesian Economy in Crisis. Causes, Consequences and Lessons. Allen andUnwin, Australia.Hutchcroft, P. 2001: Centralization and Decentralizati on in Administration and Politics: AssessingTerritorial Dimension in Authority a nd Power. Governance, 14, 23-53.HLA. Hart, Th Consept of Law, (londn : Oxford University Pes, 1961).

You might also like