You are on page 1of 5

Akankah Amalku Diterima?

Dalam mengarungi lautan hidup ini banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah dalam hidup setiap orang. Diantara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat ia di dunia dan di akhirat. Namun diantara mereka tidak sedikit pula yang harus terkapar didalama kubang kegagalan di dunia dan akhirat karena hanya tidak mampu dalam menyingkirkan duri dan kerikil hidup tadi. Kerikil dan duri-duri hidup itu demikian banyak dan untuk menyingkirkannya jelas membutuhkan waktu yang sangat panjang dan butuh suatu pengorbanan yang tidak terhitung jumlahnya. Kita takut, jika seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah SWT. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan apakah ada orang yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama? Maka sebelum semua itu terjadi, sekarang kesempatan kita untuk menjawabnya dan berusaha untuk menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang baik kecuali harus kembali kepada agama kita dan bimbingan Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT telah menjelaskan didalam Al-Quran bahwa satu-satunya jalan adalah dengan beriman dan beramal. Allah SWT berfirman :

Allah SWT bersumpah dengan masa, menunjukkan waktu manusia yang kian berharga. Dengan waktu seseorang dapat memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shalih. Dengan waktu pula seseorang dapat terjerumus dalam perkara-perkara yang dimurkai Allah SWT. Empat perkara yang Allah sebutkan dalam ayat tersebut yaitu tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan akhirat. Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Iman adalah Ucapan dan Perbuatan Mengucapkan saya beriman, memang sangat mudah dan ringan diucapkan di mulut. Namun bukan hanya dengan itu iman seseorang dapat menjadi sempurna. Ketika seseorang memproklamirkan dirinya beriman, ia memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima.

Demikianlah tuntunan dari iman itu. Artinya, mengikrarkan keimanan berkonsekuensi untuk siap melaksanakan semua yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi semua yang telah dilarang-Nya baik itu berat ataupun ringan, disukai atau tidak. Konsekuensi iman banyak sekali macamnya. Kesiapan untuk menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada diatas ridha Allah SWT merupakan salah satu dari konsekuensi iman. Menerima apa yang telah diberitakan Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang perkaraperkara ghaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau itu merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syariat Allah SWT, mencintai serta membela mereka, juga merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian serta cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut juga merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri. Allah SWT berfirman didalam Al-Quran :

Rasulullah SAW juga bersabda :

Dari sini jelaslah penjelasan tentang iman adalah ucapan dan perbuatan. Artinya, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Serta memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan dimana konsekuensinya adalah amal. Amal Amal merupakan konsekuensi dari iman dan memiliki nilai yang positif dalam mengarungi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada didalamnya. Terlebih apabila seseorang itu menginginkan kebahagiaan yang hakiki. Allah SWT telah menjelaskan hal ini didalam Al-Quran :

Maka telah jelas melalui ayat ini Allah SWT menyerukan kepada hamba-Nya agar bersegera untuk menuju kepada amal kebajikan dan bersegera untuk mendapatkan kedekatan disisi Allah SWT serta bersegera pula untuk mendapatkan surga-Nya Allah SWT berfirman :

Rasulullah SAW juga bersabda :

Dari hadist yang tersebut banyak pelajaran yang dapat kita ambil didalamnya. Diantaranya, wajibnya untuk beramal shalih sebelum datang perkara-perkara yang akan menghalanginya. Fitnah di akhir zaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir satu fitnah, maka akan muncul fitnah-fitnah yang lainnya. Kalau begitu apakah dengan beramal dengan penuh keuletan saja dapat diterima amal kita? Apakah hanya cukup dengan banyaknya amal saja sehingga dapat bertambah keimanan kita? Syarat Diterimanya Iman Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar amal kita dapat diterima Allah SWT. Hal itu telah Allah SWT sebutkan sendiri dalam kitab-Nya dan Rasulullah SAW didalam hadistnya. Syarat itu adalah sebagai berikut : Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata karena Allah SWT. Allah SWT berfirman :

Rasulullah SAW bersabda :

Dari kedua dalil ini dapat kita ketahui bahwa syarat pertama untuk dapat diterima amal kita adalah ikhlas karena Allah SWT saja. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka tidak akan diterima oleh Allah SWT. Kedua, amal tersebut harus sesuai dengan sunnah (petunjuk) rasulullah SAW. Beliau bersabda :

Dari dalil-dalil diatas, para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah SWT adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan rasulullah SAW. Kalau salah satu dari keduanya tidak terpenuhi, maka tidak akan pernah diterima amal ibadahnya. Dari sini pula sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan yang pentingkan niatnya. Tidak bisa demikian. Kalau istilah yang penting niat adalah benar, niscaya kita akan selalu membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah SWT. Kita akan mengatakan pencuri, pezina, penipu, pelaku bidah(perkara-perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari rasulullah SAW), bahkan kesyirikan tidak bisa disalahkan hanya karena niat yang dianggapnya masih benar. Hal ini akan mengundang banyak pertanyaan. Diantaranya, bagaimana apabila seseorang mencuri namun dengan niatan untuk memberi nafkah anak dan istrinya, apakah perkara ini bisa dibenarkan? Apakah seseorang yang melakukan bidah dengan niat hanya ingin beribadah kepada Allah SWT adalah benar? Tentu jawabannya tidak. Karena itu dari pembahasan diatas dapat dipahami kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya amal atau tidak. Kemudian, sebelum melangkah lebih jauh untuk beramal hendaklah intropeksi kembali apa saja yang telah kita lakukan, tanya kembali pada diri kita : Untuk siapa sebenarnya saya beramal? dan bagaimanakah cara benar yang sesungguhnya? Jawabannya cukup dengan kedua syarat diatas. Masalahnya bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amal tersebut. Allah SWT berfirman :

Diayat tadi Allah SWT mengatakan yang paling baik dan benar amalannya, bukan mengatakan paling banyak amalannya. Amal yang baik adalah amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran

rasulullah SAW sebagai syarat agar diterima amalnya dan sesuai dengan makna Laa ilaaha illallah-Muhammadur Rasullah. Wallahu alamu bish-shawab

You might also like