Professional Documents
Culture Documents
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan salah satu bagian dari propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi dibanding dengan empat daerah lainnya, yaitu kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul dan Sleman (Anonim, 2001). Di wilayah tersebut banyak didirikan industri. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, banyaknya industri, serta kepadatan lalu lintas di daerah tersebut mampu menghasilkan limbah dengan jumlah lebih banyak yang akan terbuang ke lingkungan. Secara geografis, aliran sungai Gajahwong melewati daerah industri dan daerah padat penduduk di sisi sebelah timur kota Yogyakarta. Sebagian limbah hasil aktivitas industri dan rumah tangga tersebut dibuang secara langsung ke sungai Gajahwong. Sebagai gambaran, terdapat lebih dari 73 tempat pembuangan sampah, dimana 97% nya merupakan pembuangan dengan kategori sedang sampai banyak. Artinya, produksi sampah di sepanjang daerah ini sangat besar dan sebagian besar berasal dari warga sekitar. Akibat dari banyaknya titik-titik pembuangan sampah yang ada maka tidak mengherankan bila kualitas air sungai di Gajahwong mengalami penurunan. Secara fisik, kualitas air sungai Gajahwong mungkin sudah mulai terlihat dengan indikasi perubahan warna, bau, kekeruhan dan sebagainya. Namun secara laboratoris kualitas air ini harus lebih di teliti lagi sesuai dengan paramater-parameter untuk mengukur kualitas air seperti: suhu, tingkat keasaman (pH), viskositas, densitas (berat jenis), tegangan muka, kandungan logam timbal, kandungan logam besi, logam krom, dan jumlah bakteri Eschericia coli. B. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sungai Gajahwong setelah melewati kota Yogyakarta dan mengkaji upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran sungai Gajahwong. Adapun parameter yang diamati adalah warna, bau, tingkat kekeruhan, suhu, pH, viskositas, densitas, tegangan muka, kandungan logam timbal, kandungan logam besi, logam krom, dan jumlah bakteri E.coli.
II.
A.
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan sampel yaitu di dua titik. Titik pertama (disebut daerah hulu) yaitu sungai Gajahwong yang berada sebelum memasuki kota Yogyakarta, sedangkan titik kedua (dinamakan hilir) yaitu setelah melewati kota Yogyakarta.
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
MULAI
PENGAMBILAN SAMPEL AIR SUNGAI SETIAP HARI KAMIS SELAMA LIMA MINGGU
B.
Tahapan Penelitian
H LU: U Pagi Sore H ILIR : Pagi Sore
Debit Sungai W arna Dan Bau Kekeruhan Densitas Viskositas NILAI pH Kadar Pb, Fe, Cr J um E: coli lah
Debit Sungai W arna Dan Bau Kekeruhan Densitas Viskositas NILAI pH Kadar Pb, Fe, Cr J um E: coli lah
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) USULAN Tania Edna Bhakty Pengelolaan SDA
SELESAI
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Sungai Gajahwong yang melewati sisi timur kota Yogyakarta banyak mengandung limbah organik dan anorganik. Pembusukan limbah organik menghasilkan bau yang menyengat dan warna kekuningan. Di daerah hilir sungai mengandung limbah logam timbal, krom dan besi yang telah melebihi baku mutu air bersih. Perbandingan kualitas air sungai Gajahwong bila dibandingkan dengan baku mutu air bersih disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Warna, Bau, Tingkat Kekeruhan, pH, Suhu, Tegangan Muka, Viskositas, Densitas, Kandungan Logam Timbal, Kandungan Logam Besi, Kandungan Logam Krom dan Kandungan Bakteri E. coli Dengan Baku Mutu Air
No. 1. Parameter Waktu Pagi Warna Sore Pagi 2. Bau Sore Pagi Sore Pagi 4. pH Sore Pagi 5. Suhu (oC) Sore Tegangan muka (Ns/m2) Viskositas Pagi Sore Pagi Lokasi Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Nilai Bening Coklat kekuningan Bening Coklat kekuningan Tidak berbau Berbau Tidak Berbau Berbau 0,0016 0,0214 0,0328 0,0566 6,86 6,88 6,94 6,84 28,56 28,68 29,28 29,30 0,1336 0,1456 0,1406 0,1456 1,0476 Baku Mutu Tidak berwarna
Tidak berbau
3.
Tingkat kekeruhan
6,5 9,0
10 - 25
6. 7.
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
No.
Parameter (Pa)
Waktu Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore
Lokasi Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir Hulu Hilir
Nilai 1,1304 1,0530 1,1650 1,0016 1,0422 1,0234 1,0646 0,1316 0,2552 0,1302 0,1944 0,0000 0,5376 0,1596 1,0580 0,0286 0,0576 0,0194 0,0288 4,6 13,2 3,2 14,6
8.
Densitas (g/ml)
9.
Kandungan Pb (ppm)
< 0,005
10.
Kandungan Fe (ppm)
0,2
11. 12.
0,05
Pada tabel tersebut tertera empat parameter yang diteliti yang belum memiliki baku mutu yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang, yaitu parameter tingkat kekeruhan, viskositas, densitas dan tegangan muka. Parameter tersebut terutama ditentukan oleh jumlah materi terlarut maupun tersuspensi. Semakin tinggi materi di dalam air sungai akan meningkatkan nilai empat parameter di atas. i. Tingkat Kekeruhan, Warna dan Bau Kekeruhan air sungai Gajahwong di daerah hulu mendekati nol (hampir sama dengan akuades), sedangkan tingkat kekeruhan air sungai di daerah hilir lebih tinggi. Air sungai daerah hulu juga tidak berbau, sedangkan di daerah hilir berbau. Baik tingkat kekeruhan dan bau air sungai Gajahwong sangat dipengaruhi oleh zat yang ada di dalamnya baik sebagai zat terlarut maupun sebagai zat terdispersi (zat tidak terlarut). Bila dilihat dari warna dan bau air sungai sebelum melewati kota Yogyakarta menunjukkan bahwa air sungai di bagian hulu sungai kelihatan jernih dan sama sekali tidak berbau, kecuali pada pengambilan sampel hari pertama pada sore hari yang menunjukkan berwarna coklat. Kondisi pengambilan sampel saat itu dalam keadaan hujan deras, sehingga banyak lumpur yang terbawa air hujan masuk ke sungai. Kondisi air sungai Gajahwong di sebelah hilir berwarna keruh kekuningan. Hal ini disebabkan masuknya limbah rumah tangga maupun limbah industri yang ada di kota Yogyakarta. Limbah bahan pencuci (sabun, deterjen), minyak, dan bahan pencemar lainnya yang dihasilkan di kota Yogyakarta sebagian masuk ke sungai Gajahwong. Kekeruhan air sungai di daerah hilir sangat tinggi ketika pengambilan sampel pada hari pertama sore hari karena pengambilan sampel disertai dengan hujan deras seperti pengambilan sampel di daerah hulu sungai. Dalam kondisi debit air sungai yang tinggi mampu melarutkan maupun menghanyutkan materi yang ada pada alur sungai Gajahwong. Semakin tinggi jumlah materi yang terkandung di dalam air sungai akan menaikkan nilai absorbansi air sungai Gajahwong. Selain tingkat kekeruhan meningkat, bau yang menyengat juga terjadi di sungai Gajahwong. Bau menyengat dihasilkan baik dari pembusukan bahan-bahan organik, limbah industri yang berbau maupun penguraian urea yang terkandung dalam air kencing yang dihasilkan oleh manusia maupun hewan. Perombakan zat
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
organik menghasilkan gas amoniak (NH3) maupun gas hidrogen sulfida (H2S) yang berbau menyengat. Gas itu dihasilkan dari perombakan protein yang terdapat dalam materi organik. Protein mengandung unsur nitrogen dan sulfur yang terurai oleh aktivitas mikroorganisme menghasilkan gas yang berbau. Selain itu peruraian urea juga menghasilkan gas NH3 yang berbau menyengat. Tingkat kekeruhan air sungai ini belum dapat memberikan gambaran mengenai tingkat bahayanya bagi manusia. Kondisi air sungai yang keruh dan berbau memerlukan perlakuan khusus agar dapat dimanfaatkan sebagai air bersih oleh masyarakat sesuai dengan baku mutu air yang telah ditetapkan. ii. Tingkat Keasaman dan suhu Tingkat keasaman air sungai Gajahwong mendekati pH netral (pHnetral = 7,0). Penurunan tingkat keasaman air sungai Gajahwong terutama disebabkan kandungan limbah organik dalam air sungai. Zat organik seperti lemak, protein, minyak dan sampah tumbuh-tumbuhan terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa karbon yang lebih sederhana. Lemak dan minyak yang berupa ester gliserol bila terurai menghasilkan asam lemak. Protein juga dapat terurai membentuk asam amino. Oksidasi terhadap senyawa-senyawa organik itu secara sempurna akan menghasilkan gas karbon dioksida dan air. Gas karbon dioksida di dalam air akan membentuk asam karbonat. Asam lemak, asam amino, maupun asam karbonat yang terbentuk mampu menurunkan tingkat keasaman air sungai. Bila ditinjau dari suhu air sungai Gajahwong menunjukkan suhu hampir sama antara suhu air sungai di hulu dengan suhu di hilir. Kenaikan suhu air sungai dapat disebabkan adanya pembuangan limbah cair yang bersuhu panas dari industri maupun limbah rumah tangga serta akibat dari panas sinar matahari. Selain itu kenaikan suhu juga dapat disebabkan oleh energi panas yang dilepaskan dari perombakan senyawa organik yang ada dalam air sungai. Perombakan limbah organik selain dapat menurunkan tingkat keasaman air sungai juga dapat melepaskan panas yang mampu menaikkan suhu air sungai. iii. Viskositas, Densitas dan Tegangan Permukaan Zat terlarut dapat merubah besarnya viskositas, densitas maupun tegangan muka air sungai Gajahwong. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa besarnya viskositas, densitas maupun tegangan muka air sungai Gajahwong dari hulu sangat rendah. Semakin tinggi zat pencemar yang terlarut dalam air sungai Gajahwong akan meningkatkan viskositas, densitas maupun tegangan muka air sungai. Rendahnya harga parameter tersebut pada daerah hulu sungai Gajahwong sebelum memasuki kota Yogyakarta menunjukkan bahwa air belum tercemar, namun nilai tersebut mengalami peningkatan tajam pada daerah hilir sungai Gajahwong setelah melewati kota Yogyakarta.
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Selain logam timbal, air sungai Gajahwong juga mengandung logam besi dengan konsentrasi jauh lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan bahwa kandungan besi dalam air sungai Gajahwong dengan kadar rerata di daerah hulu 0,537 dan di hilir 1,058 yang jauh lebih tinggi dari baku mutu air (0,2 mg/l), sehingga air sungai itu harus mengalami pengolahan lebih dulu bila akan digunakan. Ion besi yang terlarut di dalam air sungai Gajahwong berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari alam juga dari limbah rumah tangga dan pabrik.
Untuk memanfaatkan air sungai sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan, maka air sungai Gajahwong memerlukan pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan dapat dilakukan untuk menghilangkan zat-zat tersuspensi secara fisik, kandungan zat kimia, maupun kandungan mikroorganisme baik yang bersifat patogen maupun nonpatogen. Masyarakat harus mengetahui bahwa air yang jernih belum tentu sehat bila ditinjau dari kandungan zat kimianya, karena banyak ion logam terlarut yang memiliki toksisitas tinggi, namun tidak merubah bau serta warna terhadap zat pelarutnya. Untuk menghasilkan air sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan, maka diperlukan empat tahap penjernihan air, yaitu : i. Pengendapan secara fisik
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Materi tertentu yang tersuspensi dalam air dapat mengendap akibat gaya gravitasi bumi secara alami. Proses pengendapan ini memerlukan waktu yang berbeda-beda tergantung dari berat jenisnya. Materi yang memiliki berat jenis besar akan lebih mudah mengendap, seperti pasir dan tanah, sedangkan materi yang memiliki berat jenis lebih rendah akan mengendap lebih lambat. ii. Pengendapan secara kimia Materi yang memiliki berat jenis rendah akan sulit mengendap, sehingga diperlukan zat kimia sebagai koagulan yang dapat menggumpalkan materi yang terdispersi. Setelah terjadi koagulasi maka zat pencemar akan mengendap bersama koagulan. Zat kimia yang sering digunakan adalah tawas. iii. Biosorspsi secara biologis Bila air sungai masih banyak mengandung logam berbahaya maka perlu dilakukan treatment menggunakan mikroba untuk mengeliminasi kandungan logamnya. Mikroba yang digunakan harus tidak patogen. Beberapa jenis mikroba terbukti mampu membiosorpsi ion logam dalam larutan. Sel-sel mikroorganisme yang mengandung logam berat akan mengendap bersama lumpur lainnya sebagai sludge. Bila logam pencemar itu akan dimanfaatkan lagi, maka mikroba yang mengandung logam dibakar dalam tungku tertutup, kemudian hasil pembakaran dilarutkan dalam air. Ion logam yang terlarut dielektrolisis, sehingga akan mengendap pada kutub negatif. iv. Membasmi mikroba patogen dan nonpatogen Mikroorganisme yang tersisa dalam air baik yang berbahaya maupun tidak berbahaya harus dihilangkan. Langkah ini dapat dilakukan dengan pemberian kaporit maupun penyinaran dengan sinar ultra violet. Penyinaran ini menggunakan biaya yang relatif lebih mahal, sehingga biasa digunakan kaporit. Kaporit bila terkena air akan melepaskan gas klor. Gas ini bersifat mengelantang, sehingga akan membunuh Batas W ilayah Sungai semua mikroba yang ada dalam air. Gas klor yang ada dalam air dapat dihilangkan dengan mudah melalui perebusan.
C.
Pengelolaan atau manajemen merupakan proses pencapaian tujuan dan sasaran dari suatu organisasi dengan cara yang efisien dan efektif melalui perancangan (designing) pengorganisasian, kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling) pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki organisasi tersebut Aset Sarana dan Aset Sum berdaya Aset Sum berdaya Air (Malano dan Hofwegen, 1999).
Prasarana Fisik Manusia
Identifikasi tingkat prioritas pem ecahan m asalah Dan pengem bangan aset
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Prioritas pem ecahan m asalah Dan Prioritas pengem bangan aset
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Gambar 3. Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan dan Potensi Sungai Manajemen sumberdaya air sangat diperlukan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya air dan secara global menanggulangi krisis air yaitu berupa kelangkaan air (water scarcity), kualitas air (water quality), dan bencana berkaitan dengan air (water-related disaster). Identifikasikonteks pengelolaan sungai Gajahwong, Dalam Kebutuhan aset sungai Gajahwong yang perlu dikelola terdiri dari aset fisik sungai, aset sumberdaya air serta aset sumberdaya manusia dan kelembagaan, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 3. Initiatif proses perencanaan (pemerintah) Gambar 4 merupakan proses perencanaan pengelolaan sungai. Proses perencanaan didahului dengan permintaan masukan dari komisi sungai, komisi Institusi penasehat dan masyarakat oleh institusi perencanaan yang berwenang dalam Perencanaan Yang pengelolaan aset sungai. Berdasarkan masukan-masukan tersebut kemudian Berwenang dirumuskan tujuan/sasaran pengelolaan aset dan dilakukan evaluasi terhadap 2 kendala yang mungkin terjadi dalam mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai Tujuan/sasaran 9 1/8 9 tujuan/sasaran selanjutnya dibuat sistem pengumpulan 1/8 data dan informasi dari instansi terkait yang mendukung pengelolaan aset sungai, selanjutnya dari data dan informasi tersebut diformulasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan untuk mencapai 3 tujuan/sasaran yang diinginkan. Evaluasi
Komisi Sungai Kendala
4
Komite Penasehat
Partisipasi masyarakat
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Pemilihan Rencana 10 Tania Edna Bhakty Terbaik
Akhir proses perencanaan
11
Implementasi
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Gambar 4. Proses Perencanaan Pengelolaan Sungai Beberapa alternatif kegiatan yang dirumuskan kemudian dianalisis dari beberapa aspek yang meliputi aspek kuantitatif (analisis manfaat dan biaya), aspek semi kuantitatif (dampak lingkungan, sosial) dan aspek kualitatif (dampak ekologis penting). Berdasarkan hasil analisis tersebut maka akan diperoleh gambaran masingmasing kegiatan yang diusulkan baik dari segi pembiayaan, manfaat maupun dampak terhadap lingkungan. Hasil analisis tersebut kemudian dikonsultasikan dengan komisi sungai, komite penasehat dan masyarakat untuk mendapatkan masukan sebagai revisi sekaligus menentukan prioritasi kegiatan berdasarkan hasil analisis tersebut. Masukan dari komisi sungai, komite penasehat dan masyarakat kemudian dijadikan dasar oleh instansi perencana yang berwenang untuk merevisi alternatif kegiatan yang diusulkan. Hasil revisi alternatif kegiatan yang diusulkan kemudian diinformasikan kepada komite penasehat dan masyarakat untuk diketahui dan diserahkan kepada komisi sungai untuk diputuskan alternatif kegiatan yang mana saja yang akan diimplementasikan. Setelah alternatif kegiatan disampaikan ke komisi sungai kemudian komisi sungai memutuskan alternatif kegiatan yang mana saja yang akan dipilih sebagai kegiatan yang terbaik untuk dilaksanakan. Hasil pemilihan rencana terbaik selanjutnya diimplementasikan oleh pengelola aset sungai yang berwenang.
D.
Kondisi sungai Gajahwong yang telah mengalami pencemaran terutama di bagian hilir menunjukkan bahwa perlu adanya pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Adapun pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu :
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah. b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi. c. Wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Upaya yang perlu dilakukan untuk menangani permasalahan kualitas air adalah dengan mengolah limbah terlebih dahulu. Organisasi yang menanganinya juga merupakan suatu tantangan besar. Kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan kualitas air saat ini harus juga memasukkan upaya pengelolaan kualitas air disamping untuk pengendalian polusi. Standarisasi dalam berbagai undang-undang yang baru perlu dilihat berkaitan dengan otoritas tanggung jawab setempat (pemerintahan pada tingkat nasional, propinsi atau kabupaten). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penetapan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan kulitas air memberikan kebebasan dan tergantung pada kapasitas dan tingkat pengetahuan dari masing-masing penyelenggara administrasi setempat berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian polusi, khususnya di tingkat kabupaten. Hal inipun menunjukkan perlunya pembentukan suatu institusi pengelola yang terpadu, yang mampu menyelenggarakan pengelolaan kualitas air secara lintas kabupaten dan lintas propinsi. Pengelolaan sumber daya air yang serba kompleks yang menyangkut kepentingan banyak sektor memerlukan dukungan system kelembagaan yang kuat dan terstruktur. Ditinjau dari segi fungsi-fungsinya, sistem kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya air secara garis besar dapat dipilah secara sederhana menurut fungsi yang terdiri atas lima unsur, yaitu (Hardjono, 2008) : a. Regulator atau Pemerintah, yaitu institusi pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah para pejabat yang berwenang menetapkan kebijakan/keputusan (misalnya di Daerah adalah : Gubernur, Bupati/Walikota dan para Kepala Dinas/Badan terkait yang menjadi sub ordinatnya). b. Operator, yaitu lembaga yang dibentuk dan berfungsi untuk melaksanakan operasi atau pengelolaan sehari-hari air,sumber air dan prasarana yang ada dalam suatu Wilayah Sungai, misalnya Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) ataupun Badan Usaha semacam Perum Jasa Tirta untuk pengelolaan air pada jaringan sumber-sumber air, Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah atau sekarang bernama Balai Pengelola DAS untuk pengelolaan DAS. Lembaga ini dibentuk oleh Regulator, dengan tugas utama menjalankan keputusan regulator dalam pelayanan sumber daya air kepada masyarakat. c. Developer, yaitu lembaga yang berfungsi melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana pengairan baik dari unsur pemerintah (misalnya Badan Pelaksana Proyek, BUMN, BUMD) maupun lembaga non pemerintah (investor). Peran lembaga ini, terutama diperlukan ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan atau kebutuhan air dengan kemampuan menyediakan air, misalnya dalam pembangunan bendungan dan pembangunan prasarana pengendali banjir atau jaringan irigasi. d. User atau Penerima manfaat, yaitu mencakup seluruh unsur masyarakat baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang mendapat manfaat langsung maupun tak langsung dari jasa pengelolaan sumber daya air. e. Wadah koordinasi, yaitu wadah koordinasi yang berfungsi untuk menerima, menyerap dan menyalurkan aspirasi dan keluhan semua unsur stakeholders. Wadah ini bersifat perwakilan yang bertugas menyampaikan masukan kepada regulator sekaligus menyiapkan resolusi dan rekomendasi penyelesaian masalah-masalah sumberdaya air. Keanggotaan badan ini tediri atas unsure pemerintah dan non pemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar keterwakilan.
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty
Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Sungai, Bandung, 29 Juli 2008
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan : 1. Warna air sungai Gajahwong sebelum melewati kota Yogyakarta tidak berwarna dan tidak berbau, sedangkan setelah melewati kota Yogyakarta berwarna kekuningan dan berbau. Tingkat kekeruhan, densitas, debit, kandungan logam besi, kandungan logam timbal, kandungan logam krom dan kandungan bakteri E. coli dalam air sungai Gajahwong pada posisi sebelum memasuki kota Yogyakarta jauh lebih rendah dibanding setelah melewati kota Yogyakarta. Parameter pH, suhu, tegangan muka, dan viskositas tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara air sungai sebelum dan sesudah melewati kota Yogyakarta. 2. Terdapat pengaruh aktivitas manusia di kota Yogyakarta dalam proses pencemaran air sungai Gajahwong, dimana air sungai di daerah hulu menunjukkan belum terjadi pencemaran, sedangkan di daerah hilir telah terjadi pencemaran. 3. Pola dan Rencana Pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai, artinya satu wilayah sungai mempunyai satu rencana pengelolaan, sesuai dengan azas One river, one plan, one integrated management. B. Saran
Usaha pencegahan pencemaran dapat dilakukan dengan cara tidak membuang sampah ke sungai serta pengolahan limbah rumah tangga dan limbah pabrik. Limbah cair dapat diolah di dalam IPAL, sedangkan limbah padat dapat diolah menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomis. Limbah padat organik dapat diolah membentuk gas yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pemanas. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2001, Peta Yogyakarta. Bogor : Bina Citra. Arif, S.S., A. Prabowo, A. Suprapto dan J. Kurniawan, 2007, Perencanaan Manajemen Aset Irigasi (PMA): Pengembangan Konsepsi dan Implementasinya di Indonesia, Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 1 tahun 2007. Benson, H.J. (1998). Microbiological Applications. Laboratory Manual in General Microbiology (Seventh Edition). New York : WCB McGraw-Hill. Darmono. (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : UI Press. Hardjono, S.S., (2008), Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Untuk Masa Depan, http://air/bappenas.go.id/modules/doc/pdf_download.php Malano.H.M and P.J.M van Hofwegen, 1999, Management of irrigation and drainage systems, A.A. Balkema/Rotterdam, The Netherland. 149.p Purnomo, E. (1985). Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta : Akademi Teknologi Kulit.
Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai (Kajian Kualitas Air Sungai Gajahwong Setelah Melewati Kota Yogyakarta) Tania Edna Bhakty