You are on page 1of 114

BAB I KONSEP DASAR MEDIS CA MAMAE A.

PENGERTIAN Kanker merupakan buah dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan tidak terkontrol. Peningkatan jumlah sel tak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tidak semua tumor bersifat kanker. Tumor yang bersifat kanker disebut tumor ganas, sedangkan yang bukan kanker disebut tumor jinak. Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong, sel tumor jinak tidak menyebar ke bagian lain pada tubuh penderita. ( http;//tategea.blog.friendster.com/2007/12/ca-mamae ) Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. ( Erik T, 2005, hal : 39-40 ) Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari selsel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. ( http//www.pikiranrakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk ) Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. ( Harianto dkk, 2005 ) Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. ( blogdokter, 2007) Kanker payudara adalah kanker yang relatif sering dijumpai pada wanita merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia antara 45 dan 64 tahun ( Elizaberth J. Corwin, 2000 ) B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor presipitasi dan faktor predisposisi a. Faktor presitipasi Belum diketahui b. Faktor predisposisi 1) Riwayat pribadi tentang kanker payudara. Risiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1 % setiap tahun. 2) Anak perempuan atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari wanita dengan kanker payudara.

Resikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60 tahun. Resiko meningkat 4 sampai 6 kali jika kanker pyudara terjadi pada dua orang saudara langsung. 3) Menarke dini. Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang menglami menstruasi sebelum usia 12 tahun. 4) Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama. Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara di banding dengan wanita yang mempunyai anak pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun. 5) Menopause pada usia lanjut. Menoupouse setelah usia 50 tahun meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara. Dalam perbandingan, wanita yang telah mengalami oovorektomy bilateral sebelum usia 35 tahun mempunyai resiko 1/3 nya. 6) Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai perubahan epitel ploriferatif mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara, wanita mengalami dengan hyperplasia tipikal mempunyai resiko empat kali lipat untuk mengalami penyakit ini. 7) Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun berisiko hampir dua kali lipat. 8) Obesitas resiko rendah diantara wanita pasca menopause. Bagaimanapun, wanita gemuk yang di diagnose penyakit ini mempunyai angka kematin lebih tinggi yang paling seringberhubungan dengan diagnosis yang lambat. 9) Kontraseptif oral. Wanita yang menggunakan kontraseptif oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara. Bagaimanapun resiko tinggi ini menurun dengan cepat setelah penghentian medikasi. 10) Terapi penggantian hormone. Terdapat laporan yang membingungkan tentang risiko kanker payudara pada terapi penggantian hormone. Wanita yang berusia lebih tua yang menggunakan estrogen. 11) Masukan alcohol. Sedikit peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi alcohol bahkan hanya dengan sekali minum dalam sehari. Resikonya dua kali lipat diantara wanita yang minum alcohol tiga kali sehari. Beberapa temuan riset menunjukan bahwa wanita muda yang minum alcohol lebih rentan untuk mengalami kanker payudara pada tahun-tahun terakhirnya. (Brunner and

Suddarth 2002) C. PATOFISIOLOGI Neoplasma berarti pertumbuhan baru adalah massa abnormal dari selsel yang mengalami proliferasi sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal, namun selama mengalami perubahanperubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostatis sebagian besar sel tubuh lainnya. Pertumbuhan sel neoplasmatik biasanya progresif yaitu tidak mencapai keseimbangan, tetapi lebih banyak mengakibatkan penambahan massa sel yang mempunyai sifat-sifat yang sama neoplasma tidak melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang menguntungkan hospes tetapi lebih sering membahayakan. Akhirnya oleh karena sifat otonom sel neoplastik, walaupun rangsangan yang menyebabkan neoplasma sudah dihilangkan neoplasma terus tumbuh dengan progresif. Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma, semula istilah tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan/gumpalan dan kadang-kadang istilah Tumor Sejati dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya. Ada yang jinak, adapula yang ganas dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker ( C.J.H Van de velde dkk. 2000 ) Pemeriksaan Penunjang : 1. Histologi dan sitologi a. Eksisi ataupun giopsi b. Aspirasi jarum halus c. Hapusan sitologi Pentahapan patologi didasarkan pada histology memberikan prognosis yang lebih akurat. Tahap-tahap yang penting diringkaskan berikut ini: 1. Tahap I : terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, dan tidak terdeteksi adanya metastasis. 2. Tahap II : terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe tidak terfiksasi negative atau positif, dan tidak terdeteksi adanya metastasis. 3. Tahap III : terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm, atau tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding, dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, dan tanpa bukti adanya metastasis.

4. Tahap IV : terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal atau kankerosa, dan adanya metastasis jauh. Pentahapan Kanker Payudara Berdasarkan Tumor, Nodus, dan Metastasis (Pentahapan TNM) Tahap 0 Tis N0 M0 Tahap I T1 N0 M0 Tahap IIA T0 N1 M0 T1 N1 M0 T2 N0 M0 Tahap IIB T2 N1 M0 T3 N1 M0 Tahap IIIA T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Tahap IIIB T4 Sembarang N M0 Sembarang T N3 M0 Tahap IV Sembarang T Sembarang N M1 Keterangan: Tumor Primer (T) : T0 : Tidak ada bukti tumor primer Tis : Karsinoma In Situ; karsinoma intraduktal, karsinoma lobular in situ, atau penyakit Pagets putting susu dengan atau tanpa tumor T1 : Tumor < 2 cm dalam dimensi terbesarnya T2 : Tumor > 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam dimensi terbesarnya T3 : Tumor > 5 cm dalam dimensi terbesarnya

Kerusakan DNA Sel normal Menonaktifkan gen supresor kanker Adiopatik Neoplasma ganas apoptosis Pengaruh gen yang Genom MutasiPerubahan struktur dalam mengatur gen yang meningkatkan pertumbuhan sel somatic Karsinogen oksigen Agen perusak DNA Kimia Radiasi Virus Fakto predisposisi Riwayat kanker payudara Keturunan Menarke dini T4 : Tumor sembarang ukuran dengan Nulipara ukuran perluasan ke dinding dada atau kulit. Neroupouse setelah usia 50 tahun Nodus Limfe Regional (N) Riwayat penyakit payudara jinak

N0 : Tidak ada metastasis nodus limfe regional N1 : metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral (S) yang dapat digerakan. N2 : metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral (s) terfiksasi pada satu sama lain atau pada struktur lainnya N3 : metastasis ke nodus limfe mamaria internal ipsilateral Matastasis Jauh (M) Tidak ada metastasis yang jauh M1 : metastasis jauh (termasuk metastasis ke nodus limfe supraklavikular ipsilateral) (Brunner and Suddarth 2002)

PATHWAY

Merusak organ tubuh mamae

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

ganas

ak mengenai nodus limfe dan tidak terdeteksi adanya metastasis i kurang dari 5 cm dengan nodus limfe tidak terfiksasi negative atau positif dan tidak terdeteksi adanya metastasis Terdiri atas tumor dalam 2. Manifestasi Klinik sembarang ukuran dengan nodus limfe normal atau kankerosa dan adanya metastase jau

u tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular da Gejala yang ditimbulkan tergantung dari asal tumor primer serta arah

penyebaran tumor, gejala kanker payudara yaitu: a. Terdapat massautuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam,dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan jauh Metastase terfiksasi. b. Nyeri diHepar massa. daerah paru-paru c. Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya tulang lekukansumsum tulang ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola otak mammae. saraf d. Edema dengan peant d orange (keriput seperti kulit kulit Brunner & Suddarth.2002 jeruk). pleura C.J.H Van de velde, F.T. Bosman, D.J.Th.Wagener 2000 papilla mammae. e. Pengelupasan f. Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting. g. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui. h. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi. ( http://ppni-klaten 2009.com) Manifestasi klinis post oprasi : a. Kelemahan. b. Nyeri luka oprasi. c. Keterbatasan aktifitas. d. Perubahan tekanan darah. e. Perubahan bising usus (efek anestesi). f. Anoreksia, mual muntah. g. Perubahan eliminasi. (Bruner and suddart, 2000) 3. Penatalaksanaan 1. Ada dua cara yaitu dengan Pembedahan dan Non Pembedahan, antara lain: a. Pembedahan : 1) Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena). 2) Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor. 3) Mastektomi radikal yang dimodifikasi; Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan

dan luasnya

aksial a) Mastektomi radikal : Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya, seluruh isi aksial. b) Mastektomi radikal yang diperluas : Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna. b. Non pembedahan : 1) Penyinaran Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila. 2) Kemoterapi Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut. 3) Terapi hormon dan endokrin Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomiadrenalektomi hipofisektomi. (http://ppni-klaten 2009.com) 2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan labortorium meliputi: Morfologi sel darah, LED, Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma, Pemeriksaan sitologis b. Test diagnostik lain : 1) Non invasive : a) Mamografi b) Ro thorak c) USG d) MRI e) PET 2) Invasif : a) Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan b) Aspirasi biopsy (FNAB) Dengan aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat 3) True cut / Care biopsy Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa 4) Incisi biopsy 5) Eksisi biopsy Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk

dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section. (http://ppni-klaten 2009.com) D. DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA KANKER 1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kanker payudara menurut Marlynn E.Doenges 2002 adalah : a. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (destruksi jaringan saraf,suplai vaskuler,inflamasi ) efek samping berbagai agen terapi saraf. b. Resiko tinggi keruskan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemoterapi,penurunan status nutrisi dan anemia . c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya cairan yang berlebih,status hipermetabolik . d. infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan,tindakan invasif dan malnutrisi e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi prognosis dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi keterbatasan kognitif. f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekutnya masukan oral karena mual. g. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi perubahan pada status kesehatan, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga, penularan perasaan interpersonal h. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah,efek samping kemoterapi,kehilangan rambut,mual atau muntah, penurunan berat badan,anoreksia E. FOKUS INTERVENSI : 1. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (destruksi jaringan saraf, suplai vaskuler, inflamasi) efek samping berbagai agen terapi saraf. - Tujuan : kebutuhan rasa nyaman pasien terpenuhi - Kriteria 1. Pasien merasakan perasaan nyeri hilang / terkontrol 2. Pasien mampu istirahat / tidur dengan tepat 3. Pasien mampu menunjukan

penggunaan ketrampilan relaksasi. Intervensi Rasional 1. Observasi nyeri, lokasi, 1. Membantu mengevaluasi derajat karateristik intensitas ( 0-10 ). ketidaknyamanan dan keefektifan analgetik. 2. Dorong pasien menyatakan masalah, dengarkan secara aktif dan beri dukungan. 3. Berikan tindakan kenyamanan, misal : perawatan mulut, pijatan punggung / ubah posisi. 2. Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan kenyamanan / reseksi. 3. Mencegah pengeringa mukosa oral dan ketidak nyamanan menurunkan ketegangan otot,meningkatkan relaksasi,dan meningkatkan kemampuan koping. 4. Membantu pasien untuk istirahat lebih efektifdan memfokuskan kembali sehingga mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan. 5. Menurunkan kekakuan otot/sendi, ambulasi mengembalikan organ-organ ke posisi normal dan meningkatkan kembali fungsi ke tingkat normal. 6. Diduga inflamasi peritoneal,yang memerlukan intervensi medik cepat. 7. Mengurangi nyeri,meningkatkan kenyamanan. 8. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi keefektifan evaluasi 9. Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan

4. Bantu pasien untuk latihan rentang gerak dan dorongan ambulasi dini, hindari posisi duduk lama.

5. Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot abdominal dan nyeri tekan. 6. Berikan obat sesuai indikasi (analgetik). 7. Dorong relaksasi dalam. penggunaan tehnik misalnya : napas

8. Tentukan riwayat nyeri. 9. Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktifitas hiburan.

10. Evaluasi penghilang nyeri

kembali perhatian. 10. Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.

2. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan insisi bedah atau proses pembedahan - Tujuan : Integritas area insisi dapat di pertahankan - Kriteria : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi Intervensi 1. Observasi luka, karakteristik drainase 2. Ganti balutan kebutuhan, gunakan aseptic Rasional 1. Perdarahan pasca oprasi paling sering terjadi drainase. 2. Menurunkan iritasi kulit dan potensi infeksi. 3. Meningkatkan drainase dari luka parineal/draine menurunkan resiko pengumpulan.Duduk lama meningkatkan parineal,menurunkan sirkulasi ke luka sehingga mengurangi penyembuhan. 4. Diperlukan untuk mengobati inflamasi/infeksi pra oprasi atau kontaminasi intra oprasi. 5. Meningkatkan kebersihan dan memudahkan penyembuhan khususnya setelah tampon diangkat biasanya (3- 5 hari ) 6. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit

cacat, sesuai tehnik

3. Dorong pasien Miring dengan kepala tinggi, hindari duduk lama

4. Irigasi luka indikasi,gangguan gram/mol,larutan antibiotic. 5. Berikan rendam duduk

sesuai cairan NaCL

6. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.

7. Ubah posisi dengan sering

7. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit atau jaringan yang tidak perlu 8. Kulit sangat sensitive selama pengobatan dan setelahnya, dan semua iritsi harus dihindari untuk mencegah cidera dermal. 9. Reaksi kulit dapat terjadi pada beberapa agen kemoterapi

8. Anjurkan penggunaan pakaian lembut dan longgar

9. Ovservasi kulit dengan sering terhadap efek samping pengobatan

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya cairan yang berlebih, status hipermetabolik . - Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi. - Kriteria : pasien mampu mempertahakan hidrasi adekuat di tandai dengan membrane mukosa lembab,turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, tanda vital stabil dan mampu mengeluarkan urine secara tepat. Intervensi 1. Awasi masukan dan keluaran,ukur feces cair dan timbang berat badan tiap hari 2. Awasi tanda vital,catat hipotensi postural, takikardi, evaluasi turgor kulit pengisian kapiler dan membrane mukosa 3. Batasi selama gaster. masukan es batu periode instubasi Rasional 1. Memberikan indikasi langsung keseimbangan cairan. 2. Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan kebutuhan untuk meningkatkan penggantian cairan. 3. Es batu dapat merangsang sekresi lambung dan mencuci elektrolit. 4. Mendeteksi hemostasis atau ketidak seimbangan dan menmbantu menentukan kebutuhan penggantian. 5. Untuk mempertahankan perfusi

4. Awasi hasil laboratorium( H + dan elektrolit ).

5. Berikan cairan dan elektrolit. 6. Pantau masukan pengeluaran. dan

jaringan adekuat/fungsi organ. 6. Pantau keseimbangan cairan negative terus menerus, menurunkan pengeluaran renal dan konsentrasi urine menunjukan dehidrasi dan perlunya peningkatan pengganti cairan 7. Menunjukkan volume sirkulasi keadekuatan

7. Pantau tanda vital, evaluasi nadi perife. 8. Kaji turgor kilitdan kelembaban membrane mukosa, perhatikan keluhan haus. 9. Dorong peningkatan masukan cairan sampai ml/hari sesuai toleransi

8. Indicator tidak langsung dari status dahidrasi atau drajat kekurangan 9. Membantu dalam memenuhi kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yang membahayakan

4. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, tindakan invasif dan malnutrisi - Tujuan :.infeksi tidak terjadi - Kriteria hasil : mencapai pemulihan luka tepat waktu, bebas dari drinase purulen atau eritema dan demam. Intervensi 1. Observasi tanda-tanda infeksi. Rasional 1. Digunakan untuk mengidentifikasi infeksi atau diberikan secara profilaktik pada pasien monosupresi 2. Untuk infeksi mencegah terjadinya

2. Lakukan perawatan luka. 3. Pantau tanda-tanda vital (perhatikan peningkatan suhu ).

3. Peningkatan suhu 4-7 hari setelah

4. Pertahankan perawatan luka aseptic,pertahankan balutan kering . 5. Tingkatkan prosedur tangan yang baik. mencuci

pembedahan sering menandakan syok septic,abses luka atau kebocoran cairan. 4. Melindungi pasien dari kontaminasi selama penggantian balutan. 5. Melindungi pasien dari sumbersumber infeksi. 6. Pengenalan diri dan intervensi segera, dapat mencegah progresi sepsis yang serius. 7. Digunakan untuk mengidentifikasi infeksi atau diberikan secara profilaktik pada pasien monosupresi 8. Mungkin digunakan untuk mengidentifikasi infeksi atau diberikan secara profilaktik pada pasien imunosupresi

6. Taati teknik aseptic saat prosedur infasive. 7. Mempertahankan lingkungan yang aseptic yang optimal selama penempatan batas sentral disisi tempat tidur. 8. Kolaborasi pemberian antibiotik

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi prognosis dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi keterbatasan ognitif. - Tujuan : pasien dan keluarga dapat mengerti tentang perawatan penatalaksanaan di rumah sakit dan manejemen perawatan di rumah. - Kriteria : 1. pasien mampu mengungkapkan tentang perawatan penatalaksanaan terhadap penyakit. 2. pasien mengungkapkan tentang manajemen perawatan di rumah. Intervensi Rasional 1. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang 1. Dengan menjelaskan di harapkan pasien dan keluarga dapat

kondisi, prognosis, penatalaksanaan

dan

mengerti dan memahami sehingga lebih kooperatif. 2. Diharapkan pasien dan keluarga menggungkapkan ketidak tahuannya dan semuanya yang ingin diketahuinya. 3. Untuk mencegah komplikasi dan menanganinya sedini mungkin. 4. Menanamkan pemahaman kepada pasien dan keluarga sangat penting di lakukan. 5. Memberikan pengertian pentingnya perawatan lanjut pasca perawatan rumah sakit 6. Membantu penilaian diagnosa, memberikan informasi yang diperlukan. 7. Pasien mempunyai hak untuk tahu dan berpatisipasi dalam keputusan.

2. Berikan kesempatan bertanya

3. Diskusikan tanda dan gejala apa saja yang harus di laporkan segera kepada petugas. 4. Jelaskan penggunaan alat Bantu yang di perlukan. 5. Motifasi pasien setiap akan melakukan kunjungan tindak lanjut kepada dokter pasca perawatan rumah sakit. 6. Berikan informasi yang jelas dan adekuat, dalam cara yang nyata. 7. Berikan pedoman antisipasi mengenai protocol pengobatan. 8. Tinjau ulang mengenai pentingnya mempertahankan status nutrisi optimal 9. Tekankan pentingnya melakukan evaluasi medis

8. Meningkatkan kesejahteraan, memudahkan pemulihan dan memungkinkan pasien mentoleransi pengobatan 9. Memberikan pemantauan terus menerus tentang kemajuan proses penyakit, kesempatan untuk didiagnosa, dan pengobatan tepat waktu terhadap komplikasi

6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekutnya masukan oral karena mual. - Kriteria: 1. Mencapai berat

Intervensi 1. Observasi asupan diet,beri makanan sedikit- sedikit tapi sering. 2. Observasi makanan favorit pasien yang di indikasikan. 3. Beri makan sedikit dan sering dengan makanan rendah dan mempertahankan kebutuhan protein dan karbohidrat. 4. Pastikan diit yang tepat.

badan yang mengarah kepada berat badan yang ideal. 2. Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makanan atau peningkatan masukan gizi Rasional 1. Makanan banyak sulit untuk mengatur bila pasien mual. 2. Meningkatkan makan. selera nafsu

3. Menurunkan iritasi gaster, makanan rendah sisa dapat menurunkan iritabilitas dan memberikan istirahat pada usus bila ada diare. 4. Stimulasi GI yang dapat meningkatkan motalitas / frekuensi defekasi 5. pasien mungkin membutuhkan dorongan untuk masukan peroral 6. membantu mengidentifikasi derajat ketidakseimbangan biokimia atau malnutrisi dan mempengaruhi pilihan intervensi diit. 7. Meningkatkan nafsu makan klien 8. Kebanyakan antiemetic bekerja

5. motivasi pasien menghabiskan diitnya

untuk

6. tinjau ulang pemeriksaan laboratorium (alb, Hb) sesuai indikasi.

7. Libatkan keluarga memberikan makan hangat

untuk selagi

8. Kolaborasi pemberian obatobatan antiemetic sesuai

indikasi

untuk mempengaruhi stimulasi pusat muntah sejati dan kemoreseptor mentriger agen zona yang bertindak secara feriver untuk menghambat peristaltic balik.

7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi perubahan pada status kesehatan, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga, penularan perasaan interpersonal, kemungkinan dibuktikan oleh : - Tujuan : Pasien menunjukan rasa cemas, takut berkurang / hilang - Kriteria hasil : 1. Pasien tampak rileks 2. Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam pengobatan Intervensi Rasional 1. Pasien mandiri 1. Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut, realitas, 2. Dorong pasien mengungkapkan serta konsep diagnose. perasaan dan fikiran 2. Memberikan kepercayaan dan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri, mengembangkan 3. Pertahankan kontak sering dengan kepercayaan. pasien, berikan sentuhan 3. Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan membuat 4. Berikan informasi akurat tentang keputusan berdasar realita pengobatan 4. Informasi akurat memungkinkan pasienmenghadapi situasi lebih efektif dengan realita, karenenya 5. Jelaskan prosedur, berikan menurunkan realita dan rasa kesempatan untuk bertanya dan takut berikan jawaban jujur. 5. Memudahkan istirahat, 6. Tingkatkan rasa tenangdan menghemat energi, dan lingkungan tenang meningkatkan kemampuan koping 7. Dorong dan kembangkan interaksi

pasien dengan system pendukung

6. Mengurangi rasa isolasi 7. Memungkinkan interaksi interpersonal lebih baik dan menurunkan ansietas

8. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah,efek samping kemoterapi,kehilangan rambut,mual atau muntah,penurunan berat badan,anoreksia - Tujuan : gangguan harga diri tidak terjadi - kriteria hasil: 1. Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh, penerimaan diri dalam situasi. 2. Mulai mengembngkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif. 3. Mendemonstrasi kan adaptasi terhadap perubahan atau kejadian yang telah terjadi. Intervensi Rasional 1. Diskusikan dengan pasien / 1. Bimbingan antistipasi dapat orang terdekat bagaimana membantu pasien / orang tedekat diagnosis dan pengobatan yang memulai proses adaptasi pada status mempengaruhi kehidupan pribdi baru dan menyiapkan untuk beberapa pasien / rumah dan aktifitas efek samping misalnya membeli wig kerja. sebelum radiasi, jadwal waktu libur kerja sesuai indikasi.

2. Tinjau ulang efek samping yang di antisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu, termasuk kemungkinan efek pada aktifitas seksual dan rasa keterkaitan atau keinginan misalnya kecacatan bedah. Beritahu pasien bahwa tidak semua efek samping terjadi.

2. Dapat membantu menurunkan masalah yang mempengaruhi penerimaan pengobatan atau merangsang kemajuan penyakit.

3. Memvalidasi realita perasaan pasien dan memberikan izin. Untuk tindakan 3. Dorong diskusi tentang / apapun perlu untuk mengatasi apa pecahkan masalah tentang efek yang terjadi. kanker / pengobatan pada peran sebagai ibu rumah tangga, orang tua dan sebagainya. 4. Akui kesulitan pasien yang mungkin di alami. Berikan informasi bahwa konseling sering perlu dan penting dalam proses adaptasi. 4. Membantu merencanakan perawatan saat di rumah sakit serta setalah pulang.

5. Evaluasi strutur pendukung beberapa pasien yang ada dan di gunakan oleh 5. Meskipun beradaptasi/menyesuaikan diri pasien/orang terdekat. dengan efek kanker atau efek samping terapi ; Banyak memerlukan dukungan tambahan selama periode ini.

6. Berikan dukungan emosi untuk pasien / orang terdekat selama individualitas dan tes diagnostic dan fase 6. Pemastian penerimaan penting dalam pengobatan. menurunkan perasaan pasien tentang

ketidakamanan dan keraguan diri. 7. Kelompok pendukung biasanya sangat6menguntungkan baik untuk pasien maupun orang terdekat, memberikan kontak dengan pasien lain dengan kanker pada berbagai tingkatan pengobatan dan atau pemulihan.

7. Gunakan Sentuhan selama interaksi, Bila dapat di terima pada pasien dan pertahankan kontak mata.

8. Mungkin perlu untuk memulai dan mempertahankan struktur psikososial 8. Rujuk pasien atau orang positif bila system pendukung terdekat pada program pasien / orang tedekat terganggu. kelompok pendukung ( Bila ada ).

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.EGC:Jakarta Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah, Penulis :Biare Baughman, Jo. Ann. C. Jakarta : EGC, 2000 C.J.H Van de velde, F.T. Bosman, D.J.Th.Wagener, penerbit panitia kanker RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta 2000 E. Doengoes, Marillyn. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC. 2002 Guyton dan Hall. Buku fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997 http://ppni-klaten 2009.com http;//tategea.blog.friendster.com/2007/12/ca-mamae http//www.pikiran-rakyat 2005.com R.Sjamsuhidayat & Jong de,wim.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC:Jakarta R.Sjamsuhidayat & Jong de,wim.2002.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.EGC:Jakarta.

BAB I KONSEP DASAR MEDIK DIABETES MELITUS

A. PENGERTIAN Diabetes Mellitus merupakan kelainan keterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula/glukosa dalam darah atau hiperglikemi. (Brunner and Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. 2001) Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Slamet Soeyono, 2002) Diabetes Mellitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (Sidartawan dan Soegondo 2002). Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basilis. ( mansjoer Arif. 2002 ) Diabetes Mellitus adalah sindromo gangguan metabolisme dengan hiperglikemi yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Francis dan John 2000). Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan berkembang komplikasi makrovaskuler dan neurologis. Diabetes Melitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran adanya gangguan produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 2002)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor Prespitasi a. Kelainan fungsi atau jumlah sel Beta yang bersifat genetic b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi integritas sel Beta c. Gangguan sistem imun d. Kelainan aktivitas insulin

e. Faktor-faktor harmonal Misal : Thyroid Price. Sylvia Andreson. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit edisi 6, 2005. 2. Faktor Predisposisi Faktor resiko tidak hanya fungsi keturunan saja, tetapi ada juga faktor lain seperti : a. b. c. d. Kegemukan Pola makan yang salah Minum obat-obatan yang bisa meningatkan kadar glukosa darah Proses menua dan stres Slaimed Suyono, 2002

C. PATOFISIOLOGI Penyakit DM disebabkan karena gagalnya hormon insulin maka glukosa tidak diubah menjadi glikogen, sehingga kadar gula darah meningkat dan menjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini. Karena ambang batas ginjal tidak dapat menyaring dan mengobsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Berhubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersama dengan keadaan glukosuria maka jumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Keadaan air intraseluler ditarik ke ekstraseluler. Hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien merasa haus terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang berkurang menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak, protein menipis karena digunakan untuk pembakaran dalam tubuh, maka pasien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak ( poliphagi) Terlalu banyak lemak yang dibakar, maka akan menyebabkan terjadinya penumpukan aceton dalam darah yang akan mengakibatkan keasaman darah meningkat / asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak sehingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernafasan, akibatnya bau urine dan nafas penderita berbau aceton. Keadaan asidosis ini bila tidak segera diobati akan menjadi koma yang disebut koma diabetikum. (Sylvia Anderson Drice.patofisiologis, konsep klinis proses proses penyakit edisi 6, 2005)

D. MANISFESTASI KLINIS Tanda dan gejala Diabetes Melitus. adalah :

1. Diabetes Mellitus Tipe I (DMTII) adalah a) Sering berkemih merupakan konsekuensi diureasis asmotic akibat dari hiperglikemi yang menetap. b) Enunesis nakturnal akibat poliuria c) Rasa haus/polidipsi d) Gangguan penglihatan e) Berat badan menurun f) Pusing dan lemah akibat hipotensi postural g) Parathesia h) Tingkat kesadaran pasien dapat bervariasi tergantung pada derajat hiperosmolalitas. 2. Diabetes Mellitus Tipe II (DMTTI) adalah Gejala-gejala klasik yaitu poliuria, rasa haus, penglihatan kabur berulang. Parasthesia dan kelemahan merupakan manifestasi dari hiperglikemi dan aneuresis asmotik, dan karenanya lazim dijumpai pada kedua bentuk diabetes. Infeksi kulit kronik yang sering terjadi, pruritus genenalisata.

Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi Diabetes Melitus sebagai berikut : 1. DM tipe 1 (IDDM) Insulin dependen Diabetes Mellitus atau disebut dengan DMN (Diabetes Melitus tergantung insulin) - Tergantung pada usia muda - Tergantung insulin eksogen - Peningkatan kadar glukosa darah Dipengaruhi oleh beberapa faktor : - Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I, kecenderungan ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leudocyle Antigen) HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses intun lainnya. - Faktor Imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun ini merupakan respon abnornol dimana antibody terarah pada jaringan norma) tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan/eksternal yang dapat memicu destruksi sel B pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel B pankreas. 2. DM Tipe II (NIDDM) Non insulin Independen Diabetes Melitus atau disebut dengan DMTTI (Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin). 3. Malnutrution Relacted Diabetes Mellitus (MRDM) atau Diabetes Mellitus tergantung makanan (DMTM). 4. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu : - Penyakit pankreas - Penyakit Hormonal - Kelainan reseptor insulin 5. DM Gestasional (GDM) Greenspan G.F dan Bexter D. John 1998

Klasifikasi Ulkus Diabetes Mellitus Terdapat 5 Grede ulkus Diabetikum, diantaranya antara lain : a) Grade 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh hanya terdapat calus. b) Grade 1 : Ulkus / kerusakan hanya sampai permukaan kulit. c) Grade 2 : Kerusakan kulit mencapai otot dan kulit / ulkus dalam, sering dengan selulitis tidak ada abses. d) Grade 3 : Ulkus dalam yang melibatkan atau pembentukan abses. e) Grede 4 : Gangren local pada jari kaki atau atau bagian distal kaki dengan atau tanpa seluliris. f) Grade 5 : Gangren pada seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes diagnosis untuk Diabetes Mellitus harus dilakukan bila terdapat gejala DM seperti : poliuri, polidipsi dan poliphagi atau penurunan berat badan. Diagnistik dilakukan berdasarkan : 1. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl dengan gejala DM adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa puasa > 126 mg/dl 2. Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/di puasa adalah tanpa intake cairan /

kalori selama 8 10 jam. 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnostik. Pemeriksaan Bukan DM Belurt Pasti DM 1. Kadar glukosa sewaktu < 110 mg/dl P D < 90 mg/dl 2. Kadar glukosa puasa P D < 90 mg/dl 90 199 mg/dl 2 > 110 mg/dl jam < 110 mg/dl 110 125 mg/dl > 126 mg/dl 110 199 mg/dl > 200 mg/dl

90 199 mg/dl

> 200 mg/dl

3.Kadar glukosa 2 jam PP ( Post prandial )

< 140 mg/dl

< 120 mg/dl 2 jam mg/dl

>200

F. PENATALAKSANAAN MEDIS Dalam jangka pendek penatalaksaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa. Lipid dan insulin. Untuk mempermudahkan tercapainya tujuan tersebut. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makanan, latihan jasmani obat hipoglikemi dan penyuluhan.

1. Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi sebagai berikut : Karbonhidrat : 60 70% Protein : 10 15% Lemak : 20 25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Jumlah kandungan serat 25 gr/hari. Diutamakan jenis serat larut. Komsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pomonaris dapat disesuaikan / digunakan secukupnya. Pedoman dalam memberikan diet DM yaitu, jumlah jadwal dan jenis pelru diperhatikan. Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makan yang harus dipantang gula. Menurut Tjokro Prawiro,(1999) Penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi a) Kurus b) Normal c) Gemuk d) Obesitas : berat badan relatif : <90% : berat badan relatif : 90-110% : berat badan relatif : >110 % : berat badan relatif : >120 %

Obesitas ringan 120 130 % Obesitas sedang 130 140 % Obesitas berat 140 200 % Obesitas morbid > 200 % Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut : - Kurus : BB x 40-60 kalori / hari - Normal ; BB x 30 kalori / hari - Gemuk : BB x 20 kalori / hari - Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari

2. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu), selama 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continous, Rhytmical, interval, progressive, endurance, training). Latihan dilakuan terus menerus tanpa berhenti otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur.

Selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah jalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya joging.

3. Penyuluhan Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perilaku untuk meningkatkan pertahaanan pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian diabetes melitus seperti yang dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonesia dapat dicapai, sehingga pada gilirannya nanti komplikasi kronik Diabetes Melitus juga dapat dicegah dan pasien Diabetes Melitus dapat hidup bahagia bersama diabetes yang dialaminya. Yang dilakukan dalam pengelolaan kaki diabetic adalah : - Periksa kaki setiap hari, gunakan cermin untuk melihat bagian bawah kaki. - Bersihkan kaki setiap hari waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi. - Berikan pelembab pada daerah yang kering. - Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki. - Memakai alas kaki untuk pelindung alas kaki. - Gunakan sepatu atau sandal yang ukuran sesuai. - Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih. - Segera kedokter bila kaki mengalami luka. Yang tidak boleh dilakukan : - Jangan merendam kaki - Janggan menggunakan botol panas atau peralatan listrik untuk pemanasan kaki. - Jangan mengunakan silet untuk mengurangi kapalan/kalus. - Jangan memakai sepatu yang sempit. - Jangan membiarkan luka kecil di kaki sekecil apapun luka tersebut.

4. Obat-obatan Pengobatan yang dapat dilakukan menurut Moerdowo (1989) adalah : a. OAD (Obat Anti Diabetika) Tabel OAD mempunyai khasiat untuk menurunkan kadar gula dalam darah. OAD dibagi menjadi 2 golongan : 1) Sulfonilirea Mekanisme kerja obat golongan sulfonilirea : - Menstimulasi pelepasan insulin yang diterima (steroid insulin) - Menurut ambang sekresi insulin - Meningkatkan sel-sel insulin sebagai akibat rangsangan glukosa Contoh obat golongan sulfanilurea adalah : Klorpropamid 100 500 mg/hari Talbutamid 100 1000 mg/hari Glibenklamid 2,5 20 mg/hari Glipizid 2,5 40 mg/hari Glikuldan 30 120 mg/hari 2) Biqquanid Beberapa golongan biovanid adalah metformen, phenformin, time disintegration buformin b. Pengobatan dengan insulin Insulin diberikan tiga kali sehari 15 30 menit sebelum makan. Ada 3 jenis aturan insulin yang penting menurut cara kerjanya : Insulin masa kerja cepat (reguler insulin) 2 4 jam Insulin masa kerja sedang (NHP : Netral Protamin Hegedan) 6 12 jam - Insulin masa kerja panjang (PZI : Protamin Zine Insulin) 18 24 jam. Indikasi pengobatan dengan insulin : 1) Ketoasidosis diabetic/koma hiperosmolor non betotik 2) Diabetes dengan berat badan kurang 3) Diabetes yang mengalami stress (infeksi, operasional dan lainlain). 4) Diabetes hamil 5) Diabetes tipe 1 6) Kegagalan pemakaian obat hiperglikemi oral. Pusat Diabetes dan RSUP Nasional Dr, Cipto Mangun Kusumo, FKUI, 2002. -

G. KOMPLIKASI Komlikasi Diabetes Melitus menurut Soeparno dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Akut - Hipoglikemi - Hiperglikrmi - Ketoasidosit Diabetik b. Kronik Disebabkan oleh perubahan dinding pembuluh darah sehingga terjadi anteriosklerosis yang khas yaitu : - Karidiovaskuler Hipertensi, impark miokard, insifisiensi koroner - Mata Refinopati Diabetik, Katarak - Syaraf Neuropati Diabetik Komplikasi jangka panjang diabetetikum : Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis. Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina

Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan Fungsi ginjal yg buruk

Ginjal

Penebalan pembuluh darah ginjal

Protein bocor ke dalam Gagal ginjal

air kemih Darah tidak disaring secara normal Saraf Kerusakan saraf karena Kelemahan tungkai yg glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba atau secara normal & karena secara perlahan aliran darah berkurang Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki menahun Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun mengendalikan tekanan darah Kesulitan menelan & saluran pencernaan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare Kulit Berkurangnya aliran darah ke Luka, infeksi dalam kulit & hilangnya rasa yg (ulkus diabetikum) menyebabkan cedera Penyembuhan berulang luka yg jelek Gangguan fungsi sel darah putih Mudah infeksi, terutama saluran kemih & kulit H. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan pasien Diabetes Melitus menurut Marylin E. Doengoes (2000) . 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dan hiperglikemi ) kehilangan genetik berlebihan diare, muntah, masukan dibatasi, mual, makan muntah. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan mukosa oral, hipermetobolisme, pelepasan hormon, stress. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, terkena infeksi Kerusakan saraf

Darah

penurunan fungsi leukosit prosedur invasif. 4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori, perceptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen, ketdakseimbangan glukosa/insulin/olektrolit. 5. Kelelahan berhubungan penurunan produksi energi atau metabolic perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy : status hipermetabolic atau infeksi. 6. Kurang pengetahuan mengenai panyakit, progrosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, kesalahan interprestasi, tidak mengenal sumber informasi. 7. Resiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapetik (individual) berhubungan dengan kompleksitas aturan teropetik, kompleksitas sistem perawatan, efek samping terapi.

I. FOKUS INTERVENSI Menurut Marlyn E. Doengoes 2000. 1. Kekurangan volume cairan berhubungan diuresis aumotik, kehilangan gastric berlebihan (mual, muntah). 1) Intervensi : - Kaji lama & intensitas terjadinya muntah, poliun & diare Rasional : - Mengetahui volume cairan yang hilang sehingga memudahkan dalam tindakan perawatan selanjutnya. 2) Intervensi : - Monitor tanda-tanda vital Rasional : - Hipovilerna mungkin dapat dimanifestasikan dengan Hipotensi dan Lakikardi 3) Intervensi : - Monitor intake dan output Rasional : - Menilai kekuatan cairan pengganti, mengetahui keseimbangan cairan dan membantu keefektifan terapi. 4) Intervensi : - Lakukan pemasangan kateter Rasional : - Menilai volume cairan yang hilang sehingga memudah kan tindakan selanjutnya. 5) Intervensi : - Pertahankan pemasukan cairan paling sedikit 2500 ml/hr Rasional : - Mempertahankan hidrasi atau dikulasi volume 6) Intervensi : - Pertahankan adanya perasaan kelelahan yang meningkat Edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur. Rasional sangat : - Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan.

7) Intervensi : - Pantau pemeriksaan laboratorium (HT, BUN, Natrium, Kalium. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur. Rasional : - Mengkaji tingkat hidrasi

8) Intervensi : - Kolaborasi dalam pemberian albumin, plasma dan dextrain. Rasional kekurangan : Plasma pengganti kadang dibutuhkan jika

mengancam hidup.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin, status metabolik intake yang tidak adekuat ditandai dengan kelemahan. Penurunan kekuatan otot, diare. 1) Intervensi : - Timbang BB tiap hari Rasional : - Mengkaji kedekatan pemasukan nutrisi 2) Intervensi : - Mengidentifikasi kekuatan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik Rasional : - Hipovilerna mungkin dapat dimanifestasikan dengan Hipotensi dan lakikardi 3) Intervensi : - Auskultasi peristatik usus, catat adanya keluhan nyeri perut, mual, muntah Rasional : - Hiperglikemia, gangguan cairan dan elektrolit dapat menurunkan peristaltik lambung. 4) Intervensi : - Berikan makan sedikit demi sedikit tapi sering Rasional : Pemberian makanan peroral lebih baik dan meningkatkan nafsu makan pasien. 5) Intervensi : - Observasi tanda-tanda hipaglikeni Rasional : - Hipoglikerri dapat terjadi sehingga dalam keadaan darurat dapat dilakukan tindakan perawatan cepat sesuai keefektifan prosedur.

6) Intervensi : - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian RI Rasional : - Membantu keefektifan insulin 7) Intervensi : - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Rasional : - Memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara tepat.

3. Potensial resiko infeksi b.d kadar glukosa yang tinggi, penurunan fungsi leukosit perubahan sirkulasi prosedur invasife. 1) Intervensi : - Observasi tanda-tanda infeksi seperti demam, urine keruh, sputum purulent warna merah. Rasional ketosi : Infeksi merupakan faktor presipitasi terjadinya

dosis lebih lanjut. 2) Intervensi : - Pelihara teknik aseptik dalam prosedur pemberian pengobatan secara IV Rasional merupakan : Keadaan glukosa yang tinggi dalam darah

medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 3) Intervensi : - Lakukan perawatan kateter nyeri perut, mual, muntah Rasional : - Meminimalkan resiko terjadi infeksi

4) Intervensi : - Lakukan perawatan kulit secara teratur, pelihara agar kulit selalu kering Rasional mengurangi : Memperlancar sirkulasi sehingga dapat

terjadinya inlasi dan infeksi kulit.

5) Intervensi : - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik secara tepat. Rasional : - Pengobatan awal dapat mencegah kerjanya sepsis

6) Intervensi : - Berikan diet dan intake cairan yang adekuat Rasional : Mengurangi terjadinya infeksi meningkatkan kelancaran

aliran darah, mengurangi pertumbuhan bakteri.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori, perceptual b.d perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa (insulin/elektrolit). 1) Intervensi : - Monitor tanda-tanda vital dan status mental Rasional : - Status dasar perbandingan tingkat abnormal. 2) Intervensi : - Orientasi terhadap orang, waktu dan tempat Rasional : - Mengurangi kebingungan pasien dan membantu mempertahankan kontak dengan realita. 3) Intervensi : - Lindungi pasien dari bahaya kecelakaan ketika kesadaran menurun. Rasional : - Pasien yang disorientasi mudah sekali terjadi kecelakaan khususnya pada malam hari. 4) Intervensi : - Monitor adanya hyperesthesia, nyeri dan penurunan sensori. Rasional : - Mengetahui adanya perubahan persepsi sensori

5) Intervensi : - Monitor pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, serum asmolatitas, HD/HMT, BUN.

Rasional

: - Ketidakseimbangan cairan dapat mempengaruhi perubahan kesadaran

5. Kelelahan, berhubungan dengan penurunan produksi energy atau metabolic perubahan kimia darah : insufisiensi, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik atau infeksi. 1) Intervensi : - Diskusikan dengan pasien aktivitas yang dibutuhkan dan daftar rencananya dan identifikasi aktivitas yang melelahkan. Rasional : - Meningkatkan motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. 2) Intervensi : - Beri alternatif aktivitas dengan adanya periode istirahat. Rasional : - Mencegah kelelahan yang berlebihan.

3) Intervensi : - Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas Rasional : - Mengidentifikasikan tingkat toleransi fisik pasien 4) Intervensi : - Diskusikan dengan pasien aktivitas yang dapat mengurangi energi. Rasional : - Pasien akan lebih banyak menyelesaikan aktivitas yang lebih kecil. 5) Intervensi : - Tingkatkan partisipasi pasien dalam ADL sesuai dengan iderasi. Rasional : - Mengikatkan kemandirian pasien secara bertahap

. 6. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai penyakit, mengobati dan perawatannya ditandai dengan secara verbal pasien menanyakan tentang penyakitnya, perawatannya serta kemungkinan komplikasi yang diderita pasien. 1) Intervensi : - Kaji tingkat pengetahuan pasien. Rasional : - Kualitas penjelasan dapat disesuaikan dengan tingkat pendidikan pasien sehingga mudah dimengerti pasien 2) Intervensi : - Identifikasi tanda-tanda hipoglikeni dan terangkan penyebabnya. Rasional : - Memudahkan deteksi awal dan pasien mengetahui tentang perawatan serta pencegahan yang diperlukan. 3) Intervensi : - Diskusikan hal yang perlu diperhatikan dalam memelihara pengontrolan diabetik. Rasional : - Meningkatkan pemeliharaan, pengontrolan diabetik dan mengurangi resiko ketoasio dosis. 4) Intervensi : - Jelaskan pentingnya melakukan pengentasan glukosa secara teratur. Rasional : - Membantu memberikan gambaran keadaan pasien untuk dapat mengontrol penyakitnya. 5) Intervensi : - Jelaskan tentang nama obat, dosis, waktu cara pemberian efek yang ditimbulkan.

Rasional

: - Pasien mengerti dan melibatkan diri dalam tindakan perawatan dan pengobatan.

7. Resiko terhadap infeksi penatalaksanaan ruginan teropitik (individu) b.d kompeksitas aturan teropeutik, kompleksitas sistem perawatan, efek sampai terapi. 1) Intervensi : - Identifikasi faktor-faktor penyebab atau penunjang yang menghalangi penatalaksanaan yang efektif. Rasional : - Memudahkan deteksi awal dan menjadikan landasan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. 2) Intervensi : - Bangun rasa percaya dan kekuatan. Rasional : - Meningkatkan semangat dan motivasi dalam pelaksanaan aturan perawatan. 3) Intervensi : - Tingkatkan rasa percaya diri dan kemajuan diri yang positif Rasional pelaksanaan : Meningkatkan semangat dan motivasi dalam

aturan perawatan. 4) Intervensi : - Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Rasional : - Memudahkan dalam strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. 5) Intervensi : - Tingkatkan sikap positif dan keikutsertaan secara aktif individu dan keluarga. Rasional : - Meningkatkan harga diri mendorong pasien berpartisipasi dalam program perawatan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Price A Sylvia, Patofisiologi Konsep Klinis Proses dan Proses Penyakit, Jakarta : ESC . 2005. Groespan, S.F dan Dokter D. John Endokrinologi Dasar dan Klinik edisi 4, Jakarta : EGC 2002. Doengoes, Marylin E. Nursing Care Plans Guide Lens For Planning and Documentating Patient Care Edition Philadelpia. F.A. Davis Company, 2000. Tucker, Susan Martin, Patient Care Standarte Nursing Process Diagnostic and Outcott, Toronto : The Mosby Cistpany, 1998. Bruner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2, Buku Kedokteran Jakarta : EGC 2001. Barbara, Cl, Perawtaan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Bandung: 1998. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 FKUI: Jakarta, 2001. Pusat Diabetes dan RSUP Nasional Dr, Cipto Mangun Kusumo, FKUI, 2002.

BAB I KONSEP DASAR MEDIK A. PENGERTIAN Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal. (DR. Nursalam. M. Nurs, 2006). Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel (Arif Mansjoer, 2001). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal (Ketut Suwitro, 2006). Kemampuan ginjal menyaring darah dinilai dengan penghitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin dan kadar nitrogen urea di dalam darah. Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan. Ginjal akan membuang kreatinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di dalam darah meningkat. Kadar kreatinin normal dalam plasma darah adalah 0,6-1,2mg/dL. LFG dihitung dari jumlah kadar kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2. Kemampuan ginjal membuang cairan berlebih sebagai urin (creatinine clereance rate) dihitung dari jumlah urin yang dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut selama 24 jam, yang disebut C_crea (creatinine clearance). C_crea normal untuk pria adalah 95-145 ml/menit dan wanita 75-145 ml/menit. Dengan rumus CockroftGault dapat diperkirakan berapa C_crea dari kadar creatinin yang didapatkan, yaitu: C_crea = {[(140-umur)xBB]/(72xK_crea)}xFK Clereance rate (ml/menit) sama dengan 140 (faktor baku 1) dikurangi umur (tahun), dikalikan berat badan (kg), hasilnya dibagi dengan perkalian 72 (faktor baku 2) dengan kadar kreatinin (mg /dl), kemudian hasilnya itu dikalikan dengan faktor koreksi (FK) gender. Faktor koreksi gender untuk pria = 1,0 dan wanita = 0,85. gangguan fungsi ginjal dapat dikelompokkan menjadi lima stadium menurut tingkat keparahannya, yaitu: 1. Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal. Ginjal berfungsi diatas 90%. Nilai GFR di atas 90 ml/menit/1,73 m2. 2. Stadium 2: Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR, belum terasa gejala yang mengganggu. Ginjal berfungsi 60-89%. Nilai GRF 60-89 ml/menit/1.73 m2

3.

Stadium 3: Kerusakan sedang, masih bisa dipertahankan. Ginjal berfungsi 30-59%. Nilai GRF 30-59 ml/menit/1.73 m2

4. Stadium 4: Kerusakan berat, sudah tingkat membahayakan Ginjal berfungsi 15-29%. Nilai GRF 15-29 ml/menit/1.73 m2 5. Stadium 5: Kerusakan parah, harus cuci ginjal. Fungsi ginjal kurang dari 15%. Nilai GRF kurang dari 15 ml/menit/1.73 m2. B. PROSES TERJADINYA MASALAH (Menurut Sylvia A. Price Lorreine M. Wilson Potofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, 2005). 1. Presipitasi a. Glomerulonefritis Glomerulonefritis kronik ditandai kerusakan glomerulus yang progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada glomerulonefritis kronis maka ginjal akan tampak mengisut beratnya kurang lebih 50 gram dan permukaannya berbentuk granula, perubahanperubahan ini disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron karena iskemia. b. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus yang mulai sejak kanak-kanak 50% diantarannya berkembang menjadi gagal ginjal kronik. Waktu rata-rata diabetes sampai timbul uremia adalah 20 tahun. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteria pielonefritis dan nekrosis pada ginjal dan glumerulosis sklerosis. Glumerulosklerosis dikenal juga dengan nama lesi kemadie suatu ciri khas diabetes. c. Hipertensi Hipertensi dan gagal ginjal kronik saling berkaitan erat. Hipertensi merupakan penyakit primer dan menyebabkan keruskaan pada ginjal dan sebaliknya penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi neutserpenar pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air. d. Poliarteritis Nadusa Poliarteritis Nadusa merupakan penyakit radang reterosis yang mencakup arteri-arteri ukuran sedang dan kecil diseluruh tubuh sehingga akan mengganggu perfusi atau aliran darah ke ginjal. e. Nefropati Toksik Ginjal sangat mudah terserang efek-efek toksis, obat-obatan dan bahanbahan kimia karena alas sebagai berikut: Gagal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar. Interatisis yang hiperosmatik memungkinkan zat kimia dalam jumlah besar dan konsentrasi pada daerah yang relatif hipovasculer.

Ginjal merupakan ekterosi obligatorik untuk kebanyakan obat sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan-penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus. 2. Faktor Predisposisi a. Infeksi Traktus Urinarius Infeksi Traktus Urinarius jarang memperburuk GGK, kecuali infeksi yang sangat berat. Biasanya infeksi memperburuk faal ginjal bila disertai obstruksi sehingga perbaikannyapun harus terpadu. b. Obstruksi Traktus Urinarius Obstruksi Traktus Urinarius dapat terjadi pada daerah intra renal sampai uretra. Obstruksi ini bila ditemukan harus sedapat mungkin diperbaiki dengan segera. 3. Patofisiologi Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV Ketut Suwitro. 2006) Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi 3 stadium yaitu: a) Stadium Penurunan Cadangan Ginjal Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, pasien asimtomatik gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan membebani kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.

b) Stadium Insufisiensi Ginjal Pada stadium ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada keadaan ini kadar BUN baru meningkat diatas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat diatas melebihi normal. Manifestasi klinis yang nampak adalah lelah, lemah, sakit kepala, mual dan pruritus. Pasien juga mungkin mengalami nokturia dan paliun yang disebabkan oleh penurunan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine. c) Stadium Gagal Ginjal atau Stadium Uremia Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal dan kliren kreatinin mungkin 510 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinen serum dan kadar BUN akan meningkat dengan mencolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan pada stadium akhir gagal ginjal. Pasien mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, pasien akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis. Meskipun perjalanan klinik gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadiumstadium tersebut.

Patofisiologi penyakit gagal kronik secara umum adalah: Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh. Hipertropi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal ini untuk berfungsi sampai dari refron-refron yang bisa direabsorbsi, akibat diuresis osmatik disertai poliuri dan hous. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oliguri dapat timbul disertai retensi produksi sisa. 4. Manifestasi klinis a) Menurut Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner dan Suddarth Edisi 8 Vol. Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien. a. Kardiovascular 1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron). 2) Gagal jantung kongestif. 3) Edema pulmoner (akibat cairan berlebih dalam alveolus). 4) Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik). 5) Pitting Edema (kaki, tangan). b. Gastrointestinal 1) Anoreksia. 2) Mual, muntah. 3) Konstipasi dan diare. 4) Napas berbau ammonia. c. Pulmoner 1) Napas dangkal. 2) Pernapasan Kusmaul d. Neurologi 1) Kelemahan dan keletihan. 2) Kelemahan pada tungkai b) Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu : a. Gangguan pada sistem gastrointestional 1) Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam usus. 2) Mulut bau ammonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur. 3) Gastritis

b. Kulit 1) Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal akibat toksin uremik. 2) Ekimosis akibat gangguan hematologis. 3) Bekas-bekas garukan karena gatal. c. Sistem Hematologi 1) Anemia 2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. d. Sistem saraf dan otot 1) Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan. 2) Rasa semutan 3) Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi 4) Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal. e. Kardiovasculer 1) Hipertensi 2) Akibat penimbunan cairan dan garam 3) Nyeri dada dan sesak nafas 4) Edema akibat penimbunan cairan f. Sistem endokrin 1) Gangguan seksual 2) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin 3) Gangguan metabolisme lemak 4) Gangguan metabolisme vitamin D.

5. Pemeriksaan Penunjang Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2001. a) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada dan tidaknya kegaulan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada dan tidaknya gagal ginjal tidak semua faal ginjal perlu diuji untuk keperluan praktis yang lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. 1) Urine Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguri) atau urine tidak ada. Warna : Urine keruh disebabkan oleh Pus, bakteri, lemah, fosfat atau urat. Sedimen Berat Jenis : : Kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, protenuria. Kurang dari 1.015 (menetap pada 1.010

menunjukkan kerusakan ginjal berat). Natrium Protein : : Lebih besar dari 40 mtg/L karena ginjal tidak mampu mereeabsorbsi natrium. Derajat tinggi (3-4) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. : Meningkat dalam proporsi

2) Darah BUN

Hitung darah lengkap : Hb menurun pada adanya anemia SDM (sel darah merah) : waktu hidup menurun pada defisiensi entropoetin pH menurun asidosis metabolic terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekspresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein bicar bonate menurun PCO2 menurun. Kalsium serum : Peningkatan sehubungan retensi sesuai dengan perpintahan seluler (asidosis). Kalium: menurun Protein (khususnya albumin): Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan. Penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena kurang asam amino. Gula darah: Meningkat karena adanya gangguan metabolisme karbohidrat dapat terjadi pada penyakit GGK. b) Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropiventrikel ke tanda-tanda perikardites (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (Hiperkalemic, hipokalsemia). c) Ultrasonografi (USG) Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal konteks ginjal kepadatan pareklim ginjal, anatomi, sistem perviakalises, ureter proximal kandung kemih serta prostate. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tunas, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang imut) USG ini sering dipakai oleh karena non inuasif (tak memerlukan persiapan apapun). d) Foto Polos Abdomen Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain foto polos yang disertai homogram memberi keterangan yang lebih baik.

e) Pielografi Intra Vena (PIV) Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat mengeluarkan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut. Diabetes Mellitus dan nesopati asam urat saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pielografi untuk menilai sistem pelviakalises dan ureter. f) Pemeriksaan Pielograi Retroged Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang neversibel. g) Pemeriksaan Foto Dada Dapat terlihat tanda-tanda benalungan paru akibat kelebihan air (flore over load) efusi pleura, kadiomegali dan efusi perikordid. Tak jarang ditemukan juga infeksi oleh karena imunitas tubuh yang menurun. h) Pemeriksaan Radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama tulang/jari) dan klasifikasi metastatik. 6. Penatalaksanaan Menurut Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV Ketut Suwitno, 2006). Usaha yang ditujukan untuk mengurangi gejala mencegah perburukan faal ginjal terdiri atas: a) Pengaturan Minum Pemberian yang berlebihan dapat mengakibatkan penumpukan didalam badan dan membahayakan karena menimbulkan hipovolemia yang sulit diatasi. b) Pengendalian hipertensi. Dengan alat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi gagal ginjal, missal: Beta bloker dan vasadilator. c) Pengendalian Kalium Darah Bila hiperglikemia sudah ada maka pengobatan adalah mengurangi sedapatnya intake kalium. Pemberian Na bicarbonat IV, Infuse glukosa hipertonis dengan insulin. d) Penanggulangan Anemia Transfusi darah hanya diberikan bila ada indikasi yang kuat. e) Penanggulangan Asidosis Pemberian melalui makanan dan obat-obatan harus dihindarkan . Natrium bicarbonat dapat diberikan oral atau parenterel Hemodialisis dan dialysis peritoneal juga dapat mengatasi asidosis. f) Pengaturan protein dalam makanan Protein harus dikurangi, namun tindakan pemilihan penggunaan protein akan lebih menolong. Dalam percobaan telah dibuktikan bahwa ureum darah dapat dimetabolisme bila diberi asam amoniak essential, diet rendah protein, selain itu telah dibuktikan pula bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulaskterosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus). Diet rendah protein

diberikan bertahap mulai dengan 60 gram protein/jumlah protein diturunkan menjadi 40 gram kemudian 20 gram protein yang diberikan haruslah yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (40% asam amino essential). Diet rendah natrium dan furosemid diberikan bila terjadi hipertensi atau edema. g) Mengusahakan kenyamanan Kebanyakan orang dengan tingkat akhir penyakit ginjal menderita pruritus. Usaha-usaha efektif untuk pengendaliannya yaitu: 1) Mempertahankan kulit lembab dengan pemakaian lotion dan minyak. 2) Mengendalikan suhu kamar agar mencegah panas. 3) Obat-obat anti pruritus Insomnia dan kecapekan dapat diatasi dengan: 1) Pengobatan anemia dapat mengurangi rasa kecapekan. 2) Rencana aktivitas sehari-hari harus juga ada periode istirahat. Hiegiene Oral 1) Membersihkan mulut beberapa kali sehari terutama sebelum makan. 2) Pelumas mulut dapat mempertahankan kelembaban mulut. h) Dialise Dialise adalah menggerakkan cairan dan partikel-partikel lewat membrane setiap permeable ini merupakan terapi yang bisa membantu mengembalilkan keseimbangan cairan elektrolit yang normal, mengendalikan asam-basa dan membuang zat-zat toksin dan tubuh dapat mempertahankan hidup dengan dengan sukses, baik pada GGA atau GGK. i) Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjal dilaksanakan untuk memperpanjang maka hidup orang dengan kegagalan ginjal kronis. Sesungguhnya orang yang menghadapi transplantasi ginjal kronis intinya terjadi perubahan program ketidakmampuan dari hemadidisme kronis dengan kemungkinan masalah penolakan atau resection. 7. Komplikasi Menurut Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2001. a) Komplikasi kardiovasculer dapat terjadi kangesti sirkulasi, hipertensi, anemia dan perikarditas. b) Komplikasi gastrointestinal: anoreksia, vomitus, nousea. c) Hiperkalemia d) Asidosis Metabolik e) Kejang uremik yang disediakan terjadinya hiponatromia, hipokolsomia, hipertensi ensefalopati. C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Diagnosa yang muncul pada pasien Chronic Kidney Disease Marilyn Doengoes dkk. 2000 adalah : a. Curah jantung, penurunan, resiko tinggi berhubungan dengan

b. c. d. e.

f.

g.

gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia). Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan penekanan produksi dan SDM hidupnya, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler. Proses piker, perubahan berhubungan dengan disorientasi terhadap orang, tempat, waktu. Integritas kulit, kerusakan, resiko tinggi berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema/dehidrasi), penurunan aktivitas, atau immobilisasi, akumulasi toksin dalam kulit. Membrane mukosa oral, perubahan, resiko tinggi berhubungan dengan kurang/penurunan salviasi, pembatasan cairan, iritasi kimia, perubahan urea dalam saliva menjadi ammonia. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan, pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat, salah interpretasi informasi. Ketidakpatuhan (kepatuhan, perubahan) berhubungan dengan keyakinan kesehatan, pengaruh budaya, kurang atau menolak system pendukung atau sumber, kompelsitas, biaya, efek samping terapi.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Curah jantung, penurunan, resiko tinggi berhubungan dengan gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia). Tujuan: Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.

No. 1

Intervensi Keperawatan 1. Kaji adanya/derajat hipertensi (awasi TD, perhatikan perubahan postural, contoh duduk, berbaring, berdiri 2. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya

Rasional 1. Hipertensi bermakna dapat terjadi gangguan pada system aldosteron renninangiotensin (disebabkan oleh disfungsi

edema perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dispnea. 3. Evaluasi bunyi jantung

ginjal) 2. S3/S4 dengan tonus muffled, takikardia, frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi, dan edema/distensi jugular menunjukkan GGK. 3. Adanya hipotensi tibatiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi, penurunan/tak adanya nadi perifer. Distensi jugular, dan penyimpangan mental cepat menunjukkan temponden, yang merupakan kedaruratan medik. 4. Menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan/atau pengeluaran rennin untuk menurunkan kerja miokardial.

4. Berikan obat antihipertensi (contoh: Prazozin (minipress), kaptopril (capoten), klonodin (Catapres), hidralazin (Apresoline)

2. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan penekanan produksi dan SDM hidupnya, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler. Tujuan: Tak mengalami tanda/gejala perdarahan dan mempertahankan /menunjukan perbaikan nilai laboratorium. No. 2 Intervensi Keperawatan 1. Observasi takikardia,kulit/Membrane mukosa pucat, dispnea dan nyeri dada. 2. Evaluasi respons terhadap aktifitas, kemampuan untuk melakukan tugas, bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat. 3. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan/penusukan vaskuler. Rasional 1. Dapat menunjukkan anemia dan respona jantung untuk mempertahank an oksigenasi sel 2. Anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan meningkatkan kelelahan, sehingga memerlukan intevensi, perubahan aktivitas, dan istirahat. 3. Menurunkan resiko perdarahan/pembentukan hematom

4. Berikan obat sesuai indikasi, contoh sediaan besi, asam folat (Folvite),sianokobalamin (betalin)

4. Berguna untuk memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan

kekurangan nutrisi/karena dialysis (Catatan: Besi tidak boleh diberikan dengan ikatan fosfat karena menurunkan absorbsi besi

3. Proses pikir , perubahan berhubungan dengan disorientasi terhadap orang, tempat, waktu Tujuan: Meningkatkan tingkat mental biasanya dan mengidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan kognitif/deficit memori. No. 3. Intervensi Keperawatan 1. Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya. 2. Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang, dan sebagainya. Berikan kalender, jam, jendela ke luar. 3. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur 4. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi. Rasional 1. Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan/per baikan gangguan 2. Memberikan petunjuk untuk membantu dalam pengenalan kenyataan. 3. Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif lebih lanjut. 4. Perbaikan hipoksia saja dapat memperbaiki kognitif.

4. Integritas kulit, kerusakan, resiko tinggi berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema/dehidrasi), penurunan aktivitas, atau immobilisasi, akumulasi toksin dalam kulit. Tujuan: Mempertahankan kulit utuh dan menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit. No. 4. 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, vascular, Perhatikan kemerahan, ekskorlasi, purpura. 2. Ubah posisi pasien dengan sering 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, vascular, Perhatikan kemerahan, ekskorlasi, purpura. 2. Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembent ukan edema. 3. Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal. Intervensi Keperawatan Rasional

3. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (dari pada garukan) pada area pruritus. Pertahankan buku pendek. 4. Berikan matras busa/flotasi

4. Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular

yang menyebabkan iskemik

5. Membrane mukosa oral, perubahan, resiko tinggi berhubungan dengan kurang/penurunan salviasi pembatasan cairan, iritasi kimia, perubahan urea dalam saliva menjadi ammonia. Tujuan: Mempertahankan integritas membrane mukosa dan mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan mukosa oral. No. 5 Intervensi Keperawatan 1. Anjurkan hygiene gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur. 2. 3. Anjurkan menghindar fless gigi. Berikan obat sesuai indikasi, mis anti histamin: kiproheptadin (periactin) Rasional 1. Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi. 2. Flos gigi dapat melukai gusi, menimbulkan perdarahan. 3. Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal 4. Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi. 5. Membran

4. Inspeksi rongga mulut: perhati kan kelembaban, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi, 5. 5.Berikan perawatan mulut.

mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah. Perawatan mulut menyejukkan, melumasi, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tak menyenangkan kaena uremia dan keterbatasan masukan oral. 6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan: Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an untuk tindakan. Menunjukan/melakukan perubahan pola hidup yang perlu, dan berpartisipasi dalam program pengobatan

No. 6

Intervensi Keperawatan 1. Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari karbohidrat . 2. Instruksika n dalam observasi diri dan pengawasa n TD, termasuk jadwal istirahat sebelum

Rasional 1. Penyimpanan protein, mencegah penggunaan dan memberikan energi. 2. Insiden hipertensi meningkat pada GGK, sering memerlukan penanganan dan obat anti hipertensi, perlu untuk observasi ketat terhadap efek pengobatan, contoh respons vascular tehadap

mengukur TD, mengguna kan lengan/posi si yang sama. 3. Buat program latihan rutin, dalam kemampu an individu; menyelin gi periode istirahat dengan aktivitas. 4. Perhatika n masalah seksual.

obat.

3. Membantu dalam mempertahanka n tonus otot dan kelenturan sendi. Menurunkan risiko sehubungan dengan imobilisasi (termasuk demineralisasi tulang) dan mencegah kelemahan. Efek fisiologis uremia/terapi anti hipertensi dapat mengganggu hasrat/penampilan seksual.

Ketidakpatuhan (kepatuhan, perubahan) berhubungan dengan keyakinan kesehatan, pengaruh budaya, kurang atau menolak system pendukung atau sumber, kompelsitas, biaya, efek samping terapi. Tujuan: Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan pemahaman program terapi. Berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana pengobatan. Membuat pilihan pada tingkat kesiapan berdasarkan informasi yang akurat, dan mengidentifikasi /menggunakan sumber dengan tepat. Intervensi Keperawatan 1. Dengarkan/mendengarkan dengan aktif pada keluhan/pernyataan pasien. Rasional 1. Menyamp aikan pesan masalah.

No. 7

2. Yakinkan persepsi/pemahaman pasien/orang terdekat terhadap situasi dan konsekuensi perilaku.

3. Kaji tingkat ansietas, kemampuan control, perasaan tak berdaya.

4. Evaluasi system pendukung/sumber yang digunakan oleh pasien. Anjurkan pilihan yang tepat. 5. Kaji perilaku memberi perawatan kesehatan pada pasien/perilaku.

Keyakinan pada kemampua n individu dan mengatasi situasi dalam cara positif. 2. Memberik an kesadaran bagaimana pasien memandan g penyakitn ya sendiri dan program pengobata n dan membantu dalam memaham i masalah pasien. 3. Tingkat ansietas berat mempenga ruhi kemampua n pasien mengatasi situasi. Meskipun pasien secara internal termotivasi (rasa control internal), pasien cenderung

menjadi pasif/terga ntung pada penyakit berat, jangka panjang. 4. Adanya system pendukung adekuat membantu pasien untuk mengatasi kesulitan penyakit lama. 5. Pendekata n yang menghaki mi dapat membuat kekuatan yang menjauhka n pasien, menurunka n kemungkin anmeningk atnya pengaruh. 1. Diagnosa Keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure menurut Marilyn Doengoes dkk. 2000 adalah : 1. Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedem, dan penurunan perfusi jaringan 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli 6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan pemahaman / kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung / penyakit / gagal

Diagnosa Keperawatan pada gagal jantung menurut Lynda Juall Carpenito edisi 8, 2000 adalah : 1. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen karena gagal jantung kongestif 2. Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas 3. Resiko terhadap kelebihan volume cairan : odema yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal sekunder terhadap gagal jantung kanan 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran pencernaan dan keletihan 5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan melakukan posisi tidur seperti biasanya

Dari kedua Diagnosa Keperawatan diatas dapat disimpulkan bahwa Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung kongestif adalah : 1. Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan 4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedem, dan penurunan perfusi jaringan

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli 6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang informasi 7. Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas 8. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran cerna 9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang biasanya

INTERVENSI Menurut Doengoes (2000) Diagnosa 1 : Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial. Tujuan : - Peningkatan frekuensi jantung Curah jantung meningkat Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol, bebas gejala jantung, terjadi penurunan dispnea, ikut sertakan dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Intervensi 1. Auskultasi nadi apical, frekuensi irama jantung kaji

Rasional 1. Biasanya terjadi takikardi untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler 2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa jantung 3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi 4. Pada gagal jantung kongestif dini, sedang atau kronik, TD

2. Catat bunyi jantung

3. Palpasi nadi Perifer

dapat meningkat sehubungan dengan Septum Ventriculler Right (SVR) 4. Pantau tekanan darah 5. Pucat menunjukkan menurunnya Perfusi Perifer Sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung dan anemia Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori gagal jantung kronik 6. Ginjal berrespon untuk menurunkan curah jantuingdengan menahan cairan dan natrium 7. Istirahat fisik dipertahankan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung den menurunnya kebutuhan oksigen 8. Meningkatnya persediaan O2 untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek iskemik 9. Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup 10. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien curah jantung 11. Untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotesin dalam paru dan menurunkan tekanan darah Dapat mempengaruhi elektrolit yang

5. Kaji adanya kulit pucat dan sianosis

6. Pantau keluaran urine, catat penurunan dan kepekatan konsentrasi urine 7. Beri posisi nyaman pada tempat tidur atau kursi

8. Berikan O2tambahan dengan kanul nasal / masker sesuai indikasi 9. Berikan obat sesuai indikasi 10. Diuretic : Furosemid (Lasix), Asam Etakrinik (Enderic),Bumetamid (Bumex)

(kalium dan klorida) 11. Captopril(Capoten), Usinopril mempengaruhi irama jantung (Prinivil),Eralapri (Vasotec) 12. Pantau dan ganti elektrolit

Diagnosa 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air

Tujuan : Volume cairan pasien berkurang sampai dengan normal Kriteria hasil : Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran bunyi nafas bersih, tanda vital dalam batas normal, berat badan normal dan tidak oedem, menyatakan tentang pembatasan cairan Intervensi Rasional 1. Keluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi jaringan 2. Meningkatkan Filtrasi Ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis 3. Catat perubahan ada / hilangnya oedema sebagai respon terhadap terapi 4. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru 5. Menunjukkan kelebihan volume cairandan dapat menunjukkan terjadinya gagal jantung 6. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorsi natrium / klorid pada tubulus ginjal 7. Menurunkan air total tubuh / reakumulasi cairan Menunjukkan perubahan indikatif peningkatan / perbaikan kongesti paru

1. Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna 2. Pertahankan duduk / tirah baring dengan posisi Semi Fowler 3. Timbang berat badan setiap hari 4. Auskuhasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan 5. Pantau tekanan darah dan CVP 6. Pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh : Furosemid (Lasix) 7. Mempertahankan cairan / pembatasan natrium sesuai indikasi 8. Pantau Foto thorax

Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 / kebutuhan Tujuan : Pasien mampu melakukan aktivitas fisik Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi 1. Catat respon Kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat tachicardi disritmia, dispnea, pucat

Rasional 1. Penurunan / ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktifitas dapat menyebabkan peningkatan frekuensi jantung 2. Dapat menunjukkan peningkatan Decompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas 3. Kelemahan merupakan samping beberapa obat efek

2. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas

3. Kaji penyebab kelemahan, contoh : pengobatan, nyeri 4. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi 5. Implementasikan program rehabilitasi jantung / aktivitas

4. Memenuhi kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stress Peningkatan aktivitas secara bertahap menghindari kerja jantung / konsumsi oksigen berlebihan

Diagnosa 4 : Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan pertukaran gas Kriteria hasil : mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA / oksiometri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi 1. Auskuitasi bunyi nafas, catat krekel, mengi 2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam 3. Anjurkan pasien selalu merubah posisi 4. Pertahankan duduk di kursi,

Rasional 1. Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukkan untuk intervensi lanjut 2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 3. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia 4. Menurunkan konsumsi oksigen /

tirah baring dengan kepala tempat tidur lebih tinggi (Semi Fowler) 5. Berikan oksigen sesuai indikasi tambahan

kebutuhan dan meningkatkan ekpansi paru maksimal 5. Meningkatkan konsentrasi alveolar yang dapat memperbaiki / memudahkan hipoksemia jaringan Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas

6. Berikan obat sesuai indikasi : Diuretik, Furosemid (lasix)

Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedema, dan penurunan perfusi jaringan Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan intregritas kulit Kriteria hasil : mempertahankan integritas mendemonstrasikan perilaku / tehnik mencegah kulit kulit,

Intervensi 1. Ubah posisi saat ditempat tidur, bantu rentang gerak pasif / aktif 2. Berikan perawatan kulit, meminimalkan dengan kelembapan / ekresi 3. Hindari obat intramuskuler

Rasional 1. Memperbaiki sirkulasi / menurunkan waktu satu area yang menggangu aliran darah 2. Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan 3. Edema interstitial dan gangguan sirkulasimemperlambat absorsiobat dan predisposisi untuk kerusakan kulit / terjadinya infeksi 4. Meningkatkan aliran darah

4. Pijat area kemerahan atau memutih Diagnosa 6 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat Kriteria hasil : Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkanepisod berulang dan mencegah

komplikasi Menyatakan tanda / gejala memerlukan intervensi cepat yang

Mengidentifikasi stress pribadi / faktor resiko untuk menangani Melakukan perubahan perilaku yang perlu pola hidup /

Intervensi 1. Diskusikan pentingnya fungsi jantung sehat 2. Diskusikan pentingnya pembatasan natrium

Rasional 1. Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan 2. Pembatasan diit natrium diatas 3gr/hari akan menghasilkan efek diuretic 3. Pemahaman kterapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat Menambah pengetahuan dan

3. Diskusikan obat, tujuan, dan efek samping

memungkinkan pasien untuk membuat 4. Jelaskan dan diskusikan peran keputusan berdasarkan informasi pasien dalam mengontrol faktor resiko dan faktor pencetus Diagnosa 7 : Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas Tujuan : Ansietas pasien berkurang sampai dengan hilang Kriteria hasil : Mengakui dan mendiskusikan takut / masalah Menunjukkan perasaan yang tepat Wajah tampak rileks Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi

Intervensi 1. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa 2. Beri kesempatan untuk bertanya jawab 3. Libatkan pasien / orang terdekat dalam perencanaan perawatan 4. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa atau pengobatan

Rasional 1. Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru untuk memilih intervensi yang tepat 2. Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi interpretasi terhadap informasi 3. Dapat memperbaiki beberapa perasaan Kontrol / kemandirian pada pasien yang merasa tidak berdaya dalam menerima diagnosa

Diagnosa 8 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran pencernaan dan keletihan Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi untuk mempertahankan fungsi tubuh Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral, menjelaskan factorfaktor bila diketahui, menjelaskan rasional dan prosedur untuk pengobatan.

Intervensi 1. Observasi tanda-tanda malnutrisi setiap hari 2. Kelola kebersihan mulut setiap 2-4 jam, jika mungkin anjurkan untuk menyikat gigi 3. Rujuk ke indikasi ahli gizi sesuai

Rasional 1. Diketahui adanya tanda-tanda malnutrisi yang merupakan petunjuk adanya gangguan kebutuhan nutrisi 2. Dapat menambah nafsu makan, pasien tidak merasa pahit dan enak bila mengunyah 3. Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diit

Diagnosa 9 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan melakukan posisi tidur yang biasanya Tujuan : Pola tidur pasien terpenuhi Kriteria hasil : Mampu adekuat pikiran menciptakan pola tidur yang dengan penurunan terhadap

Tampak / bisa istirahat yang cukup Intervensi 1. Anjurkan istirahat sejenak, turunkan aktifitas mental fisik pada sore hari 2. Evaluasi tingkat stress 3. Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur 4. Beri makan kecil sore hari 5. Berikan obat sesuai indikasi Rasional 1. Aktivitas fisik dan mental meningkatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan 2. Tingkat stress dapat melonggarkan pola tidur yang mencapai tidur pulas 3. Mempertahankan kestabilan lingkungan 4. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk Mungkin efektif dalam menangani penyakitnya kemampuan tidur untuk meningktkan

DAFTAR PUSTAKA Alam Syamsir, Hadibroto Iwan, 2007, Gagal Ginjal. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Carpenito, Lynda Juall, 2001, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Perawatan, EGC: Jakarta Carpenito, Lynda Juall, Moyet, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC: Jakarta Doengoes, Marilyn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC: Jakarta. Hall & Guyton, 2007, Buku agar Fisiologi Kedokteran Edisi II, EGC : Jakarta. Horne Mima M & Swearingen, PL, 2001, Keseimbangan cairan, elektrolit & asam basa, EGC: Jakarta.

http://keperawatan - gun.blogspot.com 2007/07/laporan pendahuluan gagal ginjal kronis. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Media Aeskulapius, FKUI: Jakarta M. Nurs, DR. Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Salemba Medika: Jakarta Price, Sylvia A, Wilson, Lorrelne M, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, EGC: Jakarta Smeltzer, Suzanne C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikel Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, EGC: Jakarta Soeparman, 2007, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, FKUI: Jakarta

BAB I KONSEP DASAR MEDIK CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

A. PENGERTIAN Gagal jantung Kongestif adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner & Suddarth, 2002). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Sylvia A.Price, 2005). Gagal jantung Kongestif adalah kondisi patofisiologik yang diakibatkan gangguan fungsi jantung karena jantung tidak dapat mempertahankan curah yang cukup untuk kebutuhan metabolik jaringan dan organ tubuh (Robbins, Stanley, L, 1999).

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Faktor Presipitasi Kelainan otot jantung (Miokardium) yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi Miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadinya Hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sitemik atau Pulmonal (peningkatan afterload) meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal dan akhirnya akan terjadi gagal jantung (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

2. Faktor Predisposisi Penyakit yang dapat menimbulkan penurunan fungsi ventrikel seperti : Penyakit Arteri Koroner Hipertensi Kardiomiopati Penyakit jantung Kongenital

3. Patofisiologi Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk sewaktu diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah. Seiring dengan peningkatan progresif volume diastolik akhir, sel-sel otot vebtrikel mengalami peregangan melebihi panjang

optimumnya. Tegangan yang dihasilkan menjadi berkurang karena ventrikel teregang oleh darah. Semakin terisi berlebihan ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan serat otot bertambah. Akibatnya volume sekuncup, curah jantung dan tekan darah turun. Respon-respon reflek tubuh yang mulai bekerja sebagai jawaban terhadap penurunan tekanan darah akan secara bermakna memperburuk situasi. (Elizabeth J Corwin, 2001).

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV , dimana curah jantung (CO : Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) x volume sekuncup (SV: Stroke Volume). Bila curah jantung berkurang maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. (Suzanne C Smeltzer,2000).

4. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala gagal jantung secara umum : Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskuler paru yang mengurangi kelenturan paru. Kelemahan fisik, manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktifitas. Ortopnea (dispnea saat berbaring). Dispnea Nokturnal Paroksismal (DNP) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. Tanda dan gejala gagal jantung kanan :

Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) Hepatomegali (pembesaran hati) : nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna, seperti anoreksia, rasa penuh atau mual dapat disebabkan oleh kongesti hati dan usus. Edema Perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung (tunkai bawah, tumit). Nokturia (dieresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Tanda dan gejala gagal jantung kiri : Sesak nafas (dispnea) Dispnea Nokturnal Paroksismal (DNP) Ortopnea Batuk-batuk Sianosis Jantung membesar, tachycardia. Foto rontgent : Oedema Paru, Cor membesar. (Sylvia A.Price, 2005). Klasifikasi Menurut New York Heart Association (NYHA) gagal jantung dapat di klasifikasikan menurut derajatnya, yaitu : Derajat I : Tidak ada gejala (seperti nafas pendek, nyeri dada) bila melakukan kegiatan fisik biasa. Derajat II : Timbul gejala (nafas pendek, nyeri dada) yang terjadi pada kegiatan fisik biasa. Derajat III : Timbul gejala sewaktu melakukan kegiatan fisik ringan. Derajat IV : kegiatan fisik hamper tidak bisa dilakukan oleh karena dengan istirahat saja telah timbul gejala (nafas pendek, nyeri dada).

(Long C Barbara ,1996).

5. Pemeriksaan Penunjang Ekokardiografi

Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan manajemen gagal jantung. Pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri. Ultrasonografi Doppler, termasuk aliran warna dapat digunakan untuk menilai regurgitasi katup dan pirau intrakardiak. Aneurisma ventrikel kiri, thrombus dalam ventrikel, Efusi Perikardial, dan berbagai bentuk penyakit jantung korgenital juga dapat dideteksi. Rontgent Dada

Foto sinar X dada Posterior Anterior dapat menunjukkan adanya Hipertensi Vena, Edema paru, atau Kardiomegali. Elektrokardiografi (EKG)

Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti dibawah ini : 1. Left bundle branch block, kelainan ST/T menunjukkan disfungsi venrikel kiri kronis. 2. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST, menunjukkan penyakit jantung Iskemik. 3. Hipertrofi Ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan Stenosisa Aorta dan penyakit hipertensi. 4. Aritmia : Deviasi Aksis ke kanan, Right Bundle Branch block dan Hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan. Pemeriksaan Laboratorium Elektrolit, BUN, Creatimin, Serum Albumin. (Muttaqin Arif, 2009).

5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan Penatalaksanaan menurut Noer H.M Sjaifoellah 1996 adalah :

1. Mengurangi beban kerja Istirahat jasmani dan Emosional Berat badan yang berlebihan (obesitas) sebaiknya dikurangi / diturunkan Vasodilator 2. Memperbaiki daya pompa jantung Digitalis, obat-obatan Simptomatik, pacu jantung 3. Pengendalian Retensi garam dan cairan Diit rendah garam Diuretic Pengeluaran cairan secara mekanik (Thoracosentesis, Parasentesis, Ultrafiltrasi)

Penatalaksanaan menurut Riiantono, Lily ismudiai 1998 adalah :

1. Pembatasan aktivitas kerja berat untuk menurunkan kerja jantung 2. Obat-obatan Diuretik untuk memp[erbaiki gejala kongestif seperti Dispnea Misal : Diuretik Tiazid, Furosemid dan Asam Etakrinat baik secara oral maupun intravena 3. Preparat Digitalis untuk meningkatkan Kontraktilitas Miokardium 4. Preparat Nitrat atau Isorbit Dinitrat meningkatkan kapsitas vena Pulmonalis, menurunkan secara ringan tahanan vaskuler sistemik

5. Hidralazin Menurunkan tahanan vaskuler sistemik 6. Prosozin Melebarkan arteri Perifer Vena Pulmonalis

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan pada pasien gagal jantung menurut Marilyn Doengoes dkk. 2000 adalah : 7. Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air 9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan 10. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedem, dan penurunan perfusi jaringan 11. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli 12. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan pemahaman / kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung / penyakit / gagal

Diagnosa Keperawatan pada gagal jantung menurut Lynda Juall Carpenito edisi 8, 2000 adalah : 6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen karena gagal jantung kongestif 7. Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas 8. Resiko terhadap kelebihan volume cairan : odema yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal sekunder terhadap gagal jantung kanan 9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran pencernaan dan keletihan 10. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan melakukan posisi tidur seperti biasanya

Dari kedua Diagnosa Keperawatan diatas dapat disimpulkan bahwa Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung kongestif adalah : 10. Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial 11. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air 12. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan 13. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedem, dan penurunan perfusi jaringan 14. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli 15. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang informasi 16. Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas 17. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran cerna 18. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang biasanya D. FOKUS INTERVENSI Menurut Doengoes (2000) Diagnosa 1 : Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial. Tujuan : Peningkatan frekuensi jantung Curah jantung meningkat

Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol, bebas gejala jantung, terjadi penurunan dispnea, ikut sertakan dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Rasional 1. Biasanya terjadi takikardi untuk A

Intervensi

C P P

mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler 2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa jantung 3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi 4. Pada gagal jantung kongestif dini, sedang atau kronik, TD dapat meningkat sehubungan dengan Septum Ventriculler Right (SVR)

Intervensi Rasional 5. Kaji adanya kulit pucat dan 5. Pucat menunjukkan sianosis menurunnya Perfusi Perifer Sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung dan anemia Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori gagal jantung 6. Pantau keluaran urine, catat kronik penurunan dan kepekatan 6. Ginjal berrespon untuk konsentrasi urine menurunkan curah jantuingdengan menahan cairan 7. Beri posisi nyaman pada tempat dan natrium tidur atau kursi 7. Istirahat fisik dipertahankan untuk memperbaiki efisiensi 8. Berikan O2tambahan dengan kontraksi jantung den menurunnya kebutuhan oksigen kanul nasal / masker sesuai 8. Meningkatnya persediaan O2 indikasi untuk kebutuhan miokard 9. Berikan obat sesuai indikasi untuk melawan efek iskemik 9. Banyaknya obat dapat 10. Diuretic : Furosemid (Lasix), digunakan untuk meningkatkan Asam Etakrinik volume sekuncup (Enderic),Bumetamid (Bumex) 10. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien curah jantung

Intervensi Rasional 11. Captopril(Capoten), Usinopril 11. Untuk mengontrol gagal (Prinivil), Eralapri (Vasotec) jantung dengan menghambat

12. Pantau dan ganti elektrolit

konversi angiotesin dalam paru dan menurunkan tekanan darah 12. Dapat mempengaruhi elektrolit (kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama jantung

Diagnosa 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomelorus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium / air Tujuan : Volume cairan pasien berkurang sampai dengan normal Kriteria hasil : Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran bunyi nafas bersih, tanda vital dalam batas normal, berat badan normal dan tidak oedem, menyatakan tentang pembatasan cairan.

Intervensi Rasional 1. Pantau keluaran urine, catat 1. Keluaran urine mungkin sedikit jumlah dan warna dan pekat karena penurunan perfusi jaringan. Intervensi Rasional 2. Pertahankan duduk / tirah baring 2. Meningkatkan Filtrasi Ginjal dengan posisi Semi Fowler dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis 3. Timbang berat badan setiap hari 3. Catat perubahan ada / hilangnya oedema sebagai 4. Auskuhasi bunyi nafas, catat respon terhadap terapi penurunan dan atau bunyi 4. Kelebihan volume cairan sering tambahan menimbulkan kongesti paru 5. Pantau tekanan darah dan CVP 5. Menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya gagal 6. Pemberian obat sesuai indikasi : jantung Diuretik contoh : Furosemid 6. Meningkatkan laju aliran urine (Lasix) dan dapat menghambat reabsorsi natrium / klorid pada 7. Mempertahankan cairan / tubulus ginjal pembatasan natrium sesuai 7. Menurunkan air total tubuh / indikasi reakumulasi cairan 8. Pantau Foto thorax Menunjukkan perubahan indikatif peningkatan / perbaikan

kongesti paru Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 / kebutuhan Tujuan : Pasien mampu melakukan aktivitas fisik Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas.

Intervensi Rasional 1. Catat respon Kardiopulmonal 1. Penurunan / ketidakmampuan terhadap aktivitas, catat miokardium untuk tachicardi disritmia, dispnea, meningkatkan volume pucat sekuncup selama aktifitas dapat menyebabkan peningkatan frekuensi jantung 2. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas 2. Dapat menunjukkan peningkatan Decompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas 3. Kelemahan merupakan efek samping beberapa obat 4. Memenuhi kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stress Peningkatan aktivitas secara

3. Kaji penyebab kelemahan, contoh : pengobatan, nyeri 4. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi

5. Implementasikan program bertahap menghindari kerja jantung / rehabilitasi jantung / aktivitas konsumsi oksigen berlebihan Diagnosa 4 : Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler / alveoli Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan pertukaran gas Kriteria hasil : mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA / oksiometri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi Rasional 1. Auskuitasi bunyi nafas, catat 1. Menyatakan adanya kongesti krekel, mengi paru / pengumpulan secret menunjukkan untuk intervensi

2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam 3. Anjurkan pasien selalu merubah posisi

lanjut
2. Membersihkan jalan nafas dan

4. Pertahankan duduk di kursi, tirah baring dengan kepala tempat tidur lebih tinggi (Semi kebutuhan dan meningkatkan ekpansi Fowler) paru maksimal

memudahkan aliran O2 3. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia Menurunkan konsumsi oksigen /

Intervensi 5. Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional tambahan 4. Meningkatkan konsentrasi alveolar yang dapat memperbaiki / memudahkan 6. Berikan obat sesuai indikasi : hipoksemia jaringan Diuretik, Furosemid (lasix) Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, oedema, dan penurunan perfusi jaringan Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan intregritas kulit Kriteria hasil : mempertahankan integritas mendemonstrasikan perilaku / tehnik mencegah kulit. kulit,

Intervensi Rasional 1. Ubah posisi saat ditempat tidur, 1. Memperbaiki sirkulasi / bantu rentang gerak pasif / aktif menurunkan waktu satu area 2. Berikan perawatan kulit, yang menggangu aliran darah meminimalkan dengan 2. Terlalu kering atau lembab kelembapan / ekresi merusak kulit dan mempercepat 3. Hindari obat intramuskuler kerusakan Edema interstitial dan gangguan

Intervensi

Rasional sirkulasi memperlambat absorsiobat dan predisposisi untuk kerusakan

4. Pijat area memutih

kemerahan

atau

kulit / terjadinya infeksi 3. Meningkatkan aliran darh, meminimalkan hipoksia jaringan

Diagnosa 6 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat Kriteria hasil : Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkanepisod berulang dan mencegah komplikasi Menyatakan tanda / gejala memerlukan intervensi cepat yang

Mengidentifikasi stress pribadi / faktor resiko untuk menangani Melakukan perubahan perilaku yang perlu pola hidup /

Intervensi Rasional 5. Diskusikan pentingnyafungsi 4. Pengetahuan proses penyakit jantung sehat dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program 6. Diskusikan pentingnya pengobatan pembatasan Pembatasan diit natrium diatas 3gr/hari Intervensi Rasional natrium akan menghasilkan efek diuretic 5. Diskusikan obat, tujuan, dan 7. Pemahaman kterapeutik dan efek samping pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah 6. Jelaskan dan diskusikan peran terjadinya komplikasi obat pasien dalam mengontrol faktor 8. Menambah pengetahuan dan resiko dan faktor pencetus memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi Diagnosa 7 : Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas

Tujuan : Ansietas pasien berkurang sampai dengan hilang Kriteria hasil : Mengakui dan mendiskusikan takut / masalah Menunjukkan perasaan yang tepat Wajah tampak rileks Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi

Intervensi Rasional 1. Evaluasi tingkat pemahaman 1. Pasien dan orang terdekat pasien / orang terdekat tentang mendengar dan mengasimilasi diagnose informasi baru Intervensi Rasional untuk memilih intervensi yang 2. Beri kesempatan untuk bertanya tepat jawab 2. Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan 3. Libatkan pasien / orang terdekat persepsi interpretasi terhadap dalam perencanaan perawatan informasi 4. Berikan waktu untuk menyiapkan 3. Dapat memperbaiki beberapa peristiwa atau pengobatan perasaan 4. Kontrol / kemandirian pada pasien yang merasa tidak berdaya dalam menerima diagnosa Diagnosa 8 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual, anoreksia sekunder terhadap kongesti vena saluran pencernaan dan keletihan Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi untuk mempertahankan fungsi tubuh Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral, menjelaskan factorfaktor bila diketahui, menjelaskan rasional dan prosedur untuk pengobatan

Intervensi Rasional 1. Observasi tanda-tanda 1. Diketahui adanya tanda-tanda malnutrisi setiap hari malnutrisi yang merupakan petunjuk adanya gangguan 2. Kelola kebersihan mulut setiap kebutuhan nutrisi 2-4 jam, jika mungkin anjurkan 2. Dapat menambah nafsu makan, untuk menyikat gigi pasien tidak merasa pahit dan enak bila mengunyah Memberikan konseling dan 3. Rujuk ke ahli gizi sesuai bantuan dengan memenuhi kebutuhan indikasi diit Diagnosa 9 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea noktural dan ketidakmampuan melakukan posisi tidur yang biasanya Tujuan : Pola tidur pasien terpenuhi Kriteria hasil : Mampu adekuat pikiran menciptakan pola tidur yang dengan penurunan terhadap

Tampak / bisa istirahat yang cukup

Intervensi Rasional 6. Anjurkan istirahat sejenak, 1. Aktivitas fisik dan mental turunkan aktifitas mental fisik meningkatkan kelelahan yang pada sore hari dapat meningkatkan kebingungan 7. Evaluasi tingkat stress 2. Tingkat stress dapat melonggarkan pola tidur yang 8. Lengkapi jadwal tidur dan mencapai tidur pulas ritual secara teratur 3. Mempertahankan kestabilan 9. Beri makan kecil sore hari lingkungan 10. Berikan obat sesuai indikasi 4. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk Mungkin efektif dalam menangani penyakitnya untuk meningktkan kemampuan tidur

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Juall, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Perawatan, EGC: Jakarta Corwiri, J Elisabeth, 2001, Buku Saku Patofisiologi, EGC: Jakarta Carpenito L, J & Moyet, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC: Jakarta Depkes RI, 1996, Askep Pasien dengan Gangguan Penyakit Sistem Kardiovaskuler, EGC: Jakarta Doengoes, Marilyn, E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC: Jakarta Lismidar, dkk, 1990, Proses Keperawatan, Balai Penerbit UI, Jakarta Long C, Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kepeawatan), Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjadjaran, Edisi 3, Bandung Muttaqin, Arif, 2009, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi, Salemba Medika: Jakarta Noer,H,M,Syaifullah, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid1, Edisi 3, FKUI: Jakarta Rilantono, Lily, I, 1998, Buku Ajar Kardiologi, EGC: Jakarta Smeltzer, Sizanne, C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Edisi 8, EGC: Jakarta Sutedjo,A,Y, 2007, Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi revisi, Amara Books: Ygyakarta Sylvia, A,Price, 2005, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, EGC: Jakarta Robbins, Stanley,L, 1999, Buku Saku Dasar Patologi Panyakit, Edisi 5, Buku ke2, EGC: Jakarta Perry & Potter, 2005, Buku Ajar Fundomental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek, Volume 2, Edisi 4, EGC: Jakarta Wilkinson, M, Judith, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC, EGC: Jakarta Wolf, 1984, Dasar-dasar Ilmu Keperawatan, buku ke 2

BAB I KONSEP DASAR MEDIK

A. DEFINISI 1. Tumor adalah Neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, merupakan SCLC ( small cell lung cencer ) dan NSCLS ( non small cell lung cencer ) atau karsinoma skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar. ( Hood Al Sagaff.1993 ) 2. Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran nafas. ( Hood Al Sagaff.1993 ) 3. Kanker Paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru. ( Underwood.2000 )

4. Jadi dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan kanker paru adalah penyakit keganasan yang terjadi dibagian paru yang mengalami proliferasi di dalam paru.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor Presipitasi Penyebab terjadinya kanker paru belum jelas diketahui.

2. Faktor Predisposisi Menurut Slamet Suyono, 2001. a. Merokok Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam terdiri dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. b. Paparan zat karsinogen ( asbestos, radiasi ion, radon arse ) Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. c. Polusi udara Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap disel dalam atmosfer di kota.

d.

Kanker paru akibat kerja Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenik (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

Predisposisi Gen supresor tumor Inisitor Delesi/ insersi Promotor Tumor/ autonomi Progresor Ekspansi/ metastasis d. Diet Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.

C. PATOFISIOLOGI Menurut Practice Guidelines, 2002. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia,hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d46430100 0000000001006a5d0000000001000000180300000000000018030000010000006c0 000000000000000000000350000006f0000000000000000000000f04100003b32000 020454d460000010018030000120000000200000000000000000000000000000040 120000901a0000c600000020010000000000000000000000000000950403007a640 400160000000c000000180000000a00000010000000000000000000000009000000 10000000960f0000db0b0000250000000c0000000e000080250000000c0000000e00 0080120000000c00000001000000520000007001000001000000a4ffffff000000000 000000000000000900100000000000004400022430061006c006900620072006900 0000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000 0000000000000000000000000000000000000ca0668f0ca0610000000ccf3ca064cf1 ca0652516032ccf3ca06c4f0ca061000000034f2ca06b0f3ca0624516032ccf3ca06c4f 0ca062000000049642f31c4f0ca06ccf3ca0620000000ffffffff5c1ad200d0642f31fffff fffffff0180ffff0180edff0180ffffffff000000000008000000080000430000000100000 0000000005802000025000000372e9001000000000000000000000000ef0200a07b2 0004000000000000000009f00000000000000430061006c00690062007200000000 00c4f3ca060bf32e3158f6ca0658020000c4f3ca06f8f0ca069c382731060000000100 000034f1ca0634f1ca06e8782531060000005cf1ca065c1ad20064760008000000002 50000000c00000001000000250000000c00000001000000250000000c0000000100 0000180000000c00000000000002540000005400000000000000000000003500000 06f00000001000000cf9d8740888787400000000057000000010000004c000000040 000000000000000000000940f0000de0b0000500000002000000036000000460000 00280000001c0000004744494302000000ffffffffffffffff970f0000dd0b00000000000 04600000014000000080000004744494303000000250000000c0000000e00008025

D. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu : a) Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan b) Nafas pendek-pendek dan suara parau c) Batuk berdarah dan berdahak d) Nyeri pada dada. Ketika batuk dan menarik nafas yang dalam e) Hilang nafsu makan dan berat badan

E. KLASIFIKASI KANKER PARU Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) : 1. Karsinoma Bronkogenik. a. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat). Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ

organ distal. c. Adenokarsinoma alveolar). (termasuk karsinoma sel

Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. d. Karsinoma sel besar. Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh. e. Lain lain. 1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus). 2). Tumor kelenjar bronchial. 3). Tumor papilaris dari epitel permukaan. 4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma 5). Sarkoma 6). Tak terklasifikasi. 7). Mesotelioma. 8). Melanoma. (Price, Patofisiologi, 1995).

F. STADIUM Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.

Gambaran TNM Tumor primer (T) T0

Defenisi

Tidak terbukti adanya tumor primer Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi Karsinoma in situ Tumor dengan diameter 3 cm dikelilingi paru paru atau pleura viseralis yang normal. Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.

Tx

TIS T1

T2

T3

Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina. Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.

T4

Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional. Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar kelenjar hilus ipsilateral. Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau

kelenjar limfe subkarina. Kelenjar limfe regional (N) N0 Metastasis pada mediastinal atau kelenjar kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

N1

N2 Tidak diketahui adanya metastasis jauh. Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak). N3

Sputum mengandung sel sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis. Metastasis jauh (M) M0 Karsinoma in situ.

M1

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh. Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral. Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada

Kelompok stadium Karsinoma TxN0M0 tersembunyi

metastasis jauh. Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus atau mediastinal kontralateral, atau 0 pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh. I Setiap tumor dengan metastsis jauh.

Stadium TISN0M0

Stadium T1N0M0 T2N0M0

Stadium T1N1M0 T2N1M0

II

Stadium T3N0M0 T3N0M0

IIIa

Stadium Setiap T N3M0 setiap NM0

IIIb T4

Stadium IV T,setiap N,M1 (Price.1995).

Setiap

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( Barbara. 1998 ) a) Foto dada menunjukkan sisi lesi b) Analisis sputum untuk sitologi menyatakan tipe sel kanker c) Skan tomografi komputer dan tomogram paru menunjukkan lokasi tumor dan ukuran tumor. d) Bronkoskopi dapat dilakukan untuk memperoleh sample untuk biopsi dan mengumpulkan hapusan bronkial tumor yang terjadi di cabang bronkus. e) Aspirasi dengan jarum dan biopsi jaringan paru dapat dilakukan jika pemeriksaan radiologi menunjukkan lesi di paru-paru perifer. f) Radionuklide scan terhadap organ-organ lain menentukan luasnya metastase ( otak, hepar, tulang, limpa ) g) Mediastinoskopi menentukan apakah tumor telah metastase ke limfe mediastinum. H. PENATALAKSANAAN MEDIK 1) Pembedahan Memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25 % kasus yang biasa di operasi dan hanya 25 % diantaranya ( 5 % dari semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3 % pada lobektomi dan 6 % pada pneumorektomi. 2) Radioterapi radikal Digunakan pada kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa di operasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya menyembuhkan sedikit diantaranya. 3) Radioterapi paliatif

Untuk hemoptisis, batuk, sesak nafas atau nyeri lokal. 4) Kemoterapi Digunakan pada kanker paru sel kecil karena pembedahan tidak pernah sesuai dengan histologi kanker jenis ini. Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil belum jelas. 5) Terapi endobronkhial Seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkhial yang signefikan. 6) Perawatan Faliatif Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. I. PENGKAJIAN 1. Pengumpulan data a. Keadaan umum : Lemah, sesak yang disertai nyeri dada b. Kebutuhan dasar 1) pola makan : Nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi kesulitan menelan ( disfagia ), penurunan BB 2) pola minum : Frekuensi minum meningkat ( rasa haus ) 3) pola tidur : Susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada 4) Aktivasi : Keletihan, kelemahan c. Pemeriksaan fisik 1) Sistem pernafasan a) Sesak nafas, nyeri dada b) Batuk produktif tak efektif c) Suara nafas : Mengi pada inspirasi d) Serak, paralysis pita suara

2) Sistem kardiovaskuler a) Takikardia, disritmia b) Menunjukkan pericardial ) efusi ( gesekan

3) Sistem gastrointestinal a) Mual,muntah b) Kesulitan menelan c) Penurunan intake makanan, BB menurun 4) Sistem urinarius Peningkatan frekuensi / jumlah urine 5) Sistem neurologis a) Perasaan takut / takut hasil pembedahan b) Kegelisahan a. Data penunjang a) Foto rontgen dada secara posterior-anterior Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. b) Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. c) CT-Scanning untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura d) MRI Untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi kedalam

vertebrata, medula spinal, mediastinum. e) Bone scanning Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC). f) Pemeriksaan Sitologi : Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari : a) Letak tumor terhadap bronkus b) Jenis tumor c) Tekhnik mengeluarkan sputum d) Jumlah sputum yang diperiksa. pemeriksaan 3-5 berturut-turut. Dianjurkan

e) Waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar ) Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85 % pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal. Supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi. g) Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui : a) Bronkoskopi Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). b) Trans Torakal Biopsi ( TTB ) Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.

c) Torakoskopi Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. d) Mediastinoskopi Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat dapat dilakukan dengan cara mediastinoskopi dimana mediastinoskopi dimasukkan melalui insisi supra sternal. Hasil biopsi memberikan nilai positif 40 % dari studi lain nilai negatif palsu pada mediastinoskopi di dapat sebesar 3-12 ( diikuti dengan torakotomi ). e) Torakotomi Untuk diagnosis kanker paru dikerjakan bila berbagai prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Danielle Gale.2000 1. Perubahan Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Tidak mampu mencerna makanan yang masuk secara adekuat karena lokasi tumor dan penanganan tumor seperti kemoterapi dan/atau terapi radiasi. 2. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dari paru dengan permukaan yang terkena karena kanker atau pneumonia. 3. Resiko terhadap Bersihan Jalan Napas Tak efektif berhubungan dengan Peningkatan jumlah sekresi akibat dari manipulasi pembedahan, terpasangnya jalan napas buatan yang menghambat kemampuan untuk membersihkan sekresi, menurunnya tingkat kesadaran karena anesthesia. Dan/atau obat-obat penghilang rasa nyeri yang dapat mengganggu kemampuan untuk membersihkan sekresi. 4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder, proses penyakit kronis 5. Ketakutan/Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk/perubahan status kesehatan,takut mati, faktor psikologis. 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan terapi radiasi kranial 7. Perubahan proses Pikir berhubungan dengan Sindrom SSP (susunan saraf pusat) dan/atau peningkatan tekanan intracranial sekunder terhadap terapi radiasi cranial. 8. Resiko Tinggi terhadap Disfungsi Neurovaskuler Perifer berhubungan

dengan kerusakan saraf Karena kemoterapi, terutama agen alkaloid vinka seperti vincristine dan vinblastine dan agen lainnya seperti ciplatin, procarbazine, taxol. 9. Nyeri berhubungan dengan parestesia menyakitkan karena agen kemoterapi. 10. Resiko terhadap Konstipasi berhubungan dengan Neurotoksistas dari agen kemoterapi alkaloid vinka seperti vinblastine dan viankritisne. 11. Diare berhubungan dengan Perubahan pada membrane mukosa kolon dan usus besar. K. FOKUS INTERVENSI Menurut Danielle Gale.2000 dan Lynda Juall Carpenito.2000 1. Perubahan Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Tidak mampu mencerna makanan yang masuk secara adekuat karena lokasi tumor dan penanganan tumor seperti kemoterapi dan/atau terapi radiasi. Definisi : Suatu keadaan di mana individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang takadekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik. Batasan Karakteristik : a) b) c) d) e) f) Kriteria hasil : Pasien makan cukup makanan untuk mempertahankan berat badan dalam 5% berat badan dasar. Intervensi Rasional Anoreksia Mual, muntah Berat badan turun Mengeluh masukan makan kurang Cepat merasa kenyang Tidak mampu makan sehubungan dengan dipsnea atau keletihan, nyeri mulut, dan/atau ulserasi.

Kaji adanya anoreksia, mual, muntah Tanda dan gejala yang berhubungan (berapa kali dan jumlah), stomatitis dengan kemoterapi/ radiasi yang mukolitis, Dispepsia, atau disfagia. mempengaruhi mukosa oral atau gastrointestinal yang membuat pencernaan makanan menjadi sulit.

Memberikan Kaji makanan yang disukai dan/atau

informasi

untuk

yang tidak disukai.

perencanaan diet.

Kaji adanya rasa cepat kenyang, jika ada Meningkatkan pemasukan makanan. anjurkan pasien untuk makan saat tidak merasa lapar.

Kaji penurunan berat badan, kelemahan, penurunan massa otot/jaringan, Akibat dari pengaruh metabolik tumor kakeksia. pada metabolisme tubuh dan jeratanjeratan nutrient dengan memecah sel tumor secara cepat. Berikan makan. obat antiemetik sebelum

Mencegah mual dan muntah dan meningkatkan pemasukan makanan yang adekuat.

Berikan kemoterapi saat malam hari.

Menurukan stimulus pada pusat muntah dan mengurangi mual berkaitan dengan peningkatan waktu tidur.

Stomatis dari kemo/radioterapi dapat menyebabkan mukosa kering, iritasi, dan Berikan perawatan mulut sebelum amat nyeri yang membuat kesulitan makan dan/atau anesthesia local/topical untuk makan. jika ada masalah nyeri mulut/oral. Meningkatkan kelembaban dalam rongga mulut yang merupakan efek Tawarkan saliva buatan jika ada maslah samping dari radiasi. mulut kering. Mencegah distensi berlebihan dari lambung yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma, yang membuat kesulitan bernapas.

Tawarkan makanan sedikit tapi sering.

Memberikan kalori dan

masukan protein

tinggi untuk

mempertahankan cadangan protein dan Tawarkan kudapan dengan tinggi protein kalori, dan/atau cairan pengganti yang mudah di konsumsi. mencegah keletihan.

2. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dari paru dengan permukaan yang terkena karena kanker atau pneumonia. Definisi : Keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas ( oksigen dan karbondioksida ) yang aktual ( atau dapat mengalami potensial ) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

Batasan Karakteristik : a) b) c) d) Kriteria Hasil : Oksigenasi jaringan dapat dipertahankan. Dipsnea Hipoksia Gelisah Gas darah abnormal

Intervensi

Rasional

Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, Perubahan dalam pola dan/atau frekuensi dan mudah timbul dispnea, pernapasan, sianosis, dispnea, atau menggunakan otot-otot aksesoris menggunakan otot-otot Bantu napas dan/atau sianosis. mungkin mengindikasikan distress pernapasan dan memerlukan intervensi segera.

Suara napas menurun/hilang mengindikasikan kolaps paru atau Auskultasi suara napas, kaji penurunan adanya suara tambahan mengindikasikan atau hilangnya ventilasi, dan adanya kebutuhan intervensi tambahan. suara-suara tambahan seperti mengi, ronki. Adanya hal-hal ini mungkin mengindikasikan penurunan oksigenasi jaringan otak. Kaji perubahan kesadaran, mental, gelisah, pake rangsang. status

Difusi dan pertukaran O dan CO dipengaruhi jika ketersediaan permukaan jaringan berkurang atau menurun dan mungkin mengakibatkan Kaji hasil analisa gas darah jika ketidakseimbangan asam asam basa yang memerlukan intervensi segera. dilakukan.

Membantu untuk mengeluarkan sekresi.

Peningkatan masukan cairan diperlukan untuk menghilangkan sekresi dan lebih Anjurkan untuk batuk efektif dan napas mudah untuk membatukkannya. dalam. Meningkatkan potensi ventilasi secara Anjurkan minum minimal 2 liter per maksimal. hari.

Membantu mempertahankan oksigenasi Berikan posisi semi Fowler atau Fowler jaringan adekuat tanpa menekan pusat tinggi atau izinkan untuk duduk di kursi. kendali pernapasan.

Berikan Oksigen sesuai kebutuhan. Meningkatkan Biasanya dengan kanula 2-3 L/menit. maksimum.

potensial

ventilasi

Meningkatkan terbukanya jalan napas. Berikan aerosal atau pengobatan nebulizer sesuai kebutuhan

Berikan brokodilator sesuai kebutuhan.

Infeksi muncul dan hilang secara teratur pada permukaan paru karena adanya pertukaran gas.

Berikan antibiotik sesuai pesanan

3. Risiko terhadap Bersihan Jalan Napas Takefektif berhubungan dengan Peningkatan jumlah sekresi akibat dari manipulasi pembedahan, terpasangnya jalan napas buatan yang menghambat kemampuan untuk membersihkan sekresi, menurunnya tingkat kesadaran karena anesthesia. Dan/atau obat-obat penghilang rasa nyeri yang dapat mengganggu kemampuan untuk membersihkan sekresi. Definisi : Suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan.

Batasan karakteristik : a) b) c) d) e) f) g) Suara napas abnormal (rale, krekels, ronki) Frekuensi dan kedalaman pernapasan menurun Takikardia Batuk tidak efektif Sianosis Dipsnea Nyeri yang menghambat kemampuan untuk batuk

Kriteria hasil : kecepatan pernapasan kembali pada batas-batas normal dengan jalan napas paten.

Intervensi

Rasional

Tentukan kebutuhan akan Mungkin sangat diperlukan penghisapan oral dan/atau trakea. untukmempertahankan terbukanya jalan napas.

Mengetahui /menemukan Auskultasi pengunaan penghisap penghisapan itu efektif. nasotrakeal masukan jalan napas nasal.

jika

Instruksikan pasien untuk mengambil Untuk penggunaan penghisap napas sebelum, selama dan setelah nasotrakel masukan jalan napas nasal. penggunaan oksigen tambahan sesuai kebutuhan.

Memantau oksigen sebelum, selama, dan sesudah tindakan. Pilih kateter dengan diameter setengah dari diameter jalan napas. Tindakan untuk mencegah penurunan saturasi dan trauma yang berlebihan Gunakan penghisap dengan risiko selama melakukan tindakan penghisapan dimana lapisan mukosa sedikit terkena nasofaringeal. hisapan tersebut. Mencegah penghantaran infeksi bacteria kedalam paru yang dapat menimbulkan infeksi.

Gunakan alat-alat steril untuk setiap prosedur penghisap nasofaring.

Tanda-tanda yang mengindikasikan distres pernapasan dan/atau jantung berkaitan dengan kekurangan oksigen. Hentikan penghisapan dan berikan suplemen oksigen jika pasien memperlihatkan adanya brakardia, tampak adanya ektopik ventrikel dan/atau penurunan saturasi oksigen. Meningkatkan kepatuhan Instruksikan pasien dan/atau keluarga terhadap pentingnya dilakukan penghisapan. Membantu pasien/keluarga dalam Instruksikan pasien dan/atau keluarga mempertahankan kepatenan jalan napas tentang risiko penghisapan mulut ketika pemberi asuhan/pelayanan dan/atau nasotrakeal sesuai kebutuhan. kesehatan tidak ada.

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder, proses penyakit kronis Definisi : peningkatan resiko dikarenakan mikroorganisme patogenik

Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam intervensi untuk mencegah/mengurangi resiko infeksi Tetap tidak demam dan mencapai pemulihan tepat pada waktunya

Intervensi

Rasional

Tingkatkan prosedur mencuci tangan Lindungi pasien dari smber-sumber yang baik dengan staf dan infeksi, seperti pangunjung dan staf pengunjung. mengalami ISK.

Tekankan higiene personal.

Membantu potensial sumber infeksi dan/ pertumbuhan sekunder.

Kaji semua sistem tanda/gejala infeksi.

Pengenalan diri dan intervensi terhadap segera dapat mencegah progresi pada situasi/sepsis yang lebih serius.

Panta suhu.

Peningkatan suhu terjadi karena berbagi faktor, misalnya efek samping kemoterapi, proses penyakit atau infeksi.

Menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan mencegah kerusakan kulit (sisi potensial untuk perkembangan bakteri). Ubah posisi sering, pertahankan linen kering dan bebas kerutan. Terjadinya stomatitis meningkatkan risiko terhadap infeksi.

Menurunkan resiko kontamonasi, membatasi entri portal terhadap agen Tekankan pentingnya higiene oral infeksius. baik. Mungkin digunakan untuk Batasi/hindari prosedur Taati tehnik aseptik. invasif. mengidentifikasi pasien imunosupresi. Berikan antibiotik sesuai indikasi. infeksi atau diberikan secara profilaktik pada

5. Ketakutan/Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman untuk/perubahan status kesehatan,takut mati, faktor psikologis. Definisi : Keadaan di mana individu/ kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas.

Kriteria hasil : a) Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya. b) Mengakui dan mendiskusikan takut. c) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani. d) Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.

Intervensi Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.

Rasional Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan

Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.

Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.

Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

Identifikasi persepsi klien ancaman yang ada oleh situasi

terhadap

Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.

Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan terapi radiasi pada dada untuk kanker paru. Definisi : Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalamindefisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilanketerampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan.

Batasan Karakteristik : Pasien mengeluh kurang pengetahuan dan/atau bertanya tentang pengobatan terapi radiasi yang bakan dijalaninya.

Kriteria Hasil : Pasien dapat mendiskusikan kemungkinan efek samping dari penanganan radiasi pada dada dan bagaimana mengatasinya jika efek samping ini timbul/terjadi.

Intervensi

Rasional

Kaji pengetahuan tentang rencana Memberikan informasi untuk pengobatan terapi radiasi dan mengembangkan rencana pengobatan kemungkinan efek sampingnya. berdasarakan kebutuhan pasien.

Beritahu pasien/kelurga kapan Informasi kebutuhan pasien/keluarga pengobatan akan dimulai, waktu, untuk merencanakan aktivitas seharilamanya pengobatan, tujuan dari hari sekitar pengobatan. pengobatan tersebut.

Jelaskan efek samping yang mungkin Berkaitan dengan efek terapi dari terapi radiasi pada dada, rambut rontok, reaksi kulit pada daerah tersebut radiasi secara fisik pada lapang paru dan (7-10 hari setelah pengobatan), disfagia dan esofagitis ( 3 minggu setelah jaringan sekitarnya. pengobatan dimulai), sekresi bronchial yang kental, pneumotitis (1-3 bulan setelah pengobatan), fibrosis pulmonal, perikarditis, mielitis (jangka lama).

7. Perubahan proses Pikir berhubungan dengan Sindrom SSP (susunan saraf pusat) dan/atau peningkatan tekanan intrakranial sekunder terhadap terapi radiasi kranial. Definisi : Keadaan di mana individu mengalami suatu gangguan dalam aktivitas mental seperti berpikir sadar, orientasi realitas, pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang

berhubungan dengan koping.

Batasan Karakteristik : a) Memori hilang b) Tremor c) Somnolen d) Bicara tidak jelas e) Tidak mampu belajar f) Sakit kepala g) Perubahan pengelihatan h) Mual dan muntah Kriteria hasil : Pasien dan/atau keluarga atau orang terdekat mampu mengidentifikasi perubahan status mental yang perlu untuk dilaporkan pada tim tenaga kesehatan.

Intervensi

Rasional

Kaji tanda dan gejala peningkatan Radiasi cranial dapat menyebabkan tekanan intracranial (TIK) perubahan proses pembengkakan pada jaringna pengelihatan, mual, muntah, dan sakit otak yang mengalami trauma. kepala.

Hindari aktivitas yang meningkatkan Mencegah trauma atau kerusakan otak tekanan intracranial. lebih lanjut. Pantau status neurologis secara terus Radiasi kranial dapat menyebabkan menerus. sindrom SSP yang mengakibatkan perubahan pada status mental.

Berikan keyakinan yang optimis tetapi Meningkatkan adaptasi pada perubahan realistis pada keluarga dan pasien. status mental

Meningkatkan orientasi pasien.

Kaji orientasi dan orientasikan kembali sesuai kebutuhan.

8. Risiko Tinggi terhadap Disfungsi Neurovaskuler Perifer berhubungan dengan kerusakan saraf Karena kemoterapi, terutama agen alkaloid vinka seperti vincristine dan vinblastine dan agen lainnya seperti ciplatin, procarbazine, taxol. Definisi : Suatu keadaan di mana seorang individu berisiko mengalami suatu gangguan sirkulasi, sensasi, atau gerakan ekstremitas. Batasan karakteristik : a) Pasien mengeluh hilangnya gerakan motorik halus b) nyeri terbakar pada ekstremitas c) baal pada ekstremitas d) gangguan berdiri Kriteria hasil : perubahan persepsi/sensori akan terdeteksi secara dini dan rasa tidak nyaman dan/atau hilang fungsi darinya akan minimal.

Intervensi

Rasional

Pantau terhadap parestesia : kebas, Parastesia dari alkaloid vinca mungkin kesemutan sebelum setiap dosis obat. karena demielinisasi dan degenerasi akson saraf.

Pantau respons pada rangsang taktil.

Keruskan saraf dari alkaloid vinca dapat menggangu kemampuan penerimaan stimulus taktil.

Kerusakan saraf dari alkaloid vinca mungkin dapat menyebabkan perubahan Kaji fungsi propriosepsi seperti gaya pada fungsi propriosepsi. berjalan, refleks tendon dalam, kelemahan otot atau atrofi otot, keseimbangan, penempatan bagian tubuh tertentu.

Beritahu dokter jika ada perubahan pada Meningkatkan identifikasi dini terhadap status neurologist. efek samping obat atau agen tertentu yang mungkin mengakibatkan penghentian atau penurunan dosis obat yang diberikan.

Meningkatkan kemandirian dengan memaksimalkan fungsi yang ada. Diskusikan dampak dari perubahan neurologis terhadap aktivitas sehari-hari dan kebutuhan yang mungkin dan/atau terapi fisik. Gangguan sensori dapat mempengaruhi Rujuk dengan tepat pada terapi okupasi kemampuan untuk melakukan aktivitas atau terapi fisik. hidup sehari-hari yang memerlukan bantuan seorang profesionalisme untuk memaksimalkan fungsi tersebut.

9. Nyeri berhubungan dengan parestesia menyakitkan karena agen kemoterapi. Definisi : Keadaan di mana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

Batasan Karakteristik : a) Pasien mengeluh terasa terbakar b) Kesemutan c) Nyeri gesekan pada ekstremitas Kriteria Hasil : Nyeri pasien akan menurun Intervensi Rasional

Kaji tingkat kenyamanan dan adanya Memberikan informasi penting untuk kesemutan hebat atau sensasi gesekan,

kram atau rasa terbakar, catat intensitas, mengembangkan rencana perawatan. kualitas dan frekuensi dari sensasi tersebut.

Identifikasi factor-faktor presipitasi seperti texrpajan panas atau dingin dan cara-cara menghindarinya. Panas dan/atau dingin meningkatkan rasa nyeri. Berikan analgesic dengan kerja neurologist seperti amitriptilin HCI (Elavil), natrium fenitoin (Dilantin). Agen-agen ini diindikasikan pengobatan nyeri disestetik. dalam dapat

Tawarkan pasien tindakan-tindakan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri , sperti bimbingan imajinasi, relaksasi otot progresif, masase, dan lain-lain.

Tindakan-tindakan tersebut mungkin bermanfaat dalam menghilangkan nyeri yang resisten pada metode penanganan Instruksikan pasien/keluarga tentang nyeri tradisional seperti obat-obat nyeri tindakan-tindakan untuk menghilangkan non-narkotik dan narkotik. nyeri meliputi obat-obatan dan teknik lain yang bermanfaat pada nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik lebih sulit untuk hilang dan menggunakan penggunaan tindakan penghilang nyeri non-tradisional Beritahu pasien/keluarga mengenai dosis, waktu, frekuensi dari obat-obat nyeri yang diresepkan dokter dan bahwa efek dari medikasi itu mungkin tidak segera Meningkatkan penggunaan obat yang benar untuk keuntungan maksimum.

10. Resiko terhadap Konstipasi berhubungan dengan Neurotoksistas dari agen kemoterapi alkaloid vinka seperti vinblastine dan viankritisne. Definisi : Keadaan di mana individu berada pada risiko mengalami status usus besar, yang mengakibatkan jarang eliminasi dan/atau feses keras dan kering.

Batasan Karakteristik : lebih umum dengan vineristine dan/atau vinblastine dosis tinggi (20 mg), mengeluh konstipasi, dapat mengarah pada ileus paralitik dengan nyeri abdomen berat.

Kriteria Hasil : Pasien akan mempunyai pola defekasi teratur.

Intervensi Kaji pola eliminasi defekasi.

Rasional Memberikan informasi dasar.

Pantau bising usus dan/atau proses defekasi.

Memberikan informasi memformulasikan perencanaan.

untuk

Meningkatkan kandungan cairan lebih Anjurkan masukan cairan per hari 2-3 tinggi pada feses untuk kemudahan liter. pasase.

Anjurkan makan tinggi serat

Degredasi serat dalam kolon membantu dalam membentuk dan pasase feses.

Meningkatkan kerja propulsif usus. Anjurkan latihan teratur. Mencegah ileus paralitik melalui

defekasi regular. Berikan laksatif jika tidak dapat defekasi paling sedikit satu kali sehari.

11. Diare berhubungan dengan Perubahan pada membrane mukosa kolon dan usus besar. Definisi : Keadaan di mana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk.

Batasan Karakteristik : a) Feses cair b) sering defekasi c) desakan defekasi Kriteria Hasil : pasien mengungkapkan pemahamannya tentang strategi koping pada efek samping ini.

Intervensi Ambil fese untuk kultur dan sensitivitas Memberikan infeksi.

Rasional informasi mengenai

Evaluasi sifat pengobatan mempunyai efek samping gastrointestinal.

Mencegah penggunaan obat-obat yang yang dapat menyebabkan diare. pada

Pantau kulit pada daerah perineal Meningkatkan perawatan kulit terhadap kemungkinan iritasi dan mungkin dapat mencegah infeksi ulserasi.

dan

Timbang berat badan secara reguler

Memberikan mengenai diet yang adekuat.

informasi

DAFTAR PUSTAKA Alsagaaff, hood.dkk. 1993. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga Carpenito,Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8 : Jakarta. EGC Davey, patrick. 2003. At a Giance Medicine. Jakarta : Erlangga Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume I. Jakarta : EGC Gale, Danielle dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Holistik. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suyono, Slamet.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum & Sistemik Edisi 2. Jakarta : EGC

You might also like