You are on page 1of 95

1.

1 Definisi
Pemetaan adalah suatu proses untuk melakukan
pengumpulan (pengukuran), pengolahan dan
penyajian data dari sebagian atau seluruh permukaan
bumi.

1
Disiplin surveying dapat digolongkan menjadi :
1. Geodetic surveying, meliputi penentuan bentuk dan
ukuran bumi, medan gravitasi dan pembuatan jaringan
kontrol pemetaan.

2. Plane surveying, meliputi pengukuran dalam areal yang
terbatas, sehingga efek kelengkungan permukaan bumi
dapat diabaikan.

3. Photogrammetry, meliputi aspek-aspek pengukuran dan
pemetaan dari foto udara, teknik penginderaan jauh.

4. Cartography, meliputi seni, ilmu dan teknologi
pembuatan peta.
2
Plane surveying dapat digolongkan menjadi:.
1. Topographic surveying, yaitu pemetaan
permukaan bumi fisik dan kenampakan hasil
budaya manusia. Unsur relief disajikan dalam
bentuk garis kontur.
Produk dari topographic
surveying
3
2. Cadastral surveying, pengukuran untuk menentukan
posisi batas-batas pemilikan tanah (persil), pendaftaran
hak atas tanah dan kepastian hukum pemilikan tanah
(sertifikat).

3. Engineering surveying, mencakup pemetaan topografi
skala besar, sebagai dasar dari desain rekayasa seperti
jalan, jembatan, bangunan gedung, jalan layang,
bendungan dan lain-lain.

4. Mining surveying, mencakup teknik-teknik khusus yang
diperlukan untuk menentukan posisi-posisi dan gambar
proyeksi obyek di bawah tanah (tambang dalam)
maupun di permukaan bumi (tambang terbuka).

5. Hidrographic surveying, berkaitan dengan areal
permukaan dan bawah air.
4
II. PETA DAN SKALA
2.1 Peta
Peta adalah gambaran
dari sebagian atau
seluruh permukaan
bumi ke dalam bidang
datar dengan skala dan
sistem proyeksi
tertentu.

Skala : perbandingan
antara jarak di peta
dengan jarak yang
sebenarnya di lapangan.
Sistem proyeksi :
kaitannya dengan proses
hitungan dan cara
menggambarkan bumi
yang bentuknya men-
dekati elipsoid menjadi
gambar yang datar.

Gambar yang tidak me-
menuhi kedua kriteria di
atas, tidak dapat dikate-
gorikan sebagai peta.
5
2. Peta foto adalah peta yang disajikan dalam
bentuk foto yang telah direktifikasi sedemikian
rupa, sehingga skalanya seragam (ortogonal).

3. Peta digital adalah peta dalam bentuk data digital.
Hasil cetakan dari peta digital pada dasarnya
adalah peta garis (bila berbentuk vektor) ataupun
peta foto (jika berbentuk citra / foto).

6
B. Berdasarkan jenis informasi atau isi yang disajikan
serta fungsinya :

1. Peta Topografi adalah peta yang menyajikan
informasi ketinggian dan planimetri secara lengkap
sesuai dengan skalanya.

Informasi ketinggian meliputi data tinggi dan data
kontur topografi, sedangkan informasi planimetri
berupa unsur topografi yang ada di permukaan
bumi, baik unsur alam dan buatan manusia.
7
a. Menyajikan informasi
secara umum dan yang
bersifat teknis dengan
lebih mendasar.

b. Menitikberatkan pada
masalah posisi
(koordinat), sehingga
informasi tentang
sistem proyeksi peta
harus tercantum di
dalamnya.
c. Dapat dijadikan acuan
(referensi) posisi bagi
keperluan pemetaan
lainnya, sehingga peta
topografi sering
disebut juga sebagai
peta dasar / induk
(base map).

Salah satu contoh peta
topografi adalah peta
Rupa Bumi Indonesia
(RBI) yang diterbitkan
oleh Bakosurtanal
Sifat peta topografi :
8
2. Peta Tematik adalah peta yang menyajikan
informasi yang terbatas, sesuai dengan tema atau-
pun kebutuhan informasi tertentu.

Dapat berupa suatu peta turunan dari peta topografi.

Sifat peta tematik :
a. Lebih menekankan pada informasi yang akan
disampaikan.
b. Ketelitian posisi bukan menjadi prioritas.
c. Tidak dapat dijadikan acuan posisi (referensi) bagi
keperluan pemetaan lainnya

Contoh : Peta Geologi, Peta Curah Hujan, Peta Kesuburan
Tanah dll.
9
C. Berdasarkan skala
1. Peta skala kecil : peta yang menyajikan data dalam
ukuran kecil, sehingga tingkat penyederhanaan
penyajian data sudah semakin membesar.

Luas daerah / kota
sudah tidak dapat
digambarkan secara
rinci, hanya dapat
diwakili dengan simbol
titik.



Hanya dapat meng-
gambarkan jalan
protokol, sungai besar,
laut, danau, Kehutanan,
dsb.

Contohnya :
Peta skala 1 : 500.000,
1 : 1.000.000 atau skala
yang lebih kecil lagi dan
Atlas.

10
2. Peta skala sedang : peta yang dapat menyajikan
gambar dalam ukuran yang semi rinci.

Sudah mulai ada
pengelompokan data
rinci dan sejenisnya
ke dalam kelompok
data.

Misalnya :
Beberapa rumah
digabung menjadi
satu kelompok data
pemukiman.
Lebar jalan sudah
disederhanakan,
jalan digambarkan
dengan satu garis.

Contoh peta skala
1:250.000 (Peta
Geologi Regional),
1:100.000, 1:50.000,
1:25.000 (Peta RBI).
11
3. Peta skala besar : peta yang dapat menyajikan
gambar dalam ukuran besar, sehingga data
topografi dapat digambarkan secara rinci.

Contohnya peta skala
1 : 10.000, 1 : 5.000,
1 : 1.000, 1 : 500
dan skala yang lebih
besar lagi.

Misalnya pada peta
skala 1 : 1.000,
batas rumah, lebar
jalan raya dapat
digambarkan dengan
jelas dan sesuai
ukurannya.

Digunakan untuk
pekerjaan teknis.

12
2.2 Skala peta
Angka perbandingan antara jarak dua titik di
peta dengan jarak antara dua titik di lapangan.
A. Klasifikasi skala berdasarkan cara penyajian :
1. Skala angka (numeris) merupakan suatu cara
penyajian skala peta dengan menuliskan
langsung besaran skala tersebut.

Contoh skala numeris 1:100.000, 1:250.000 dst.


13
2. Skala garis (grafis) adalah suatu bentuk penyajian
skala peta di atas garis lurus yang mempunyai
panjang tertentu.

Pada sisi garis yang satu dituliskan panjang garis
tersebut di peta (dalam satuan cm) serta pada
sisi yang lain dituliskan panjang garis tersebut di
lapangan (dalam satuan m / km), sehingga
kedua panjang garis tersebut mempunyai
perbandingan yang sesuai dengan angka
perbandingan skala peta tersebut.
14
Gambar 2.5 Skala garis
Pada gambar di atas, jarak 2 km digambarkan
dengan panjang garis 2 cm, sehingga antara
keduanya terdapat angka perbandingan
2 cm : 2 km = 2 cm : 200.000 cm = 1 : 100.000

Jadi skala garis tersebut menyatakan skala
1:100.000

0 2
4
6
8 Km
4
8 2
6 0
Cm
15
Kelebihan dan kelemahan masing-masing skala
Skala Kelebihan Kelemahan
Skala
Numeris
Mudah dibaca oleh
setiap pemakai peta
Tidak dapat
mengontrol kebenaran
skala suatu peta yang
telah mengalami
perubahan baik karena
cuaca ataupun akibat
pencetakan peta.
Skala
Garis
Ikut berubah
(membesar atau
mengecil) sesuai
dengan perubahan
bahan dasar (kertas)
peta.
Sulit untuk dibaca
secara langsung

16
Rangkuman :
Isi, ketelitian dan penggunaan peta berhubungan
erat dan tergantung dari skala.

Semakin besar skala suatu peta, akan semakin
teliti dan semakin lengkap data yang dapat
disajikannya.

Dapat disimpulkan bahwa skala peta secara
langsung akan menentukan rinci (detail) atau
tidaknya informasi yang disajikan.

Skala juga dipilih dan disesuaikan dengan besar
kecilnya dan tujuan pekerjaan yang akan
dilakukan.
17
2.3 Fungsi dan Tujuan Pemetaan
Fungsi utama peta adalah untuk memberi informasi

Tujuan pembuatan peta adalah untuk mengetahui
bagaimana dan apa saja unsur permukaan bumi
suatu daerah dalam pandangan yang kecil, tanpa
mendatangi daerah tersebut.

Peta yang baik adalah peta yang mudah dibaca dan
dipelajari.

Data yang tersaji di peta harus selengkap mungkin
(sesuai dengan skala), sehingga pengguna peta
dapat memanfaatkannya.


18
III. INSTRUMEN
UKUR TANAH
Teodolit
Didesain untuk mengukur
sudut

Dapat dipakai untuk
pengukuran jarak secara
optis dan pengukuran beda
tinggi.

Dengan kemajuan teknologi
saat ini telah dapat dibuat
teodolit tipe baru yaitu
teodolit laser, sehingga
dapat dipakai pada tempat-
tempat yang gelap, seperti
dalam terowongan,
tambang dalam dll.
19
Ukur tanah
Dimulai dari arah utara
(sumbu Y+ ) ke arah
timur (sumbu X+)
searah putaran jarum
jam.

Urutan kuadran
searah jarum jam

Azimut adalah sudut
yang dimulai dari arah
utara, berputar searah
dengan jalannya jarum
jam dan diakhiri pada
jurusan yang
bersangkutan.

Karena sudut ini
menyatakan suatu
jurusan, maka azimut
dinamakan juga sudut
jurusan.
20
Matematika dalam Ukur Tanah

Dari segitiga ABC didapat hubungan sbb :









Gambar 4.2 Segitiga siku-siku di A
o
|
C
A
B
b
a
c

21
4.2 Parameter Ukur Tanah
Data ukuran yang diperoleh (parameter pengukuran)
dalam ukur tanah adalah :
1. Sudut : sudut horisontal dan sudut vertikal
2. Azimut (sudut arah)
3. Jarak : jarak horisontal (datar) dan
jarak vertikal (beda tinggi)

22
1a. Sudut Horisontal
Selisih dari dua arah dari dua buah target.

Berdasarkan jumlahnya, sudut horisontal dibagi
menjadi sudut tunggal dan sudut banyak.

Berdasarkan jenisnyanya, sudut horisontal dibagi
menjadi sudut dalam dan sudut luar.

Gambar 4.5 Sudut dalam

23
Pengukuran sudut tunggal ada dua cara yaitu :
1.Cara pengukuran tunggal.
2.Cara pengukuran seri (rangkap).

Pengukuran cara pengukuran tunggal
Misal yg akan diukur sudut B yang arahnya A dan
Gambar 4.6
Pengukuran sudut di B
dengan target di A dan C

|
B
C = R
2

A = R
1

24
1.b. Sudut Vertikal
Sudut antara arah horisontal dan target yang
dibidik.

Diperlukan untuk mengkonversikan jarak miring
menjadi jarak mendatar.

Sistem pembacaan piringan vertikal pada alat
teodolit belum tentu sama.

Adakalanya merupakan bacaan sudut zenit, namun
adakalanya bacaan sudut helling.


25
3. Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak optis dapat dilakukan dengan
teropong (teodolit, sipat datar, BTM, plane table
dll) yang dilengkapi dengan garis bidik dan stadia
(benang silang).

Pengukuran jarak secara optis sering disebut juga
pengukuran jarak secara tidak langsung.


26
Dari gambar 5.6 dan 5.7, dapat dilihat bahwa :
Selanjutnya azimut (dimisalkan o
ab
) adalah sbb:
1) Azimut pada kuadran I
Karena
maka o
ab
= |

2) Azimut pada kuadran II : o
ab
= 180 - |

3) Azimut pada kuadran III : o
ab
= 180 + |

4) Azimut pada kuadran IV : o
ab
= 360 - |
y
x
tg
A
A
| =
y
x
tg
ab
A
A
o =
27
6.2 Metode Pemetaan Topografi
Dikelompokkan menjadi :
1. Metode teristris
Semua pekerjaan pengukuran topografi yang
dilaksanakan dengan mendatangi langsung
lapangan.

Menggunakan peralatan seperti teodolit, waterpas,
serta peralatan ukur modern lainnya seperti Total
Station (TS), Global Positioning System (GPS) dll.

28
Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit
navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan di-kelola
oleh Amerika Serikat. Saat ini sistem GPS sudah sangat
banyak digunakan orang di seluruh dunia.

Receiver GPS dibagi atas:
1. Receiver tipe navigasi (tipe genggam / Handheld
receiver)
Digunakan untuk penentuan posisi absolut secara
instan yang tidak menuntut ketelitian terlalu tinggi.

Receiver navigasi tipe sipil dapat memberikan
ketelitian posisi 5 10 m, dan tipe militer 3 5 m.

29
2. Receiver tipe pemetaan
Digunakan untuk
aplikasi yang menuntut
ketelitian beberapa dm,
seperti survei dan
pemetaan geologi dan
pertambangan,
peremajaan peta,
pembangunan dan
peremajaan basis data
Sistem Informasi
Geografis (SIG)
3. Receiver tipe geodetik
Untuk aplikasi yang
menuntut ketelitian
tinggi (dari orde mm
sampai cm), seperti
untuk pengadaan titik-
titik kontrol geodesi,
pemantauan deformasi
dan studi geodinamika

30
2. Metode ekstrateristris
Salah satu metode ektrsteristris adalah metode
fotogrametri

Dilakukan dengan
teknik pemotretan dari
udara.

Keuntungannya :
pengukuran dapat
dilakukan dalam waktu
yang singkat serta
daerah yang terpotret
dapat seluas mungkin.


Kelemahannya :
biaya relatif lebih
mahal.

Catatan :
Pemetaan dengan GPS,
dapat juga diklasifikasi-
kan ke dalam pemetaan
metode ektrateristris.



31
Gambar 6.5
Bagan alir proses
pemetaan teristris
Pengukuran
Metode /
Teori
Peralatan
Teodolit
Waterpas
Pita Ukur
dsb
Macam Pengukuran
Pengukuran Kerangka
Pengukuran Detail
Parameter Pengukuran
Pengukuran Azimut
Pengukuran Sudut
Pengukuran Jarak & Beda Tinggi
Tingkat Ketelitian (Orde)
Pengolahan
Data
Plotting /
Penggambaran
PETA
Syarat pemakaian alat
Cara pengoperasian
Teristris Satelit Fotogrametris
PEMETAAN
32
VII. KERANGKA DASAR PEMETAAN
Tahap awal dari pekerjaan pemetaan adalah
pengadaan titik kerangka pemetaan yang cukup
merata, permanen, mudah dikenali dan
didokumentasikan secara baik di daerah yang akan
dipetakan, sehingga memudahkan penggunaan
selanjutnya.

Titik-titik kerangka dasar pemetaan yang akan diten-
tukan lebih dahulu koordinat dan ketinggiannya.
33
Kerangka dasar
pemetaan ini akan
dijadikan ikatan dari
detail-detail yang
merupakan obyek dari
unsur-unsur yang ada di
permukaan bumi yang
akan digambarkan ke
dalam peta.

Baik tidaknya kualitas
hasil pemetaan, sangat
tergantung dari
kerangka peta.
Apabila kerangka peta
ini baik (ketelitiannya
sesuai dengan yang
diharapkan), maka
bisa diharapkan
bahwa peta yang
akan dihasilkan juga
baik.

Namun sebaliknya
apabila kerangka
dasar pemetaannya
tidak baik, maka peta
yang dihasilkan juga
diragukan kualitasnya.
34
7.1 Macam-macam Kerangka Dasar Pemetaan
1. Metode rangkaian / jaringan segitiga
2. Pemotongan / pengikatan
3. Poligon atau traverse
1. Poligon atau Traverse
Poligon berarti rangkaian titik-titik secara berurutan
yang digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan.

Sebagai kerangka dasar, maka titik-titik poligon harus
diketahui atau ditentukan koordinatnya secara baik,
karena akan digunakan sebagai ikatan detail,
sehingga pengukurannya harus memenuhi kriteria
atau persyaratan tertentu.
35
Unsur-unsur yang diukur pada poligon adalah semua
jarak dan sudut serta satu buah sudut arah atau
azimut dari salah satu sisi poligon.

Agar titik-titik pada poligon dapat diketahui dalam
sistem koordinat yang ada, maka poligon tersebut
harus diikatkan pada titik yang telah diketahui
koordinatnya (titik tetap).
Koordinat titik tetap dapat berupa :
1. Koordinat Global baik dalam sistem geografis
(lintang dan bujur), maupun dalam sistem
kartesian (TM, UTM dll).
2. Koordinat Lokal
36
Macam-macam poligon
A. Atas dasar bentuk
1. poligon tertutup
2. poligon terbuka

B. Atas dasar titik ikat
1. poligon terikat sempurna
2. poligon terbuka terikat sepihak
3. poligon bebas (tanpa ikatan)

C. Atas dasar hirarki dalam pemetaan
1. poligon utama
2. poligon cabang
37
7.2 Poligon tertutup

Poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu,
sehingga tidak membutuhkan titik ikat yang banyak.

Di lapangan sulit didapatkan titik yang sudah
diketahui koordinatnya, yang nantinya akan
dijadikan titik ikat.

Oleh karenanya poligon ini banyak dipakai sebagai
kerangka pemetaan.
38
Gambar 7.1 Poligon tertutup
Keterangan :
BM = Titik ikat/tetap (koordinat diketahui)
J
BM1
J
7BM
= Jarak antar titik poligon (diukur)
|
1
- |
8
= Sudut titk poligon (diukur)
o
BM1
= Azimut sisi awal poligon (diukur)
1 7 = Titik yang akan dicari koordinatnya
2
4
BM
1
3
7 6
5
o
BM1

|
1

|
2

|
3

|
4

|
5

|
6

|
7

|
8

J
BM1

J
12

J
23

J
34

J
45

J
56

J
67

J
7A

39
Azimut yang diukur hanya azimut sisi awal poligon.
Selanjutnya sudut-sudut ukuran pada poligon yang
sudah dikoreksi, digunakan untuk mencari sudut
jurusan atau azimut sisi poligon berikutnya.

Dari gambar (8.1) dapat dilihat bahwa :
o
12
= o
BM1
- |
1
+ 180
o
23
= o
12
- |
2
+ 180
.
.
.
o
7BM
= o
67
- |
7
+ 180
40
Syarat geometris poligon tertutup :
1. Syarat sudut :
E| = (n 2 ) x 180 (apabila sudut dalam)
E| = (n + 2 ) x 180 (apabila sudut luar)
2. Syarat absis : EJ sin o = 0
3. Syarat ordinat : EJ cos o = 0

Ket :
n = banyaknya titik poligon
Karena setiap pengukuran mengandung
kesalahan, maka semua hasil pengukuran harus
dikoreksi.
Oleh karena itu sebelum menghitung koordinat,
dilakukan koreksi sudut-sudut dan jarak-jarak
ukuran.
41
Kesalahan pada pengukuran poligon :
1. Kesalahan penutup sudut (f|)
a. Jika menggunakan sudut dalam :
E| = (n 2 ) x 180 f|

b. Jika menggunakan sudut luar :
E| = (n + 2 ) x 180 f|


f| = jumlah koreksi sudut

Kesalahan penutup sudut ini harus dikoreksikan
sama rata pada sudut-sudut hasil ukuran.
42
7.3 Poligon terbuka
Poligon yang titik awal
dan titik akhirnya tidak
berimpit.

Sesuai dengan teori
kesalahan dalam
pengukuran jarak
maupun sudut, maka
semakin jauh dari titik
ikat, kesalahan-nya
semakin besar.
Poligon yang paling baik
agar kesalahan tersebut
tidak merambat adalah
dengan mengontrol di
akhir dari poligon
tersebut baik koordinat
maupun jurusannya.

Poligon yang demikian
dinamakan poligon
terbuka terikat
sempurna.
43
Gambar 7.2 Poligon terbuka terikat sempurna
Pada poligon terbuka terikat sempurna di atas, di
awal terikat pada titik A (XA , YA) dan titik P (XP ,
YP), diakhiri pada titik B (XB , YB) dan titik Q (XQ ,
YQ), serta azimut awal o
AP
dan azimuth akhir o
BQ

dapat dihitung.
A
B
P
o
AP

|
0

|
1

|
2

|
3

|
4

|
5

1
2
Q
4
3
o
BQ

44
Karena setiap pengukuran mengandung kesalahan,
maka semua hasil pengukuran harus dikoreksi. Oleh
karena itu sebelum menghitung koordinat, dilakukan
koreksi sudut-sudut dan jarak-jarak ukuran.

Untuk melakukan koreksi, maka harus diketahui
terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
suatu poligon terbuka.

Syarat geometris poligon terbuka terikat sempurna:
1. Syarat sudut : E | = (o
akhir
o
awal
) + n x 180
2. Syarat absis : E J sin o = X
akhir
X
awal
3. Syarat ordinat : E J cos o = Y
akhir
Y
awal

45
VIII. PENGUKURAN TITIK DETAIL
Detail adalah segala
obyek yang ada di
lapangan, baik yang
bersifat alamiah mau-
pun yang bersifat
buatan manusia yang
akan dijadikan isi dari
peta yang akan
dibuat.
Pemilihan detail dan
teknik pengukuran
dalam pemetaan
sangat tergantung
dari tujuan peta yang
akan dibuat.
46
Titik detail dipilih untuk mewakili obyek unsur
permukaan bumi yang akan disajikan pada
peta.

Posisi titik detail diikatkan pada titik-titik
kerangka pemetaan (poligon utama maupun
poligon cabang) terdekat yang telah diukur
sebelumnya.

Metode pengukurannya merupakan metode
yang memberikan posisi 3 dimensi relatif
terhadap tempat berdirinya alat dan kurang
teliti.
47
Ada beberapa metode pengukuran detail, tetapi
yang umum dilakukan adalah metode ekstrapolasi.
Gambar 8.1 Pengukuran detail dengan metode ekstrapolasi
a
d
c
b
G
1
2
|
1

d
1a

|
2

d
1d

2

d
2c

d
2b

48
IX. RELIEF PERMUKAAN BUMI
Digambarkan pada peta dengan berbagai bentuk
simbol, seperti : kontur, warna ketinggian dan
bayangan gunung.

Untuk menyajikan variasi ketinggian suatu tempat
pada peta topografi, umumnya digunakan garis
kontur (contour-line).

9.1 Garis Kontur
Garis khayal pada permukaan tanah, yang meng-
hubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
sama di lapangan, dan digambarkan pada peta.

49
Kontur dapat memberikan informasi relief, baik secara
relatif maupun absolut.

Informasi relief secara relatif diperlihatkan dengan
menggambarkan garis-garis kontur secara rapat untuk
daerah terjal, sedangkan untuk daerah yang landai di-
perlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur
lebih renggang.

Bidang acuan tinggi adalah permukaan air laut rata-
rata).

Karena peta dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk
garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai
skala peta.






50
Gambar 9.1 Ilustrasi pembentukan garis kontur
Garis kontur dibentuk dengan membuat proyeksi tegak
garis-garis perpotongan bidang mendatar (bidang peta)
dengan permukaan bumi.
51
Interval kontur maksudnya adalah selisih (beda)
tinggi antara dua garis kontur yang berurutan
(bersebelahan).

Penggambaran interval kontur tergantung dari
kebutuhan dan tujuan peta tersebut dibuat.

Semakin besar skala peta, maka semakin banyak
informasi yang tersajikan, sehingga interval kontur
semakin kecil.

Interval kontur = 1 / 2000 x skala peta (dalam m)
52
Walaupun interval kontur dapat dihitung dengan
menggunakan rumus di atas, tetapi dalam
prakteknya sangat tergantung pada situasi
lapangan, serta maksud dan tujuan pemetaan.

Indeks kontur (kontur indeks) adalah garis
kontur yang penyajiannya ditonjolkan setiap
kelipatan interval kontur tertentu; misalnya
setiap 5, 10 buah atau yang lainnya.

Penyajiannya dengan cara membuat indeks
kontur lebih tebal dibandingkan garis kontur
yang lain, serta dengan memberi informasi nilai
tinggi pada indeks kontur tersebut.
53
Tabel 9.1 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk
relief lapangan (E. Imhof, 1965)
Skala peta
Interval Kontur (m)
Daerah
curam
Daerah
bergunung
Kemiringan s
45
Daerah berbukit
dan daerah
datar
1 : 1.000
1 : 2.000
1 : 5.000.
1 : 10.000
1 : 20.000
1 : 25.000
1 : 50.000
1 : 100.000
1
2
5
10
20
20
20 - 30
50
0,5
1
2
5
10
10
10 - 20
25
0,25
0,50
1
2
2,5
2,5
5,
5 - 10
54
Sifat Garis Kontur
Gambar 9.2
Garis kontur menggambarkan
relief permukaan bumi
1. Garis-garis kontur saling
melingkari satu sama
lain dan tidak akan
saling berpotongan.

2. Garis kontur tidak
terputus
penggambarannya di
dalam lembar peta,
kecuali pada daerah di
pinggir peta.

3. Garis kontur tidak akan
bercabang.
55
4. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk
garis-garis kontur yang menutup / melingkar.
Gambar 9.3 Garis kontur pada bukit dan cekungan
56
5. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat
dan pada daerah yang landai lebih jarang.
Gambar 9.4
Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai
57
6. Garis kontur pada
curam yang sempit
membentuk huruf V
yang menghadap ke
bagian yang lebih
rendah.

7. Garis kontur pada
punggung bukit yang
tajam membentuk
huruf V yang meng-
hadap ke bagian yang
lebih tinggi.
Gambar 9.5
Garis kontur pada daerah
curam sempit dan bukit
tajam
58
8. Untuk daerah dengan
kontur rapat, beberapa
kontur dapat diganti
dengan satu garis tebal.

9. Pada selang kontur ter-
tentu, kontur digambar-
kan dengan garis lebih
tebal dan besaran kontur
dituliskan lebih tebal
juga.

10.Penulisan besaran
kontur diletakkan pada
tengah kontur dengan
tulisan miring ke arah
yang lebih tinggi.
Gambar 9.6
Penyajian kontur indeks
59
11. Pada daerah yang
sangat curam, garis-
garis kontur mem-
bentuk satu garis.

12. Garis kontur pada
suatu punggung bukit
yang membentuk
sudut 90 dengan
kemiringan
maksimumnya, akan
membentuk huruf U
menghadap ke bagian
yang lebih tinggi.
Gambar 9.7
Garis kontur pada daerah curam
dan punggung bukit
60
9.2 Pengukuran Titik Detil Untuk Pembuatan Garis
Kontur
Angka ketinggian detail bermacam-macam sedangkan
angka ketinggian garis kontur sudah tertentu, maka perlu
dicari tempat-tempat yang mem-punyai ketinggian yang
sesuai dengan angka kontur dari titik-titik terdekat yang
telah diketahui angka ketinggiannya.

Semakin rapat titik detil yang diamati, maka semakin teliti
informasi yang tersajikan dalam peta.

Metode pengukuran titik-titik detil untuk penarikan garis
kontur, yaitu :
1. Metode langsung
2. Metode tidak langsung
61
1. Pengukuran kontur metode langsung
Menentukan titik-titik yang sama tinggi di lapangan
secara langsung.

Diperlukan patok-patok dan rambu ukur yang cukup
banyak jumlahnya.

Garis kontur digambar di atas kertas atas dasar
ketinggian detail-detail hasil ploting.

Garis-garis kontur sudah langsung merupakan garis
penghubung titik-titik yang diamati dengan ketinggian
yang sama, sedangkan pada pengukuran garis kontur
cara tidak langsung umumnya titik-titik detil itu pada
ketinggian sembarang yang tidak sama.
62
Penggambaran garis kontur
Karena pengukuran garis kontur menggunakan
metode tidak langsung, maka titik-titik detil yang
diperoleh belum mewujudkan titik-titik dengan
ketinggian yang sama.

Oleh karenanya perlu dilakukan interpolasi linier
dengan cara taksiran, hitungan ataupun grafis.

Tujuan interpolasi adalah untuk meletakkan titik
dengan ketinggian tertentu (sesuai ketinggian
kontur yang akan ditarik) pada garis antara 2 titik
tinggi yang telah ada.

63
A. Cara taksiran (visual)
Titik-titik dengan ketinggian
yang sama secara visual
diinterpolasi dan diinterpre-
tasikan langsung di antara
titik-titik yang diketahui
ketinggiannya.

B. Metode matematis (numeris)
Cara ini disebut juga dengan interpolasi linier. Pada dasar-
nya menggunakan dua titik yang diketahui posisi dan
ketinggiannya, hanya saja hitungan interpolasinya dikerja-
kan secara numeris (eksak) menggunakan perbandingan
linier terhadap jaraknya.

Gambar 9.11 Interpolasi
kontur cara taksiran

64
9.3 Titik Tinggi (Spot Height)
Titik tinggi pada peta ditunjukkan dengan sebuah titik
berwarna hitam dan angka ketinggiannya di-tuliskan
di sebelahnya.

Merupakan hasil pengukuran langsung di lapangan

Paling akurat dibandingkan cara lain, karena titik
tersebut dapat ditempatkan secara tepat dan akurat
pada posisinya yang benar.
Gambar 9.12 Titik tinggi
65

Penyebaran titik tinggi di lapangan tergantung pada :
1. Skala peta
2. Kondisi / keadaan topografi lapangan
3. Maksud / tujuan pemetaan

Pada peta berskala besar, hampir semua unsur topografi
dapat digambarkan dengan baik, sehingga data titik tinggi
yang harus diukur akan meningkat.

Untuk daerah-daerah yang datar serta hanya mempunyai
unsur topografi yang jarang, kerapatan titik tinggi dapat
dikurangi dibandingkan daerah yang terjal dan berbukit.
66
9.4 Warna ketinggian
Penyajian relief permukaan bumi dalam bentuk warna,
dengan cara memberi warna khusus untuk tiap interval
kontur tertentu, sehingga setiap interval kontur tersebut
mempunyai warna yang berlainan.

Warna-warna yang digunakan pada umumnya dipilih
warna-warna tertentu secara berurutan, misalnya warna
terang ke warna gelap.
9.5 Bayangan Gunung
Dengan adanya penambahan bayangan tersebut,
diharapkan dapat membantu pengguna peta dalam
membaca bentuk-bentuk topografi yang menonjol, seperti
perbukitan / gunung, serta daerah cekungan.
67
X. PROYEKSI PETA
Proyeksi peta adalah proses penggambaran bidang
lengkung menjadi bidang datar/ bidang peta.

Tujuannya adalah untuk meminimalkan kesalahan
(distorsi) yang berupa kerutan atau regangan bentuk
permukaan lengkung menjadi datar.

Upaya untuk meminimalkan distorsi dengan cara :
1.Membagi daerah menjadi bagian-bagian yang
mempunyai luasan sempit.
2.Menggunakan bidang datar atau yang bisa didatarkan
tanpa mengalami distorsi seperti bidang kerucut dan
bidang silinder.
68
10.1 Istilah-istilah Dalam Peta

1. Bidang Datum (datum surface), yaitu bidang yang akan
digunakan untuk memproyeksikan titik dengan
koordinatnya (,) diketahui.

2. Bidang Proyeksi (projection surface), yaitu bidang yang
akan digunakan untuk memproyeksikan titik yang
mempunyai sistem koordinat siku-siku (X,Y).

3. Meridian, yaitu garis yang menghubungkan antara kutub
utara dan kutub selatan. Garis-garis tersebut berupa
setengah lingkaran yang sama besarnya.

69
4. Parallel adalah garis yang sejajar dengan equator,
garis-garis tersebut berupa lingkaran yang tidak
sama besarnya, semakin jauh dari equator, maka
lingkarannya makin kecil. Lingkaran yang
terbesar adalah equator.

5. Lintang (Latitude) didefinisikan sebagai busur
yang diukur (dalam derajat) pada suatu meridian
antara tempat tersebut dengan equator.
Lintang mempunyai harga 0 pada equator
sampai 90 di Kutub Utara atau Kutub Selatan.


70
6. Bujur (longitude) suatu
tempat adalah busur
yang diukur (dalam
derajat) pada suatu
parallel antara meridian
tempat tersebut dengan
meridian Greenwich.

Bujur mempunyai harga 0 -
180 ke timur atau barat.

Meridian Greenwich
mempunyai harga busur
0.
Panjang busur setiap 1
dalam miles / km tidak
tetap, tergantung dari
letak parallel.

Jarak paling besar
adalah di ekuator, karena
ekuator merupakan
lingkaran paling besar.

Panjang busur di equator
1 = 111,322 km.
71
10.2 Proyeksi Peta
Permukaan bumi bukan-lah suatu permukaan datar,
sehingga hasil pengukuran obyek di permukaan bumi
tentunya bukan ukuran pada bidang datar.

Dalam proses memindahkan (menggambarkan)
keadaan dari permukaan bumi yang merupakan
bidang lengkung menjadi peta yang merupakan
bidang datar terjadi distorsi (perubahan) baik jarak
maupun arah

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya
suatu bidang perantara atau dibuat-lah pemodelan
bentuk bumi menjadi bentuk matematis (Ellipsoid,
Spheroid atau bola)


72
10.3 Proyeksi Universal Traverse Mercator
( UTM )
Ketentuan-ketentuan proyeksi UTM :
Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah
meridian.

Batas lintang (paralel) adalah tepi atas 84 LU dan tepi
bawah 80 LS.

Bola bumi dibagi dalam zone-zone, setiap zone
mempunyai meridian tengah sendiri-sendiri.

Lebar zone 6 bujur x 8 lintang .

Seluruh permukaan bumi dibagi menjadi 60 zone.
73
Penomeran zone dimulai dari daerah yang dibatasi
oleh meridian 180 BB selanjutnya ke arah timur.

Zone nomer 1 berada pada daerah yang dibatasi
oleh meridian 180 BB dan 174 BB ke arah timur
sampai nomer 60.

Untuk menghindari koordinat negatif :
1. Setiap meridian tengah di dalam setiap zone diberi
harga 500.000 meter (timur).

2. Untuk harga ordinat (Y) pada daerah sebelah utara
equator, equator dipakai sebagai dasar dan diberi
harga 0 m (utara). Untuk perhitungan ke arah
selatan diberi harga 10.000.000 meter (selatan).
74
XI. PENGUKURAN WATERPAS
11.1 Dasar Penentuan Tinggi
Bidang ini di dalam geodesi disebut dengan bidang
geoid, yaitu bidang equipotensial yang berimpit
dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level)
pada saat tidak terganggu (diam).

Tinggi suatu obyek di atas
permukaan bumi ditentukan
dari suatu bidang referensi,
yaitu bidang yang dianggap
ketinggiannya nol.

75
Dari pengertian di atas, maka disimpulkan bahwa
tinggi suatu titik di permukaan bumi ditentukan atau
diukur dari permukaan air laut rata-rata.


Muka Air Laut
A
B
76
Penetuan beda tinggi di atas permukaan bumi dapat
ditentukan dengan cara:
1. Waterpas levelling
2. Tachymetry levelling
3. Trigonometric levelling
4. Barometric levelling
Metode yang ke-3 dan ke-4 tidak kita bicarakan pada
kuliah perpetaan, sedang metode yang kedua sudah
kita bahas sebelumnya.
Urutan tersebut di atas, juga merupakan urutan
tingkat ketelitian dari cara atau metode pengukuran
beda tinggi yang disusun sedemikian, hingga ketelitian
dari atas ke bawah mengecil.
77
Sipat datar / levelling / waterpassing bertujuan untuk
menentukan beda tinggi antara titik-titik di atas
permukaan bumi.

Istilah waterpas di sini dapat berarti konsep, dan
dapat berarti pula alat ukur.

Dalam arti konsep, waterpas berarti penentuan beda
tinggi antara dua titik atau lebih dengan garis bidik
horisontal yang diarahkan pada rambu-rambu yang
berdiri tegak atau vertikal.
78
Keterangan gambar :
A dan B : titik tetap yang akan dicari beda tingginya
bt
A
: bacaan benang tengah rambu A (belakang)
bt
B
: bacaan benang tengah rambu B (depan)
Ah
AB
: beda tinggi antara titik A dan B

Gambar 11.1 Penentuan beda tinggi dengan waterpas
bt
A

A
B
bt
B

Bidang acuan / referensi
H
A

H
B

79
Pembacaan dengan garis bidik yang horisontal pada
rambu-rambu yang vertikal di A dan B memberikan
perbedaan tinggi antara titik A dan titik B.


B A AB
bt bt h = A
80
Jarak bidik optimum alat waterpas berkisar antara
40 sampai 60 meter. Penentuan beda tinggi antara
dua titik dapat dilakukan dengan 3 cara penempatan
waterpas, tergantung pada keadaan lapangan.

Cara ke - 1
Menempatkan waterpas di atas salah satu titik (A).
Tinggi garis bidik (titik tengah teropong) di atas titik
A diukur dengan rambu ataupun meteran.

Dengan gelembung di tengah-tengah, teropong
diarahkan ke rambu yang diletakkan di atas titik lain-
nya (B) pembacaan pada rambu di B dimisalkan bt
B.

81
Bacaan bt
B
menyatakan jarak angka bt
B
terhadap
tanah di atas rambu, sehingga diperoleh beda
tinggi antara titik A dan titik B adalah
Ah
AB
= t
i
- bt
B


t
i

Gambar 11.2 Waterpas berdiri pada salah satu titik
A
bt
B

Ah
AB

B
82
Cara ke 2 :
Waterpas ditempatkan di antara A dan B,
sedangkan pada titik A dan titik B ditempatkan
rambu (gambar 11.3).

Jarak antara waterpas ke rambu A dan B dibuat
kira-kira sama, tetapi posisi waterpas tidak perlu
berada pada garis lurus yang menghubungkan titik
A dan B.

Setelah gelembung udara disetel berada pada nivo
kotak, arahkan garis bidik ke rambu A (rambu
depan) dan rambu B (rambu belakang).



83
Bacaan pada rambu berturut-turut dimisalkan bt
A

dan bt
B
,

sehingga diperoleh beda tinggi antara titik
A dan B : Ah
AB
= bt
A
- bt
B


Ah
AB

Gambar 11.3 Waterpas berdiri di antara titik
A
B
bt
A

bt
B

84
Di lapangan, tidak selalu mungkin untuk
menempatkan alat waterpas berada pada salah satu
titik ataupun berada di antara titik, misalnya karena
pada titik A dan B ada selokan.

Cara ke-3 :
Waterpas ditempatkan di sebelah kiri titik A atau di
sebelah kanan titik B, jadi berada di luar garis AB
(gambar 11.4).
85
Pembacaan rambu yang ditempatkan di titik A dan B
masing-masing adalah bt
A
dan bt
B
, sehingga didapat
beda tinggi antara A dan B : Ah
AB
= bt
A
- bt
B
.
B
A
Bt
B

Bt
A

Ah
AB

Gambar 11.4 Waterpas berdiri di luar titik yang diukur
86
11.2 Pengukuran Waterpas Berantai
Pada penentuan tinggi titik-titik kontrol pemetaan
yang jaraknya jauh, maka pengukuran beda tinggi-
nya tidak dapat dilakukan dengan 1 kali berdiri alat.

Seperti halnya pengukuran jarak dan sudut,
pengukuran beda tinggi dengan sipat datar tidak
cukup dibuat hanya sekali jalan saja, tetapi dibuat
pengukuran pergi pulang
87
Gambar 11.5 Pengukuran waterpas berantai

Keterangan gambar :
A dan B : titik tetap yang akan diukur beda tingginya
1, 2, 3 : titik-titik bantu pengukuran
d
1
, d
2
, d
3
, d
4
: bacaan rambu depan
b
1
, b
2
, b
3
, b
4
: bacaan rambu belakang
A
3
2
1
b
1

b
2

b
3

b
4

d
1
d
3

d
2

M
1

M
2

M
3

M
4

88
Cara perhitungan beda tinggi titik A dan B pada gambar
11.5 adalah kumulatif beda tinggi setiap slag.
Karena data pembacaan banyak, agar pada saat peng-
olahan data tidak terjadi kekeliruan, maka pengukuran
beda tinggi juga harus dicatat secara sistematis dalam
buku ukur atau formulir pengukuran.

Pembacaan angka pada rambu dalam milimeter, angka
terdiri dari empat digit tanpa tanda koma, sehingga untuk
menghilangkan kerancuan misalnya angka 17 mm
sebaiknya ditulis 0017.

Tulisan harus sejelas mungkin, apabila ada salah tulis,
sebaiknya dicoret saja yang salah dan pembetulannya
ditulis di samping atau di atasnya dengan jelas.
89
11.3 Pengukuran Waterpas Profil
Pada pekerjaan rekayasa seperti perencanaan jalan
raya, jalan kereta api, saluran irigasi, lapangan
udara dan lain-lain, sangat dibutuhkan bentuk
profil atau tampang dari suatu daerah proyek.
Pengukuran profil dibedakan atas profil memanjang
dan profil melintang.

Dengan jarak dan beda tinggi titik-titik di atas
permukaan bumi didapatlah irisan tegak lapangan
yang dinamakan profil memanjang searah pada
sumbu proyek.

90
Di lapangan dipasang pancang-pancang dari kayu yang
menyatakan sumbu proyek, dan pancang-pancang itu
digunakan pada pengukuran waterpas yang meman-
jang untuk mendapatkan profil memanjang. Profil
memanjang digunakan untuk kemiringan sumbu
proyek.

Sedangkan pengukuran profil melintang arahnya
memotong tegak lurus terhadap sumbu proyek (tegak
lurus profil memanjang) pada interval jarak tertentu.

Pengukuran profil melintang dilakukan untuk
perhitungan volume galian atau timbunan tanah.

91
Karena profil memanjang variabel jarak biasanya
lebih besar dari variabel tinggi, maka dalam
penggambaran skala jarak lebih kecil dari skala
tinggi, pada umumnya sepersepuluhnya.

Sedangkan untuk gambar profil melintang umumnya
skala jarak dan tinggi dibuat sama, namun jumlah
gambarnya biasanya jauh lebih banyak.

92
Untuk bagian antara titik 2 dan titik 3, tinggi titik 2
menjadi dasar untuk menentukan tinggi titik-titik
yang berada di antara titik 2 dan titik 3.

Kemudian untuk menentukan bagian antara titik 3
dan titik 4, tinggi titik 3 menjadi dasar untuk
menentukan tinggi titik-titik yang berada di antara
titik 3 dan titik 4.

Demikian seterusnya untuk menentukan tinggi titik-
titik yang diukur, sehingga didapat tinggi titik tiap-
tiap bagian seperti pada tabel 11.2.

93
Penggambaran profil memanjang dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Setelah data pengukuran diolah (dihitung) dan
ketinggian semua titik detail di atas bidang
referensi serta jarak-jaraknya diketahui, maka
profil memanjang dapat digambarkan. Bidang
referensi terdekat yang dijadikan dasar
penggambaran semua titik ditentukan dahulu,
kemudian digambarkan di atas kertas milimeter.

2. Tentukanlah skala untuk jarak dan tinggi. Karena
jarak jauh lebih panjang daripada beda tinggi,
maka untuk jarak dan tinggi selalu diambil skala
yang tidak sama.
94
Skala untuk jarak lebih kecil daripada skala beda tinggi.
Posisi mendatar (sumbu X) untuk jarak horisontal antar
titik dengan skala misalnya 1:1000, serta ke arah tegak
(sumbu Y) untuk tinggi dengan skala misalnya 1:100.

Kemudian dari titik-titik tersebut dihubungkan secara
berurutan, sehingga membentuk garis profil memanjang.

Di bawah garis referensi biasanya dibuat kolom-kolom
tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam
perhitungan selanjutnya, seperti pada gambar 11.7.

Dalam gambar profil inilah kemudian ditentukan ketinggian
dan kemiringan sumbu proyek, sehingga dapat dihitung
selisih tinggi antara permukaan tanah asli dan sumbu
proyek di setiap titik profil, yang merupakan dalamnya
penggalian atau tinggi penimbunan di titik-titik tersebut.
95

You might also like