You are on page 1of 98

STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION


Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS

WASPOLA Facility adalah proyek implementasi Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM) dan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Lembaga (AMPL-BL) di Indonesia. Proyek ini didanai dari bantuan hibah pemerintah Australia melalui AusAID yang dilaksanakan oleh 2 instusi, Bappenas dan WSP-EAP. Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek WASPOLA (1998-2004) dan WASPOLA 2 ( 2004-2009)

ii

STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN Pembelajaran Dari Para Penggiat Community-LED Total Sanitation CLTS ISBN 978-979-17944-6-6 xiii 81 hal Tim Pengarah: Nugroho Tri Utomo Oswar Mungkasa Zaenal Nampira Gary D Swisher Editor: Oswar Mungkasa Sofyan Iskandar Dormaringan H. Saragih Penulis : Nur Apriatman Layout dan desain: Dormaringan H. Saragih Agus Santoso Kontributor: Owin Jamasy, Nugroho Tomo, Agus Priatna, Wano Iswantoro, Puntodewo, Ratih Hafsari, Krisna, M Afrianto Kurniawan, Ekki Riswandiyah, Reza Hendrawan, Piet F. Djata, Suprapto, Asmi Burhan, Agustin Raintung, dan peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS Februari 2009.
Foto sampul : Pokja AMPL dan WASPOLA
iii

iv

Kata Pengantar
Penyakit berbasis lingkungan khususnya yang berkaitan dengan air (related- water borne diseases) seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), diare, kecacingan dan polio, masih mendominasi prevalensi penyakit di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); masyarakat masih berperilaku buruk dan tidak sehat seperti buang air besar sembarangan (BABS/open defecation) antara lain di kebun, sungai, dan lokasi sejenisnya. Data Susenas, 2007 menunjukkan bahwa rumah tangga tidak menggunakan fasilitas BAB adalah 24,8% dan 58,9% punya sendiri, sisanya menggunakan fasilitas bersama dan atau fasilitas jamban umum. Hasil pembangunan sanitasi hingga lima tahun lalu menunjukkan bahwa penghentian perilaku buang air besar bukanlah merupakan pekerjaan mudah. Proporsi penduduk BABS tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Sampai kemudian pada tahun 2005, melalui fasilitasi proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan (WASPOLA), Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) mendapat kesempatan melakukan kunjungan kerja ke Bangladesh untuk mempelajari sebuah pendekatan baru yang dikenal sebagai pendekatan Community-Led Total Sanitation (CLTS). CLTS merupakan suatu upaya menghilangkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) melalui perubahan kesadaran masyarakat atau sisi permintaan (demand). Hal ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada sisi penawaran (supply), yaitu menyediakan subsidi baik berupa dana maupun jamban/toilet. Asumsi utama dari CLTS bahwa perilaku BABS disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dan bukan karena faktor akses kepada fasilitas.
v

Pasca kunjungan Bangladesh, CLTS diujicobakan di enam lokasi di Indonesia. Kemudian, dalam waktu singkat ternyata hasilnya menggembirakan. Beberapa desa bahkan kecamatan dapat mencapai tahapan bebas dari BABS. Artinya tidak satupun masyarakat dalam desa/kecamatan tersebut yang masih melakukan BABS, dan kemudian dikenallah istilah Stop BABS. Berjalannya waktu, ekspansi Stop BABS yang sangat cepat telah membawa dampak positif bagi perubahan perilaku masyarakat dan peningkatan layanan sanitasi, tetapi di sisi lain terungkap juga kekhawatiran terhadap keberlanjutan pendekatan ini, kualitas pelaksanaannya yang tidak memadai, bahkan kecenderungan terjadinya upaya sekedar mengejar target pencapaian kondisi Stop BABS atau Open Defecation Free ( ODF). Kekhawatiran ini kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional dengan difasilitasi WASPOLA untuk mengadakan Lokakarya Nasional Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat di Indonesia di Lido kabupaten Bogor Jawa Barat pada tanggal 1719 Februari 2009. Lokakarya tersebut telah menjadi ajang saling berbagi pengalaman diantara penggiat Stop BABS sehingga didapatkan beragam pembelajaran dan praktek unggulan (best practices). Melalui lokakarya ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu kesepakatan tentang upaya-upaya menjamin keberlanjutan program CLTS ke depan. Menyadari pentingnya hasil lokakarya tersebut, kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional, dengan dukungan WASPOLA dan Sekretariat STBM untuk mendokumentasikannya agar pembelajaran yang diperoleh tidak hanya dipahami oleh peserta lokakarya semata tetapi juga menyebar ke seluruh pemangku kepentingan. Beberapa hasil studi dokumentasi, kunjungan ke lokasi kegiatan, diskusi dengan Pokja AMPL dan Sekretariat STBM turut melengkapinya.
vi

Kami berhutang budi pada banyak pihak yang telah membantu sehingga buku ini dapat terwujud. Untuk itu, kami sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran, ikut terlibat dalam diskusi, dan membantu mematangkan buku ini. Semoga buku yang diterbitkan ini dapat bermanfaat terutama bagi para pembaca yang berminat mempelajari dan mengembangkan pendekatan Stop BABS. Amin. Jakarta, Februari 2011

Nugroho Tri Utomo


Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas

vii

Daftar Isi
Kata pengantar Daftar Isi Daftar Singkatan Bab 1 Sekilas Community-Led Total Sanitation (CLTS) di Indonesia 1.1 Umum ................. 1.2 Perkembangan CLTS .......................................................... 1.2.1 Pencapaian ............... 1.2.2 Beragam Pendekatan CLTS ....................... 1.2.3 Penggiat CLTS .................. 1.3 Dari CLTS Menuju STBM......................................... 1.4. Agenda................................................................................ v viii xi 1 1 3 3 4 5 8

Bab 2 Pembelajaran........................................................................... 9 2.1 Kelembagaan...................................................................... 9 2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang intensif mendorong timbulnya komitmen semua pihak ....................................................................... 9 2.1.2 Pelaksanaan Road Show sebagai pembuka jalan proses internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah ................................. 10 2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah menjadi jaminan keberlanjutan ......................................................... 11 2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan Stop BABS mempercepat pencapaian ODF ..................................................... 14 2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara Terencana .................................................. 15 2.1.6 Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk Berinteraksi .................................................. 16 2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang ................... 17 2.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat .. 20

viii

2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengutamaan program Stop BABS ................................................ 21 2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program KuliahKerja Mahasiswa .......................................... 22 2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana oleh kader di tingkat desa mendukung upaya pemantauan dan evaluasi program Stop BABS secara keseluruhan ................................................ 23 2.1.12 Deklarasi Stop BABS (ODF) memicu daerah lainnya ....................................................... 25 2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar paska pemicuan Stop BABS ................................... 26 2.2 Pendanaan ........................................................................ 27 2.2.1 Optimalisasi sumber daya yang ada dengan mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan ................................. 27 2.2.2 Masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam menyelesaikan keterbatasan Pendanaan .............. 28 2.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjanjikan ............................... 30 2.3 Sosial dan Budaya............................................................... 31 2.3.1 Kampiun sebagai penggerak utama program Stop BABS............................................................... 31 2.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program Stop BABS dan pendorong utama perubahan perilaku masyarakat ............................................... 33 2.3.3 Pemilihan waktu pemicuan menentukan keberhasilan............................................................ 35 2.3.4 Karakteristik sosial budaya daerah mempengaruhi teknik pemicuan .................................................... 36 2.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS........................................................... 38 2.3.6 Menciptakan persaingan antar komunitas mendorong percepatan pencapaian Stop BABS .... 39 2.4 Teknologi ............................................................................ 40 2.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian Stop BABS .............................................................. 40
ix

2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi kendala ................................................. 41 2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu menghasilkan jamban yang terjangkau ................. 42 2.4.4 Penerapan konsep jenjang sanitasi dapat terwujud melalui pendampingan rutin ............... 43 Bab 3 Rangkuman Pembelajaran ...................................................... 47 3.1 Kelembagaan ..................................................................... 47 3.2 Pendanaan ......................................................................... 48 3.3 Sosial dan Budaya .............................................................. 48 3.4 Teknologi ............................................................................ 49 Daftar Pustaka ................................................................................... 50 Daftar Lampiran Lampiran 1 Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS Tahun 2012 .................................................................... 54 Lampiran 2 Paduan Promosi dan Internalisasi Program Mendorong Percepatan Program Stop BABS di Kabupaten Trenggalek ............................................... 59 Lampiran 3 Dipicu, Terpicu, dan Memicu. Pengalaman PCI Indonesia Mengimplementasikan Program Stop BABS ...................................................................... 61 Lampiran 4 Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat: Kunci Kesuksesan Program Sanitasi CLTS Desa Panimbo ..... 66 Lampiran 5 Desa Sawe Kabupaten Dompu: Desa Pertama yang Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan di NTB.......... 72 Lampiran 6 Daftar Peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS di Indonesia ................................... 77

Daftar Singkatan
AMPL APBD APBN BAB BABS BAPPENAS CLTS CTPS CWSHP DBD DEPKES DPRD Ditjen ESA ESP Harfa IPM ISSDP ISPA KK KKM KLB LPPM Loknas LSM MCK MDGs Monev MURI Musrenbang NAD NSPM NTB NTT ODF PAM RT PAMSIMAS PCI PEMDA PHBS PLRT POSYANDU Pokja P2KP Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Buang Air Besar Buang Air Besar Sembarangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Community-Led Total Sanitation Cuci Tangan Pakai Sabun Community Water Services and Health Project Demam Berdarah Dengue Departemen Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Direktorat Jenderal External Support Agency Environmental Services Program Harapan Dhuafa Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Sanitation Sector Development Project Infeksi Saluran Pernapasan Akut Kepala Keluarga Kuliah Kerja Mahasiswa Kejadian Luar Biasa Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Lokakarya Nasional Lembaga Swadaya Masyarakat Mandi Cuci Kakus Millennium Development Goals Monitoring dan evaluasi Museum Rekor Indonesia Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Nanggro Aceh Darussalaam Norma Standard Pedoman Manual Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Open Defecation Free Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Project Concern Internasional Pemerintah Daerah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Pos Pelayanan Terpadu Kelompok Kerja Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan

xi

PPK PPK-IPM

Program Pemberdayaan Kecamatan Program Pengembangan KompetensiIndeks Pembangunan Manusia PP & PL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PSRT Pengelolaan Sampah Rumah Tangga PT Perguruan Tinggi PU Pekerjaan Umum Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RT Rukun Tetangga RTL Rencana Tindak Lanjut SANIMAS Sanitasi oleh Masyarakat SBABS Stop Buang Air Besar Sembarangan SD Sekolah Dasar SDA Sumber Daya Air SHBC Sanitation Health Behaviour Change SK Surat Keputusan STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STIKES Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat SToPS Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional TKD Tim Kesehatan Desa TOT Training of Trainers TPT Tim Pemberantas Tahi TPW Tim Pemberantas Waduk TSC Total Sanitation Campaign TSSM Total Sanitation and Sanitation Marketing UGM Universitas Gajah Mada UNICEF United Nations Childrens Fund UNTIRTA Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Serang, Banten) USAID United State Agency for International Development VERC Village Education Resource Centre Wahana Sehat Warga Aktif - Hidup Anak Sehat WASPOLA Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning WASPOLA Facility Water and Sanitation Policy and Action Planning-Facility WES Water and Environmental Sanitation WHO World Health Organization WSLIC-2 Second Water and Sanitation for Low Income Communities WSP-EAP Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific

xii

xiii

SEKILAS COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION (CLTS) DI INDONESIA

BAB 1

1.1 Umum Berbagai macam pendekatan pembangunan sanitasi telah dilaksanakan di Indonesia baik pendekatan dari atas (top-down) maupun pendekatan dari bawah (bottom-up). Pendekatan dari atas dicirikan oleh pandangan bahwa masyarakat sasaran tidak memiliki kapasitas dan kemampuan dalam setiap tahapan pembangunan sarana. Pendekatan ini memandang masyarakat sasaran lemah dan tidak berdaya, karenanya masyarakat hanya layak sebagai obyek penerima saja. Sedangkan rancangan dan pelaksanaan pembangunan sarana dilakukan oleh pihak yang berada di luar masyarakat atau kontraktor, sedangkan masyarakat sendiri hanya sebagai penonton saja. Oleh karenanya, masyarakat sebagai penerima manfaat sarana yang dibangun merasa bahwa pembangunan bukanlah miliknya. Pendekatan semacam ini terbukti kurang berhasil mempertahankan keberlanjutan fasilitas yang telah dibangun, fasilitas banyak yang tidak terpelihara bahkan rusak. Bukti-bukti dapat dilihat di lapangan seperti jamban dan MCK yang telah dibangun namun tidak dipergunakan dan dipelihara dengan baik. Sehingga kemudian hanya layak dilihat sebagai monumen belaka. Pendekatan dari bawah yang dilakukan dalam rangka pembangunan sarana sanitasi juga telah dilakukan. Kegiatan ini berujud seperti jamban bergulir, arisan jamban, dan lain sebagainya. Pendekatan ini lebih berhasil dibandingkan dengan pendekatan yang sebelumnya. Kapasitas dan kemampuan masyarakat sudah memperoleh tempat dalam proses pembangunan
1

sarana, walaupun belum secara total danterpadu. Artinya campur tangan pihak luar, seperti pemberian dana subsidi dan bantuan-bantuan lain masih relatif besar. Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 menunjukkan bahwa 24,8% rumah tangga tidak menggunakan fasilitas BAB di desa dan di kota. Masih sekitar 70 juta penduduk Indonesia yang BABS, dengan jumlah terbesar berada di perdesaan. Kondisi tersebut di atas, membawa kita semua pada kesadaran bahwa upaya untuk mengurangi perilaku BABS sampai pada awal tahun 2000 masih belum sepenuhnya berhasil. Penanganan perilaku BABS lebih difokuskan pada pembangunan fasilitas dan pemberian subsidi pembangunan jamban yang ternyata tidak sepenuhnya dapat merubah perilaku masyarakat, bahkan hanya menambah jumlah monumen jamban/ toilet yang ada. Analisis kritis kemudian membawa kita pada kesimpulan bahwa pendekatan selama ini kurang tepat. Kesadaran ini mendorong kita mulai menggunakan pendekatan baru yang seperti pendekatan CommunityLed Total Sanitation (CLTS). Sejak itu, pendidikan PHBS mulai memasuki era baru. Fokus perubahan perilaku dikedepankan sehingga pemberian subsidi untuk mendorong pembangunan jamban tidak lagi menjadi pilihan. Pemerintah kemudian melirik CLTS sebagai suatu pendekatan baru penanganan BABS. CLTS menekankan pada prakarsa dan kemampuan masyarakat sendiri untuk melakukan identifikasi masalah, dan kebutuhan serta potensi lokal yang digunakan untuk memecahkan masalah sanitasi yang dihadapinya. Upaya pemecahan masalah ini dalam bentuk kegiatan bersama yang teratur dan sistimatis, sehingga menjadi gerakan
2

yang dikendalikan oleh masyarakat sendiri untuk mengatasi permasalahan sanitasi yang dihadapi secara menyeluruh. Prinsip yang dianut dalam CLTS adalah tanpa subsidi, tidak menggurui, tidak memaksa, dan tidak mempromosikan jamban. Salah satu indikator keberhasilan pendekatan CLTS adalah tercapainya kondisi open defecation free (ODF)/Stop BABS, yang ditandai dengan (i) keseluruhan masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban, (ii) tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar, (iii) upaya peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban aman, kuat, sehat, dan nyaman, (iv) penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di sembarang tempat, (v) pemantauan mandiri oleh komunitas. 1.2 Perkembangan CLTS

1.2.1 Pencapaian Menurut data per September 2008, pelaksanaan CLTS di Indonesia telah mencakup 2.312 desa, 213 kabupaten/kota, dan 30 provinsi di Indonesia. Diantaranya yang telah mendeklarasikan sebagai desa ODF, yaitu desa yang seluruh penduduknya tidak lagi mempraktekkan BABS, mencapai 123 desa. Tercatat berbagai lembaga, terdiri dari 1 LSM lokal dan 4 LSM/

Data yang diperoleh dari bahan yang dipresentasikan pada Pertemuan Stakeholder STBM di Hotel Grand Jaya Raya, Cipayung, Bogor, tanggal 9 10 Januari 2009. 2 Lembaga yang dimaksud adalah LSM Lokal: Harfa, Pandeglang; LSM/Organisasi Internasional: PLAN, PCI, ESP (USAID), ISSDP dan TSSM (WSP-World Bank); Pemda Kabupaten : Sumedang, Majalengka, Bandung, Magelang, Agam, Konawe, Kota Bandar Lampung dan Kota Tarakan ; proyek-proyek yaitu WSLIC-2, CWSH, PAMSIMAS, dan PRO-AIR; sedangkan pihak PT/universitas: Untirta dan UGM
1

organisasi internasional, 8 dinas/instansi pemerintah daerah, 4 proyek, dan perguruan tinggi/universitas yang menggunakan pendekatan CLTS ini. 1.2.2 Beragam Pendekatan CLTS Pendekatan CLTS dilaksanakan oleh beragam penggiat mulai dari pemerintah, LSM, perguruan tinggi, dan beragam sumber dana. Keberagaman ini kemudian tercermin pula dalam pendekatan CLTS, sehingga paling tidak terdapat 5 (lima) variasi pendekatan, yaitu: a. Model Pemerintah-Masyarakat. Contoh penerapan-nya di kabupaten Sumedang. Biaya pelatihan dan pendampingan masyarakat menggunakan dana Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, pemantauan perubahan perilaku dilakukan kader desa dengan bimbingan sanitarian memanfaatkan kartu. b. Model Proyek-Pemerintah-Masyarakat. Contoh penerapannya adalah Water and Sanitation for Low Income Communities 2, Community Water Sanitation and Health Project, ProAir. CLTS diadopsi kedalam skema proyek di tengah perjalanan proyek. Sedikit berbeda adalah Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) atau WES Unicef di Indonesia Timur, yakni CLTS diadopsi sejak awal, pada saat perencanaan proyek. c. Model LSM-Masyarakat. Contoh model ini adalah Yayasan Pancur Kasih di Pontianak atau LAZ Harfa di Pandeglang, lewat pendidikan penyadaran kritis tentang kesehatan atau dalam rangka pemberdayaan ummat sebagai amil zakat.

d. Model Donor-Pemerintah-Masyarakat. Contoh penerapannya adalah Unicef dengan PCI di Aceh, WSP Bank Dunia di Jawa Timur melalui TSSM. e. Model perguruan tinggi. Contoh Universitas Tirtayasa di Banten, Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIKES) Falatehan Serang, yang hasilnya diteruskan oleh pemerintah daerah setempat seperti yang dilakukan oleh kabupaten Serang pasca Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) oleh Universitas Tirtayasa di Banten. 1.2.3 Penggiat CLTS Sejak pertama kali diperkenalkan di Indonesia, terdapat paling tidak 20 lembaga menjadi penggiat CLTS mulai dari LSM, perguruan tinggi, proyek AMPL, dan pemerintah daerah. Berikut ini daftar penggiat CLTS yang teridentifikasi sampai dengan Februari 2009.
Tabel 1.1 Penggiat CLTS di Indonesia per Februari 2009
No. Lembaga Kategori Mulai Kegiatan Jumlah kabupaten Jumlah Desa
Implementasi Stop BABS

1. 2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20

PLAN Indonesia PCI Yayasan HARFA LPPM Untirta LPPM UGM WSLIC 2 ProAir PAMSIMAS UNICEF TSSM-WSP EAP ESP CWSHP ISSDP Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat Yayasan Sehat Papua Balifokus Dian Desa Mercy Corp CARE International

LSM LSM LSM Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi Proyek Proyek Proyek ESA ESA Proyek Proyek Proyek Pemerintah Pemerintah LSM LSM LSM LSM LSM

2005 2005 2006 2007 2008 2005 2008 2008 2005

8 2 1 1 1 37 5 111 29 29 1 27 1 10

48 2 10 1 396 26 1017 70 315 1 137 2 75 tad 3 tad tad tad tad 2.103

4 3 0 0 0 37 0 5 1 62 0 8 0 6 Tad 0 tad tad tad tad 126

2005 2008

tad 1 tad tad tad tad

Pelaku tambahan, belum ada data :

Total

264

Sumber: Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS, 2009. Keterangan: tad = tidak ada data

Dari CLTS Menuju STBM Inisiatif Indonesia untuk melaksanakan CLTS, diilhami oleh keberhasilan Bangladesh dalam menerapkan pendekatan CLTS ini yang dimulai pada tahun 1999. Pada bulan Mei 2005, pendekatan CTLS mulai diujicobakan di enam kabupaten yaitu Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sambas (Kalimantan Barat), Muaro Bungo (Jambi), Muara Enim (Sumatera Selatan) dan Bogor (Jawa Barat). Pada pertengahan tahun 2006, dilakukan evaluasi terhadap hasil uji coba dan ternyata di kabupaten Muara Enim, Bogor, Sambas dan Muara Bungo hanya dalam waktu kurang lebih tiga sampai empat bulan, masyarakat telah berhasil bebas dari kebiasaan BAB di tempat terbuka. Mereka telah BAB di tempat yang selayaknya, yaitu di jamban yang mereka bangun sendiri, dan semua perubahan tersebut terjadi tanpa pemberian subsidi. Melihat keberhasilan tersebut, WSP-EAP pada tahun 2006 kemudian mengembangkan lebih lanjut CLTS menjadi TSSM (Total Sanitation and Sanitation Marketing) atau yang kemudian kita kenal dengan Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS), suatu upaya program yang memfokuskan pada peningkatan akses terhadap sarana sanitasi sebagai kebutuhan masyarakat melalui pemberdayaan dan pemasaran produk sanitasi dengan meningkatkan variasi jenis dan harga yang ada di pasar sehingga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta mencukupi kebutuhan permintaan pasar. Program ini sedang berlangsung di Jawa Timur pada 29 kabupaten. Pada TSSM mulai ada pembagian peran diantara masyarakat, aparat desa, kecamatan maupun kabupaten; termasuk meningkatkan perhatian pada bagaimana menciptakan kebutuhan, memberikan perhatian pada sisi penawaran dan ramah lingkungan.
6

1.3

Selain itu juga, berbagai pihak kemudian juga mulai mencoba mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam kegiatan mereka, diantaranya proyek Second Water and Sanitation for Low Income Communities (WSLIC2), Community Water Supply and Health (CWSH), ProAIR, Water and Environmental Sanitation (WES) UNICEF; beberapa LSM seperti Plan Indonesia, Project Concern International (PCI), Harfa; pemerintah daerah, perguruan tinggi seperti Universitas Tirtayasa Banten. Belajar dari berbagai pengalaman pelaksanaan CLTS dan program lainnya, pelaksanaan CLTS di Indonesia kemudian mengalami berbagai penyesuaian diantaranya dengan menggabungkan CLTS ke dalam suatu wadah program yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang terdiri dari lima pilar, yaitu Stop BABS (dahulu dikenal sebagai CLTS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT) dan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (PLRT). Departemen Kesehatan memperkenalkan STBM sebagai suatu program nasional pada tahun 2009.

Gambar 1.1 Perkembangan CLTS di Indonesia


7

Dalam perspektif STBM, saat ini CLTS telah berubah nama menjadi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS). Pelaksanaan Stop BABS tidak lagi hanya didominasi pemerintah pusat, bahkan telah melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, LSM, dan proyek AMPL lainnya. 1.4 Agenda Berangkat dari implementasi CLTS, TSSM maupun STBM dengan cakupan yang telah tercapai hingga saat ini, kemudian pertanyaan yang muncul, dan perlu mendapat jawaban diantaranya: Bagaimana pola penerapan dan perkembangan Stop BABS/CLTS yang telah dilaksanakan oleh masing-masing pelaku? Sejauh manakah para pelaku mengacu kepada model baku? Adakah inovasi-inovasi yang terjadi dalam praktek? Bagaimanakah keberlanjutan pelayanan di tingkat masyarakat? Bagaimanakah mekanisme bantuan teknis dan pemantauan serta evaluasi ? Bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pemicuan? Adakah pengalaman/pembelajaran spesifik dari masing-masing pelaku berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan? Untuk itu, menjadi suatu keniscayaan mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas. Tulisan berikut yang merupakan ekstraksi dari hasil konsolidasi pembelajaran penggiat Stop BABS diharapkan dapat menjawab sebagian pertanyaan tersebut, sehingga kedepan implementasi Stop BABS sebagai pilar 1 STBM akan lebih efektif dan efisien.
8

PEMBELAJARAN
Pembelajaran Stop BABS diklasifikasikan dalam lima aspek keberlanjutan, yaitu kelembagaan, pendanaan, sosial, teknologi dan lingkungan.

BAB 2

2.1 Kelembagaan
2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang intensif mendorong timbulnya komitmen semua pihak

Tahun 2004, WSP-EAP dan WASPOLA sebagai pihak yang membawa CLTS ke Indonesia, memfasilitasi kunjungan Pokja AMPL Nasional ke Bangladesh dan India untuk mempelajari pendekatan CLTS, yang dilanjutkan dengan Pelatihan CLTS bagi 6 daerah percontohan lokasi proyek WSLIC-2 bertempat di kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada bulan Mei 2005. Beberapa bulan kemudian, setelah terbukti tercapainya desa ODF/Stop BABS di beberapa lokasi daerah percontohan, kemudian Pokja AMPL Nasional menjadikannya sebagai bahan promosi. Pokja AMPL Nasional bersama WASPOLA melakukan diseminasi ke berbagai penggiat pembangunan AMPL, termasuk proyek AMPL, maupun organisasi yang mempunyai kepedulian terhadap sanitasi. Hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian beberapa daerah, LSM dan proyek AMPL Masyarakat Desa Mawar di Alor sedang tertarik mengadopsi membuat jamban sederhana (Foto : Pokja pendekatan ini. AMPL-WES Unicef)
9

Menyebar ke seluruh Indonesia Hasil uji coba di 6 lokasi ini kemudian mendorong banyak pihak untuk mulai melaksanakan pendekatan CLTS di berbagai lokasi seperti: (i) WSLIC-2, yang mencakup Jawa Barat di 3 kabupaten: Bogor, Cirebon dan Ciamis; Sumatera Selatan di 4 Kabupaten: Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin dan Banyuasin; Kepulauan Bangka Belitung di kabupaten Belitung; Sumatera Barat di 4 kabupaten: Pesisir Selatan, Solok, Sawahlunto Sijunjung dan Pasaman; Jawa Timur di 14 Kabupaten: Ponorogo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Mojokerto, Bojonegoro, Lamongan dan Sampang; Nusa Tenggara Barat di 6 kabupaten: Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu dan Bima; Sulawesi Selatan di 3 kabupaten: Bone, Enrekang dan Jeneponto; Sulawesi Barat di 2 kabupaten: Polewali Mandar dan Mamasa; (ii) PCI di kabupaten Pandeglang, Banten dan Nabire, Papua; (iii) PAMSIMAS di 13 propinsi, (iv) TSSM di propinsi Jawa Timur; (v) UNICEF di 7 propinsi (NAD, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat); (vi) Plan Internasional Indonesia di beberapa kabupaten propinsi Jawa Tengah, NTT dan NTB; dan (vii) CWSHP di 20 kabupaten pada 4 propinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi dan Bengkulu)

2.1.2

Pelaksanaan Road Show sebagai pembuka jalan proses internalisasi program Stop BABS ke dalam program pemerintah daerah.

Disadari sepenuhnya bahwa program Stop BABS diinisiasi oleh pemerintah pusat, walaupun pada kenyataannya penyelenggaraan sanitasi telah menjadi kewajiban pemerintah daerah. Untuk itu, upaya advokasi kepada pemerintah daerah termasuk kalangan legislatif dianggap penting untuk dilakukan sebagai upaya menjadikan Stop BABS bagian dari program pemerintah daerah. Dengan demikian pelaksanaan program Stop BABS dimulai dengan upaya penyamaan persepsi diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diharapkan dengan demikian pelaksanaan program Stop BABS menjadi satu kesatuan dengan program pembangunan sanitasi di daerah. Upaya advokasi ini yang kemudian dikenal sebagai road show. Pada dasarnya road show berbentuk lokakarya, yang diawali dengan penjelasan program Stop BABS yang dihadiri oleh seluruh pihak terkait termasuk
10

legislatif, LSM, perguruan tinggi dan tokoh masyarakat. Diupayakan agar pertemuan dibuka oleh Bupati/ Walikota dengan harapan akan menghadirkan seluruh pihak terkait. Setelah sesi pembukaan dan penjelasan program, dilanjutkan dengan sesi penyusunan rencana tindak lanjut. Jika di daerah bersangkutan belum terbentuk Pokja AMPL, lokakarya tersebut juga sekaligus merupakan lokakarya pembentukan Pokja AMPL. Diharapkan Pokja AMPL akan berperan sebagai focal point pelaksanaan pembangunan AMPL termasuk Stop BABS di daerah tersebut. Selanjutnya dilakukan pendampingan agar program Stop BABS dapat tertuang dalam strategi pembangunan daerah baik berupa rencana strategi AMPL, maupun RPJMD. Contoh pelaksanaan program Stop BABS yang dimulai dengan road show adalah di daerah binaan Plan International Indonesia seperti di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah; Kabupaten Dompu, NTB; dan daerah kerja proyek TSSM/SToPS di propinsi Jawa Timur. Hal yang sama di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, salah satu daerah Pamsimas yang dianggap sukses. Ciri khas dari keberhasilan upaya road show ini ditandai dengan komitmen dari Bupati termasuk legislatif dalam menjadikan program Stop BABS sebagai program daerahnya. Tidak hanya itu, sebagai contoh Kabupaten Sumedang, bahkan secara signifikan meningkatkan anggaran sanitasi dalam APBDnya. 2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah menjadi jaminan keberlanjutan

Sebagaimana diketahui bahwa tanggap terhadap kebutuhan (demand responsive) merupakan persyaratan utama pelaksanaan program stop BABS. Hal ini berarti
11

bahwa program Stop BABS hanya dilaksanakan pada lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program ini. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan upaya untuk mendorong timbulnya kebutuhan tersebut melalui diseminasi dan advokasi yang merupakan upaya awal. Langkah tersebut perlu ditindaklanjuti melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah. Keberadaan Pokja AMPL dapat menjadi pintu masuk. Namun jika belum terbentuk, pembentukan Pokja AMPL merupakan salah satu prioritas. Pokja AMPL dapat menjadi kelompok penggerak perubahan paradigma pengambil keputusan di daerah dan sekaligus pengawal proses internalisasi program Stop BABS. Walaupun demikian, terdapat contoh ketika Pokja AMPL belum terbentuk, namun pemerintah daerah terpicu untuk melaksanakan program Stop BABS, yaitu di Kabupaten Trenggalek melalui proyek TSSM. Proses internalisasi program Stop BABS terlihat dari indikator dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan STBM, tersedianya
Dukungan Pemerintah Daerah sebagai Faktor Utama Keberhasilan Kabupaten Trenggalek Dukungan pemerintah daerah ditunjukkan melalui (i) penerbitan Surat Keputusan Bupati Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta; (iii) promosi yang dilakukan baik (a) melalui siaran radio di RKPD, ADS, Kamajaya, Dimas Suara untuk acara interaktif, maupun (b) hasil pemantauan oleh tim hubungan masyarakat kabupaten dimuat di media massa lokal, (c) himbauan Bupati untuk masyarakat melalui koran Jawa Pos, (d) deklarasi desa Stop BABS (e) kerjasama melalui tokoh agama (Kyai dan Nyai), (f) penyebaran leaflet, dan poster, (g) penempelan stiker untuk rumah yang sudah memiliki jamban sehat (merah = tidak memiliki sarana jamban, kuning = jumbleng terbuka/jamban tidak sehat, hijau = jamban sehat), (h) peta sosial sebagai alat pemantauan dan alat memicu ulang masyarakat.

12

alokasi dana APBD, berkembangnya kegiatan promosi STBM oleh pemerintah daerah, serta pemantauan rutin. Hingga 2008, di Kabupaten Trenggalek telah dilakukan pemicuan di 157 desa/kelurahan, dengan hasil sebanyak 29 desa dan 67 dusun telah mencapai Stop BABS, serta terus dilakukan pemantauan perkembangan program di lapangan dengan target selain terus menambah desa Stop BABS juga akan mengembangkan pilar STBM lainnya. Hal ini terjadi karena fihak pemerintah kabupaten telah menetapkan TSSM sebagai prioritas program. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Muaro Jambi, melalui dukungan dana APBD dan proyek CWSHP, desa Muaro Pijoan dan Mendaro Laut berhasil mencapai stop BABS. Bahkan 5 desa lainnya juga sudah stop BABS, yang salah satu diantaranya adalah Desa Marasebo tempat pencanangan PHBS oleh Bupati Muaro Jambi, pada tahun 2008. Langkah pemerintah Kabupaten Sumedang bahkan lebih jauh. Misalnya, Stop BABS dimasukkan sebagai salah satu kegiatan dari PPKIPM (Program Pengembangan KompetensiIndeks Prestasi Manusia). Demikian juga dengan Program Desa Siaga yang salah satu indikatornya adalah Stop BABs dan pengelolaan sampah.
Jumlah desa di kabupaten Sumedang sebanyak 279 desa, kegiatan pemicuan Stop BABS telah dilakukan di 45 desa, sebanyak 55 dusun dan 9 desa telah mencapai Stop BABS dan telah mendapatkan piagam dekalarasi Stop BABS dari Bupati Sumedang pada pertengahan tahun 2009. Foto: Ekki R, Sumedang

13

Program Stop BABS juga masuk dalam musrenbang di tingkat kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, kegiatan di Klinik Sanitasi diarahkan untuk melakukan pelatihan Stop BABS bagi kader-kader Posyandu. 2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program mempercepat pencapaian Stop BABS. Untuk keberhasilan dan kesinambungan program Stop BABS di suatu daerah seyogyanya dilakukan penyusunan rencana secara bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan lain di tingkat lapangan. Pemerintah diposisikan sebagai pihak pemilik program, dan pihak luar berperan sebagai pendukung pemerintah dalam melaksanakan tugas pelayanan dasar bagi masyarakat. Walaupun pada tataran praktek, porsi besar pekerjaan pihak luar/ LSM terlihat lebih besar, namun hal ini tidak merubah tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan dasar. Sebagai contoh, pelaksanaan Stop BABS di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Hal ini berawal dari inisiatif Plan Internasional Indonesia untuk melaksanakan CLTS di Kabupaten Grobogan, yang kemudian ditanggapi dengan positif oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan. Terlebih di Kabupaten Grobogan telah terbentuk Pokja AMPL dan beberapa personilnya pernah mengikuti pelatihan CLTS yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Jajaran Pemerintah Kabupaten Grobogan memberi dukungan penuh, mulai dari Bupati, Kepala Dinas Kesehatan dan jajarannya, pemerintah kecamatan, sekolah dan pemerintah desa. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan membentuk Tim CLTS di tingkat Kabupaten dan kecamatan, yang diikuti
14

dengan pelatihan pelatih (Training of the Trainer/TOT) CLTS yang diikuti oleh tokoh warga/relawan. 2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara terencana

Terdapat kesalahkaprahan bahwa pemicuan dapat dilakukan dimana saja dengan tanpa persiapan. Pada dasarnya tidak ada panacea atau obat untuk segala penyakit. Perlu disadari juga bahwa program Stop BABS yang mengharamkan subsidi tidak selamanya dapat dilaksanakan dengan mudah bahkan tidak mungkin dilaksanakan pada kondisi ekstrim. Prinsip tanpa subsidi ini hanya dapat terlaksana ketika biaya pembangunan jamban terjangkau oleh masyarakat. Namun pada beberapa lokasi dengan kondisi seperti tingkat kepadatan sangat tinggi di perkotaan, kondisi fisik yang berupa rawa, tepi pantai, daerah cadas, dan daerah air tanah tinggi, mempunyai konsekuensi biaya pembangunan jamban tidak terjangkau masyarakat. Selain itu, lokasi desa yang telah dimasuki proyek yang memberikan subsidi jamban akan sulit dimasuki program Stop BABS. Kondisi ini perlu diketahui sebelum dilakukan pemicuan, sehingga fasilitator telah menyiapkan strategi terkait kendala yang akan dihadapi. Penetapan prioritas desa yang akan digarap juga tergantung pada tingkat kesulitan yang akan dihadapi. Biasanya prioritas utama diberikan pada desa yang tanpa kendala berarti. Sebagian besar keberhasilan desa mencapai Stop BABS adalah dimulai dari desa tanpa kendala yang berarti. Hal ini juga terkait dengan kemampuan fasilitator yang mungkin masih perlu banyak pengalaman.

15

2.1.6

Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi

Pelaksanaan pemicuan yang disertai pendampingan secara intensif merupakan salah satu kunci keberhasilan perubahan perilaku masyarakat. Keberadaan fasilitator yang setiap saat berada di tengah masyarakat memungkinkan masyarakat mempunyai banyak waktu dan kesempatan untuk bertanya langsung. Kondisi ini biasanya hanya dapat dipenuhi oleh LSM baik internasional maupun lokal. Mereka dapat mengerahkan tenaga fasilitator untuk mendampingi masyarakat sepanjang waktu karena mempunyai sumber daya yang memadaibaik dalam jumlah maupun jenis keahlian.

Pelatihan CLTS yang dikelola PCI bekerja sama dengan Pokja AMPL Banten dan

LSM internasional dan LSM lokal tersebut mengerahkan tenaga pendamping masyarakat, yang mendampingi masyarakat sejak pemicuan, pendampingan pembangunan sarana jamban, melakukan pemantauan dan evaluasi, sehingga tercapainya Stop BABS secara bertahap sejak tingkat kampung atau dusun, berlanjut ke tingkat desa dan menyebar ke desa lainnya di kecamatan tersebut.

16

Pendampingan Intensif Menuju Stop BABS


Pada tahap awal pelaksanaan CLTS di Indonesia, PCI dan Plan Internasional Indonesia merupakan LSM internasional yang berkiprah menggunakan pendekatan CLTS sebagai bagian dari program layanannya di beberapa daerah di Indonesia. PCI memulai program CLTS sebagai salah satu sub program WAHANA Sehat (Warga Aktif Hidup Anak Sehat) di 5 kecamatan (Saketi, Pagelaran, Patia, Sukaresmi dan Angsana) pada 29 desa. Dimulai dengan pelatihan CLTS pada pertengahan Desember 2005, pada bulan September 2006 telah menunjukkan hasil yang baik seperti dapat dilihat pada grafik di atas. Menyadari bahwa angka cakupan belum mencapai seluruh desa pada lokasi tersebut, PCI menyerahkan pengelolaan program CLTS tersebut kepada LSM lokal, Lembaga Amil Zakat Harfa yang meneruskan program di 2 kecamatan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Selanjutnya pemerintah daerah yang meneruskan di 6 kecamatan lain. Sementara Plan Internasional Indonesia melaksanakan program CLTS di kabupaten Dompu dengan cara melakukan intervensi langsung kepada aparatur pemerintahan di kecamatan dan desa serta kader di kecamatan Huu pada 3 desa, serta di kabupaten Grobogan dengan cara melakukan intervensi melalui roadshow kepada pimpinan daerah sehingga memungkinkan terbentuknya Tim CLTS sejak kabupaten sampai ke desa. Sedangkan Yayasan Pancur Kasih, yang merupakan LSM lokal, melaksanakan CLTS pada desa percontohan di masingmasing 2 desa di kabupaten Landak dan kabupaten Kubu Raya, melalui program pendidikan kritis kesehatan.

2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang Aparat desa seyogyanya merupa-kan petugas yang berhubungan erat dengan keseharian masyarakat. Sehingga keterlibatan aparat desa dalam pelaksanaan program Stop BABS dapat mempercepat penerimaan masyarakat. Namun terlebih dahulu perlu dilakukan upaya memberi pemahaman tentang program Stop BABS, baik mengenai maksud dan tujuan program, bagaimana cara melakukannya, dan dukungan apa yang diperlukan dari aparat pemerintah. Sebagai contoh Desa Marga Jaya di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan Desa Ulaweng Riaja, Kabupaten
17

Saefudin Juhri sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung melakukan pemicuan. Foto: Owin Jamasy.

Bone, Sulawesi Selatan yang merupakan lokasi proyek WSLIC-2. Kepala Desa berikut perangkat desa, tokoh masyarakat dan kader kesehatan desa tergabung dalam wadah Tim CLTS, ikut terlibat dalam pemicuan. Keterlibatan kepala desa berikut perangkatnya merupakan bantuan yang sangat berharga dalam mempercepat pencapaian stop BABS. Walaupun disadari juga bahwa faktor lain turut mempengaruhi keberhasilan seperti pengetahuan masyarakat tentang dampak negatif dari membuang kotoran di sembarang tempat, ketersediaan air, dan ketersediaan material lokal atau material pendukung dari toko. Sementara di Desa Babat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, keterlibatan pemerintah desa dalam Tim Gerakan Pemberantasan Tai yang dibentuk bersama masyarakat, sehingga dalam jangka 4 minggu desa tersebut mampu mencapai Stop BABS. Bentuk lain keterlibatan aparat pemerintahan desa berupa pemberian legitimasi dari kepala desa/lurah kepada pelaksana program Stop BABS di desa, yang dapat mempercepat proses pemicuan di tingkat masyarakat.
18

Di desa Sindanglaya, kecamatan Pagelaran kabupaten Pandeglang, Banten, legitimasi diberikan kepada Tim Kesehatan Desa melalui SK Kepala Desa, yang kemudian membentuk Tim Pemberantas Tai/ Waduk (TPT/TPW) di setiap dusun. Perubahan yang terjadi di desa tersebut berdampak pada perkampungan tidak bau kotoran manusia, padahal sampai awal tahun 2005, bau kotoran manusia sangat terasa karena kotoran ada dimana-mana (pinggir jalan, kebun, sawah, kali dan lapangan bola). BABS menjadi hal memalukan dan dipandang tidak baik. Namun mendapatkan dukungan kepala desa tidak selamanya mudah dilakukan. Pengalaman PCI di kabupaten Pandeglang, Banten ketika praktek pemicuan dilakukan di desa Kertasana, kecamatan Pagelaran, Kepala Desanya tidak yakin masyarakatnya mampu berubah, serta mampu membangun sendiri jamban sesuai dengan kemampuannya. Alasannya adalah masyarakat akan bergerak setelah mendapatkan subsidi, misalnya untuk membangun jamban diberi subsidi 1 zak semen. Tapi setelah Kepala Desa diajak berkeliling melakukan pengamatan lapangan, dengan mata kepalanya sendiri melihat sebaran tinja ada dimana mana, serta melihat sendiri masyarakatnya mau berubah, barulah kemudian Kepala Desa mendukung pelaksanaan Stop BABS. Kemudian desa ini menjadi salah satu desa yang berkontribusi terhadap jumlah jamban yang terbangun tanpa subsidi sehingga Kabupaten Pandeglang, Banten Encep Mahpud mendapatkan Penghargaan Kepala Desa Sindanglaya MURI pada tahun 2007 sebagai Kabupaten Pandeglang Foto : WASPOLA
19

kabupaten dengan jumlah jamban terbangun tanpa subsidi terbanyak dalam setahun. 2.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat Jajaran dinas kesehatan, mulai dari kabupaten, kecamatan, sampai di desa merupakan para penggiat Stop BABS yang potensial, disamping merubah perilaku hidup bersih merupakan tugas pokok dan fungsi mereka, kapasitas sumber daya manusianya pun relatif memenuhi syarat. Petugas sanitarian, bidan desa, termasuk kader posyandu yang berasal dari masyarakat merupakan ujung tombak pelaksanaan Stob BABS yang dapat diandalkan. Keterlibatan sanitarian sudah jelas, karena memang bidang tugasnya, sehingga peran supervisi melekat pada dirinya. Sedangkan peran bidan, dilakukan seiring dengan tugasnya melayani kesehatan ibu dan anak, termasuk dalam proses persalinan, sehingga peran memberikan motivasi lebih menonjol. Beberapa contoh sukses atas peran jajaran dinas kesehatan adalah di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang bertumpu pada figur kepala puskesmas dan bidan desa. Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat keterlibatan aktif kepala Dinas Kesehatan beserta jajarannya dalam upaya menjadikan program Stop BABS sebagai program prioritas pemerintah daerah. Salah satu faktor pendorong percepatan pencapaian desa Stop BABS di Kabupaten Sumedang adalah pelatihan kepada petugas sanitasi Puskesmas dan Kader Posyandu/Dasawisma sejak awal. Pelatihan dilakukan 2 angkatan dalam 1 tahun anggaran, sedangkan
20

kegiatan pemicuan dilakukan di setiap dusun. Pemicuan dilakukan oleh kader Posyandu dengan dikoordinasikan oleh sanitarian Puskesmas. 2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengarusutamaan program Stop BABS Kemampuan pemerintah daerah dalam pembangunan AMPL masih relatif terbatas. Untuk itu, pemerintah pusat melalui sumber dana hibah dan pinjaman banyak melakukan intervensi pembangunan AMPL di daerah. Pembangunan AMPL diserahkan pelaksanaannya melalui proyek AMPL yang tersebar di seluruh Indonesia. Seluruh proyek AMPL telah mengadopsi program Stop BABS. Keberadaannya di hampir seluruh Indonesia membantu pemerintah pusat dalam memperkenalkan program Stop BABS kepada pemerintah daerah maupun pelaku pembangunan AMPL lainnya. Keterlibatan proyek AMPL dalam pelaksanaan program Stop BABS akan membantu mempercepat pengarusutamaan program di daerah. Sebagai contoh, proyek WSLIC-2 telah berhasil membebaskan 37 desa dari praktek BABS, proyek CWSH menghasilkan 8 desa Stop BABS, Pamsimas menghasilkan 5 desa Stop BABS, TSSM menghasilkan 62 desa Stop BABS, WES Unicef menghasilkan 1 desa Stop BABS. Sementara jumlah desa yang dalam pendampingan proyek AMPL mencapai sekitar 2.000 desa. Kesemuanya berpotensi menjadi desa Stop BABS dalam waktu dekat.

21

2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa

Foto : POKJA AMPL

Program kuliah kerja mahasiswa yang mengerahkan mahasiswa dalam jumlah banyak ke desadesa, merupakan ajang yang potensial dalam melibatkan mahasiswa dalam pelaksanaan Stop BABS. Dengan pembekalan yang memadai, mahasiswa dapat berperan menjadi fasilitator pemicu perubahan di tingkat masyarakat. Melalui kerja sama antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi, dapat dibangun suatu sinergi untuk membantu masyarakat desa dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Keterlibatan perguruan tinggi pertama kali oleh Universitas Tirtayasa pada tahun 2007, melalui pelatihan yang diikuti 108 orang, terdiri dari 26 dosen, 5 sanitarian dari 5 Puskesmas lokasi KKM serta 7 orang peserta tambahan dari P2KP Banten, yang dilanjutkan dengan pemicuan CLTS di 14 desa. Program kemudian berjalan dengan lebih baik pada tahun 2008, masih di 5 Kecamatan, Carenang, Curug, Pontang, Tirtayasa, Tunjung Teja di kabupaten Serang. Pada tahap awal dilatih sebanyak 75 orang terdiri dari 34 dosen, 14 mahasiswa, sisanya berasal dari PKK, Sanitarian, Bidan,
22

serta tokoh masyarakat; dilanjutkan dengan 5 dosen dan 1 mahasiswa mengikuti pelatihan Keterampilan Dasar Fasilitasi. Melalui koordinasi dengan Pokja AMPL Banten serta Pokja AMPL Kabupaten Serang, hasilnya lebih baik, sehingga sudah ada beberapa kampung yang mencapai Stop BABS. Sedangkan di Universitas Gajah Mada telah dilatih 22 mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Waterplan Community terkait Teknis Pemicuan CLTS. Pelatihan ditangani oleh Pokja AMPL Nasional bekerjasama dengan LPPM UGM, dilanjutkan pemicuan CLTS di Desa Hargomulyo, Gedangsari Kabupaten Gunung Kidul; serta dikembangkan masing masing di 2 desa di Kabupaten Gunung Kidul dan Sleman. Sementara STIKES Falatehan Serang, yang ikut serta dalam pelatihan tahun 2008 sebanyak 2 dosen dan 1 mahasiswa sedang mengembangkan desa model, di Desa Terumbu, Kecamatan Kilasah di kota Serang. 2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana oleh kader di tingkat desa mendukung upaya pemantauan dan evaluasi program Stop BABS secara keseluruhan Salah satu kendala dalam pelaks-anaan program AMPL selama ini adalah kesulitan memperoleh data yang dapat diandalkan. Sebagian besar disebabkan bentuk format pelaporan yang rumit dan sulit dipahami. Melalui pelaksanaan program Stop BABS kemudian ditemui beberapa upaya pencatatan kemajuan pelaksanaan kegiatan yang sederhana dan dilaksanakan langsung oleh kader di lapangan. Dari format yang tersusun dari daerah inilah kemudian diharapkan data yang didapatkan dapat
23

Format pemantauan skala desa. Tabel : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang

berkembang menjadi data nasional. Sementara format pemantauan dan evaluasi dapat menjadi embrio bagi upaya mendapatkan format pemantauan dan evaluasi yang mudah, dan dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, PCI melalui programnya di kabupaten Pandeglang, Banten mengembangkan format pemantauan dan evaluasi yang sederhana. Kader atau Tim CLTS desa melakukan pemantauan, kemudian petugas lapangan PCI melakukan rekap perkembangan setiap desa, dan digabungkan di tingkat kecamatan. Format pemantauan dan evaluasi tersebut terus dikembangkan PCI melalui programnya di Kabupaten Nabire, Papua; Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, NAD. Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pemantauan dilakukan melalui kunjungan rumah oleh Kader Dasa Wisma. Pencatatan atas perubahan perilaku menggunakan formulir yang disiapkan oleh Dinas Kesehatan. Selain itu dipergunakan Stiker STBM melalui
24

Program Lingkungan Sehat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, maupun Pamsimas. Hasil pemantauan kader tersebut kemudian dicatat dalam format laporan yang disiapkan Stiker STBM ditempel di setiap rumah. Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang Dinas Kesehatan Sumedang, untuk kemudian direkap oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga akhirnya tersedia laporan perkembangan program Stop BABS bulanan. 2.1.12 Deklarasi Stop BABS (ODF) memicu daerah lainnya Deklarasi ODF di Desa Sawe Kecamatan Huu di Kabupaten Dompu oleh Bupati Dompu, deklarasi ODF di Desa Sukawening Kecamatan Ganeas oleh Bupati Sumedang, serta pemberian Penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri) kepada kabupaten Pandeglang untuk Pembuatan Jamban Terbanyak Tanpa Subsidi Selama Satu Tahun (sekitar 2.000 jamban), adalah contoh deklarasi yang kemudian memicu, desa lain di wilayah kabupatennya masing masing; bahkan memicu kabupaten lainnya.
Foto : WASPOLA

25

2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar paska pemicuan Stop BABS . Sesuai dengan judul programnya, Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi, maka yang menjadi perhatian adalah bagaimana menjawab permintaan masyarakat akan sarana sanitasi dasar, yang murah, sehat dan ramah lingkungan. Adalah Sumadi yang menunjukkan, pengabdian dan totalitas dalam menggauli profesinya menuju kesuksesan, bukan hanya sebagai sanitarian, namun, juga sebagai pengusaha yang berurusan dengan sanitasi dasar ini. Berurusan dengan tinja sudah pasti menjijikkan. Tetapi, tidak bagi Sumadi yang berprofesi sebagai sanitarian Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH

Persoalan seputar tinja bagi sanitarian adalah persoalan penting yang bila tidak ditangani dengan benar bisa menjadi malapetaka. Kalau mereka sakitsakitan, uangnya habis dipakai berobat, ya miskin terus, kata Sumadi. Prihatin dengan rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan jamban, Sumadi melakukan survei di Desa Begendeng, Kecamatan Jatikalen, kabupaten Nganjuk. Begendeng dipilih sebagai sasaran survei karena pola sanitasi masyarakatnya yang buruk. Desa ini terletak di muara Sungai Brantas dan Sungai Widas. Di dua sungai itulah masyarakat melakukan MCK (mandi, cuci, kakus) sehari-hari, kata Sumadi. Hasil survei tak jauh dari dugaan. Dari 267 rumah di Begendeng, tercatat hanya empat rumah yang memiliki jamban dengan desain
26

tangki septik berbentuk kotak. Saat itu biaya membuat jamban sangat mahal bagi warga yang umumnya bekerja sebagai petani dan buruh. Sumadi berinisiatif membuat desain tangki septik dengan model silindris. Model silindris lebih cocok digunakan di daerah seperti Jatikalen yang memiliki kontur tanah yang selalu bergerak. Model silindris jauh lebih kuat karena titik tekannya hanya satu, yaitu di tengah, sedangkan model kotak lebih gampang roboh, jelas Sumadi. Dengan model tersebut, Sumadi mampu menekan harga pembuatan jamban hingga Rp 440.000. Meski harganya jauh lebih murah, saat diperkenalkan banyak warga yang masih ragu. Saat itu baru 10 keluarga yang tertarik memesan jamban kepada Sumadi. Waktu itu saya beri jaminan, kalau dalam waktu lima tahun jambannya amblek, uang mereka kembali, kata Sumadi. Jaminan dan harga murah yang ditawarkan Sumadi menarik minat warga untuk mendaftar. Selain itu, disediakan juga fasilitas penyedotan tinja.

2.2 Pendanaan
2.2.1 Optimalisasi sumber daya yang ada dengan mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan

Salah satu upaya daerah dalam membiayai program Stop BABS adalah dengan cara mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah berjalan. Tentunya hal ini dengan mudah dapat dilakukan karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian dari kegiatan PHBS. Salah satu contoh adalah upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam kegiatan terkait seperti Program
27

Pengembangan Kompetensi-Indeks Prestasi manusia (PPK-IPM), dan Program Desa Siaga. Bentuk optimalisasi pembiayaan diantaranya pembiayaan kegiatan pelatihan Stop BABS dibiayai dari dana PPK-IPM dan Desa Siaga yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan pemicuan dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Sehingga kebutuhan dana ekstra bagi pelaksanaan program Stop BABS dapat diminimalkan. Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang juga bekerjasama dengan Bank Jabar dalam memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) melalui program Desa Binaan. Program Stop BABS merupakan salah satu kegiatannya, yang akan dimulai tahun 2010 di 10 desa. 2.2.2 Masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam menyelesaikan keterbatasan pendanaan

Pada dasarnya masyarakat yang sudah terpicu dapat membangun sarana jamban sesuai dengan kemampuannya. Tidak ada alasan bagi masyarakat miskin untuk tidak mampu membangun sarana jamban yang paling sederhana (lihat Boks Contoh Mbok Supi di Kabupaten Trenggalek). Namun demikian,

Rumah dan Jamban mbok Supi di Desa Tumpuk, Kecamatan Tugu, Trenggalek, bangga dengan jambannya seharga 4,5 juta rupiah, hasil menabung dari penghasilannya sebagai pemijat, selama setahunan. Foto : TSSM Kabupaten Trenggalek.

28

pada beberapa kasus, khususnya daerah sulit perlu dipertimbangkan pendanaan alternatif untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Apabila dimungkinkan dapat didorong pembentukan unit kredit masyarakat untuk pembangunan jamban. Sebagai contoh Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) desa Sungai Rangas Hambu Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar Baru mengembangkan jamban melalui arisan jamban. Terobosan ini dilakukan karena harga per-unit jamban relatif mahal. Dengan anggota 38 orang, mereka melakukan arisan jamban Rp 25.000,-/orang /bulan. Perlahan tapi pasti jumlah keluarga yang memiliki jamban meningkat. Begitu juga dengan Jorong Parang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, yang memanfaatkan keberadaan Kelompok Tani Perempuan. Setiap pertemuan kelompok mereka melakukan arisan kloset, dan setiap pertemuan terdapat dua orang yang mendapat giliran memperoleh kloset. Beberapa wanita Kelompok Arisan Jamban desa Rorurangga Pulau Ende, NTT juga memprakarsai hal yang sama. Siti Sarifah, seorang ibu muda dua anak, bersama dengan beberapa ibu rumah tangga mendirikan kelompok ini di desanya. Dalam waktu dekat, saya akan memiliki jamban rumah tangga saya sendiri, kata Siti antusias. Pelaksanaan ini didukung oleh sebuah peraturan desa di masing-masing 7 desa di Pulau Ende. Sementara Bengkel Sanitasi Desa Bocor Kabupaten Kebumen, Jawa tengah mengereditkan cetakan bangunan atas dan kloset senilai Rp 60.000 sebanyak 6 kali.
29

Masyarakat Desa Salam Harjo salah satu desa CWSHP di Kabupaten Bengkulu Utara, telah mendapat kemudahan dari toko material terdekat untuk menyicil kebutuhan membuat jamban seperti semen, PVC, bahkan kloset. Cicilan dilakukan setiap minggu dari hasil kebun penduduk berupa kopi dan kelapa sawit. Masyarakat Desa Salam Harjo yang awalnya hanya memiliki 16 jamban, selama berselang 2 bulan semua kepala keluarga yang mencapai 118 KK di desa itu telah memiliki jamban keluarga. 2.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjanjikan

Jauh sebelum program Stob BABS diperkenalkan, pembangunan sanitasi khususanya di perdesaan banyak mempergunakan skema dana bergulir. Dana bergulir tersebut berupa dana stimulan yang diberikan oleh proyek kepada kelompok masyarakat. Anggota kelompok kemudian menentukan urutan penerima bantuan. Secara teoritis hal ini cukup baik, tetapi dalam praktek banyak ditemui kegagalan, terlihat dari kenyataan bahwa dana hanya bergulir satu kali pada penerima gelombang pertama. Masyarakat miskin juga hampir tidak dapat mengakses dana tersebut, karena tidak memiliki kemampuan untuk menyicilnya. Secara umum, ditengarai faktor penyebab kegagalan adalah belum terjadinya perubahan perilaku masyarakat sehingga belum timbul adanya kebutuhan masyarakat terhadap jamban. Kemudian tidak ada hukuman bagi penerima bantuan yang tidak mengembalikan dana bergulir tersebut.
30

Sementara perubahan dana bergulir sanitasi menjadi tanpa subsidi melalui program Stop BABS, terbukti menunjukkan kinerja yang lebih baik. Lebih banyak masyarakat yang terpicu membangun sarana jamban, walaupun tanpa dana stimulan. Hasilnya ini terlihat di berbagai lokasi proyek WSLIC-2, diantaranya Kabupaten Ciamis (Jawa Barat), Muara Enim (Sumatera Selatan), Trenggalek (Jawa Tengah), Bone (Sulawsi Selatan), Sawahlunto Sijunjung (Sumatera Barat). Sedangkan di lokasi proyek CWSH hasilnya terlihat di Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat).

2.3
2.3.1

Sosial dan Budaya


Kampiun sebagai penggerak utama program Stop BABS

Keberhasilan pencapaian stop buang air sembarangan, sebagai hasil dari pemicuan, tergantung banyak hal, tetapi yang utama adalah keberadaan kampiun. Kampiun adalah orang yang terpicu, termotivasi dan memiliki komitmen dalam pelaksanaan program. Dalam beberapa hal, kiprah kampiun ini tidak selalu mendapatkan dukungan dari sistem yang ada, namun demikian kampiun tetap melakukan kegiatan sesuai dengan kapasitasnya. Seorang kampiun dapat berasal dari berbagai golongan, baik pegawai pemerintah, swasta, pemuka masyarakat, tokoh agama, guru sekolah, ibu rumah tangga, bahkan pemuda. Dipercayai bahwa pada setiap keberhasilan pelaksanaan program Stop BABS terdapat seorang kampiun yang mengawal. Jika semua disebutkan satu per satu, akan banyak sekali nama yang perlu dicantumkan. Namun dari sejumlah nama tersebut, beberapa yang dapat disebutkan sementara ini adalah Drg. Agustin yang
31

telah berhasil membebaskan Kecamatan Lembak, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dari perilaku buang air bebas sembarangan. Kecamatan Lembak merupakan kecamatan Stop BABS (ODF) yang pertama Drg. Agustin, Kepala Puskesmas di Indonesia. Muhamad Sholeh Kec. Lembak, Kab. Muara Enim, dari Dinas Kesehatan dan Sumatera Selatan. Foto : WASPOLA Sudarto dari Bappeda berkiprah dalam pengawalan program Stop BABS yang dilakukan oleh Plan International Indonesia di kabupaten Grobogan. Ekki Riswandiyah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat berhasil memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk penyelenggaraan Stop BABS yang juga didukung oleh Bupati Sumedang yang terlibat dalam pencanangan desa Stop BABS (ODF).

Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang

Selain itu, Abdul Sikin, pegawai pemerintah Kecamatan Huu di Kabupaten Dompu, NTB aktif melakukan pelatihan pemicuan, mengatur strategi pemicuan, dan pemantauan pelaksanaan Stop BABS di Kecamatan Huu. Encep Mahmud, Kepala Desa Sindanglaya, Kabupaten Pandeglang membuat SK Kepala Desa tentang Tim Pemberantas Tai. Saefudin Juhri sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung melakukan pemicuan. Sulastri, dari Desa Kenongo, dan Masduki dari Desa Tanggung, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, serta Cicih Sukaesih Kader Desa
32

Sukawening, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, misalnya, merekalah yang menjelaskan pentingnya perubahan kebiasaan dan rencana kerja kepada warga masyarakat di desanya masing masing, sehingga desanya mencapai Stop BABS (ODF).
Lukman, kader dari desa Meunasah kecamatan Susoh, kabupaten Aceh Barat Daya, sedang menjelaskan proses pembuatan jamban. Foto : PCI Aceh

Pada kondisi tertentu, bahkan kampiun sendiri masih melakukan praktek BABS. Untuk itu, kampiun tersebut yang terlebih dahulu membangun jamban, supaya menjadi contoh yang nyata bagi masyarakatnya. Misalnya, hal ini terjadi dengan Lukman kader Desa Meunasah, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Segera setelah menyelesaikan pelatihan pembuatan jamban oleh Fasilitator Teknik Program WES Unicef yang dilaksanakan oleh PCI di Tapaktuan dan sekitarnya, Lukman membangun sendiri jambannya dan kemudian masyarakat mengikutinya. 2.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program Stop BABS dan pendorong utama perubahan perilaku masyarakat.

Keseharian kita menunjukkan bahwa kaum perempuanlah yang aktifitasnya paling banyak berhubungan dengan sanitasi, sehingga melibatkan perempuan menjadi relatif lebih mudah Ternyata
33

kemudian hal ini terbukti dalam pelaksanaan program Stop BABS, baik sebagai kampiun dalam pelaksanaan program maupun sebagai pendorong utama perubahan perilaku di tingkat masyarakat.
Ibu Sulastri didepan papan bertuliskan Dusun Margosari Desa Kenongo, Kecamatan Gucialit, Lumajang, Wilayah Sadar Jamban, 100% penduduk menggunakan jamban leher angsa. Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang

Di tingkat Kabupaten, kita patut mencatat Ekki Riswandiyah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat lewat program Lingkungan Sehatnya telah berhasil membawa sebanyak 55 dusun dan 16 desa mencapai ODF dalam dua tahun, bahkan mulai memperkenalkan pilar lain STBM, yaitu pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Joice Irmawati dari Bappeda Kabupaten Pandeglang, Banten yang sedang mengembangkan program Stop BABS di 6 kecamatan bersama Pokja AMPL serta 2 kecamatan dengan LSM LAZ Harfa. Begitu juga dengan Dian Mardiani dari Bappeda Kabupaten Serang, melalui Pokja AMPL bekerja sama dengan Universitas Tirtayasa, Serang serta fihak lainnya sedang gencar mendorong perubahan perilaku masyarakat agar BAB pada jamban yang dibangun sendiri. Di tingkat kecamatan atau Puskesmas, Drg, P Agustine Siahaan, Mkes yang secara Fenomenal pada tahun 2008 berhasil membawa Kecamatan Lembak Muara Enim di wilayah Puskesmas yang
34

dipimpinnya, meliputi 18 desa mencapai ODF dan saat ini sedang mengembangkan hal yang sama di tempat kerjanya yang baru di Puskesmas Batu Aji, Batam, Riau. Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, kelompok tani wanita berhasil membawa perubahan, sekaligus membuktikan mereka mampu mempengaruhi ibu-ibu atau perempuan lainnya di jorongnya, dari perempuan untuk perempuan dalam menciptakan lingkungan yang sehat melalui pencapaian Stop BABS. Sementara di Kabupaten Sumedang, kader Dasa Wisma seperti Cicih Sukaesih dari Desa Sukawening, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, memulai kegiatan pemicuan pada tahun 2007, dan menjelang akhir tahun 2008 mencapai Stop BABS, dan mendapatkan sertifikat Stop BABS/ODF dari Bupati Sumedang. 2.3.3 Pemilihan waktu keberhasilan pemicuan menentukan

Waktu pemicuan harus disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat. Pada umumnya masyarakat akan dapat dikerahkan untuk pertemuan setiap saat, namun demikian perlu dicermati kegiatan utama masyarakat, yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka seperti pertanian, peternakan, dan sebagainya. Pada daerah pertanian, pemicuan akan lebih baik apabila dilakukan setelah panen. Selain kegiatan produktif relatif tidak ada, masyarakat juga dalam kondisi memiliki uang, sehingga dapat segera membangun sarana jambannya apabila terpicu. Salah satu contoh keberhasilan program Stop BABS dengan memperhatikan kalender musim tanam
35

adalah di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Karena berkaitan dengan kalender musim pertanian, di jorong ini yang berperan sekaligus dalam program Stop BABS adalah Kelompok Tani Wanita Jorong Padang Doto.

Pengurus Kelompok Tani Jorong Padang Doto, ikut andil dalam men-Stop BABS-kan Jorongnya. Foto : Owin Jamasy

Selain itu, pemicuan perlu mempertimbangkan musim. Pada musim hujan, menggali lubangyang merupakan aksi spontan pertama setelah terpicu---relatif sulit dilakukan, disamping itu lubang yang dibangun bisa tergenang air hujan. Kondisi ini mempengaruhi semangat masyarakat dalam menyelesaikan sarana jamban. Hal ini dapat dilihat di Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran di Kabupaten Pandeglang, yang kondisi tanahnya mudah longsor dan cepat berair (kedalaman 1 meter) jika musim hujan. 2.3.4 K a r a k t e r i s t i k s o s i a l b u d a y a d a e r a h mempengaruhi teknik pemicuan. Teknik pemicuan untuk tiap daerah dapat berbeda. Pada satu daerah masyarakat terpicu untuk merubah cara BAB karena rasa malu. Pada daerah lain, masyarakat terpicu karena kejadian khusus, misalnya adanya kecelakaan saat BAB, misalnya ada yang terbawa arus sungai saat BAB, ada yang digigit ular saat BAB di kebun. Di daerah lainnya lagi, masyarakat tidak terpicu dengan rasa malu, tidak terpicu dengan kejadian-kejadian khusus, tetapi mereka terpicu dengan pendekatan pemahaman keagamaan bahwa air yang
36

mengandung kotoran manusia tidak pantas digunakan untuk bersuci. Sebagai contoh, Desa Cimande, Kabupaten Bogor. Setelah pemicuan, masyarakat belum bergerak. Karena belum bergerak, Kepala Desa berinisiatif untuk mencari bantuan, sampai datanglah bantuan 12 zak semen dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hanya saja yang terjadi kemudian, hanya 12 jamban itulah yang terbangun. Menyadari kesalahan tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak mau melakukan kesalahan tersebut lagi, karena bantuan akan mematikan upaya pencapaian Stop BABS. Akhirnya, melalui perjuangan yang panjang dan lama, sampai menemukan cara yang tepat yaitu meminta bantuan Ustadz Desa Cimande yang menyampaikan air yang mengandung kotoran manusia tidak pantas digunakan untuk bersuci. Selain itu disampaikan juga bahwa letak desa berada di hulu, sehingga membuang tinja di sungai akan mendzolimi masyarakat di hilir. Akhirnya Desa Cimande mencapai juga tahapan Stop BABS. Kasus yang sama juga terjadi di Desa Mama, Kabupaten Sumbawa (lihat Boks)

Desa Mama, di Sumbawa, dimana Ustadz setempat mengatakan bahwa selama ini kita mendzolimi masyarakat di hilir yang juga menggunakan air dari sungai di kampungnya, sehingga dalam waktu dekat Desa Mama mencapai ODF, sebagaimana terlihat dalam grafik.

37

Pendekatan keagamaan juga berhasil di pulau Ende, NTT. Abu Bakar, Imam Masjid Baiturahman, Desa Padarape, memasukkan masalah kebersihan dan sanitasi pada setiap khotbah Jumat. Saya mendorong orang untuk mengubah kebiasaan mereka dan menghentikan praktik buang air besar terbuka, kata Abu Bakar. Akibatnya, ada sekitar 233 rumah tangga yang telah mendeklarasikan keinginan mereka untuk membangun jamban. 2.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS

Pelibatan anak-anak dalam proses pemicuan Stop BABS sampai dengan pemantauan paska pemicuan memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian kondisi Stop BABS. Pelibatan anak dilakukan dapat melalui jalur sekolah yang berada di desa bersangkutan, dengan melibatkan dalam proses pemicuan. Seperti di Kabupaten Grobogan, murid sekolah berperan menjadi polisi tai, yang bertugas mencari jejak BAB pada daerah yang biasa dipakai praktek BAB sembarangan. Selain

Di Desa Taktakan, Kabupaten Serang, Program KKN-Tematik AMPL Universitas Tirtayasa berhasil mengupayakan agar anak-anak menjadi salah satu pendukung gerakan Stop BABS. Terlihat anak anak sedang belajar menyanyikan lagu bertema Stop BABS dalam bahasa Sunda: Ulah Ngising Sembarangan (Jangan BABS) yang akan dinyanyikan berkeliling kampung mengingatkan seluruh warga agar Stop BABS. Foto : WASPOLA

38

itu, mereka melakukan pengawasan di lingkungan rumahnya sendiri, melaporkan kepada guru di sekolah. Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, keberhasilan pemicuan dipicu oleh lagu-lagu yang diteriakkan anak-anak sekolah dasar. Isi lagunya mengandung himbauan dan sindiran. Hal ini tentu ada kaitannya dengan budaya lokal yakni kesenangan bernyanyi dan mendengarkan nyanyian atau syair. Kondisi ini juga terjadi di Desa Taktakan, Kabupaten Serang, Banten (lihat Boks) 2.3.6 Menciptakan persaingan antarkomunitas mendorong percepatan pencapaian Stop BABS

Hal yang tersulit dilakukan adalah meyakinkan suatu komunitas bahwa Stop BABS penting dan dapat dicapai tanpa bantuan subsidi pemerintah. Ketika kemudian masyarakat terpicu untuk melakukan perubahan, kendala berikutnya adalah bagaimana menularkan semangat ini ke komunitas di sekitarnya. Hal ini kemudian mendorong fasilitator untuk menciptakan suasana persaingan di antara komunitas bertetangga. Sebagaimana yang dilakukan di Desa Panimbo, Kecamatan Kedungjati. Setelah selesai pelatihan, Tim CLTS Kecamatan Kedungjati segera melakukan pemicuan pertama di Dusun Plosorejo, yang dianggap relatif mudah ditangani. Hasilnya sangat menakjubkan yaitu warga dengan kesadarannya mau Pertemuan masyarakat di desa Panimbo. membangun jamban. Foto: WASPOLA
39

Sebagaimana dipahami selama ini bahwa seeing is believing, yaitu ketika terdapat contoh yang dapat dilihat langsung maka masyarakat akan mempercayainya. Berbekal kondisi inilah kemudian dilakukan pemicuan di dusun sebelahnya dan seterusnya. Secara bergilir pemicuan dilakukan ke dusun yang lain sehingga genap 9 dusun selesai dipicu. Kemajuan dusun tetangga menjadi pemicu desa lainnya untuk lebih baik lagi. Kesan persaingan untuk penyelesaian pembangunan jamban terbangun antardusun. Alhasil hanya dalam 2 minggu, pembangunan jamban swadaya berhasil diselesaikan di seluruh desa.

2.4 Teknologi
2.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian Stop BABS

Terdapat kesalahkaprah-an selama ini bahwa biaya pembangunan jamban besar sehingga menjadi salah satu kendala pencapaian Stop BABS. Pada kenyataannya, jamban dapat dibangun dengan menggunakan teknologi yang sederhana, memanfaatkan material lokal, dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, sehingga biayanya terjangkau oleh masyarakat. Sebagaimana pengalaman di Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran di kabupaten Pandeglang, dengan kondisi tanah yang mudah longsor dan cepat berair (kedalaman 1 meter) jika musim hujan. Tetapi kondisi ini juga lalu menimbulkan semangat warga masyarakat mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut, salah satu diantaranya dengan membuat anyaman bambu agar bangunan bawah Foto : PCI
40

jamban tidak cepat longsor. Biayanya murah, dan mudah membuatnya. 2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi kendala fisik lahan

Salah satu hal yang menjadi kendala pembangunan sarana jamban adalah kondisi fisik lahan yang membutuhkan upaya tertentu seperti daerah cadas, air tanah tinggi, rawa, dan pantai. Dibutuhkan biaya tinggi untuk membangun jamban terkecuali ditemukan cara mengatasinya. Pada beberapa lokasi, ternyata kondisi ini dapat diatasi dengan memanfaatkan pengetahuan masyarakat sendiri.

Masyarakat sedang menggali lubang di daerah berbatuan, disebelahnya jamban yang sudah terbangun. Foto : TSSM Kabupaten Pacitan

Masyarakat di daerah berbatu, walaupun sulit menggali lubang, tapi dengan memanfaatkan cuka dan urea, ternyata kekerasan batu tersebut dapat dilunakkan sehingga dapat dipahat sedikit demi sedikit. Menggunakan bibit cuka yang dapat dibeli di apotik, hasilnya lebih cepat dengan cara membuat lubang di daerah berbatuan, dibiarkan semalam, setelah itu lahan
41

berbatuan menjadi lebih lunak, dan lebih mudah digali. Sedangkan jika memakai urea, memerlukan waktu lebih lama, dengan cara urea ditabur di lahan berbatuan, lalu dibiarkan selama sebulan, baru setelah lebih lunak, masyarakat melakukan penggalian. Kondisi ini dapat ditemukan di Dusun Karangsempu, Desa Cemeng, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan. Contoh lainnya adalah daerah pantai yaitu Desa Kore, Kecamatan Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Masyarakat desamenggunakan gentong atau tempayan yang diletakkan terbalik, sebagai tempat menampung tinja. Kondisi yang sama ditemui di Desa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang bahkan sudah lebih banyak menggunakan gentong atau tempayan tadi. Sekitar 60% dari 537 jamban yang terbangun pasca pemicuan di Desa tersebut menggunakan konstruksi tersebut, karena biayanya murah, hanya sekitar Rp 75.000 sampai Rp 100.000 untuk yang berdiameter 1 meter. 2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu menghasilkan jamban yang terjangkau

Setelah masyarakat terpicu untuk berubah, ternyata tidak semua masyarakat dapat langsung membangun jamban dikarenakan keterbatasan dana. Oleh karena itu, penyediaan jamban dengan harga terjangkau menjadi suatu keniscayaan. Salah satu upaya menjadikan biaya pembuatan jamban terjangkau adalah dengan melatih kelompok masyarakat membuat jamban. Harga jamban menjadi terjangkau karena dibuat sendiri di desa masing-masing sehingga dapat mengurangi biaya angkut. Selain itu, pembuatan skala besar dan secara gotong royong juga dapat mengurangi biaya.
42

Kegiatan penyediaan jamban dengan skema seperti ini biasa disebut bengkel sanitasi. Terdapat contoh di Kabupaten K e b u m e n Bengkel Sanitasi di desa Bocor, Kabupaten s e b a g a i m a n a Kebumenyang dikelola oleh kelompok gambar diatas, masyarakat, menemukan model bangunan bagian atas jamban yang diproduksi dan ataupun contoh disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. program Stop BABS Foto: WASPOLA oleh PCI, baik di Kabupaten Pandeglang ataupun Aceh. Selain itu, proyek StoPS di Jawa Timur juga menerapkan skema yang sama. 2.4.4 Penerapan konsep jenjang sanitasi (sanitation ladder) dapat terwujud melalui pendampingan rutin

Setelah masyarakat terpicu, maka langkah berikutnya adalah bagaimana mendampingi masyarakat dalam membangun jamban sesuai dengan kemampuannya. Namun kualitas jamban tetap harus memenuhi persyaratan. Untuk itu, dikenal konsep jenjang sanitasi, yaitu masyarakat dapat membangun jamban dari bentuk jamban yang paling sederhana, kemudian meningkat kualitasnya disesuaikan dengan peningkatan kemampuan masyarakat. Kesalahkaprahan yang terjadi adalah ketika pendampingan hanya sampai pada tahap masyarakat Stop BABS. Padahal terdapat kemungkinan bahwa masyarakat akan kembali pada perilaku BABS, atau jamban yang terbangun tidak terpelihara kondisinya. Untuk itu, pendampingan dilakukan secara rutin untuk
43

memastikan kedua hal tersebut tidak terjadi. Bahkan kualitas jambannya meningkat. Sebagai contoh adalah desa binaan PCI yang kemudian dilanjutkan oleh LAZ Harfa di Kabupaten Pandeglang, seperti Desa Sindanglaya, Kecamatan Pagelaran. Setelah membangun jamban yang sederhana, mereka kemudian menyisihkan sebagian penghasilan dari produksi emping melinjo untuk meningkatkan kualitas jambannya. Masyarakat menyisihkan dananya untuk membeli semen, kloset, sehingga jambannya meningkat menjadi jamban yang kuat, aman, nyaman dan sehat. Dari jamban yang sederhana menjadi jamban berkloset. Pilihan masyarakat sangat bervariasi sebagaimana terlihat dari penelusuran lapangan di 9 desa di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang serta Ciamis. Terdapat beberapa tipologi jamban sederhana yang dibangun masyarakat paska pemicuan, dengan biaya mulai dari Rp. 100 ribu sampai Rp. 1,2, (lihat gambar 2.1). Sedangkan di Sukawening Kabupaten Sumedang, yang sudah Stop BABS, masyarakat membangun jamban dengan biaya bervariasi antara Rp 750.000 sampai Rp 5.000.000

44

Gambar 2.1 Variasi Tipe dan Biaya Jamban Sederhana


Tipe II, Rp 106,000 Tipe III, Rp 124,500 Tipe IV, Rp 176,500

Tipe I, Rp 111,500

Tipe V, Rp 315,000

Tipe VI, Rp 507,000

Tipe VII, Rp 677,600

Tipe VIII, Rp 1,156,500

45

46

RANGKUMAN PEMBELAJARAN
3.1 Kelembagaan Selama ini sanitasi masih belum menjadi prioritas bagi semua pelaku pembangunan. Upaya penyadaran melalui diseminasi yang intensif yang diharapkan akan membangun komitmen semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat, sebagai sasaran utama dari upaya penyadaran ini. Road Show, yaitu berupa kegiatan advokasi yang merupakan ajang peningkatan pemahaman pengambil keputusan di tingkat pemerintahan kabupaten/kota, baik legislatif maupun eksekutif. Selain sebagai pembuka jalan bagi proses internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah, Road Show juga menjadi media penting untuk menentukan adanya dukungan politik maupun kegiatan lanjutan yang perlu di fasilitasi oleh pemerintah pusat maupun pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, upaya lain untuk mempercepat pengarusutamaan program Stop BABS adalah melalui adopsi program Stop BABS kedalam proyek AMPL. Pelaksanaan program Stop BABS akan lebih optimal ketika terjadi kerjasama antara pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Termasuk diantaranya mahasiswa, melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa. Pemantapan internal pemerintah daerah juga menjadi suatu keniscayaan, dengan menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat. Termasuk dukungan aparat desa dan kader desa untuk melakukan pemantauan dan evaluasi program Stop BABS dengan format pemantauan yang sederhana.

BAB 3

47

Intensitas pendampingan masyarakat akan sangat membantu percepatan pencapaian Stop BABS. Pemicuan perlu dilakukan secara terencana dengan memperhatikan kekhasan masing-masing lokasi. Peningkatan permintaan fasilitas jamban sebagai konsekuensi meningkatnya kesadaran masyarakat perlu disikapi dengan meningkatkan ketersediaan fasilitas jamban yang memenuhi syarat dan terjangkau. Ini membuka suatu peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar, dan membuka potensi lapangan kerja. Upaya menjadikan kegiatan Stop BABS melembaga dilakukan melalui Deklarasi Stop BABS, yaitu kegiatan pendeklarasian oleh Bupati/Walikota ketika suatu komunitas mencapai tahap Stop BABS. Pendeklarasian ini juga sekaligus sebagai ajang kampanye bagi desa tetangga bahkan kabupaten tetangga tentang Stop BABS. 3.2 Pendanaan

Keterbatasan dana dapat disikapi dengan memanfaatkan keberadaan program yang ada baik program pemerintah pusat maupun daerah dengan cara mengadopsi atau menjadikan program Stop BABS sebagai bagian dari program yang sedang berjalan. Selain itu, terbukti bahwa skema non subsidi lebih menjanjikan dari skema dana bergulir. Ketika menghadapi kendala biaya, masyarakat akan mengupayakan mengatasinya dengan cara mereka sendiri. 3.3 Sosial Budaya

Keberadaan kampiun menjadi persyaratan utama keberhasilan program Stop BABS, terutama karena fungsinya sebagai motor penggerak. Sebagian
48

terbesar dari kampiun tersebut ternyata adalah kaum perempuan. Keberadaan anak ternyata dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS yang kemudian mendorong tercapainya kondisi Stop BABS. Pemilihan bentuk dan teknik pemicuan serta waktu pemicuan sebaiknya perlu mempertimbangkan karakteristik masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat tertentu lebih memilih malam hari sebagai waktu pertemuan. Salah satu hal yang menjadi sifat alamiah masyarakat adalah mencontoh hal baik dari lingkungannya. Untuk itu, keberhasilan satu komunitas dapat mendorong komunitas lainnya untuk melakukan hal yang sama. Pencapaian dusun Stop BABS akan menciptakan persaingan antarkomunitas yang mendorong percepatan pencapaian Stop BABS. 3.4 Teknologi

Pemanfaatan teknologi sederhana dapat menunjang upaya penyediaan sarana jamban yang terjangkau. Bahkan pengetahuan masyarakat setempat dapat membantu mengatasi kendala fisik lahan seperti air tanah tinggi, daerah rawa, pantai dan daerah cadas. Penyediaan sarana jamban yang terjangkau juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaannya. Untuk itu, keberadaan bengkel sanitasi sebagai suatu pusat penyedia sarana dapat membantu menghasilkan jamban yang terjangkau dengan mengurangi biaya angkut dan biaya produksi. Sekaligus juga akan membantu masyarakat meningkatkan kualitas jamban secara bertahap melalui pendampingan rutin pemerintah daerah.
49

Tabel 3.1 Rekapitulasi Pembelajaran Stop BABS di Indonesia


Kelembagaan Pembelajaran Diseminasi yang intensif membangun komitmen semua pelaku pembangunan AMPL untuk melaksanakan program Stop BABS Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengarusutamaan program Stop BABS Pelaksanaan Road Show sebagai pembuka jalan proses internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah Internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah menjadi jaminan keberlanjutan Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan Stop BABS mempercepat pencapaian Stop BABS Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa serta sebagai titik masuk program untuk diteruskan oleh Pokja AMPL Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi dan mempercepat pencapaian Stop BABS Format dan bentuk pemantauan yang sederhana oleh kader di tingkat desa mendukung upaya pemantauan dan evaluasi program Stop BABS yang dapat dikembangkan menjadi perangkat pemantauan dan evaluasi secara keseluruhan Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat terhadap program Stop BABS Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara terencana dan memerlukan dukungan aparat desa Lokasi

Lokasi WSLIC2, CWSHP, WES Unicef, Pro Air, Pamsimas, Plan International Indonesia, PCI

Kabupaten Grobogan dan Dompu dengan dampingan Plan Internasional Indonesia, TSSM Jawa Timur

Kabupaten Trenggalek, Muaro Jambi, Sumedang

Kabupaten Grobogan dengan dampingan Plan Internasional Indonesia

Universitas Tirtayasa Banten, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, STIKES Falatehan Kabupaten Serang Lokasi PCI dan LAZ Harfa di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Aceh dan Kabupaten Nabire, serta Plan Internasional Indonesia di Kabupaten Grobogan, Dompu dan Kefa; Yayasan Pancur Kasih di Kabupaten Landak dan Kubu Raya

Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Sumedang

Puskesmas Lembak Kabupaten Muara Enim, Puskesmas Kramatwatu Kabupaten Serang, Puskesmas Ganeas Kabupaten Sumedang Desa Marga Jaya Kabupaten Ciamis; Desa Sindanglaya dan Kertasana, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang; Desa Ulaweng Riaja, Kabupaten Bone; Desa Babak Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim, Desa Sawe kecamatan Huu Kabupaten Dompu; Desa Sukawening Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Pandeglang Desa Begendeng, Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk

Deklarasi Stop BABS memicu daerah lainnya untuk melakukan hal yang sama Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar paska pemicuan Stop BABS mempercepat pencapaian Stop BABS

50

Pendanaan Pembelajaran Optimalisasi sumber daya yang telah tersedia di daerah dengan mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan Masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam menyelesaikan keterbatasan pendanaan, melalui arisan jamban atau kredit bahan bangunan Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjanjikan Pembelajaran Kampiun terutama kaum perempuan sebagai penggerak utama program Stop BABS dan pendorong utama perubahan perilaku masyarakat Dengan memahami karakteristik sosial budaya daerah akan mempermudah proses pemicuan sebagai titik awal proses perubahan perilaku masyarakat Pemilihan waktu pemicuan menentukan keberhasilan pelaksanaan program Stop BABS, misalnya dengan memperhatikan kalender musim, waktu bekerja atau cuaca Sambil bermain dan bernyanyi anak-anak dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS Menciptakan persaingan antarkomunitas dalam mencapai hasil pemicuan mendorong percepatan pencapaian Stop BABS Kabupaten Sumedang Desa Sungai Rangas Hambu Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar Baru; Bengkel Sanitasi desa Bocor Kabupaten Kebumen; Jorong Padang Doto kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung; Kelompok Arisan Jamban Desa Rorurangga Pulau Ende; Desa Salam Harjo Kabupaten Bengkulu Utara Lokasi WSLIC2 dan CWSHP di Indonesia Sosial Budaya Lokasi Kabupaten Muara Enim, Sumedang, Grobogan, Lumajang, Ciamis, Dompu, Serang, Pandeglang dan Sawahlunto Sijunjung Lokasi

Kabupaten Sumbawa, Bogor dan Pulau Ende

Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Pandeglang

Kabupaten Serang, Grobogan dan Sawahlunto Sijunjung

Kabupaten Grobogan, Dompu, Trenggalek Teknologi

Pembelajaran Masyarakat berhasil menemukan teknologi sederhana yang sesuai dengan kemampuannya dalam upaya untuk mencapai Stop BABS Kondisi daerah yang sulit secara teknis tidak mustahil untuk dilakukan pemicuan Masyarakat memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya dalam mengatasi kendala pembangunan sarana Keberadaan bengkel sanitasi membantu masyarakat memperoleh jamban dengan harga terjangkau Penerapan konsep jenjang sanitasi yang mendorong masyarakat meningkatkan kualitas sarana jamban mereka menuju jamban yang kuat, aman, nyaman dan sehat, dapat terwujud jika dilakukan pendampingan rutin

Lokasi Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang

Desa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas

Desa Cemeng, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan

Desa Bocor Kabupaten Kebumen

Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang dan Sumedang

51

DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millennium Indonesia. Jakarta, 2007. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia 2007/2008. Jakarta, 2007. Bappenas, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan. Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, Jakarta 2003 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku Petunjuk Teknis Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BBABS)/ Community Led Total Sanitation (CLTS) untuk Fasilitator. Jakarta, 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta, 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk Teknis Stop Buang Air Besar Sembarangan untuk Fasilitator. Jakarta, 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pelaksanaan Stop Buang Air Besar Sembarangan. Jakarta, 2008. Dwi As Setianingsih, Sumadi. Pengusaha Jamban dari Jatikalen. Kompas, 29 Desember 2009 Jamasy, Owin. CLTS Action Learning Study (penelitian), Kerjasama Laboratorium Ilmu dan Pengkajian Pembangunan Indonesia dengan Institute of Development Studies at the University of Sussex, Brighton. Jakarta 2008 Kar, Kamal and Chambers, Robert. Handbook on Community-Led Total Sanitation. Plan UK and Institute of Development Studies at the University of Sussex. Brighton, 2008.
52

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Nasional. Mencapai Target MDG Sanitasi melalui STBM. Majalah Percik, Desember, 2008. Mungkasa Oswar, ed. Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia, Pembelajaran dari Berbagai Pengalaman, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Bappenas Plan International Indonesia, Jakarta 2008, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Selayang Pandang Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. 2009 Priyono, Edy. Dimensi Kelembagaan Dalam Penyebaran CLTS di Indonesia (penelitian), kerjasama Akademika dengan Institute of Development Studies at the University of Sussex. Brighton, 2008 Water Sanitation Policy and Action Planing Project Plan International Indonesia. Millennium Development Goals Menuju Indonesia 2015. Jakarta 2008. Water Sanitation Policy and Action Planing Project. Laporan Pelaksanaan Lokakarya Nasional, Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi Dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat di Indonesia, Bogor, Jawa Barat. Jakarta 2009. Water Sanitation Policy and Action Planing Project, Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan Nasional. Strategi Keberlanjutan Progam Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta, 2008.

53

Lampiran 1 Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS Tahun 2012 Kabupaten Sumedang merupakan satu diantara segelintir kabupaten yang telah mencanangkan menjadi kabupaten Stop BABS, bahkan lebih cepat dari target RPJMN 2014, yaitu tahun 2012. Target ini sepertinya dapat tercapai dengan menyimak keberhasilan Kabupaten Sumedang meningkatkan akses sanitasi dasar melalui program STBM. Peningkatan populasi penduduk yang mempunyai akses terhadap jamban meningkat tajam dari 58 persen (sebelum STBM/2007) menjadi 69 persen (setelah STBM/2009), yang berarti peningkatan antara 3-5 persen per tahun. Sebagai perbandingan, sebelum STBM diterapkan, peningkatan akses jamban hanya sebesar 0,05 persen per tahun. Untuk itu, Kabupaten Sumedang memperoleh penghargaan Mandala Karya Bhakti Husada Antala dari Menteri Kesehatan. Perkembangan jumlah desa yang sudah mencapai Stop BABS/ODF per tahun 2009, telah mencapai 24 desa. Pencapaian tersebut melalui berbagai program yaitu Klinik Sanitasi, PPK-IPM,
DESA 1. Sukawangi 2. Sukawening (Stop BABS menuju 5 pilar) 3. Neglasari 4. Pasigaran 5. Sirnamulya 6. Cacaban 7. Karangbungur (Stop BABS menuju 5 pilar) 8. Jatisari (Stop BABS menuju 5 pilar) 9. Gunturmekar 10. Citali (Stop BABS menuju 5 pilar) 11. Tanjungwangi (Stop BABS menuju 5 pilar) 12. Tanjungmulya 13. Cilembu 14. Sukapura (Stop BABS menuju 5 pilar) 15. Margajaya 16. Cibeusi 17. Cijeruk KECAMATAN, PROGRAM dan TAHUN Pamulihan (Klinik Sanitasi) 2006 Ganeas (swadaya) Kader PPK IPM Darmaraja (swadaya) Tanjungsari (swadaya) Kader PPK IPM Situ (Pamsimas 2008) Conggeang (Pamsimas 2008) Hariang (Pamsimas 2008) Tanjungsari (swadaya) PPK IPM Sukamantri (Klinik Sanitasi) Pamulihan (Pamsimas 2009) Tanjungmedar (Replikasi 2008) Tanjungkerta (swadaya) Haurngombong (swadaya) PPK IPM Wado (Pamsimas 2008) Margajaya (Pamsimas 2008) Jatinangor (Klinik Sanitasi) Pamulihan (Klinik Sanitasi)

54

Pamsimas, bahkan swadaya masyarakat. Menariknya lagi bahwa setelah mencapai Stop BABS, 13 desa mulai melaksanakan pilar lainnya dari program STBM. Selengkapnya pada tabel berikut. Selain itu, 7 (tujuh) desa di Kecamatan Tanjungmedar juga telah menjadi desa Stop BABS melalui program Klinik Sanitasi, dan Desa Siaga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, sehingga sampai bulan Maret 2010 jumlah desa yang sudah Stop BABS/ODF adalah 24 desa. Untuk pengelolaan sampah rumah dan limbah cair rumah tangga, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan LSM Sumedang Sehat Sejahtera, dengan menerapkan azas pemberdayaan usaha dan pendampingan pengelolaan mulai dari pemilahan sampah sampai dengan pemasaran hasil daur ulang sampah, pemanfaatan sampah menjadi biogas, maupun kompos. Program ini telah berlangsung di 7 Desa, yaitu (i) Banjarsari, (ii) Sukawening, (iii) Pasigaran, (iv) Karang Bungur, (v) Tanjungsari, (vi) Gudang, (vii) Cipancar. Pencapaian tersebut di atas, dilakukan dengan cara mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah berjalan. Tentunya hal ini dapat dengan mudah dilakukan karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian dari kegiatan PHBS. Sebagai contoh adalah upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam kegiatan terkait seperti Program Pengembangan KompetensiIndeks Prestasi Manusia (PPK-IPM), Program Desa Siaga dan Klinik Sanitasi. Sehingga biaya tambahan dalam melaksanakan program Stop BABS dapat diminimalkan. Misalnya saja, pembiayaan kegiatan pelatihan Stop BABS dibiayai dari dana PPKIPM dan Desa Siaga yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan pemicuan dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Disamping itu, kegiatan di Klinik Sanitasi diarahkan untuk melakukan pelatihan Stop BABS bagi kader-kader Posyandu. Selain itu, kegiatan Stop BABS Kabupaten Sumedang juga telah dipadukan dengan kegiatan sejenis dalam program nasional PAMSIMAS. Tidak hanya itu, kegiatan Stop BABS juga telah masuk dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat kecamatan dan kabupaten.
55

Selain dari sumber dana pemerintah, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang mulai memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility ( CSR) dari Bank Jabar untuk program Desa Binaan. Program Stop BABS menjadi salah satu bagian dari program tersebut yang dimulai tahun 2010 di 10 desa di Kabupaten Sumedang. Salah satu strategi yang berdampak signifikan adalah pemaduan kegiatan program Stop BABS kedalam kegiatan rutin pembangunan di kabupaten Sumedang, sehingga nuansa program Stop BABS sebagai sebuah proyek yang bersifat sementara menjadi sirna. Dimulai dari pelatihan kepada petugas sanitarian Puskesmas dan Kader Posyandu/Dasawisma, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pemicuan di setiap dusun oleh kader Posyandu yang dikoordinir oleh sanitarian Puskesmas. Setiap kader melakukan pencatatan atas perubahan perilaku yang dilakukan oleh masyarakat paska pemicuan, pencatatan dengan formulir yang disiapkan oleh Dinas Kesehatan. Kompilasi data perkembangan dari setiap dusun dan desa dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Setelah pemicuan, kader Stop BABS melakukan pemicuan lanjutan di Posyandu, Arisan dan Pengajian, Pertemuan RT serta melakukan kunjungan rumah. Adanya keterlibatan tokoh agama juga sangat mendukung dalam memberi pemahaman tentang perlunya kebersihan diri dan lingkungan. Pemicuan yang dilakukan ternyata berdampak pada tingginya antusiasme masyarakat. Terlihat dari biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat relatif cukup besar dan tanpa subisidi, yang berkisar antara Rp. 750 ribu sampai Rp. 5 juta. Selain itu, kesadaran masyarakat pun tidak hanya bersifat individual tetapi bahkan menjadi sebuah gerakan. Misalnya saja, masyarakat yang telah membangun jamban melakukan teguran bagi warga lainnya yang masih melakukan BAB di saluran irigasi atau di sembarang tempat. Ada juga kesediaan dari warga yang telah memiliki jamban untuk ditumpangi oleh warga yang belum memiliki jamban, oleh karena itu beberapa jamban dibangun di bagian luar rumah/ tidak di dalam rumah. Sehingga, masyarakat terpicu untuk berubah perilakunya disebabkan karena rasa malu dan tidak enak mengganggu ketenangan tetangga karena bau yang ditimbulkan tinja.
56

Untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat yang sudah mencapai desa Stop BABS, telah dilakukan deklarasi dan pemberian sertifikat Stop BABS/ODF oleh Bupati Sumedang. Sebagai contoh desa Sukawening, kecamatan Ganeas, kabupaten Sumedang, yang memulai kegiatan pemicuan pada tahun 2007, menjelang akhir tahun 2008 mencapai ODF, Dalam rangka pendataan atas kemajuan program Stop BABS, kabupaten Sumedang melaksanakan monitoring melalui kunjungan rumah oleh Kader Dasa Wisma. Selain itu dipergunakan Stiker STBM melalui Program Lingkungan Sehat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, maupun PAMSIMAS. Hasil pemantauan kader tersebut kemudian dicatat dalam format laporan yang disiapkan Dinas Kesehatan Sumedang, untuk kemudian direkapitulasi sehingga akhirnya pengelola program STOP BABS mendapatkan laporan perkembangan program STOP BABS bulanan. Beberapa kunci keberhasilan Kabupaten Sumedang diantaranya adalah (i) melakukan internalisasi program Stop BABS/STBM kedalam program pemerintah daerah. Proses internalisasi ini tidak hanya dalam bentuk adopsi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah tetapi juga mengusulkan program Stop BABS melalui jalur musrenbang; (ii) adanya dukungan pengambil keputusan, baik eksekutif maupun
57

legislatif; (iii) pemanfaatan sumber dana lain di luar dana pemerintah seperti dana CSR; (iv) pemberian insentif berupa piagam penghargaan kepada desa Stop BABS; (v) keberadaan kampiun baik pegawai pemerintah maupun masyarakat yang berjuang dengan sepenuh hati dalam pelaksanaan program Stop BABS.

58

Lampiran 2 Paduan Promosi dan Internalisasi Program Mendorong Percepatan Program Stop BABS di Kabupaten Trenggalek Kabupaten Trenggalek, dengan jumlah penduduk sebanyak 364.877 jiwa adalah salah satu kabupaten lokasi program Total Sanitation dan Sanitation Marketing (TSSM). TSSM merupakan implementasi program Stop BABS di Jawa Timur yang didanai oleh Yayasan Bill Gates. Deklarasi desa Stop BABS pertama kali pada tanggal 14 Mei 2008 oleh bupati. Sampai akhir Februari 2010, telah dipicu sebanyak 289 komunitas, dengan hasil 118 komunitas yang mencapai ODF, yang terdiri dari 29 desa dan 67 dusun atau telah terjadi peningkatan akses bagi 66.563 penduduk (Lokakarya Nasional CLTS PAMSIMAS, 25-28 Maret 2010). Sejauh ini desa Stop BABS juga sudah mulai diperkenalkan dengan pilar kedua STBM yaitu cuci tangan pakai sabun (CTPS). Pencapaian tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada pendekatan tanggap terhadap kebutuhan (demand responsive) yang merupakan persyaratan utama dalam pelaksanaan program stop BABS. Secara sederhana, ini dapat berarti bahwa program Stop BABS hanya dilaksanakan pada lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program ini. Upaya yang biasanya dilakukan untuk mendorong timbulnya kebutuhan tersebut adalah melalui diseminasi dan advokasi pada awal program. Langkah tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah. Proses internalisasi program Stop BABS di kabupaten Tranggalek terlihat dari dukungan pemerintah daerah yang ditunjukkan melalui (i) penerbitan Surat Keputusan Bupati Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta;
59

Melanjutkan upaya internalisasi tersebut, pada tahun 2010 langkah-langkah yang akan digunakan dengan memanfaatkan dana APBD diantaranya (i) pengalokasian anggaran untuk semua desa, (ii) pelatihan fasilitator baru, (iii) pelatihan tukang oleh ITS, (iv) pemicuan seluruh desa secara bertahap, (v) memantapkan lembaga yang sudah terbentuk dan membentuk lembaga di desa sasaran baru; (vi) memanfaatkan sekolah (dan anak sekolah) dalam pemantauan, (vii) menyelipkan kegiatan TSSM pada kegiatan apapun seperti Safari Ramadhan Bupati; (viii) melibatkan lintas instansi terkait. Upaya internalisasi tersebut didukung oleh upaya p romosi melalui berbagai saluran dan bentuk diantaranya (i) promosi lewat siaran radio seperti RKPD, ADS, Kamajaya, Dimas Suara untuk acara Diskusi Interaktif, (ii) perkembangan TSSM dipantau oleh tim Humas Kabupaten, dan setiap ada momen penting segera dimuat di media massa lokal, (iii) himbauan bagi masyarakat oleh bupati di media JAWA POS, (iv) upaya deklarasi sebagai alat promosi, dengan mengundang tokoh (bupati, dewan, bappekab, semua camat LOI, kepala desa), aparat dari wilayah lain agar mereka terpicu untuk mereplikasi hal yg sama, (v) melibatkan tokoh agama (Kyai dan Nyai), (vi) promosi lewat leaflet, poster, (vii) penempelan stiker untuk rumah yang sudah memiliki dan belum meiliki jamban sehat , (viii) peta sosial sebagai alat pemantauan dan memicu ulang masyarakat. Selain itu, pemberian insentif juga dilakukan dalam bentuk penghargaan untuk desa Stop BABS, termasuk juga pemberian sertifikat bagi komunitas Stop BABS.

Sebelum Pemicuan Keadaan Trenggalek Sebelum pemicuan CLTS, banyak ditemukan tai dibawah pohon, kebun, sungai

Pemicuan Tahapan dalam foto pemicuan, perkenalan dan bina suasana, pemetaan, transect

Pasca Pemicuan Model Jamban yang dibuat warga bermacam macam dari jumbleng berdinding sak semen, bambu serta closed/ leher angsa

60

Lampiran 3 Dipicu, Terpicu, dan Memicu. Pengalaman PCI Indonesia dalam mengimplementasikan Program Stop BABS Bagaimana proses perkenalan PCI dengan pendekatan CLTS ? Project Concern International (PCI) pada akhir tahun 2003 mulai melaksanakan proyek Child Health Opportunities Integrated with Community Empowerment/CHOICE (Warga Aktif Hidup Anak Sehat WAHANA Sehat) di wilayah Kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Terdapat 5 kecamatan yang menjadi lokasi kegiatan, yaitu kecamatan Saketi (10 desa), Patia (2 desa), Sukaresmi (3 desa), Pagelaran (10 desa), dan Angsana (5 desa). Pemilihan lokasi sasaran ini salah satunya berdasarkan criteria cakupan sarana air bersih dan sanitasi yang rendah. Pada pertengahan perjalanan proyek, PCI memperoleh informasi adanya suatu metode/pendekatan baru dalam transformasi perilaku sanitasi masyarakat, yaitu Community-Led Total Sanitation (CLTS) yang diperkenalkan oleh WSP-EAP World Bank di Indonesia pada Oktober tahun 2005. Awal perkenalan dengan CLTS dimulai ketika bertemu dengan Agus Priatna yang pada saat itu bertugas sebagai fasilitator WASPOLA untuk wilayah provinsi Banten. Setelah menerima penjelasan CLTS yang salah satu keunggulannya adalah pada perubahan perilaku dan pembangunan swadaya oleh masyarakat (tanpa subsidi), maka PCI meminta kepada WASPOLA untuk memperoleh pelatihan pelatih (Training of the Trainer/TOT) tentang CLTS. Pada Desember 2005, WASPOLA bersama dengan Pokja AMPL melaksanakan TOT CLTS kepada PCI. Selanjutnya pada Januari 2006, PCI langsung mulai melakukan pemicuan ke masyarakat dengan menurunkan fasilitator-fasilitator yang telah memperoleh TOT ke lokasi-lokasi sasaran kegiatan CHOICE.

61

Apa yang mendorong tertarik dengan CLTS ? Pada dasarnya terdapat 2 (dua) alasan utama mengapa PCI berharap besar dengan pendekatan CLTS, yaitu: Prevalensi diare di lokasi kegiatan CHOICE cukup tinggi, namun tidak tersedia alokasi dana untuk kegiatan sanitasi. Belajar dari kegagalan proyek sanitasi yang lalu (pemerintah, LSM, termasuk PCI di Aceh) yang terlalu mengutamakan infrastruktur dan mengenyampingkan soal budaya dan perilaku masyarakat, sehingga sarana yang telah dibangun tetap terbengkalai tidak dipergunakan masyarakat.

Upaya apa yang telah dilakukan ? Sampai Mei 2006, sudah hampir 5 bulan berjalan, namun masyarakat masih tetap belum berubah perlakunya dalam BAB dan belum membuat jamban keluarga. Masyarakat tetap saja BAB di kebun, sungai, saluran irigasi dan berbagai tempat terbuka lainnya. Masyarakat masih belum sepenuhnya terpicu untuk merubah perilaku sanitasinya. Kegagalan ini mendorong PCI untuk melakukan studi banding pada bulan Mei 2006 ke Kabupaten Musi Banyuasin dan Lumajang yang telah berhasil dalam pelaksanaan pendekatan CLTS. Bahkan tidak hanya staf PCI yang melakukan studi banding, selang tidak lama kemudian PCI juga mengajak Camat, Dokter Puskesmas dan Kepala Desa untuk juga belajar ke Kabupaten Musi Banyuasin dan Lumajang. Kekurang tepatan strategi pemicuan menjadi pangkal kegagalan PCI dalam menerapkan pendekatan CLTS di Kabupaten Pandeglang. Belajar dari hasil studi banding ke Kabupaten Lumajang dan Musi Banyuasin, maka PCI melakukan perubahan strategi pemicuan dari langsung oleh fasilitator kepada masyarakat diubah dengan mengikutsertakan kaderkader posyandu, karang taruna, pemimpin informal, LSM lokal, organisasi keagamaan dan aparat pemerintah setempat. Pemicuan sekarang menjadi aksi kolektif seluruh komponen masyarakat setempat.
62

Per Desember 2006, 6 bulan setelah pemicuan ulang dengan strategi baru, sebanyak 2.000 jamban keluarga telah dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Artinya, dalam tempo hanya 6 bulan, paling tidak ada 2.000 rumah tangga yang telah mengubah perlakunya dari BAB di tempat-tempat terbuka menjadi menggunakan sarana jamban masing-masing di rumahnya. Sekarang jamban bukan hanya sekedar sarana sanitasi, namun telah menjadi kebanggaan yang meningkatkan posisi sosial mereka di lingkungan. Sampai dengan berakhirnya proyek CHOICE pada September 2007, telah dilakukan pemicuan terhadap 96 kampung dari 120 kampung di 29 desa di 10 kecamatan lokasi sasaran. Sebanyak 18 kampung telah dinyatakan Stop BAB di sembarang tempat (open defecation free - ODF). Pengguna jamban meningkat dari 20.9% menjadi 63.6% di kampungkampung yang sudah dipicu. Sebagai penghargaan, PCI bekerjasama dengan LSM lokal LAZ HARFA memberikan sarana air bersih kepada kampung-kampung yang telah ODF. Keberlanjutan dan perluasan Pemicuan atau triggering sekarang menjadi kata yang merakyat di lokasi-lokasi sasaran proyek dan sekitarnya. Kata itu pula yang menjadi kata kunci dan mengawali kegiatan kampanye sanitasi PCI dan juga sekarang digunakan oleh kawankawan LSM, kader posyandu, sanitarian, pemimpin informal dan aparat pemerintah lokal (desa dan kecamatan) di Kabupaten Pandeglang. Keberlanjutan menjadi kata kunci berikutnya, dan bagaimanakah PCI melakukan upaya-upaya agar terjamin keberlanjutan dari apa yang telah dihasilkan? Mempersiapkan staf proyek dan mitra untuk menerapkan pendekatan CLTS : Membangun kemitraan dengan pemerintah (Bappeda, Dinas Kesehatan, Pokja AMPL, Pemerintah Kecamatan dan Puskesmas)
63

Memberikan pelatihan kepada staf proyek dan mitra kerja, termasuk LSM lokal dan organisasi keagamaan (Aisyiyah dan Muhammadiyah) Advokasi kepada semua pemangku kepentingan di semua tingkatan.Program Air Bersih dan Sanitasi dilanjutkan oleh LSM lokal mitra PCI (LAZ HARFA) di 10 desa. Sampai April 2008, ada tambahan 3 kampung yang Stop BAB sembarangan. Proses pemicuan tetap dilanjutkan oleh Puskesmas dan LSM mitra (LAZ HARFA). Pembangunan jamban dan peningkatan kualitas jamban terus dilanjutkan oleh masyarakat. Tidak hanya itu, PCI juga melakukan berbagai kegiatan untuk memperluas penerapan metode/pendekatan CLTS. Berbagai upaya yang telah dilakukan adalah: Scaling up ke proyek PCI lainnya. Membantu Pokja AMPL memperkenalkan CLTS ke kabupaten lainnya di Provinsi Banten Membagi pengalaman, pengetahuan dan keterampilan kepada lembaga lain ( LSM lokal dan internasional, perguruan tinggi, dan lain-lain).

64

Memperkenalkan pendekatan CLTS kepada provinsi/ kabupaten lain (Kabupaten Nabire, Tangerang, Lebak dan Serang, propinsi Aceh dan DIY) Memperkenalkan CLTS kepada LSM lain dan LSM Internasional (World Relief, Islamic Relief, CCF, Care). Promosi pendekatan CLTS terus dilanjutkan oleh eks staf PCI melalui berbagai lembaga/proyek. Membantu Yayasan Pancur Kasih, Pentis division, menerapkan pendekatan CLTS di 7 desa di Kecamatan Ambawang, Kabupaten Pontianak dan 7 desa di Kecamatan Karangan Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dan Surfaids di Pulau Nias.

(Diedit dari tulisan Dipicu, Terpicu dan Memicu, Dr Agustin Raintung, Health Advisor PCI Indonesia, Majalah Percik, Juni 2009 )

65

Lampiran 4 Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat: Kunci Kesuksesan Program Sanitasi CLTS Desa Panimbo Kesehatan lingkungan, bagi sebagian masyarakat perdesaan, masih belum dianggap sebagai hal yang penting dan mendesak. Salah satunya adalah urusan buang air besar. Bagi mereka BAB di sungai, ladang dan kebun merupakan hal yang lumrah dan wajar dilakukan, toh mereka juga merasa jarang mengalami sakit. Salah satu desa yang mempunyai kebiasaan seperti diatas adalah warga di desa Panimbo, yang berada di paling ujung barat laut Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa Panimbo berada di Kecamatan Kedungjati yang berjarak kurang lebih 40 km dari pusat kota Kabupaten Grobogan. Akses jalan yang sulit dan jarak yang cukup Desa Panimbo berada di balik Bukit yang hutannya sudah gundul dan jauh dari kota kecamatan, sumber letaknya jauh dari pusat kota, akses daya alam yang minim (sebagian jalan masuk ke desa juga susah besar wilayahnya dikelilingi oleh kawasan hutan milik Perhutani yang sudah gundul), kesulitan mencari sumber air adalah hal yang biasa terutama pada saat musim kemarau. Kondisi ini menjadikan desa Panimbo menjadi salah satu desa yang dianggap desa tertinggal. Dengan jumlah penduduk 563 KK dan terdiri dari 2352 jiwa Desa Panimbo pada awalnya hanya mempunyai sekitar 170 buah jamban yang semuanya berasal dari program bantuan, bukan jamban yang dibangun oleh mereka sendiri. Hal ini menjadikan indikasi bahwa Pak Shoubari dari Puskesmas Kedungjati ada persoalan pada kesehatan saat memfasilitasi pemicuan di desa lingkungan terutama untuk Panimbo
66

kebiasaan BAB disembarang tempat. Pada saat musim kemarau pemandangan orang BAB di sungai sudah menjadi lukisan alam pedesaan Panimbo. Beberapa program yang sudah digulirkan untuk menyelesaikan permasalahan sanitasi ini baik dari pemerintah Proses saat ToT CLTS berlangsung maupun pihak swasta di Purwodadi Kab. Grobogan belum juga menyelesaikan permasalahan tersebut, kalaupun ada keberhasilan program tersebut hanya bersifat setempat dan tidak secara menyeluruh untuk wilayah desa. Program CLTS adalah bagian program WES Plan Indonesia Grobogan, yang diawali TOT CLTS dengan mengikutsertakan beberapa warga serta tokoh dari Desa Panimbo. Setelah menyelesaikan pelatihan CLTS, warga Panimbo melalui tim CLTS desa langsung melakukan koordinasi dengan tim CLTS Kecamatan Kedungjati, perangkat pemerintahan desa dan relawan desa di Puskesmas membahas pemicuan di desanya yang terdiri dari 9 dusun. Pemicuan perdana dilakukan di Dusun Plosorejo yang terdiri dari 85 KK. Pemicuan ini dilakukan dengan kerjasama antara tim CLTS Kecamatan Kedungjati, Puskesmas Kedungjati (Shoubari, Riyanto dan Agus), Relawan desa Panimbo (Santo, Bandi dan Susanto), Bidan Desa Panimbo, Petugas Lapangan Plan International Desa Panimbo (Nugie) dan Desa Sendangharjo - Karanganyar (Sumiyati) dan WES Facilitator Plan Grobogan.
Ibu ibu PKK, Kader Posyandu dan Ibu Bidan Panimbo juga ikut mensukseskan program CLTS di desa.

Pada saat proses pemicuan (pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu,
67

rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang berkaitan dengan kebisaaan BAB di sembarang tempat ) ternyata menimbulkan kesadaran yang luar biasa dari masyarakat, sehingga pemicuan awal ini berjalan dengan lancar dan bagus. Warga yang terpicu ini sebagian besar adalah warga yang belum punya jamban keluarga dan biasa buang air besar (BAB) di sungai. Mereka mau secara sadar membangun jamban demi kesehatan keluarga mereka dan dusunnya tanpa ada unsur paksaan. Saat pemicuan ini terlihat antusiasme masyarakat untuk berkomitmen agar desanya segera terbebas dari tinja yang berserakan dimana mana, terutama di sungai yang sudah menjadi kebiasaan mereka bertahun - tahun. Dalam pemicuan ini terbentuk tim CLTS RT yang terdiri dari 3 orang yang akan memantau kegiatan pembuatan jamban di Pada saat pemicuan siswa siswi wilayahnya. Para tokoh desa dan SD Panimbo agama juga terlibat aktif dalam kegiatan ini. Monitoring dimulai dan dilaksanakan hari itu juga setelah pemicuan selesai karena masing-masing wilayah RT saling berlomba lomba untuk membuktikan pencapaian Stop Pada saat transek di sungai belakang SD Panimbo BABS. Dalam program CLTS ini PKK dan Kader Posyandu juga terlibat aktif untuk memantau kegiatan CLTS ini. Tim dari PKK dan Kader Posyandu saling bekerjasama dengan memberikan kesadaran pentingnya kesehatan lingkungan sekaligus memantau apakah jamban yang dibuat sudah dimanfaatkan. Pemicuan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi untuk mewujudkan sanitasi total yang sesungguhnya, perlu melakukan koreksi dan pemicuan disemua lini, salah satunya adalah dengan melakukan pemicuan untuk siswa SD. Yang diikutsertakan adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 SD. Pemicuan
68

dilakukan setelah jam sekolah usai sehingga tidak mengganggu kelancaran kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal yang menarik dari pemicuan di SD Panimbo ini, di dapat informasi bahwa semua orang tua siswa ini ternyata sudah membuat jamban sederhana, serta sudah menggunakan jamban tersebut, dan memberikan hasil yang cukup signifikan. Sehingga dari pemicuan di SD SD Panimbo ini melahirkan kelompok anak yang di desa berfungsi sebagai polisi tinja yang setiap saat mau memberikan sumbangsih demi tercapainya sanitasi total.

Bapak kerja bangunan di Jakarta tidak menyurutkan semangat Ibu Parti untuk memiliki dan membikin Jamban

Nenek beserta jambannya yang dibantu secara gotong royong bersama warganya

Pada saat melakukan pemantauan, salah satu hal yang menarik adalah kunjungan di Dusun Plosorejo dimana di dusun ini sudah mencapai 100% Stop BAB. Meskipun jamban yang dibuat adalah jamban yang sederhana, terkadang masih ada yang masih dalam bentuk lubang saja tanpa ada dinding dan penutup atap, yang membuat lubang justru dilakukan oleh ibu ibu itu sendiri, karena suami ada di luar daerah kerja di bangunan. Khusus di Dusun Pablengan ada 2 jamban milik nenek yang sudah janda, pembangunannya dibantu oleh pemuda dusun yang bersangkutan dengan sistem gotong. Pada saat makan siang di warung ada hal yang menarik dimana perbincangan dan pembicaraan yang dilakukan di warung nasi ini justru topiknya adalah tentang tinja dan malunya orang tua terhadap perilaku BAB di sungai serta tentang kesadaran untuk berubah dan membuat jamban sendiri.
69

Lain cerita dari Dusun Beran, ada orang dewasa yang BAB di sungai kemudian di ganggu anakanak dan dibikin malu, kemudian ada kejadian dimana sekolah SMP yang ada di desa Panimbo di datangi oleh warganya dan ternyata tanpa disangka mereka membuat lubang untuk jamban secara Jamban dengan menggunakan tutup dan ember bekas cat tembok gotong royong, kemudian kepala sekolahnya didatangi agar segera membeli jamban. Para orang tua warga di desa itu tidak terima jika anaknya yang sekolah disitu harus BAB sembarangan atau di sungai, tetapi harus BAB di jamban atau di WC Sekolah. Itulah beberapa fenomena menarik yang menjadi bagian catatan tersendiri dari Desa Panimbo. Proses pemicuan yang belum genap 1 bulan telah mencapai hasil yang luar biasa, dimana dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan ini Panimbo telah terbebas dari BAB di sembarang tempat, dan tidak ada lagi BAB di sungai atau di hutan. Ini sebuah prestasi yang luar biasa. Keterlibatan dari berbagai pihak, masyarakat laki laki dan perempuan, anak anak, puskesmas dan instansi terkait di tingkat kabupaten semakin mendorong keberhasilan proses kegiatan CLTS ini. Harapannya keberhasilan awal Desa Panimbo ini dapat menjadi titik awal buat pemerintah untuk program proram sanitasi yang lain demi tercapainya sanitasi total berbasis masyarakat. (Diringkas dari Catatan Pembelajaran CLTS Desa Panimbo, Catur Adi Nugroho, WES facilitator Plan Indonesia Grobogan).

70

Lampiran 5 Desa Sawe Kabupaten Dompu: Desa Pertama yang Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan di NTB Pada tanggal 21 Agustus 2008 lalu, Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.J(PK) membuka Konferensi Nasional Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (Konas PAM-RT) dan meluncurkan 10.000 desa kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), di Jakarta. Lima hari berselang setelah itu, tepatnya tanggal 26 Agustus 2008, masyarakat Desa Sawe, yang berada di wilayah Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menjawab tantangan tersebut dengan berani mendeklarasikan desanya yang telah terbebas dari kebiasaan Buang Air Besar (BAB) Sembarangan. Deklarasi yang dilakukan oleh 34 perwakilan masyarakat Desa Sawe ini diresmikan oleh Bupati Dompu, Syaifurrahman Salman, melalui penandatanganan papan deklarasi desa terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan. Kegiatan deklarasi yang merupakan cetusan hati dan keinginan dari masyarakat desa Sawe ini bertujuan untuk menyampaikan kepada khalayak ramai bahwa masyarakat Desa Sawe telah terbebas dari kebiasaan Buang Air Besar sembarangan. Kebiasaan yang selama ini merendahkan harga diri dan mengurangi kekhusyuan masyarakat Desa Sawe, yang seluruhnya beragama islam, dalam beribadah. WC Helikopter sebagai Gambaran Rendahnya Kesadaran Sanitasi Berdasarkan informasi dari pemerintah kecamatan setempat yang disampaikan melalui laporan Camat Huu, Drs. Imran M. Hasan, sejak tahun 1990-an, warga Desa Sawe yang dulu masih bergabung dengan Desa Rasabou, sudah
71

banyak menerima program sanitasi dari pihak luar, baik dari pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti program ESWS tahun 90-an, Dinas Sosial tahun 2001, WSLIC tahun 20052006, program MCK umum dan TSC Plan Indonesia tahun 20052007, dan sebagainya. Program tersebut menawarkan berbagai bentuk bantuan, mulai dari pembangunan WC hingga selesai, sampai hanya pemberian subsidi jamban dan semen saja. Namun sangat disayangkan ternyata pemanfaatannya masih kurang maksimal karena banyak WC yang tidak jadi, dan bahkan ada yang WC-nya sudah terbangun tapi tidak digunakan. Hanya sedikit masyarakat desa Sawe (dibawah 50%) yang sudah terbiasa menggunakan WC, sedangkan sisanya masih terbiasa membuang air besar (BAB) sembarangan di sawah, gunung, parit, sungai, lapangan, dan halaman rumah. Bahkan mereka menyebutnya WC helikopter, karena ketika ada orang datang dari arah depan, maka untuk menghindari pandangan mereka akan berputar ke arah yang lain, begitu seterusnya jika ada orang hingga mereka berputar posisi seperti baling-baling helikopter. Disejumlah pinggiran sungai yang melintasi wilayah Desa Sawe, dulunya merupakan daerah yang tidak ramah bagi anak-anak, karena banyak ditemukan kotoran manusia sehingga menimbulkan bau yang sangat mengganggu. Kondisi ini juga berkaitan dengan data PUSKESMAS kecamatan yang menunjukkan Desa Sawe sebagai salah satu daerah di kecamatan Huu yang berkategori rawan diare dan kolera. Serta tidak sedikit para orang tua di desa Sawe menceritakan bahwa anak mereka sering terserang mencret-mencret dan memiliki perut yang buncit namun berbadan kurus, akibat terkena cacingan. Pemicuan yang Membawa Hasil Namun dengan adanya kegiatan Tim CLTS yang menamakan dirinya Tim Pemberantas Kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan Kecamatan Huu yang bekerja sama dengan Kepala Desa, BPD, Bidan Desa, Babinsa dan tokohtokoh agama, Masyarakat desa Sawe yang tersebar di 3 dusun
72

yakni Lodo, Sawe dan Samakarya dipicu kesadarannya akan akibat buruk dari kebiasaan BAB Sembarangan baik dari rasa malunya, rasa jijik, harga diri, segi agama dan juga kesehatan. Proses pemicuan ini cukup berhasil menimbulkan kesadaran masyarakat, hal ini terlihat pada perubahan kebiasaan masyarakat yang sudah tidak lagi membuang air besar di sembarangan tempat. Sejumlah WC yang tidak dipakai, kemudian diperbaiki dan diaktifkan lagi penggunaanya. Jika ada yang belum mampu, maka untuk sementara menumpang dulu ke MCK umum atau jamban tetangganya. Bantuan jamban yang dulu menjadi pajangan di rumah, di manfaatkan untuk membangun jamban dengan menggunakan bahan-bahan yang ada seperti kayu dan bambu. Bagi keluarga yang tidak mampu membeli jamban, mereka menggunakan teknik sendiri dari jerigen atau bambu yang dibuat sedemikian rupa menjadi pengganti jamban. Hingga saat ini total sarana sanitasi yang dimiliki masyarakat desa Sawe sebanyak 136 WC permanen, 163 jamban Semi permanen dan 6 MCK umum. Dengan penggunaan septic tank hanya sebesar 10%nya dan sisanya menggunakan lubang penampungan kotoran dengan model cubluk tunggal. Bahkan upaya pemicuan kesadaran yang terus menerus dilakukan tersebut, selain membawa dampak pada perubahan perilaku, juga berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat-desa yang baru seumur jagung ini (definitif April 2008) . Menurut data Puskesmas Kecamatan Huu, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya penderita diare jauh menurun, dan bahkan dalam 3 bulan terakhir (April-July 2008) sudah tidak ada satupun dari 1.484 jiwa penduduk desa Sawe yang menderita penyakit diare. Para Kampiun (Champion) Dibalik Keberhasilan Upaya keberhasilan mendeklarasikan desa yang telah terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan ini tidak terlepas dari kerja keras para kampiun (Champion). Mereka-mereka yang tidak berpikir bahwa perbuatan yang mereka lakukan hanyalah bagian dari pekerjaan untuk menafkahi keluarga. Namun, ada
73

keinginan dan rasa tanggung jawab moral untuk mendorong kondisi ideal tanpa mengharapkan bayaran. Upaya untuk mewujudkan keinginan memiliki desa yang bebas dari najis inilah yang dilakukan tanpa pamrih oleh Asikin (staf kecamatan), Imran (guru mengaji), Haris (guru SD), Nasrun (kepala dusun), Haryono (mantri Puskesmas), dan Dini (tokoh remaja). Para kampiun ini pada awalnya mengikuti pelatihan CLTS yang difasilitasi oleh Plan Indonesia Program Unit Dompu dan dinas kesehatan Kabupaten. Dari hasil praktek pemicuan langsung pada saat pelatihan yang dilakukan pada bulan Februari 2008 lalu, mereka yang tergabung dalam Tim Pemberantasan Kebiasaan BAB Sembarangan ini berhasil memicu kesadaran 12 orang di salah satu dusun untuk siap membangun WC sendiri tanpa bantuan pihak luar. Selanjutnya pemicuan dilanjutkan mereka melalui kegiatan keagamaan, kegiatan sosial masyarakat, kunjungan dari rumah ke rumah, serta mendorong para keluarga yang telah terpicu dan telah membangun WC sendiri untuk melakukan pemicuan kepada keluarga yang lain. Teknik yang berbeda juga dilakukan para kampiun ini untuk memicu anak-anak, yakni dengan mengajarkan lagulagu pop, yang pernah mereka dapatkan pada pelatihan CLTS, yang berhubungan dengan pesan tentang larangan BAB sembarangan, seperti Cucakrowo dan Jablai Tai. Metode ini terbukti efektif dalam mengajak anak-anak untuk tidak BAB Sembarangan lagi. Tantangan Selanjutnya Sebagai desa yang pertama di Kabupaten Dompu yang telah terbebas dari kebiasaan BAB Sembarangan, masyarakat desa Sawe berharap bahwa upayanya dapat diikuti desa-desa lain di kecamatan mereka khususnya dan Kabupaten Dompu pada umumnya. Oleh karena itu, sejumlah tukang yang ada di desa Sawe mencoba menjadi pengrajin jamban dalam rangka menyediakan jamban yang murah dan mudah didapat bagi masyarakat yang telah terpicu kesadarannya. Dengan meminjam cetakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu,
74

mereka mencoba memproduksi jamban dengan menggunakan bahan semen dan pasir. Hasilnya cukup memuaskan, meski perlu sedikit sentuhan dengan amplas guna memuluskan permukaan atasnya, sebelum di cat khusus. Mereka berharap selain membantu masyarakat lain, upaya mereka menyediakan jamban yang dihargai Rp.40.000- 50.000,- ini dapat menambah pendapatan mereka. (Diringkas dari Catatan Pembelajaran CLTS Kecamatan Sawe, M. Afrianto Kurniawan, WES Facilitator Plan Indonesia Kabupaten Dompu ).

75

Biodata Peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS di Indonesia, Lido-Bogor, 17 - 19 Februari 2009
Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Alamat Organisasi E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Nana Djuhana Cimahi, 19-04-1957 Jalan Tani, Gang Cimahi, Singkawang, KalBar 0562-637.234 - 0812.5742.300 Dinkes Kab Sambas, Kalbar -Kesling Jalan Pembangunan, Sambas, Kalbar 0562-391.691 Laisa Wahanudin Sleman 12 September 1966 Griya Bukit Jaya G17, No 8-9, Gunung Putri, Bogor 0813.1961.7180 Udin_uud@hotmail.com Depkes 021-424.7608 psw 128 Noor Dwiantoro Yogyakarta, 01 Juni 1977 Kakabu, Curung Sulanjana, Gn Sari, Serang, Banten 0813.1669.1612 nurdwiantoro@yahoo.com Sekretariat STBM Staf Ahli Sekretariat STBM Jl Percetakan Negara, Gd D Lt3, Depkes, Jak. Pusat 021-422.6968 Secretariat-stbm@gmail.com Sutikno Slamet Trenggalek, 26-12-1961 Jl Dr Sutomo, Gg Amarto 3, Trenggalek Jawa Timur 0355-791.277 - 0813.3050.9223 sutiksno@yahoo.com Dinas Kesehatan Trenggalek Kabd Promkes & Pemberdayaan Masyarakat Jl Dr Sutomo No 4, Trenggalek, Jatim 0355-791.270 - 795.025 Andika Arief Saputra Madiun, 18 Maret 1986 Pagung Baru, Sleman, Yogyakarta 0856-9103.0498 Ndk-saputra@yahoo.com Water Plant Community-LPPM UGM Lab Bahan Bangunan Teknik Sipil & Lingkungan UGM waterplantcommunity@yahoo.com Darmanto Klaten 30 April 1948 Jl Kaliurang Km7, Yogyakarta 0274-885.052 - 0811.286.939 Darmanto6191@gmail.com LPPM UGM Staf Pengajar Fak Teknik UGM Jl Grafika No. 2 Yogyakarta 0274 545.675 - 545.676

Lampiran 6

76

Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah E-Mail Pribadi Nama Organisasi Alamat Organisasi E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Antimus Sepiri, 11 Mei 1971 Jl Budi Utomo, Komp. Pondok Pangeran I/II Pontianak, Kalbar 0815.2258.1117 Yayasan Pancur Kasih Sekretaris Jl Gusti Situt Mahmud, Gg Selat Sumba III, Pontianak, Kalbar 0561- 883.075 Subandi Grobogan, 30 Maret 1978 Panimbo, Kedungjati, Grobogan 0815.3689.646 Kader Desa Tim Penggerak CLTS Panimbo, Kedungjati, Grobogan Muhammad Sholech SKM, Mkes Metro, 7 April 1971 Taruman RT 02/II, Klambu, Grobogan 0292 421.049 - 0858.6643.0800 msolech@yahoo.co.id Dinkes Kab Grobogan Staf Seksi PL Jl Gajah Mada, 19 Purwodadi 0292 421.049 - 424.852 Donal 06-12-1973 Perumahan Mutiara Garuda, Blok CII, No. 35, Teluknaga, Tanggerang Don_jtk@yahoo.com CWSHP Dit PL Depkes Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta www.cwshp.net Farida Tahir, SKM Sidrap, Sulsel, 9-9-1973 BTN Tibojong BI/1, Bone, Sulsel 0852.5531.2863 Dinkes Bone Staf PKL Jalan Ahmad Yani, Bone 0481 23485 Agustini E Raintung, dr Pontianak, 20-8-1955 Jln Purnabakti II No 35, Serang, Banten 0254 20627 Agustini_raintung@yahoo.com PCI Indonesia Senior Health Advisor Jln Tirtayasa Raya No. 51, Jaksel Drg, P Agustine Siahaan, MKes Dairi, 14 Agustus 1968 Taman Duta Mas Blok A14 No12, Batam Centre,Batam 0812.784.3700 purnamaagustine@yahoo.co.id Puskesmas Batu Aji, Batam, Kepri Dokter Gigi

77

Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Meutia Aceh, 28 Agustus 1972 BBS (Bukit Baja Sejahtera) III, Blok A2, No. 10A, Cilegon, Banten. 0254-914.4795 - 0812.9853.985 tiaalmer@yahoo.com Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten Ka Lab Agribisnis Fak Pertanian Untirta Jl Raya Jakarta Serang Km 4, Pakutan, Serang,Banten 0254 280.330 0254 281.254 Cicih Sukaesih Sumedang, 9-9-1969 Desa Sukawenang, Kec Ganeas, Sumedang, Jabar 0812.7184.1600 Kader Desa Sukawening Kader Desa Sukawenang, Ganeas, Sumedang Cucu Cakrawati Kosim Tasikmalaya, 23 Juni 1964 Jl Cendrawasih B60, Duta Kranji, Bekasi Barat 021 88464 Direktorat PL, Depkes Kasie Standarisasi Pengawasan Kualitas Lingkungan Jl Percetakan Negara 29, JakPus 021 424.7608 ext 126/208 Wano Irwantoro Lubuklinggau, 15 Maret 1962 Jl Ligarmayang Terusan IA RT 03/08, Cibeunying, Bandung 40191 022-8252.3906 - 0811.221.019 Wanowano2002@yahoo.com WSP-EAP World Bank, Indonesia CLTS Specialist Gd BEI Twr 2, Lt 13, Jl Sudirman 52-53, Jakarta. 021-5299.3003 - 5299.3004 wirwantoro@worldbank.org Syarif Potutu Gorontalo Jl Sudirman 41, Muaro Sijunjung 0754 - 21106 Dinkes Kab Sawahlunto Sijunjung Kabid Promkes PL Jl Sudirman 8 Muaro Sijunjung 0754 - 20056 Encep Mahpud Pandeglang Pasir Mulya, Sindanglaya, Pagelaran, Pandeglang. 0878.7100.9917 Desa Sindanglaya, Kec Pagelaran, Pandeglang Ketua Tim CLTS Kp Pasir Mulya, Ds Sindanglaya, Kec Pagelaran, Pandeglang Punto Dewo Jakarta 27-02-1965 Jalan Pendidikan, Sambas, Kalbar 0852.5261.4974 Dinkes Sambas Kasie Jalan Pembangunan Sambas 0562-391.691

76

Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor E-Mail Website

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Ekki Riswandiyah, SKM Bandung, 10 Nov 1972 Dsn Pamagersari RT 01/04, Tanjungsari, Smdg 022-791.2891 - 0819.1270.6818 eqriswandiyah@yahoo.co.id Dinkes Sumedang Pj PL Sie Kesling Jl Kutamaya 21 Sumedang 0261 202.377 - 204.941 Andi Narwis Jalang, 24 Maret 1972 Jl Langsat, Watampone Bone, Sulsel 0811.410.6072 wajoboys@yahoo.com WSLIC2 Bone Konsultan Kesehatan & Pemberdayaan Kantor Dinkes Bone, Jl Ahmad Yani 13, Watampone 0481 -23485 M Afrianto Kurniawan Tobelo, 4 April 1981 Jl Nusantara Lingk. Bada, Dompu, NTB TCI E8, Cibaduyut, Bandung 022-542.4455 - 0812.2111.537 afriali@gmail.com Plan International Indonesia Dompu WES Facilitator Jl Udang 6, Kel Bali I, Dompu, NTB 0373-321963 - 22512 Dompu.pu@plan-international.org Abdul Sikin Dompu, 13 Maret 1070 Rasabou, Kec Huu, Dompu 0819.1754.5900 Kantor Camat Huu Staf Seksi PMD Kantor Camat Huu Feny Raharyanti, SKM Bogor, 14 Oktober 1974 Graha Serdang Metropolis C12B, Harjatani, Kramatwatu, Serang 0254-395.247 - 0812.8375.131 fenyraharyanti@yahoo.com Stikes Falatehan Serang Jl Raya Cilegon Km6, Kramatwatu, Serang 0254-230.054 Bambang Hermawan Yogyakarta, 1-9-1959 Perum Bintang Alam, Kab Karawang 0267-644.972 - 0812.814.1053 WSLIC2 Dit PL, Ditjen PP-PL Depkes Staf Monev WSLIC2 Pusat Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta Pusat 021-4287.6816 - 4287.6866 Edy Priyono Jepara, 14 Februari 1967 Perum Permata Kemang C2/4, Rawalumbu, Bekasi 0816.185.2430 edymbe@yahoo.com Akademika Direktur Perum Permata Kemang A2/13, Rawalumbu, Bekasi 021-8241.3334 akademika@dnet.net.id - www.akademika.or.id

77

Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Alamat Organisasi E-Mail Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi No.Telp/Fax. Kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp E-Mail Pribadi Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Asep Saefulhak Pandeglang, 24-8-1981 Kacapi Manis RT02/06,Tegalwangi,Menes, Pandeglang 0813.1083.0031 Asep_hak@yahoo.co.id LAZ Harfa Pandeglang Field Koordinator ESP Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Kel Karaton, Majasari, Pandeglang Christiana Dewi Yogyakarta Jl Destarata Raya 8 Bogor 0251-833.1180 - 0812-1069.189 Christiana.dewi@yahoo.com AusAID Program Manager Menara Kebon Sirih Lt 26, Kebon Sirih 17-19, Jakarta 021-392.4322 ext 541 392.7274 Christiana.dewi@ausaid.gov.au Dyota Condrorini Bandung, 7 Juli 1985 Prima Lingkar Asri B4 No 1 Jatibening, Bekasi 081213970687 dyota.condrorini@gmail.com Sekretariat Pokja AMPL Jl Cianjur No 4 Menteng, Jakarta Pusat, Tlp-31904113 www.ampl.or.id Joice Irmawati Manokwari, 28 April 1974 Kp Cisaat, Ds Tegal, Cikeudal, Pandeglang 0812.802.3936 Joe_irma@hotmail.com Bappeda Kab Pandeglang Kasubid Pengembangan Kawasan & LH Jalan Ahmad Yani 1 Pandeglang 0253 210.449 Dian Mardiani Bandung, 21-11-1966 Jl Tb Bakri 95, Serang 0254 201.261 - 0812.123.2111 Bappeda Kab Serang Kasubid Renbang Sosbud Jalan Veteran 1 Serang 0254 203.135 Yunisa TP Yogyakarta, 25 Juni 1979 Kp Ciwalet RT 01/10, Sukaratu, Pandeglang 0253 520.7758 Yunisa-geo@yahoo.co.id Bappeda Kab Pandeglang Pelaksana Jl Jend Ahmad Yani 1 Pandeglang 0253 201.449 Dedi Suhaedi Pandeglang, 10 Oktober 1983 Beunying Masjid RT 02/01, Kel Cilaja, Mayasari, Pandeglang 0852.8536.5999 ddsuhaedi@yahoo.com Harfa Pandeglang Admin Staf Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Majasari, Karaton, Pandeglang

78

Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor Website Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor Email Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor Nama Tempat Tanggal Lahir Alamat Rumah No.Telp/Fax. Rumah/Hp Nama Organisasi Jabatan Alamat Organisasi Tlp/Fax kantor

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Petrus Noni Fallo 19-10-1967 Jl Salak 4, Kel Nonohonis, Kota Soe, TTS, NTT 081.338.402.412 ProAir Comdev Advisor Radumata, Belakang Keuskupan Waitabula, Sumba Barat Daya, NTT 0387 24126 www.proair.or.id Agus Waluyo Magelang, 29-8-1968 Jl Dr Ak Gani 95, Muara Enim, Sumsel 0734 432.012 - 0813.6876.3640 Dinkes Muara Enim Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Jl Dr Ak Gani 70-90, Muara Enim 0734 421.053 - 421.192 dinkesmuaraenim@depkes.go.id Didik Supriyono Madiun, 26-4-1964 Perumahan Bumi Ciluar Indah, Blok B-2 No.4, Bogor 0251 8651.504 - 0816.163.2441 Dinkes Kab Bogor Kasie Penyehatan Lingkungan Jl Raya Kedunghalang Talang 150, Bogor 0251 866.3177 - 866.3175 Catur Adi Nugroho Pati, 2 Maret Perum Sewon Indah C-10, Sewon, Bantul, Yogya 0813.2508.3980 Plan International Grobogan WES Fasilitator Jl Yudistira I/2 Purwodadi 0292-421.652 - 425.018 Rewang Budiayana Purwakarta 0852.8626.2752 Ditjen PMD, Kemendagri Kasubdit Jl Raya Pasar Minggu Km 19 021-7919.7109 Helda Nusi Bekasi 0811.824.373 Ditjen Bina Bangda, Kemen Dalam Negeri Staf Subdit Jl. TMP.Kalibata, No.20. Jakarta Selatan 021- 7983785 794.7746

79

WASPOLA Facility
NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR : : : : : : GARY D. SWISHER WASPOLA WASPOLA 021 3142046 (gswisher@worldbank.org) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR

: : : : : :

SOFYAN ISKANDAR WASPOLA WASPOLA 0817.228189 (siskandar@worldbank.org) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR

: : : : : :

NUR APRIATMAN WASPOLA WASPOLA 0812.111.0867 (ranura58@yahoo.com) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR

: : : : : :

PURNOMO WASPOLA WASPOLA 0817.305.945 (purnomo@wboj.or.id) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR

: : : : : :

NUGROHO TOMO WASPOLA WASPOLA 0812.960.5217 (bodonk@cbn.net.id) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA UTUSAN INSTANSI NO.TELP.RUMAH/HP NO.TELP./FAX KANTOR ALAMAT KANTOR

: : : : : :

ALMA ARIEF WASPOLA WASPOLA 0852.3936.9131 (arief_alma@yahoo.co.uk) 021 - 31924713 Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

80

81

STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN


Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS

COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION

PROGRAM KERJASAMA:

BAPPENAS

Sekretariat : Jl. Sawo No. 37, Menteng Jakarta 10350 Indonesia Telp/Fax : (0210 319 24713 E-mail : waspola1@cbn.net.id Website : www.waspola.org, www.ampl.or.id

You might also like