You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

Transplantasi hati pada dasarnya adalah mengganti hati yang rusak dengan hati yang sehat untuk lebih meningkatkan angka harapan hidup pasien-pasien dengan penyakit hati akut ataupun kronik yang mengalami kegagalan fungsi. Saat ini banyak kemajuan dibidang tranplantasi hati baik itu dari segi tehnik operasi yang dilakukan ataupun obatobatan imunosupresi yang diberikan. Apabila dilakukan dengan baik maka survival rate pasien yang menjalani tranplantasi hati akan mencapai 90-95 % dalam satu tahun dan 6585 % dalam lima tahun(1,2). Tranplantasi hati pada manusia pertama kali dilakukan pada tahun 1963 oleh Thomas Starzl di Denver Colorado. Sampai tahun 1983 tranplantasi hati masih berstatus eksperimental dan setelah ditemukannya obat imunosupresi baru, merubah sejarah tranplantasi hati. Penemuan Siklosporin pada penelitian klinis yang dilaksanakan oleh Roy Calne dari University Cambridge London terjadi perubahan keberhasilan yang besar, survival rate dari 30% meningkat menjadi 70 %. Penemuan obat imunosupresi yang baru seperti takrolimus dan interleukin -2 reseptor bloker telah mempercepat perkembangan kemajuan tranplantasi hati, dimana survival rate 1 tahun menjadi 85-90 % sedangkan untuk 5 tahun 65-75 %. Sejak tahun 1983 status tranplantasi hati sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal. Perbaikan selanjutnya terjadi pada tahun 1986 dengan penemuan antibodi monoklonal(3). Di Amerika serikat lebih dari 6.000 tranplantasi hati dilakukan setiap tahunnya sedangkan di Indonesia transplantasi hati pertamakali dan dilakukan di RS Puri Indah Jakarta pada Desember 2010 dimana teknik yang digunakan pada operasi ini adalah living donor liver transplant baru(4,5). Tantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu, jumlah ini diperbesar dengan adanya kasus yang kambuh setelah tranplantasi hati. United 1 dimana dalam teknik ini digunakan hati dari orang hidup.Transplantasi hati adalah operasi tingkat tinggi dan di Indonesia masih tergolong

Network for Organ Sharing (UNOS) melaporkan di USA pada tahun 1999 terdaftar sejumlah 14.709 untuk tindakan tranplantasi tetapi hanya terdapat 4.527 donor hati oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan pasien-pasien yang akan menjadi kandidat untuk tranplantasi hati(3,6) Beberapa kriteria telah dipergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit hati seperti: klasifikasi kriteria Child-Turcoaate Pugh (CTP), kriteria model prognosis penyakit hati tahap akhir model for end stage of liver disease (MELD), atau adanya keadaan dan kondisi yang kurang baik sebagai akibat dari komplikasi penyakit. Salah satu contoh kriteria yang sangat sering di pergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit adalah sistem skor CTP. Seorang penderita dinyatakan mempunyai klas A jika ia mempunyai skor kurang dari 7, klas B jika skor berkisar 7-9 dan termasuk klas C jika ia mempunyai nilai yang lebih dari 10 poin. Untuk kepentingan masuk dalam daftar tunggu untuk tindakan tranplantasi penderita harus mempunyai skor 7 atau klas B menurut Child. Namun demikian sekarang sistem skor CTP tidak lagi merupakan dasar utama untuk alokasi organ, karena sekarang harus didasarkan juga pada MELD skor(7). Suatu studi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka tranplantasi hati dan penurunan angka kematian pasien-pasien yang menunggu untuk dilakukan tranplantasi hati setelah digunakanya MELD skor sebagai suatu metode untuk menentukan pasien- pasien yang akan menjalani tranplantasi hati(8). Menurut American Society of Liver Tranplantation dan AASD ada beberapa kriteria minimal untuk para calon tranplantasi hati antara lain: Kebutuhan yang segera untuk tranplantasi hati, perkiraan masa hidup 1 tahun < 90%, Score Child-Pugh > 7 ( klas B dan C ) dan perdarahan hipertensi portal atau kejadian peritonitis bakterialis spontan(9) Reperat ini dibuat untuk lebih mengetahui tentang tranplantasi hati pada penderita penyakit hati akut ataupun kronis yang mengalami kegagalan fungsinya.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

2.1 Anatomi hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1500 gram atau 2,5 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya. Permukaan superior adalah cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada permukaan diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritonium terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis dipermukaan inferior melanjutkan diri ke dalam massa hati membentuk rangka untuk cabang- cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu(10,11). 2.1.1 Struktur mikroskopik Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus yang merupakan unit miroskopis dan fungsional hati. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng- lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler- kapiler yang dinamakan sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag dengan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit3

makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang- cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian periper lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli dan berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit dieksresi kedalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar, hingga menjadi saluran empedu besa(10,11) 2.1.2 Sirkulasi Hati memiliki dua sumber suplai darah yaitu dari saluran cerna dan limfa melalui vena porta dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang cabang ini kemudian mempercabangkan vena-vena interlobaris yang berjalan diantara lobulus-lobulus. Vena- vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus bersatu membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang- cabang terhalus dari arteri hepatika juga mengalirkan darahnya kedalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteri dari arteri hepatika dan darah vena dari vena porta(10).

Gambar 1: Struktur hati(10)

2.2 Fisiologi hati Selain merupakan organ parenkim yang berukuran paling besar, hati juga menduduki urutan pertama dalam hal banyaknya, kerumitan, dan ragam serta fungsinya. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya dengan 1010% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan(10,11). Hati mempunyi kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Pada banyak kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel yang sudah mati atau sakit akan diganti dengan jaringan hati yang baru(10). 5

Tabel 1. Fungsi utama hati(10)

BAB III TRANPLANTASI HATI

Tranplantasi hati merupakan salah satu penemuan besar dibidang kedokteran modern. Sekarang tranplantasi hati sudah diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati kronik ataupun akut yang mengalami kegagalan fungsinya. Sukses tranplantasi hati terus berlangsung dengan perbaikan yang nyata. Angka keberhasilan survival dimungkinkan karena kemajuan yang pesat dalam obat-obatan imunosupresi dan pengembangan tehnik operasi(3). 3.1 Sejarah dan perkembangan tranplantasi hati. Tranplantasi hati pada manusia pertama kali dilakukan pada tahun 1963 oleh Thomas Starzl di Denver Colorado. Tranplantasi hati dikerjakan pada seorang anak dengan atresia bilier, yang kemudian meninggal dimeja operasi sebagai akibat gangguan perdarahan yang tidak dapat dikontrol. Demikian pula beberapa kegagalan lain terjadi dalam tahun-tahun pertama pada pelaksanaan tranplantasi hati. Tranplantasi hati yang benar-benar berhasil baru dicapai pada akhir tahun 1967 yang juga dilakukan oleh Starzl(3,12). Pada tahun 1970 dengan memakai obat imunosupresi yang terdiri dari steroid dan azathioprine angka keberhasilan tranplantasi masih sangat rendah sekitar 15 % pada follow up 1 tahun. Sampai tahun 1983 tranplantasi hati masih berstatus eksperimental, dan setelah ditemukannya obat imunosupresi baru, merubah sejarah tranplantasi hati. Penemuan Siklosporin pada penelitian klinis yang dilaksanakan oleh Roy Calne dari University Cambridge London terjadi perubahan keberhasilan yang besar, survival rate dari 30% meningkat menjadi 70 %. Penemuan obat imuunosupresi yang baru seperti takrolimus dan interleukin -2 reseptor bloker telah mempercepat perkembangan kemajuan tranplantasi hati, dimana survival rate 1 tahun menjadi 85-90 % sedangkan untuk 5 tahun 65-75 %. Sejak tahun 1983 status tranplantasi hati sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal. Perbaikan selanjutnya terjadi pada tahun 1986 dengan penemuan antibodi monoklonal(3,12) 7

3.2 Perkembangan obat-obat imunosupresi Perkembangan tranplantasi hati dari tahap operasi eksperimental pada manusia menjadi tingkat operasi bedah rutin, terutama disebabkan oleh perkembangan yang sangat pesat dalam obat siklosporin yang merupakan obat pertama dengan sistem imonosupresi selektif. Penggunaannya menyebabkan angka survival rate dari 30 % menjadi 70 %. Penemuan dan perkembangan siklosporin mempunyai andil yang sangat besar dalam kesuksesan tranplantasi hati(3). Tabel 2. Riwayat penggunaan obat-obat imunosupresif(3)

Pemberian obat imonosupresi pada tranplantasi hati dibagi dalam pentahapan: permulaan atau disebut juga induksi, mempertahankan dan pengobatan rejeksi akut serta kronik. Fase induksi merupakan fase segera sesudah implantasi dan reperfusi alograft. Biasanya saat itu dipergunakan obat imunosupresi dengan dosis tinggi, untuk menghasilkan keadaan non responsif imunologik atau imonoparalisis yang biasa mencegah early cell mediated rejection. Transisi fase ini ke fase manitenance biasanya berjalan perlahan-lahan dan dimulai sebelum keluar rumah sakit. Pemberian awal pengobatan imunoterapi didasarkan kepada kombinasi dosis tinggi glukokortikoid dan calcineurin-inhibitor ( siklosporin, takrolimus ) yang akan menlindungi terhadap kejadian rejeksi seluler akut. Inhibitor calcineurin merupakan dasar penggunaan manitenance 8

imonosupresif dan merupakan era baru dalam tranplantasi organ solid. Dengan munculnya takrolimus pemakaian siklosporin berkurang, jika fungsi graft berjalan dengan baik tanpa adanya penolakan, maka upaya diusahakan untuk mengurangi dosis obat- obat imunosupresi(3). 3.3 Perkembangan tehnik operasi baru Tantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu, jumlah ini diperbesar dengan adanya kasus yang kambuh setelah tranplantasi hati, terutama kekambuhan oleh karena hepatitis C. Isu yang sangat penting kedepan akan terpusat kepada penggunaan yang efektif donor kadaver yang tersedia. Termasuk disini adalah evaluasi kembali yang seksama terhadap kriteria seleksi untuk mengatasi keseimbangan diantara kebutuhan medik dan kemungkinan keberhasilan tindakan tranplantasi(3,6). Perkembangan awal obat imunosupresif juga diikuti oleh perkembangan teknik operasi tranplantasi hati dimulai dengan tranplantasi hati ortotopik yang bermula masih berstatus eksperimental sampai tahun1983, dimana kemudian ditetapkan sebagai cara pengobatan yang definitif untuk kasus penyakit hati berat. Perbaikan para penderita penerima tranplantasi dengan tranplantasi ortotopik menyebabkan daftar para calon penerima tranplantasi sangat bertambah padahal donor tidak bertambah dengan cukup. Hal ini telah diperlihatkan dengan data United Network for Organ Sharing (UNOS) yang melaporkan sejumlah 14.709 terdaftar untuk tindakan tranplantasi hati di Amerika Serikat pada tahun 1999, tetapi hanya terdapat 4.527 donor hati kadaver(3,6). Saat ini jumlah angka kematian calon penerima tranplantasi hati menjadi lebih banyak terjadi dalam masa penungguan diandingkan dengan angka kematian yang terjadi pasca tranplantasi selama kurun waktu satu tahun. Hal ini tersebut merangsang timbulnya inovasi baru untuk memaksimalkan penggunaan organ donor. Pada penderita anak atau dewasa kecil telah dikembangkan 3 prosedur baru. Pada prinsipnya adalah bahwa sebagian hati dimana sistem percabangan pembuluh darah, saluran empedu, sistem pengaliran venanya dan dengan sel-sel hatinya yang masih cukup baik dianggap akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai seluruh organ(13). 9

Dengan demikian menjadi sangat penting adalah masalah pengembangan teknik baru tranplantasi hati dengan mempergunakan donor yang dikurangi ukuran besarnya yang berasal dari kadaver. Bismuth pada tahun 1984 dalam menghadapi kekurangan donor pediatrik melaksanakan tranplantasi dengan mengurangi ukuran besar donor hatinya dan juga dikembangakannya split liver tranplantation (SLT)(13). Selanjutnya juga para dokter mengupayakan donor hati hidup. Tranplantasi hati dengan donor hidup dimulai sejak tahun 1997. Tranplantasi dilaksanakan dengan memakai donor hati lobus kanan yang diberikan pada resipien. Walaupun cara ini sudah merupakan standar terapi bagi anak, namun pada orang dewasa mAsih bersifat kontroversial. Namun sekarang tehnik ini telah mencapai jumlah5% dari tranplantasi yang dilakukan pada orang dewasa(14).

Gambar 2. Tranplantasi dari donor hidup(5)

10

Pada tahun 1989 operasi tranplantasi hati pertama dari donor hidup berhasil dilaksanakan dimana selanjutnya hasilnya sama dengan organ donor kadaver dan terdapat beberapa keuntungan dengan pengunaan donor hidup seperti seleksi donor lebih ideal, perencanaan program lebih seksama secara efektif, masa persiapan resipien yang lebih maksimal dan masa iskemia dingin yang pendek. Namun masalah yang penting adalah keamanan donor dan ukuran hati donor lebih kecil dan mungkin kurang baik bagi resipien. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan operasi SLT. Dengan tehnik ini dimungkinkan penambahan pool donor cadaver. Pirchmayr mempublikasikan pertama kali pengalaman kliniknya dengan SLT, sedangkan Broelsch melaporkan kasus-kasusnya pada tahun 1990. Pengalaman pada awal-awalnya mengecewakan sehingga pada mulanya kurang bisa diterima. Secara berangsur-angsur hasil-hasil operasinya menjadi lebih baik dalam 10 tahun terakhir ini. Sekarang cara ini sudah diterima sebagai cara operasi alternatif dengan hasil yang lebih sama baiknya(15) 3.4 Indikasi dan evaluasi untuk tranplantasi pada orang dewasa(16) Rujukan dini pada pasien yang memerlukan tranplantasi hati sangat menentukan keberhasilan proses tanplantasi tersebut. Ada tiga kriteria umum resipien yang akan dilakukan tranplantasi hati, yaitu: 1. Tidak ada tindakan operasi maupun pengobatan medik yang dapat memperpanjang harapan hidup pasien 2. Tidak ada komplikasi penyakit hati kronis yang menyebabkan peningkatan risiko operasi atau kontraindikasi dilakukannya tranplantasi hati. 3. Adanya pengertian dari pasien dan keluarganya tentang konsekuensi tranplantasi hati meliputi risiko, keuntungan, dan biaya yang diperlukan. Ada empat macam katagori penyakit hati yang diindikasikan untuk dilakukan tranplantasi hati yaitu(16): 1. Penyakit hati kronik irreversibel oleh sebab apapun 2. Keganasan hati non metastatik 3. Gagal hati fulminan 4. Gangguan metabolisme herediter 11

Sekarang seorang penderita penyakit hati akut maupun kronik dimana dia tidak dapat lagi mempertahankan kualitas kehidupan yang normal karena fungsinya yang buruk dan yang bisa berakibat membahayakan kehidupannya, harus dipertimbangkan sebagai kandidat tranplantasi hati. Penderita seperti ini sudah harus direncanakan untuk pertimbangan kapan dievaluasi untuk tranplantasi hati dan selanjutnya dijadwalkan untuk menjalani tranplantasi hati. Yang paling utama adalah kapan saat yang diperlukan terapi operasi tranplantasi diperlukan sesudah semua upaya dan cara pengobatan yang selektif lainnya telah dicoba. Pertanyaan yang penting juga adalah apakah pasien merupakan kandidat yang tepat untuk tindakan tranplantasi hati(7). Beberapa kriteria telah dipergunakan untuk menilai prognosis penyakit hati seperti: klasifikasi kriteria Child-Turcoaate Pugh (CTP), kriteria model prognosis penyakit hati tahap akhir model for end stage of liver disease (MELD), atau adanya keadaan dan kondisi yang kurang baik sebagai akibat komplikasi spesifik sirosis terhadap harapan hidup pasien. Salah satu contoh kriteria yang sangat sering di pergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit adalah sistem skor CTP. Seorang penderita dinyatakan mempunyai klas A jika ia mempunyai skor kurang dari 7, klas B jika skor berkisar 7-9 dan termasuk klas C jika ia mempunyai nilai yang lebih dari 10 poin. Untuk kepentingan masuk dalam daftar tunggu untuk tindakan tranplantasi penderita harus mempunyai skor 7 atau klas B menurut Child. Tabel 3. Child-Pugh score(17)

12

Pada saat ini sistem skor CTP tidak lagi merupakan dasar utama untuk alokasi organ, karena sekarang harus didasarkan juga pada MELD skor(7). Freeman pada tahun 2004 dalam suatu penelitiannya mendapatkan bahwa terjadi peningkatan pasien-pasien yang akan menjalani tranplantasi hati sebesar 10 % dan terjadi penurunan angka kematian pasien-pasien yang menjadi daftar tunggu tranplantasi hati sebesar 4 % setelah MELD skor digunakan untuk menentukan pasien-pasien yang menjalani tranplantasi hati(8). Sistem alokasi organ yang baru yang dipakai oleh Procurement Tranplantation Network pada tahun 2002 didasarkan terutama pada beratnya keadaan penyakit hati yang dinilai dengan cara model MELD dan Pediatric End-Stage Liver Disease (PELD) pada setiap kasus dengan penyakit hati kronik. Skor MELD didasarkan kepada 3 variabel: serum bilirubin, serum kreatinin, INR dan dibuktikan baik secara retrospektif maupun prospektif mempunyai nilai prediksi yang tinggi angka kematian penderita penyakit hati menahun dalam 3 bulan. Demikian pula sistem skor PELD merupakan model untuk kasus pediatrik(18). 3.5 Kriteria minimal calon tranplantasi hati dan faktor prediksi keberhasilan operasi Kriteria minimal untuk para calon kasus tranplantasi hati telah disusun oleh American Society of Liver Tranplantation dan AASD yang terdiri dari(9) 1. Kebutuhan yang segera untuk tranplantasi hati 2. Perkiraan masa hidup 1 tahun < 90% 3. Score Child-Pugh > 7 ( klas B dan C ) 4. Perdarahan hipertensi portal atau kejadian spontaneus bakterialis peritonitis dapat langsung menjadi kriteria untuk kasus tersebut untuk menjadi calon tranplantasi hati dan tidak perlu berhubungan dengan skor Child-Pugh Perkiraaan akan keberhasilan operasi sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Perlu penilaian seksama dan lengkap terhadap penderita calon tranplantasi yang dilakukan pada suatu pusat tranplantasi hati. Perlu diperiksa apakah penderita calon tranplantasi dapat berhasil menjalani operasi dan dapat mengatasi penggunaan obat-obatan yang kompleks sesudah tindakan tranplantasi. Adakah keadaan yang akan menjadi penyulit pasca operasi seperti penyakit pembuluh darah koroner dan lain-lain. 3.6 Kontraindikasi tranplantasi hati 13

Kontraindikasi untuk tranplantasi hati menjadi sangat kurang seiring dengan kemajuan tranplantasi hati. Adanya kombinasi keadaan infeksi lokal atau infeksi sistemik laten potensial akan muncul dan ber manifestasi di luar sistem hepatobilier seperti peritonitis, pneumonia, atau bakteremia dan kebutuhan pemberian obat imunosupresif pasca operasi akan menempatkan penderita pada posisi yang sulit. Hal ini bisa menimbulkan keadaan dengan kemungkinan terjadinya infeksi yang bersifat fatal, sehingga kesuksesan tranplantasi hati terancam(19,20). Kontraindikasi untuk tranplantasi hati adalah para penderita sirosis yang masih terkompensasi, keganasan diluar hati dan sistem bilier, infeksi ekstrahepatik yang berat dan tidak terkontrol, penyakit kardiopulmoner yang lanjut, kegagalan sistem multi organ, pengguna obat-obatan terlarang, dan kelainan anatomi yang tidak memungkinkan dilakukan prosedur tranplantasi hati. Kebanyakan tranplantasi hati dilaksanakan dengan mempergunakan seluruh hati utuh yang berasal dari hati kadaver dan diletakkan dalam posisi ortotopik. Seluruh hati yang lama diangkat karenanya disebut teknik tersebut sebagai tranplantasi ortotopik. Adapula tanplantasi heterotopik dimana hati donor disisipkan kepada hati yang lama dan tidak dibuang. Teknik terakhir ini dilakukan pada penderita dengan kegagalan hati fulminan. Diharapkan bahwa hati yang sakit masih mungkin mengadakan regenerasi. Dewasa ini keadaan yang diterima sebagai kontra indikasi absolut untuk tindakan tranplantasi dibanyak pusat adalah apabila terdapat infeksi HIV, PBS atau keadaan infeksi berat lainnya. Keadaan lainnya yang bisa menjadi kontraindikasi absolut adalah: penyakit kardiovaskuler yang lanjut, manifestasi keganasan ekstrahepatik lainnya, peminum alkohol, atau pengguna obat atau pada keadaan dimana penderita tersebut tidak dapat memakai obat-obatan imunosupresi(19,20).

Tabel 4. Kontraindikasi tranplantasi hati(16) 14

3.7 Komplikasi(16) Selama dan setelah dilakukan tranplantasi dapat terjadi komplikasi pada resipien yang meliputi: 1. Komplikasi berkenaan dengan prosedur Meliputi infeksi, hernia, granuloma pada jahitan fasial, limfokeles, perdarahan, trombosis, stenosis, peritonitis, localized bile collection dan psedoaneurisma. 2. Kegagalan graft perioperatif Kecepatan retranplantasi pada 3 bulan pertama pasca pembedahan mencapai 10-20%. Ada empat alasan utama penyebab kegagalan ini: a. Tehnik operasi yang tidak sempurna b. Penyakit hati yang tidak diketahui pada donor hati c. Iskemia jaringan graft d. Rejeksi 3. Komplikasi non teknis Tiga penyebab utama komplikasi ini meliputi hipertensi, infeksi, dan rejeksi.

3.8 Penatalaksanaan jangka panjang setelah tranplantasi hati.

15

Saat ini banyak para penderita pasca operasi tranplantasi hati yang mencapai lebih dari 5 atahun, bahkan banyak pula yang lebih dari satu dekade. Para penderita tersebut menikmati hidupnya dengan hati yang baru dan dengan fungsi hati yang normal. Namun demikian bisa juga terjadi berbagai kelainan metabolik dan medik yang harus segera ditegakkan diagnosisnya dan diberikan pengobatan. Keadaan seperti hiperlipidemia, kegemukan, diabetes melitus, gangguan fungsi ginjal, hipertensi, penyakit tulang dan sindroma neuropsikiatrik akan merupakan penyulit yang mungkin dihadapi para penderita dan keadaan tersebut harus dicegah kejadiaanya. Secara umum perlu diperhatikan hal-hal seperti dibawah ini. Upaya pencegahan secara umum seperti imunisasi, skrining untuk proses keganasan, menghindarkan terhadap faktor risiko kejadian kearah aterosklerosis, memperhatikan diet dan pencegahan dengan antibiotika(20).

16

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 1. Transplantasi hati adalah suatu proses penggantian hati yang rusak dengan hati yang masih sehat pada pasien dengan penyakit hati akut ataupun kronik yang mengalami kegagalan fungsi 2. Tranplantasi hati saat ini sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal 3. Penemuan obat-obatan imunosupresi yang baru telah membawa perubahan yang besar dalam keberhasilan tranplantasi hati. 4. Tantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dengan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu. 5. Child-TurcoaatePugh (CTP) dan Model for end stage of liver disease (MELD) skor merupakan kriteria yang sering dipakai dalam menentukan calon tranplantasi hati. 4.2 Saran Seorang penderita penyakit hati akut maupun kronik dimana dia tidak dapat lagi mempertahankan kualitas kehidupan yang normal karena fungsinya yang buruk dan yang bisa berakibat membahayakan kehidupannya, harus dipertimbangkan sebagai kandidat tranplantasi hati

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Yersiz

H,

Cameron

AM,

Carmody

I,

et

al.

Split

liver

transplantation. Transplant Proc. 2006;38(2):602603 2. Cardenas A, Gines P, Management of complications of cirrhosis in patients awaiting liver transplantation, J Hepatol (2005);42: S124S133. 3. Sulaiman A. Tranplantasi hati. Dalam buku ajar ilmu penyakit hati. Editor Sulaiman A dkk. Edisi pertama. Jayabadi.Jakareta.2007:581-89. 4. Kementerian komunikasi dan informatika Republik Indonesia. Tim dokter RSCM berhasil transplantasi hati pertama di Indonesia diakses dari http://www.depkominfo.go.id 5. American society of transplantation. Living donor liver transplantation diakses dari http://www.a-s-t.org/files/pdf/patient_education/english/ 6. Annual report of the US scientific registry for organ tranplantation and the organ procurement and tranplantatation network. richmont: United Network for Organ sharing,2000. 7. Saab S, Han SH, Martin P. Liver tranplantation. Selection, listing Criteria and preoperatif management in advances in liver tranplantation. In Clinics in liver disease.2000:513-32. 8. Freeman, R.B. et al. United Network for organ sharing organ procurement and transplantation network liver and transplantation committee: Results of the first year of the new liver allocation plan. Liver Transplantation 10(1): 7-15. January 2004. 9. Lucey MR, Brown KA, Everson GT et al: minimal criteria for placement of adults on the tranplants waiting list: a report of national confrence organized by American Society of transplant physicians and American Association for the study of the liver. Liver transplant surg 1997: 628-37 10. Wilsom LM, Lester LB. Hati saluran empedu dan pankreas. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Wijaya C. Buku 1 edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC.1995: 426-63. 18

11. Wikipedia. Hati. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hati 12. Wikipedia.Liver tranplantation.Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/livertranplantation 13. Broelsch CE, Whiting PF, Emont JC et al. Liver tranplantation in children from living related donors: surgical techniqus and results. Ann Surg 1991;214:428-439. 14. Brown, Russo MW, Lai M. Survey of liver tranplantation from living adult donors in the USA,2003:818-25 15. Pichlmayr R, Ringe B, Gubernatis B: Tranplantation of a donor liver to 2 recipients (splitting tranplantation)- a new method in the further development of segmental liver tranplantation. Langenbecks arch cir 1998:127-30 16. Nusi IA. Tranplantasi hati. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid I edisi V. Interna publishing. Jakarta:753-56. 17. Wikipedia. Child pugh score. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Childpugh-score. 18. Fattovich G, Giustina G, degos F et al. Morbidity and mortality in compensated cirrhsos type C: a retrospective follow up study in 384 patient. Gastroenterology,1996:463-472. 19. Trotter, Brimhall, Arjal B et al. Spesific laboratory metthodologies achieve higher model for endstage liver disease (MELD) scores for patient listed for liver tranplantation. Liver transpl 2006:995-1000. 20. Keefe EB. Liver tranplantation at the milennium. Past, present and the future. In: hepatology: A century of progres. In clinics in liver disease,2000:241-55.

19

You might also like