You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih indah, yang penyusun dapat sampaikan saat ini selain rasa syukur dan hormat yang sebesar-besarnya hanya kepada Tuhan kita Yang Maha Esa yang terus menuntun dan menyertai kita, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Tidak lupa juga, Penyusun berterima kasih kepada Dosen Pengelolaan Limbah Industri Program Studi Lingkungan Universitas Hasanuddin Makassar yaitu Bpk. Ir. Achmad Zubair, M.Sc. atas bimbingan selama ini dalam proses pembelajaran mata kuliah ini, sehingga kami dapat memahami materi-materi yang diberikan selama ini. Selain itu, Penyusun juga berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Sipil Program Studi Teknik Lingkungan yang telah memberi motivasi dan inspirasi selama kami menyusun makalah ini. Melalui tugas ini, diharapkan dapat menjadi sarana tolak ukur dan titik acuan dalam mengembangkan potensi dalam diri masing-masing. Oleh sebab itu, besar harapan kami, agar karya ilmiah ini dapat dipakai dan berguna dalam proses pembelajaran selanjutnya. Akhir kata, Penyusun meminta saran dan kritik dari rekan-rekan sekalian sebagai bahan koreksi untuk selanjutnya. Terima Kasih.

Makassar, April 2012

PENYUSUN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................ BAB I 2

PENDAHULUAN ................................................................................ 3 A. Latar Belakang .............................................................................. 3 B. Tujuan ............................................................................................ 4

BAB II

PEMBAHASAN ................................................................................. 5 A. Penjelasan Monosodium Glutamat.................................................. 5 B. Industri Monosodium Glutamat .................................................... 6 C. Masalah Pencemaran ..................................................................... 9 D. Solusi Pencemaran ......................................................................... 9

BAB III

PENUTUP .......................................................................................... 13 A. Kesimpulan .................................................................................... 13 B. Saran-Saran .................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan masalah serius yang harus diselesaikan, karena menyangkut kesehatan, keselamatan, dan kehidupan manusia. Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera diatasi seperti pemanasan global, hujan asam, kerusakan lubang ozon, kepunahan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, dan lain-lain. Manusia pun berperan pencegahan dan penyebab pencemaran lingkungan. Peranan manusia itu sendiri sebagai pembentuk ekosistem. Sehingga erat kaitannya antara pencemar dengan manusia. Memang sumber pencemar berasal dari bahan kimia, gas-gas berbahaya, dan bahan-bahan cair, namun sumber-sumber tersebut tercipta dari aktivitas manusia itu sendiri. Penggunaan air conditioner, kendaraan yang tidak ramah lingkungan, pembakaran sampah, dan lain-lain. Salah satu kegiatan manusia yang dapat mencemari lingkungan adalah kegiatan industri. Dampak dari pencemaran yang ditimbulkan adalah dapat mencemari air, udara, dan tanah, tergantung bagaimana pengelolaan limbah industri yang dilakukan. Pencemaran yang ditimbulkan industri karena ada limbah keluar pabrik mengandung bahan beracun dan berbahaya. Bahan pencemar keluar bersama bahan buangan melalui media udara, air dan bahan padatan, bahan buangan yang keluar dari pabrik masuk dalam lingkungan dapat diidentifikasi sebagai sumber pencemar. Sebagai sumber pencemar perlu diketahui jenis bahan pencemar yang keluar, jumlah dan jangkauannya. Antara pabrik satu dengan yang lain berbeda jenis, dan jumlahnya tergantung pada penggunaan bahan baku, sistem proses, dan cara kerja karyawan dalam pabrik. Pembahasan makalah ini yaitu pencemaran dari industri monosodium glutamat. Pencemaran yang dihasilkan umumnya berupa limbah cair yang masuk ke lingkungan. Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat.

B.

Tujuan 1. Mengetahui sumber pencemar dari industri monosodium glutamat. 2. Dampak pencemaran dari industri monosodium glutamat. 3. Solusi yang dapat diberikan untuk menangani pencemaran monosodium glutamat.

BAB II PEMBAHASAN

A. Penjelasan Monosodium Glutamat Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk secara alami. MSG diklasifikasikan sebagai zat tambahan makanan. MSG memiliki Kode HS 29224220 dan Nomor E E621. Glutamat dalam MSG memberi rasa umami yang sama seperti glutamat dari makanan lain. Keduanya secara kimia identik. Produsen makanan industri memasarkan dan menggunakan MSG sebagai penguat cita rasa karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan, dan menyempurnakan persepsi total rasa lainnya. Nama IUPAC Sodium 2- Aminopentanedioate Nomor CAS Identifikasi Pubchem Nomor EC SMILES Rumus Molekul Sifat Massa Molar Penampilan Kelarutan dalam air Bahaya LD50 [142-47-2] 85314 205-538-1 C(CC(=O)O)C(C(=O)[O-])N.[Na+] C5H8NNaO4 169,111 g/mol Serbuk kristal putih 74g/100mL 16600 mg/kg (oral,rat)

MSG ditemukan oleh Kikunae Ikeda pada tahun 1908 dari ganggang laut Laminaria Japonica, kombu, dengan ekstrasi air dan kristalisasi, dan menamai rasa itu dengan nama umami. MSG murni sendiri tidak mempunyai rasa yang enak jika tidak dikombinasikan dengan bau gurih yang sesuai. Sebagai pemberi cita rasa dan dalam jumlah yang tepat, MSG memiliki kemampuan untuk memperkuat senyawa aktif rasa lainnya, menyeimbangkan, dan menyempurnakan rasa keseluruhan pada masakan tertentu.
5

B. Industri Monosodium Glutamat Sejak ditemukan monosodium glutamat (MSG) sebagai penambah rasa alami pada awal abad 20 (dari Ikeda di Jepang), pemakaian dunia dapat menumbuhkan perbandingan yang fenomenal. Pada tahun 1962-1972, pemakaian dunia mencapai tingkat 3 kali pada 440 juta pounds. Tuntutan pertumbuhan mengharapkan untuk terus menerus pada perbandingan 6-8% per tahun, jadi di tahun 1980 pemakaiannya diperkirakan mendekati 700 juta pounds (318.000 metrik ton). Setelah ditemukan metode fermentasi produksi monosodium glutamat semakin berkembang dengan kenaikan 4,8% per tahun, diperkirakan pada tahun 2009 EUR 13,6 milyar. Produksi monosodium glutamat dunia pada tahun 2010 mencapai 2.100.000 MT. Industri asam glutamat di Indonesia kebanyakan dibuat dari fermentasi molasses dan dari hidrolisis gluten jagung dan gandum. Asam glutamat digunakan untuk bahan baku monosodium glutamat (MSG), dimana monosodium glutamat digunakan sebagai bumbu masak atau penyedap rasa. Di dalam industri pabrik asam glutamat dalam proses pembuatanya terdiri dari tiga proses, yaitu : Proses hidrolisis Proses sintesis Proses fermentasi 1. Proses Hidrolisis Proses hidrolisis yaitu proses hidrolisis protein dengan asam sulfat, yang diperoleh dari kacang-kacangan, jagung atau padi-padian. Bahan baku biji jagung yang sudah digiling terlebih dahulu terlebih dahulu dimasak dengan menggunakan steam dengan menambah SO2 untuk dijadikan larutan gluten yang mengandung 70% protein. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara filtrat (gluten) dengan ampas jagung (pati, serat, abu, dan minyak) menggunakan filter press. Kemudian gluten tersebut dihirolisis pada suhu 110C dan tekanan 1 atm dengan penambahan H2SO4, sehingga terurai menjadi asam amino. Reaksi hidrolisis : C5H7NO3 + H2O C5H9NO4 Hasil dari hidrolisis didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH. Sebelumnya NaOH padat dilarutkan dengan air pada mixer dan diumpankan menuju netralizer.

Reaksi penetralan : H2SO4 + 2NaOH Na 2SO4 + 2H2O Kemudian dilakukan pemisahan filtrat antara filtrat dan endapan Na2SO4 dengan menggunakan rotary drum vacuum filter pertama. Filtrat hasil penyaringan dipekatkan dalam evaporator triple effect forward feed yang dilengkapi dengan barometric condensor. Kemudian produk yang telah dipekatkan, diumpankan menuju Kristalizer untuk mengkristalkan asam glutamat, leusin dan tyrosin. Setelah asam glutamat, leusin dan tyrosin dikristalkan ditambahkan HCl sebanyak 30% berat untuk menetralkan larutan yang mengandung sodium hidroksida. Reaksi : NaOH+ HCl NaCl+ H2O Produk akan dipisahkan dengan centrifuge, sehingga padatan asam glutamat dengan liquor yang berupa air dan NaCl akan terpisah. Padatan asam glutamat yang masih mengandung sedikit air dikeringkan dengan menggunakan rotary dryer untuk mendapatkan produk asam glutamat kering. 2. Proses Sintesis Proses sintesis yang mengubah acrylonitrile menjadi cyanopropianaldehide yang terdiri dari hidroformitasi olefin dengan hidrogen dan karbon monoksida pada temperatur sedang dan tekanan tinggi. NCCHCH 2 + CO H2NCCH2CH2CHO Setelah itu dengan menggunakan reaksi steeker, cyanopropianaldehide direaksika dengan amina sianida yang diperoleh dari pembakaran partial methane dan ammonia sehingga dihasilkan amino glutarrodinitrite. Reaksi : NCCH2CH2 + NH4CN NCCH2CH2CH(NH2)CN+ H2O Hidrolisis amino glutaronitrite dengan menambah NaOH sehingga dihasilkan asam glutamat, yang selanjutnya dikristalkan dengan cara menetralkan larutan alkali dan merecyecle larutan asam glutamat yang mengandung asam sulfat pada titik isolektrik dengan pH 3,2 dari asam amino tersebut. Selanjutnya dilakukan optical resolution, yaitu proses
7

pemutaran campuran nomer-nomer optical dari asam glutamat yang menggandung leburan recemic dari asam glutamat pada konsentrasi tertentu, sehingga kristal L dan D akan keluar secara bergantian dengan masing-masing isomer aktifnya. Selanjutnya di centrifuge dan dikeringkan sehingga diperoleh asam glutamat. 3. Proses Fermentasi Secara umum tahapan pembuatan MSG dengan menggunakan proses fermentasi dalah sebagai berikut: - Seeding Tangki seeding ini mirip tangki fermentor tapi lebih kecil volumenya. Di tangki ini bakteri tersebut dibiarkan berkembangbiak dengan baik, dilengkapi dengan penganduk, alat pendingin, pemasukan udara dan lain-lain. - Fermentasi Setelah dari tangki seeding, bakteri tersebut dipindahkan ke tangki fermentor. Di tangki ini mulailah proses fermentasi yang sebenarnya berjalan. Pengawasan proses merupakan pekerjaan yang sangat penting. Pengaturan pH dengan pemberian NH3, pemberian udara, jumlah gula, jumlah bakteri harus selalu diamati. - Pengambilan asam glutamat Setelah fermentasi selesai 30-40 jam cairan hasil fermentasi yaitu TB (Thin Broth) dipekatkan untuk mengurangi kadar airnya kemudian ditambahkan HCl untuk mencapai titik isoelektrik pada pH 3,2. - Netralisasi atau refining, pada tahapan ini dilakukan pencampuran NaOH. - Kristalisasi asam glutamat. - Tahap lanjutan pereaksian asam glutamat dengan NaOH sehingga terbentuk monosodium glutamat liquor. - Decolorisasi atau penjernihan warna menggunakan karbon aktif. - Kristalisasi monosodium glutamat, menghasilkan kristal monosodium glutamat yang masih mengandung liquor. - Pengeringan kristal monosodium glutamat dengan menggunakan Rotary dryer sehingga didapatkan kristal Monosodium glutamat yang mempunyai kemurnian tinggi 99,7 %.

C. Masalah Pencemaran Masalah yang ditimbulkan oleh industri Monosodium Glutamat adalah berupa limbah cair yang dibuang ke badan air, sehingga badan air tersebut menjadi tercemar. Air limbah yang dihasilkan dari industri ini dapat mencapai COD hinga 300.000 mg/L 400.000 mg/L. COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat. Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak. Sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme, baik yang merupakan patogen maupun tidak patogen juga banyak. Adapun mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bagi manusia. Konsentrasi COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga makhluk air tersebut manjadi mati.

D. Solusi Pencemaran Melihat besarnya COD yang dihasilkan oleh limbah dari industri ini, maka teknologi yang dapat digunakan adalah proses anaerobik. Sama dengan penggunaan proses anaerobik buat industri-industri lain yang memiliki kandungan COD tinggi seperti : pulp & paper, sloughter house, petrochemical, dll, maka air dari limbah industri MSG dapat diterima untuk dioalah secara anaerobik. Dari berbagai sistem pengolahan anaerobik yang ada, maka sistem yang dapat digunakan adalah Anaerobic Fludizied Bed, Fix Bed Anaerobic Filter, dan Upflow Anaerobic Sludge Blanket. 1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Untuk mengolah limbah dari pabrik MSG maka tidak hanya dibutuhkan proses anaerobik tetapi juga harus didahului dengan pre-treatment dan proses aerobik.
9

Sebagai contoh maka proses flow diagramnya adalah sebagai berikut :


Coarse & Fine Screen

Sedimentation

Acidification

UASB or Anaerobic Filter

Anaerobic Sludge Tank

Aeration

Sedimentation

Thickener

Sludge Dewatering

Dry Sludge

Dari proses flow diagram di atas maka dapat dilihat bahwa air limbah sebelum dan sesudah pengolahan anaerobik memiliki tahapan-tahapan pengolahan. Air limbah yang baru keluar dari pabrik perlu diambil padatan-padatan kasarnya dengan menggunakan coarse screen dan fine screen dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bak sedimentasi. Bak sedimentasi ini berfungsi untuk mengambil padatan tersuspensi dan padatan terlarut bila memang diperlukan. Untuk itu maka perlu ditambahkan bahan kimia atau tidak, tergantung hasil analisa dari efisiensinya dengan menggunakan jar test. Lumpur yang dihasilkan dari bak pengendapan ini dikirimkan ke thickener untuk diolah lebih lanjut agar konsentrasinya meningkat. Sedangkan air hasil olahannya dimasukkan ke dalam bak asidifikasi atau conditioning tank. Pada conditioning tank maka dilakukan pengaturan pH dan penambahan nutrient agar bakteri anaerobik tetap hidup. Dalam conditioning tank ini, maka zat-zat organik rantai panjang akan diuraikan menjadi zat-zat organik dengan rantai yang lebih sederhana dengan menggunakan bakteri asidogenesis. Hal ini akan sangat membantu bakteri methanogenesis

10

yang ada pada bak anaerobik. Pada bak anaerobik maka COD akan diuraikan menjadi CH4, CO2, dan SO4, dan bakteri-bakteri anaerobik lainnya. Tanpa menggunakan energi maka COD dapat terurai menjadi CH4 yaitu gas metan yang dapat dibakar. Dengan menggunakan proses anaerobik maka di samping terjadi penghematan listrik, juga akan terjadi penghematan biaya pengolahan lumpur. Lumpur yang dihasilkan dari pengolahan anaerobik dapat mencapai sepersepuluh dari pengolahan aerobik. Maka pemakaian bahan-bahan kimia dan biaya pemindahan lumpur menjadi berkurang. 2. Upflow Anaerobic Sludge Blanket Pada proses dengan menggunakan Upflow Anaerobic Sludge Blanket, maka air limbah dimasukkan ke dalam reaktor melalui dasar bak anaerobik dengan menggunakan pompa. Untuk mencapai terjadinya distribusi yang merata dari air limbah maka perlu direncanakan suatu distribution sistem yang sempurna. Air limbah yang mengandung COD akan melalui lapisan anaerobik granular sludge yang dapat mencapai konsentrasi antara 60 100 kg/m3. Maka air limbah akan terurai dan akan menghasilkan biogas yang mengandung metan. Sehingga air limbah yang ada akan terdiri dari 3 fase, yaitu air, gas ,dan padatan. Untuk itu maka perlu direncanakan suatu alat pemisah 3 fase atu sering disebut 3 fase separator yang berfungsi untuk memisahkan air gas atau padatan. Air hasil olahan akan dilewatkan oleh 3 fase separator yang kemudian diolah dalam bak aerasi. Sedangkan gas akan dikumpulkan pada gas storage tank yang kemudian dapat dibakar dan dapat digunakan dalam boiler. Sedangkan padatan yang dalam hal ini adalah anaerobik sludge, harus tetap tertinggal dalam reaktor. 3. Anaerobic Filter Pada anaerobic filter, maka lumpur tidak bergerak bebas seperti dalam UASB. Anaerobic sludge akan melekat/tertahan pada filter media atau packing. Ketingian reaktor bervariasi tergantung dari beban air limbah dan kelayakan secara teknis. Air limbah dapat masuk dari atas atau dari bawah, sehingga ada dua jenis anaerobik filter yaitu downflow dan upflow filter. Gas pada anaerobic filter akan melewati bagian atas reaktor kemudian dibakar atau disimpan dalam gas holder untuk pemakaian selanjutnya.
11

Efisiensi dari kedua jenis pengolahan ini hampir sama tergantung dari pengawasan parameter-parameter operasinya. Namun sebelum melakukan solusi, ada baiknya dilakukan pencegahan sebelum terjadi dampak pencemaran yang dihasilkan dari industri ini. Sebaiknya para pekerja dan pengusaha industri mengerti baku mutu limbah cair dari industri monosodium glutamat agar tidak melebihi dari batas ambang yang telah ditentukan. Berikut baku mutu limbah cair dari industri monosodium glutamat. BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) DAN LYSINE Kondensor digabung Dengan buangan limbah cair Volume Limbah Cair Maksimum persatuan produk MSG : 120 m3/ton MSG Lysine : 180 m3/ton MSG Parameter BOD5 COD TSS NH3
(amonia total)

Kondensor dipisah dengan buangan limbah cair

Volume Limbah Cair Maksimum per satuan produk Limbah cair : 15 m3/ton MSG Kondensor : 105 m3/ton MSG Kadar Maksimum (mg/L) Limbah cair 80 200 60 5 6-9 kondensor 80 140 60 5 6-9 Limbah cair : 75 m3/ton lysine kondensor : 105 m3/ton lysine Kadar Maksimum (mg/L) Limbah cair 80 175 60 5 6-9 kondensor 80 130 60 5 6-9

Kadar max (mg/L) 80 150 60 5 6-9

pH

12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu asam amino non-esensial. 2. Limbah yang dihasilkan dari industri ini berupa limbah cair yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air berdasarkan kandungan COD yang tinggi yang terdapat di dalam badan air. 3. Dampak pencemaran dari industri MSG adalah matinya makhluk air dan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. 4. Solusi yang dapat diberikan dalam menanggulangi pencemaran industri MSG adalah dengan menggunakan proses anaerobik sebagai berikut Anaerobic Fludizied Bed, Fix Bed Anaerobic Filter, dan Upflow Anaerobic Sludge Blanket.

B. Saran-saran 1. Sebaiknya para pekerja dan pengusaha industri mengerti baku mutu limbah cair dari industri monosodium glutamat agar tidak melebihi dari batas ambang yang telah ditentukan. 2. Ada pengawasan ketat oleh pemerintah dalam mengawasi industri monosodium glutamat.

13

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Surabaya. (2002). Keputusan Gubernur bJawa Timur Nomor 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Dan Kegiatan Usaha Lainnya. Surabaya. Mononatrium Glutamat. (2012). Diambil 8 April 2012 dari

id.wikipedia.org/wiki/Mononatrium_glutamat Siregar, Sakti. (1999). Pengolahan Dari Limbah Fermentasi Monosodium Glutamate Dengan Menggunakan Proses Anaerobik (versi elektronik). Water and wastewater treatment specialist, 1-6.

14

You might also like