You are on page 1of 1

Anemia Aplastik Anemia aplastik adalah suatu gangguan yang ditandai dengan penekanan bakal sel mieloid multipoten,

yang menyebabkan anemia, trombositopenia, dan neutropenia ( pansitopenia ). Walaupun namanya demikian, anemia aplastik jangan dikacaukan dengan supresi selektif sel bakal eritroid ( aplasia sel darah merah murni ), yang satu-satu manifestasinya adalah anemia. Etiologi dan Patogenesis. Pada lebih dari separuh kasus, anemia aplastik muncul tanpa penyebab yang jelas sehingga disebut idiopatik. Pada kasus yang lain, terjadi pajanan ke suatu zat mielotoksik, seperti iradiasi seluruh tubuh ( seperti yang mungkin terjadi pada kecelakaan reaktor nuklir) atau pemakaian obat mielotoksik. Obat dan zat kimia merupakan penyebab tersering anemia aplastik sekunder. Untuk beberapa bahan, kerusakan sumsum tulang dapat diperkirakan, terkait-dosis, dan biasanya reversibel. Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat antineoplastik (misal, zat pengalkil, antimetabolit), benzena, dan kloramfenikol. Pada kasus yang lain, toksisitas sumsum tulang terjadi sebagai suatu reaksi idiosinkratik atau sensitivitas terhadap obat mielotoksisk dosis rendah (misal, kloramfenikol) atau setelah penggunaan obat, seperti fenilbutazon., sulfonamid, atau metilfeniletilhidantoin, yang tidak mielotoksik bagi orang lain. Anemia aplastik kadang-kadang timbul setelah infeksi virus tertentu, terutama hepatitis virus yang ditularkan di masyarakat. Virus spesifik yang menjadi penyebab tidak diketahui; virus hepatitis A, B, dan C tampanya bukan tersangka. Aplasia sumsum tulang terjadi secara perlahan dalam beberapa bulan setelah pulih dari hepatitis dan perjalanan klinisnya progresif. Proses patogenetik yang menyebabkan kegagalan sumsum tulang masih belum jelas, tetapi semakin banyak dugaan yang mengarah pada peran penting sel T autoreaktif. Hal ini ditunjang oleh banyak data eksperimen dan pengalaman klinis, yang memperlihatkan bahwa anemia aplastik didapat berespons terhadap pemberian terapi supresif yang ditujukan pada sel T (misal, siklosporin dan globulin antitimosit) pada 70% sampai 80% kasus. Yang masih belum jelas adalah kejadian yang memicu sel T menyerang sel bakal sumsum tulang; mungkin antige virus, hapten yang berasal dari obat , dan/ atau kerusakan genetik memicu terbentuknya neoantigen di dalam sel bakal yang dijadikan sasaran oleh sel T autoreaktif. Morfologis Secara morfologis, sel darah merah terlihat normositik dan normokromik, jumlah retikulosit tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak.Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Sumsum tulang biasanya tampak sangat hiposeluler, dengan lebih dari 90% ruang antartrabekula ditempati oleh lemak. Perubahan tersebut terlihat lebih jelas pada spesimen biopsi sumsum tulang daripada pada aspirat sumsum tulang, yang sering menghasilkan dry tap karena hiposeluleritas. Pada spesimen biopsi sumsum tulang, dapat ditemukan fokus kecil limfosit dan sel plasma. Sejumlah perubahan sekunder dapat menyertai kegagalan sumsum tulang. Dapat terjadi perlemakan hati akibat anemia, sementara trombositopenia dan granulositopenia masing-masing dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi bakteri. Transfusi berulang dapat menyebabkan hemosiderosis.

You might also like