You are on page 1of 19

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA KERANG HIJAU DI PASAR MUARA ANGKE

LAPORAN PENELITIAN
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri Kesehatan Lingkungan Oleh:

Nama: Muhammad Aandi Ihram


NIM 109101000087

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012 M/1433 H

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA KERANG HIJAU DI PASAR MUARA ANGKE

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan kawasan yang mempunyai potensi strategis dalam pemanfaatan sumber daya alam seperti perikanan tambak, kehutanan, pariwisata, maupun dalam pemanfaatan ruang kawasan pesisir sebagai akses sarana transportasi laut atau pelabuhan dan daerah terbangun seperti industri, pergudangan serta permukiman. Selain pemanfaatan tersebut, laut juga merupakan tempat bermuaranya aliran-aliran sungai yang membawa berbagai jenis sampah dan bahan pencemar dari daratan berupa industri-industri, rumah tangga, pertanian, dan tumpahan minyak dari kapal tangker baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap limbah yang dihasilkan di daratan akan bermuara ke perairan pantai. Laut juga merupakan tempat pembuangan langsung sampah atau limbah dari berbagai aktivitas manusia dengan cara yang murah dan mudah. Di ketahui bahwa zat beracun yang mencemari perairan salah satunya dari logam berat (Aditya, 2005). Logam berperan dalam pertumbuha sel dan menjaga fungsi metabolism,

namun demikian ketika suatu unsur logam yang tidak diketahui fungsi biologisnya berkomfetisi atau mengganti jenis logam yang bermanfaat, maka yang akan terjadi adalah bahan beracun (carol and Voltaire, 1989). Pencemaran logam berat pada perairan merupakan salah satu pencemaran yang dapat membahayakan baik bagi organisme yang ada di dalamnya maupun manusia yang mengkonsumsi organisme yang tercemar.

Pb (timbal) adalah salah satu dari logam-logam yang beracun yang ditemukan pada system perairan maupun lingkungan daratan. Logam ini berada dalam air pada kondisi teroksidasi yang muncul dari daerah industry, pertambangan, atau dari berbagai efek yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia. Logam timbal (Pb) termasuk logam berat dengan toksisitas tinggi (Hutagalung, 1991). Jumlah logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih aman dikonsumsim oleh manusia ditentukan dalam standar. Kep. Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1998 dan /WHO (1976) menentukan batas maksimum kandungan logam untuk logam Pb yaitu 2 ppm (Kep. Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 dan WHO 1989). Timbal dapat meracuni otak, ginjal, alat reproduksi dan jantung. Bagi anak-anak keracunan Pb dapat menurunkan tingkat kecerdasan. Kandungan Pb sebesar 1 ppb dalam darah anak-anak dapat menurunkan 1-5 poin tingkat kecerdasan anak (Anonim., 1999). Untuk organisme perairan, timbal merupakan elemen non-esensial walau pada kondisi alamiah keberadaan Pb ini juga tetap ada (Pillai, 1994). Namun demikian terjadi beberapa perbedaan dalam kaitannya dengan pengaruh fisiologis maupun biokimia dalam tubuh organisme tersebut, walau pada umunya secara alamiah akan mengakibatkan kerusakan. Kerang hijau bersifat makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan sebagai pemakan penyaring "Filter feeder" dimungkinkan dapat terkontaminasi apabila breeding placesnya terkontaminasi timbal. al. (1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Berat Timbal (Pb)

A. Pengertian Timbal (Pb) Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. Dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai unsur atom (NA)82 dengan bobot atau berat atom (BA)207,2.

B. Sumber Timbal (Pb) Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal sering kali digunakan dalam industri kimia seperti pembuatan baterai, industry pembuatan kabel listrik dan industri pewarnaan pada cat.

C. Sifat Logam Timbal (Pb) a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. b. Tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai coating c. Titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat C. d. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik. e. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logamlogam biasa, kecuali emas dan mercuri.

D. Kegunaan Timbal (Pb) a. Digunakan dalam pembuatan kabel telepon b. Digunakan dalam baterai c. Sebagai pewarnaan cat d. Sebagai pengkilapan keramik dan bahan anti api e. Sebagai aditive untuk bahan bakar kendaraan

E. Logam Timbal (Pb) dalam kerang hijau Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang gemar dikonsumsi masyarakat. Ia hidup baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1-7 meter dan memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas antara 27-35 permil. Hidupnya di daerah pasang surut dengan menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras. Lokasi yang baik untuk budi daya kerang hijau harus terlindung dari arus kencang, terhindar dari fluktuasi kadar garam yang tinggi, dasar perairan lumpur berpasir, dan jauh dari pengaruh sungai besar.Kawasan itu juga harus bebas pencemaran limbah industri logam berat seperti tembaga (Cu), merkuri (Hg), seng (Zn), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), dan air raksa (Hg). Dari mekanisme penyerapan logam berat yang berasal dari limbah industri pada biota laut yaitu Lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa hasil produksi manusia atau yang lebih dikenal dengan limbah. Permasalahan limbah tersebut adalah hasil buangan industri yang berbahaya. Limbah yang dibuang dilaut ialah limbah industri yang berupa lumpur lunak (sludge). Lumpur lunak yang berupa limbah tersebut mengendap didasar laut, sehingga

memungkinkan biota laut seperti kerang dapat terakumulasi logam berat yang berasal dari limbah tersebut. Apalagi kerang hijau habitatnya didalam lumpur membuat sistem digesti (pencernaan) banyak berhubungan dengan lumpur dan apabila logam berat ini masuk kedalam tubuh dapat membahayakan kesehatan terlebih khusus hasil pengendapan ini bisa menjadi racun di dalam

tubuh manusia. Bila racun ini terserap oleh tulang maka pengendapan didalam tulang dapat berakibat osteoporosis. Berdasarkan penelitian Zainal Arifin, Phd, alumnus doktor dari Canada bidang Ekotoksikologi, racun-racun ini dapat membuat sistem syaraf lemah, IQ turun dan berpengaruh ke tulang. Yang berbahaya, bila racun tadi terserap oleh tulang dan mengendap didalamnya. Hal ini terjadi akibat salah tangkap, Timbal yang masuk bisa dianggap kalsium dan diserap tulang.

F. Dampak Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan Efek Pb terhadap kesehatan terutama terhadap sistem haemotopoetic (sistem pembentukan darah), adalah menghambat sintesis hemoglobin dan memperpendek umur sel darah merah sehingga akan menyebabkan anemia. Pb juga menyebabkan gangguan metabolisme Fe dan sintesis globin dalam sel darah merah dan menghambat aktivitas berbagai enzim yang diperlukan untuk sintesis heme. Anak yang terpapar Pb akan mengalami degradasi kecerdasan alias idiot. Pada orang dewasa Pb mengurangi kesuburan, bahkan menyebabkan kemandulan atau keguguran pada wanita hamil, kalaupun tidak keguguran, sel otak tidak bisa berkembang. Dampak Pb pada ibu hamil selain berpengaruh pada ibu juga pada embrio/ janin yang dikandungnya. Selain penyakit yang diderita ibu sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang akan dilahirkan juga bahan kimia atau obat-obatan, misalnya keracunan Pb organik dapat meningkatkan angka keguguran, kelahiran mati atau kelahiran prematur. Efek-efek Pb terhadap kesehatan dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut : a. Efek terhadap terjadinya Anemia oleh Pb Secara biokimiawi, keracunan timah hitam dapat menyebabkan : 1. Peningkatan produksi ALA (Amino Levulinic Acid) Timah hitam akan menghambat enzim hemesintetase, yang mengakibatkan

penurunan produksi heme. Penurunan produksi heme ini akan meningkatkan aktivitas ALA sintetase, dan akhirnya produksi ALA meningkat. Peningkatan produksi ALA ini dapat dilihat dari ekskresi ALA di urine. 2. Peningkatan Protoporphirin Perubahan protoporphirin IX menjadi heme, akan terhambat dengan adanya timah hitam. Hal ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi dari protoporphirin IX yang dapat diketahui pada plasma dan feces. 3. Peningkatan koproporphirin Akumulasi dari protoporphirin akan meningkatkan akumulasi dari koproporphirin III. Hal ini diketahui dengan didapatkannya koproporphirin III pada urine dan feces. b. Efek terhadap saraf (sistem saraf pusat) Susunan saraf merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap keracunan Pb. Setelah pajanan tinggi dengan kadar Pb darah di atas 80 g/dl dapat terjadi ensefalopati. Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang mengakibatkan oedema (adanya cairan) otak, meningkatnya tekanan cairan serebrospinal, degenerasi neuron dan perkembangbiakan sel glia. Secara klinis keadaan ini disertai dengan menurunnya fungsi memori dan konsentrasi, depresi, sakit kepala, vertigo (pusing berputarputar), tremor (gerakan abnormal dengan frekuensi cepat), stupor (penurunan kesadaran ringan), koma, dan kejang-kejang. c. Ensefalopati Ensefalopati merupakan bentuk keracunan Pb yang sangat buruk dengan sindrom gejala neurologis yang berat dan dapat berakhir dengan kerusakan otak atau kematian. Paling sering dijumpai pada anak kecil atau orang yang mengkonsumsi makanan/minuman tercemar Pb. Anak-anak mempunyai resiko lebih besar terhadap paparan Pb dari orang dewasa. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan aktivitas metabolik interna

Ensefalopati akut pada manusia sangat dipengaruhi oleh : 1) jumlah partikel Pb yang terhisap, 2) lama pemaparan, dan faktor-faktor lain. Yang ditandai dengan : 1) perubahan perilaku mental, 2) Pelemahan pada daya ingat dan pada aktivitas untuk berkonsentrasi, 3) hyperirritabel (hal yang sangat mengganggu), 4) kegelisahan, 5) depresi, 6) sakit kepala, 7) vertigo dan tremor, ensefalopati akut berkembang hanya pada dosis yang besar dan jarang terjadi pada level Pb dalam darah dibawah 100 g/ 100 ml, pernah dilaporkan terjadi pada tingkat 70 g/ 100ml.

d. Pendengaran Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat pula mengenai saraf kranial, kadar Pb dalam darah 15 g/dl dapat menyebabkan gangguan saraf pusat, pada kadar 1 18 g/dl menyebabkan gangguan pendengaran. Beberapa penelitian pada anak-anak dan dewasa memperlihatkan adanya hubungan paparan Pb dengan penurunan pendengaran tipe sensorineural. Pada individu yang sensitif kadang-kadang didapatkan adanya efek yang memburuk pada sistem tubuh, tetapi secara klinis efek tersebut tidak jelas sampai dicapai kadar Pb yang lebih tinggi lagi. e. Efek terhadap ginjal Keracunan berat Pb dalam waktu lama akan menyebabkan penyakit renal progresif dan tidak dapat disembuhkan. Ada beberapa laporan berisi interstisial nephritis kronis pada pekerja sering disertai dengan hasil yang fatal. Kebersihan suatu industri akan mengurangi jumlah dan besarnya komplikasi renal pekerja yang keracunan akan tetapi anak-anak yang menghirup Pb pada cat yang mengelupas dan konsumen yang mengkonsumsi makanan yang tercemar Pb tetap mempunyai resiko. Nephropati yang ditandai oleh gangguan fungsi ginjal progresif sering disertai hipertensi. Kerusakan ginjal berupa fibriosis interstitialis kronis, degenerasi tubuler, dan perubahan vaskuler pada arteri kecil dan arteriol.

Ditemukan gambaran khas, yaitu penuhnya badan inklusi intranuklear pada sel dinding tubulus. Badan inklusi merupakan kompleks protein Pb yang kemudian di ekskresi melalui urine. Degenerasi tubulus proksimal mengakibatkan menurunnya reabsorbsi asam amino, glukosa, fosfat dan asam sitrat. Pada kasus yang berat dapat terjadi sindrom fanconi yaitu hiperamino uria (air kencing mengandung asam amino berlebihan), glukosuria dan hipofosfat uria atau kadang-kadang hiperfosfat uria. Gangguan ginjal bersifat tidak menetap. Saturnine gout adalah sebuah konsekuensi pengurangan fungsi tubuler (ginjal tubulus glumerulus), Pb berpengaruh pada ekskresi urates. Maka meskipun angka formasi mereka normal, level asam uric disimpan dalam persendian, hampir menyerupai encok/ pegal. f. Efek terhadap sistem cardiovascular Pada keracunan Pb akut beberapa pasien menderita colic yang disertai peningkatan tekanan darah. Kemungkinan timbulnya kerusakan miokard tidak dapat diabaikan. Perubahan elektro cardiografi dijumpai pada 70 % penderita dengan gejala umum berupa takikardia, disritmia atrium. g. Efek terhadap sistem reproduksi Telah diketahui bahwa Pb dapat menyebabkan gangguan reproduksi baik pada perempuan maupun pada laki-laki, Pb dapat menembus jaringan placenta sehingga menyebabkan kelainan pada janin. Peningkatan kasus infertil, abortus spontan, gangguan haid dan bayi lahir mati pada pekerja perempuan yang terpajan Pb telah dilaporkan sejak abad 19, walaupun demikian data mengenai dosis dan efek Pb terhadap fungsi reproduksi perempuan, sampai sekarang masih sedikit. Hubungan antara kadar Pb dalam darah dan kelainan yang diakibatkan terhadap kelainan reproduksi perempuan adalah 1) Kadar Pb darah 10 g/dl dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan. 2) Kadar Pb darah 30 g/dl mengakibatkan kelainan prematur.

3) Kadar Pb darah 60 g/dl mengakibatkan komplikasi kehamilan Senyawa teratogen termasuk Pb dapat menembus janin dan dapat mengganggu pertumbuhan mulai dari usia kehamilan pada minggu ke tiga hingga minggu ke 38. mulai minggu ke tiga hingga pertengahan minggu ke enam dapat mengganggu pertumbuhan susunan saraf pusat atau central nervous system (CNS), pada pertengahan minggu ke tiga sampai minggu ke enam dapat mengganggu pertumbuhan jantung, pada minggu ke empat hingga minggu ke delapan mengganggu pertumbuhan mata, lengan dan kaki, mulai pertengahan minggu ke enam sampai minggu ke delapan dapat mengganggu pertumbuhan gigi dan mulut, minggu ke sembilan mengganggu pertumbuhan tekak (langit-langit, mulai minggu ke tujuh sampai ke 12 menggangu pertumbuhan alat kelamin bagian luar dan mulai minggu ke empat sampai minggu ke 12 mengganggu pertumbuhan perkembangan. Pencegahan dan pengawasan paparan dan keracunan Beberapa program pencegahan harus didasarkan pada ketersediaannya fasilitas teknik yang memadai peraturan-peraturan yang tegas, pakaian pelindung yang efektif, dan pengawasan higienis dan biologi yang terus menerus. Pengawasan biologis biasanya didasarkan pada pengukuran regular Pb pada urin, tingkat yang seharusnya dipertahankan dibawah 150 g/l.

G. Pengobatan a. Keracunan Pb anorganik Pengobatan simtomatik keracunan Pb anorganik adalah segera menghentikan pemaparan dan dengan terapi kelasi. Untuk keracunan yang berat, penggunaan kalsium denatrium EDTA secara infus intravena dalam dosis kira-kira 8 mg/kg, sedangkan pada anak-anak dianjurkan menggunakan dimerkaprol 2,5 mg/kg/dosis intramuskular. Succimer oral diakui untuk digunakan khusus keracunan Pb dalam darah dan urin, harus dimonitor sebagai suatu petunjuk terapi. Dengan

tersedianya succimer maka penisilin tidak perlu digunakan. Pada pasien yang tidak ada gejala keracunan, tidak dianjurkan menggunakan zat kelator. Penggunaan profilaktik (pencegahan) zat kelator

dikontraindikasikan pada pekerja yang terpapar Pb, karena dapat meningkatkan absorbsi logam dari saluran pencernaan. Setelah terapi kelasi dihentikan fungsi kadar Pb dalam darah dan profirin harus diuji dan dianalisis untuk mengidentifikasi peningkatkan kembali kadar Pb karena Pb dimobilisasi dari tulang. b. Keracunan Pb organic Pengobatan awal terdiri dari menghilangkan kontaminasi kulit dan pencegahan pemaparan lebih lanjut. Pengobatan kejang memerlukan penggunaan anti konvulsi secara bijaksana. 2.2 Kerang Hijau (Perna viridis) Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur maupun daging ayam, dari 100 gram daging kerang hijau ini mengandung 100 kalori. 1. Biologi Kerang Hijau ( Perna viridis) Kerang hijau termasuk binatang lunak (Mollusca) yang hidup ditaut, bercangkang dua (bivalve) berwama hijau. Insangnya berlapis-lapis (Lamelii branchia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah plankton feeder, dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki dan benang byssus, hidup baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1 - 7 meter dan memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas antara 27-35 per mil.

Terdapat dalam jumlah yang berlimpah pada musimnya disepanjang pantai Indonesia yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli. Hidup di daerah pasang surut dan sub tidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya. 2. Reproduksi Kerang Hijau (Perna viridis) Hewan ini memiliki alat kelamin yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelamin mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari kemudian benih/ spat tersebut menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan kemudian.

Gambar 2.1. Kerang hijau Sumber : http//www.oseanografi.lipi.go.id

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini berdasarkan sifatnya adalah penelitian deskriptif analitik dengan berusaha menggambarkan kadar Timbal (Pb) pada kerang hijau yang terdapat di lokasi

Pasar di perairan Muara Angke Jakarta utara.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium kesehatan lingkungan UIN Jakarta pada tanggal 25 Januari 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang distribusi kerang hijau di pasar muara angke. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

purposive atau berdasarkan pertimbangan tertentu menurut karakteristik populasi. 3.4 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah: mortal-martil, labu takar, corong kaca, erlenmeyer, botol semprot, pipet tetes, gelas ukur, dan kertas saring.

Bahan dalam penelitian yaitu: Kerang Hijau aquadest, dan food security kit ( Timbal test )

3.4 Tahap Pengumpulan Cara yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan pengamatan langsung pada sampel kemudian dilakukan uji lab.

3.5 Cara Penggunaan food security kits (Uji Pb ) 1. bilas tabung reaksi dengan sampel yang akan di uji 2. isi tabung reaksi dengan sampel yang akan di uji sampai volume 5 mil 3. cek dengan menggunakan pH indicator strip. Jika pH berada dalam range 2-5 maka langsung test tanpa menambahkan larutan Pb-1 pada contoh, tetapi jika pH di luar 2-5 maka lakukan penambahan reagent Pb-1 sebanyak 3 tetes lalu homogenkan. 4. Cek pH dengan pH indicator strip. Jika pH diluar range 2-5, pH dari sampel baru tersebut harus harus disesuaikan dengan menambahkan larutan natrium hidroksida atau asam nitrat. 5. Celupkan zone reaksi pada test strip kedalam sampel selama 1 detik 6. Keringkan larutan yang berlebih pada strip, setelah 2 menit bandingkan warna tersebut dengan skala warna standar. 7. Hasil yang diperoleh di laporkan dalam satuan mg/L Pb2+ 8. Tutup kembali botol reagent setelah digunakan

3.6 Destruksi sampel Untuk persiapan percobaan, kerang yang akan dianalisis diambil dagingnya dengan cara dibuka dari cangkangnya kemudian ditimbang untuk masing-masing perlakuan. Daging kerang kemudian di haluskan dan di ambil ekstraknya. Parameter yang diamati adalah kadar logam timbal. Analisis logam Pb pada daging kerang hijau dilakukan dengan menggunakan food security kit ( Pb test ).

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Kandungan Timbal Dari hasil analisa kandungan Timbal pada 3 sampel kerang hijau yang terdapat di 3 sentra penjual kerang hijau yaitu pasar Muara Angke yang dilakukan di laboratorium kesehatan lingkungan UIN jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut :

NO

SAMPLE

KANDUNGAN TIMBAL

LOKASI PEDAGANG Pintu masuk utama

SENTRA DISTRIBUSI Pasar Muara Angke

Kerang 1

0.0 mg/L Pb2+ 0.0 mg/L Pb2+

Kerang 2

Pertengahan

Pasar Muara Angke

Kerang 3

0.0 mg/L Pb2+

Ujung Pasar

Pasar Muara Angke

Semua sampel

Sampel 1

Sampel 2

sampel 3

4.2. Pembahasan Hasil penelitian analisa kandungan Timbal pada 3 sampel kerang hijau yang terdapat di 3 sentra penjual kerang hijau pasar Muara Angke yaitu pada sample 1 kandungan Pb sebesar 0.0 ppm. Pada sampel 2 sebesar 0.00 dan pada sampel 3 sebesar 0.00 ppm. Dengan demikian tidak ditemukan kandungan timbal pada ke tiga sampel kerang hijau yang di uji.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil uji Penggunaan food security kits (Uji Pb ) terhadap kandungan timbal pada tiga sampel yang di uji tidak ditemukan kandungan timbal pada kerang hijau di Pasar Muara angke. 2. Hasil uji food security kits (Uji Pb ) ini mendapatkan hasil negative di mungkinkan karena adanya keterbatasan alat dan peneliti.

5.2. Saran Adapun hal yang dapat disarankan dalam laporan hasil penelitian ini 1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara yang efektif menurunkan kandungan logam yang berbahaya, selanjutnya dapat diterapkan untuk sampel jenis biota lain yang ada diperairan tersebut. 2. Perlu penelitian secara continue mengenai pencemaran perairan oleh logam berat dengan menggunakan organism sebagai bioindikator dan perlunya penignkatan pengawasan oleh pemerintah atas industry yang membuang limbahnya ke sungai khususnya limbah timbale (Pb)

DAFTAR PUSTAKA

1. Asikin. 1982. Kerang Hijau. Pt. Penebar swadaya: Jakarta 2. Bahaya Pencemaran Logam Berat. http : http://www.cakrawala.com diakses tanggal 30 januari 2012 3. Anonim. 1999. Heavy metal and health. http://www.wri.org/wr-9899/metals2.htm. diakses tanggal 31 januari 2012 4. Astawan, Made 2008. Bahaya Logam Berat Dalam Makanan. http://www.bmf.litbang.depkes.go.id. 2012. 5. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta. 6. aditya, Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : Universitas Indonesia Press., 2005. Diakses tanggal 30 januari

LAMPIRAN

You might also like