You are on page 1of 53

COINTEGRATION ANALYSIS OF THE DETERMINANTS OF INFLATION IN SWAZILAND

prepared by : Acute Dlamini, Armstrong Dlamini and Tsidi Nxumalo

Adriyani Syakilah Dian Fitriana Arthati Fitri Handayani

Hilda Aprina Ratna Mutia Sari Yulia Geubrina

Outline
Pendahuluan
Sejarah Gambaran Inflasi & Tren Data Model Inflasi Hasil dan Intepretasi Kesimpulan

Pendahulua n
Gambaran Umum Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa harga Afrika Selatan merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi inflasi di Swaziland, meskipun tidak banyak penelitian yang mendukung asumsi ini. Selain itu, Swaziland dan Afrika Selatan memiliki hubungan dagang yang amat erat,khususnya dalam hal impor, Swaziland sangat bergantung pada barang impor dari Afrika Selatan Diperkirakan bahwa ekspor ke Afrika Selatan hampir mendekati 50 persen dan impor dari Afrika Selatan mencapai lebih dari 80 persen

Karena tingginya proporsi impor dari Afrika Selatan, depresiasi yang amat besar dari nilai tukar akan meningkatkan semua harga barang yang berasal dari luar CMA (Common Monetary Area), seperti minyak tanah. Ini menunjukkan bahwa harga luar negeri yang dibayarkan untuk input barang dan jasa dalam proses produksi harus dikonversikan ke dalam harga domestik melalui kurs (nilai tukar) Beberapa pandangan lain menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan inflasi di di Swaziland terkait dengan kebijakan pemerintah yaitu money supply dan tingkat suku bunga

Pengaruh upah nominal juga merupakan salah satu faktor yang diharapkan secara positif memberikan konstibrusi terhadap kenaikan harga di Swaziland karena serikat pekerja di Swaziland sering menuntut adanya kenaikan upah tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi dan kondisi keuangan yang mempengaruhi bisnis. Kenaikan upah nominal ini berpotensi memberikan tekanan inflasi terhadap perekonomian

Tujuan Penelitian
Untuk mengidentifikasikan variabel mana saja berpengaruh terhadap inflasi di Swaziland yang

Untuk memastikan variabel mana saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Swaziland Untuk memastikan stabilitas dari fungsi inflasi di Swaziland selama periode sampel Untuk menyelediki jalur peroyeksi tingkat inflasi dengan menggunakan data historis yang tersedia

Metodologi
Periode penelitian 1974-2000 Variabel penjelas (explanatory variabel) real income, nominal money supply, nominal interest rate, nominal exchange rate, nominal wages, South African consumer price index Dependent variabel Swaziland consumer price index

Model yang digunakan analisis kointegarasi dan error correction model (ECM) untuk memperkirakan hubungan yang lebih spesifik antara inflasi dan faktorfaktor yang mempengaruhinya

TINJAUAN HISTORIS
Sejarah inflasi Swaziland mulai di era kemerdekaan tahun 1968 ketika negara tidak memiliki statistik pendapatan dan pengeluaran. Sehingga tidak mungkin bagi negara untuk merancang indeks berdasarkan pola konsumsi lokal. indeks buatan disusun berdasarkan pola konsumsi yang ditentukan dari negara lain, yaitu negara yang menunjukkan pola konsumsi dan pengeluaran yang sama.

Pada tahun 1988 Central Statistical Office (CSO) mulai menyusun serangkaian indeks harga konsumen yang didasarkan pada hasil pendapatan rumah tangga dan survei pengeluaran yang dilakukan pada tahun 1985.

indeks harga sesuai dengan pola konsumsi di Swaziland berasal dari tiga harga indeks terdiri dari kelompok berpenghasilan rendah (pendapatan kurang dari E 2.400 per tahun), berpenghasilan menengah (pendapatan E2.400 sampai E8.760 per tahun) dan kelompok berpenghasilan tinggi (diatas E8.760 per tahun)

Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga lainnya dilakukan pada tahun 1995 oleh CSO untuk memastikan bahwa CPI (Consumption Price Index) merefleksikan gambaran yang benar dari perubahan harga barang dan jasa yang dibeli oleh rata-rata rumah tangga di suatu daerah dengan kelompok komoditas baru dan lebih banyak dan memiliki bobot item yang baru.

TREND DATA
Hal ini penting untuk mereproduksi tren inflasi untuk tujuan analisis dengan membandingkan terhadap kecenderungan variabel yang lain

Inflasi Swaziland dan Afrika Selatan

Menunjukkan bahwa sebelum tahun 1988, tingkat inflasi dari kedua negara memiliki hubungan yang positif dan karena itu bergerak ke arah yang sama. Inflasi tahunan di Swaziland sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi Afrika Selatan.

Total konsumsi di Swaziland mengandung proporsi impor yang tinggi dari Afrika Selatan. Namun, setelah tahun 1988 inflasi Swaziland mulai mengambil pola divergen.

faktor yang terkait perkembangan harga ke arah yang berbeda di Swaziland dan Afrika Selatan diyakini sebagai berikut: bobot yang berbeda untuk tiap produk yang mencerminkan pola konsumsi yang berbeda Harga barang dan jasa yang dihasilkan di Swaziland (misalnya, pendidikan, perumahan, dan bahan bakar ) belum disesuaikan dengan peningkatan dalam upah minimum untuk pembantu rumah tangga. tarif pajak yang berbeda yang dikenakan pada produk yang berbeda cukup berkontribusi pada perbedaan tingkat inflasi di kedua negara

kontrol harga atas barang yang diproduksi secara lokal dan barang impor. keputusan Politik yang berdampak pada tingkat harga, misalnya, pembatasan impor produk tertentu Kemungkinan kesalahan mungkin ada dalam metode pengumpulan harga, cakupan, pembobot dan pola pembobotan, item dan substitusi outlet, transkripsi dan perhitungan CPI di Swaziland. Namun, hubungan antara tingkat inflasi kedua negara dilanjutkan pada 1995. Ini sebagian disebabkan semakin pentingnya perubahan harga makanan pada inflasi Afrika Selatan secara keseluruhan.

Inflasi dan Pertumbuhan PDB

teori ekonomi hubungan negatif antara inflasi dan pertumbuhan GDP. periode 1974-1985, tingkat inflasi terlihat tidak menentu dan lebih tinggi dari pertumbuhan GDP riil mungkin adalah bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel. Bahkan inflasi tetap di atas tingkat pertumbuhan PDB riil untuk seluruh periode kecuali untuk tahun 1975, 1986 dan 1989 di mana pertumbuhan PDB riil lebih tinggi dari tingkat inflasi. Swaziland tidak mengejar kebijakan yang disesuaikan untuk mengatasi situasi ekonomi di saat inflasi harga tinggi atau sebaliknya

Inflasi dan Uang Beredar (M2)

Pertumbuhan uang yang beredar luas, M2, yang tidak menentu di Swaziland adalah karena efek besar pada deposito pemerintah dan pendapatan pemerintah dari SACU (Southern African Customs Union) yang tidak proporsional. Meskipun statistik menunjukkan korelasi yang erat antara perubahan penawaran uang dan tingkat inflasi, Swaziland tidak bisa mengontrol M2 karena keikutsertaannya dalam CMA (Common Monetary Area). Berdasarkan pengaturan CMA, Lilangeni (mata uang Swazilan) dan Rand (mata uang Afrika Selatan) dipatok pada daya beli masyarakat Swaziland memiliki kontrol terbatas terhadap M2 sulit untuk mengatakan apakah ada hubungan antara M2 dan inflasi.

Inflasi dan Tingkat Pinjaman

seharusnya terdapat hubungan positif antara tingkat inflasi dan nominal tingkat pinjaman sesuai dengan harapan teoritis. Terdapat gerakan siklikal dari tingkat inflasi sedangkan suku bunga pinjaman stabil untuk periode 1974-1980. Namun, periode 1987 sampai 2000, suku bunga pinjaman tetap lebih tinggi dari tingkat inflasi yang berlaku pada periode yang sama kesenjangan karena tingkat inflasi yang jatuh sedangkan suku bunga pinjaman-meningkat. perkembangan ini tidak dapat dijelaskan oleh teori.

Inflasi dan Kurs Nominal

tidak hanya inflasi dari Afrika Selatan yang langsung mempengaruhi inflasi di Swaziland, tapi juga akan perubahan nominal eksternal nilai tukar. terdapat hubungan antara perubahan dalam kurs nominal dan tingkat inflasi di Swaziland. penyusutan umumnya dikaitkan dengan inflasi yang lebih tinggi, ini berlaku pada suatu waktu ketika mata uang stabil. impor Swaziland sekitar 80%nya bersumber dari Afrika Selatan, sisa impor sebesar 20% berasal dari negara di luar CMA,yang secara langsung dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar. Perubahan harga internasional, khususnya minyak, berdampak terhadap nilai tukar.

Inflasi dan Upah Nominal

Teori ekonomi tingkat ketergantungan yang besar antara upah dan harga. Peningkatan upah sesuai dengan inflasi yang lebih tinggi selama periode 1974-2000. Terdapat situasi spiral upah (wage spiral), yaitu dimana upah naik karena harga naik dan harga naik karena kenaikan upah. Namun, dalam penelitian ini kami akan mendukung aliran pemikiran yang menyatakan bahwa harga naik karena meningkatnya biaya faktor-faktor produksi (dimana tenaga kerja adalah komponen utama). Teori biaya barang dan jasa naik karena upah yang didorong oleh daya tawar dari para buruh.

teori ekonomi hubungan negatif antara inflasi dan pertumbuhan GDP. periode 1974-1985, tingkat inflasi terlihat tidak menentu dan lebih tinggi dari pertumbuhan GDP riil mungkin adalah bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel. Bahkan inflasi tetap di atas tingkat pertumbuhan PDB riil untuk seluruh periode kecuali untuk tahun 1975, 1986 dan 1989 di mana pertumbuhan PDB riil lebih tinggi dari tingkat inflasi. Swaziland tidak mengejar kebijakan yang disesuaikan untuk mengatasi situasi ekonomi di saat inflasi harga tinggi atau sebaliknya

Spesifikasi Model

P : Harga konsumen Swaziland Y : income real R : tingkat bunga nominal E : kurs M : money supply nominal SP: IHK Afrika Selatan W : indeks rata-rata upah nominal

Masalah ini yaitu tidak tersedia data time series yang cukup panjang

Data Analysis data pada penelitian

PDB dihitung secara tahunan


PDB terbaru yang tersedia adalah tahun 2000, dan time series terpanjang mulai tahun 1974 Sehingga data yang digunakan adalah tahunan, mulai dari tahun 1974 s.d 2000 (27 observasi)

Lanjutan
Masalah: 27 observasi series data pendek kekurangan derajat kebebasan Upaya: Penghapusan variabel yang secara statistik paling tidak signifikan atau kurang relevan dalam berbagai regresi

Stationarity
Semua series, kecuali untuk R menunjukkan upward trending movement dari waktu ke waktu.

R menunjukkan pola stasioner lemah, meskipun lambat, menunjukkan tren selama periode waktu yang diperkirakan

Lanjutan (stationarity)
Differencing semua variabel tidak menunjukkan bukti tren dalam salah satu variabel, kecuali E yang terus menunjukkan sebuah gerakan tren ke atas.

Volatilitas yang besar dari series menunjukkan adanya outlier dan Structural breaks dalam tren yang dideferensiasi

Lanjutan (stationarity)Differencing semua variabel


lagi dua kali memberikan gambar variabel stasioner yang reliable, karena tren berfluktuasi sekitar level nol. Hal ini menunjukkan mean dan varians konstan dibandingkan dengan variabel saat difference pertama yang berfluktuasi secara luas di seluruh non zero variable

Uji Unit Root


Semua variabel memiliki unit root di level mereka, terdapat structural break yang mengindikasikan bahwa levelnon-stasioner.

Series pada difference pertama pada P, Y, R, M, SP, dan W,namun, jelas menolak unit root yang menunjukkan bahwa variabel yg dideferensiasi semua stasioner. Variabel E menjadi stasioner setelah differencing dua kali

Setelah memperkirakan persamaan, termasuk dummy-dummy tersebut di atas, semuanya, kecuali D85, terbukti tidak signifikan dalam persamaan secara keseluruhan dan tidak dilibatkan dari analisis berikutnya pada fungsi inflasi di Swaziland. Persamaan long-run terakhir yang dipilih adalah Persamaan 3.0 dengan penambahan variabel dummy, D85.

Analisis Kointegrasi
Analisis ini menguji apakah jika variabel terintegrasi pada order yang sama, kombinasi linier dari variabel juga terintegrasi pada order yang sama atau order yang lebih rendah

Prosedur kointegrasi yang digunakan Engle-Granger (EG)

Persamaan Jangka Panjang

Persamaan Jangka Panjang (lanjutan)


Variabel dummy (D85) signifikan dalam model. Nominal Money Supply (M), Interest (R), dan pendapatan riil (Y) tidak signifikan dalam model

Uji Penghapusan Variabel

Model Jangka Panjang

Residual dari persamaan jangka panjang uji ADF (without drift)

ECM (Lanjutan)
Semua variabel dimasukkan dalam diferens pertama, kecuali E, yang dimasukkan dalam diferens kedua. t-1 error cerrection factor

Model Lengkap

Model Tanpa LDSP

Model Tanpa LDSP

Model Akhir ECM

Model Akhir ECM

Hasil dan Interpretasi

Struktural and Stability Forecasting

Conclution
Dampak dari variabel money supply terhadap inflasi tidak signifikan. Suku bunga tampaknya tidak memainkan peran yang signifikan pada fungsi inflasi di Swaziland. Hasil penelitian menunjukkan bahwa demand pull effect pada harga output real lebih penting daripada monetary effect.

Next...
Dalam jangka panjang nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat harga di Swaziland. Dalam jangka pendek hanya perubahan nilai tukar yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Swaziland.

Next...
Pengaruh jangka panjang harga luar negeri (indeks harga konsumen di Afrika Selatan) berpengaruh signifikan terhadap tingkat harga di Swaziland.
Pengaruh jangka pendek Inflasi di Swaziland juga sangat dipengaruhi oleh inflasi yang berasal di Afrika Selatan.

Next...
Peningkatan upah nominal secara meluas, akan berpengaruh pada peningkatan inflasi. Maka biaya yang menghasilkan unit output akan meningkat jika berbagai faktor produksi menjadi kurang produktif ketika menerima remunerasi yang sama. Hasilnya mengungkapkan bahwa menggunakan perubahan nilai tukar tertinggal, inflasi di Selatan Afrika, dan upah nominal sebagai penentu utama perubahan dalam indeks harga konsumen.

You might also like