You are on page 1of 18

Perspectives on learning: the cognitive approach Perspektif pada [atas] belajar: teori mendekati Perspektif pembelajaran: pendekatan kognitif

Introduction This chapter describes the study of how thinking, or what psychologists term cognition, develops and changes over time. Therefore, theories of cognitive development deal with how we learn to think and reason. Pengenalan Ringkasan Aplikasi Bab ini menguraikan studi bagaimana pemikiran, atau psikolog apa [yang] memasukkan pengamatan, kembang;kan dan bertukar waktu. Oleh karena itu, teori pengembangan teori berhadapan dengan bagaimana kita belajar untuk berpikir dan memberi alasan. Pendahuluan. Bab ini menjelaskan studi tentang bagaimana berpikir, atau apa psikologi kognisi, mengembangkan dan perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, teori perkembangan kognitif berhadapan dengan bagaimana kita belajar untuk berpikir dan memberi alasan. In this chapter we will be looking both at how we learn and specifically at concepts such as stages of development and maturational readiness. Di (dalam) bab ini [yang] kita akan [jadi] melihat kedua-duanya pada bagaimana kita belajar dan secara rinci pada konsep seperti langkah-langkah pengembangan dan maturational kesiap-siagaan. Dalam bab ini kita akan mencari baik di bagaimana kita belajar dan secara khusus pada konsepkonsep seperti tahap-tahap perkembangan dan kesiapan kematangan. This might seem like a dry academic pursuit carried out by wizened professors in dusty libraries, but it has enormous consequences in the real world, particularly in the field of teaching. How theorists explain the process of learning in part determines teaching methods. Kekuatan ini nampak seperti suatu pengejaran [yang] akademis kering yang dilaksanakan oleh profesor berkeriput/ layu di (dalam) perpustakaan berdebu, tetapi [itu] mempunyai konsekwensi mahabesar di (dalam) dunia nyata, [yang] terutama sekali dalam bidang pengajaran. Bagaimana ahli teori menjelaskan proses terpelajar pada sebagian menentukan mengajar metoda. Hal ini mungkin tampak seperti mengejar akademik kering yang dilakukan oleh profesor keriput di perpustakaan berdebu, tetapi memiliki konsekuensi yang sangat besar dalam dunia nyata, khususnya di bidang pengajaran. Bagaimana ahli teori menjelaskan proses belajar di bagian penentuan metode pengajaran. Piaget Jean Piaget (18961980) was a Swiss scholar who began to study childrens intellectual development at the beginning of the twentieth century Piaget Piaget Jean ( 18961980) adalah suatu Sarjana Negeri swiss [siapa] yang mulai untuk belajar childrens pengembangan intelektual pada awal yang yang keduapuluh abad Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang sarjana Swiss yang mulai belajar perkembangan intelektual anak-anak di awal abad kedua puluh Early in his career Piaget worked for Albert Binet who was involved in the development of early IQ tests. Piagets job was

to give children questions and to score their answers as correct or not. What intrigued Piaget was not so much whether the children could answer the questions correctly but the fact that children of similar ages were making similar mistakes and that childrens thinking was qualitatively different from adult thinking. In other words, the way a child made sense of and interpreted the world was very different from that of an adult. This will come as no surprise to anyone who has spent any time with an inquisitive 4-year-old. From this insight Piaget went on to develop a comprehensive theory of intellectual development. Awal karier nya Piaget bekerja untuk Albert Binet [yang] siapa [yang dulu] dilibatkan pengembangan awal IQ test. Piagets pekerjaan adalah untuk memberi pertanyaan anak-anak dan untuk mencetak (prestasi) jawab mereka apa [yang] [sebagai/ketika] benar atau bukan. Apa yang Piaget membangkitkan minat tidak demikian banyak apakah anak-anak bisa menjawab pertanyaan [itu] [yang] dengan tepat tetapi fakta bahwa anakanak [dari;ttg] berbagai zaman serupa adalah membuat kekeliruan serupa dan itu childrens pemikiran menurut mutu berbeda dari orang dewasa [yang] berpikir. Dengan kata lain, [jalan/cara] [adalah] seorang anak mengandung dan menafsirkan dunia [itu] adalah sangat berbeda dari yang dari suatu orang dewasa. Ini akan datang [ketika;seperti] tidak (ada) kejutan ke seseorang [siapa] yang telah membelanjakan kapan saja dengan suatu 4year-old ingin tahu. Dari pengertian yang mendalam ini Piaget meneruskan perjalanan ke kembang;kan suatu teori [yang] menyeluruh [dari;ttg] pengembangan intelektual. Pada awal kariernya Piaget bekerja untuk Albert Binet seorang yang pertamakali mengembangkan tes IQ . Pekerjaan Piaget adalah memberikan anak pertanyaan dan mencetak jawaban mereka apakah benar atau tidak. Yang membuat Piaget tertarik bukan karena anak-anak bisa menjawab pertanyaan dengan benar tetapi kenyataan bahwa anak-anak dari usia yang sama adalah membuat kesalahan yang sama dan berpikir bahwa anak-anak adalah berbeda dengan pemikiran orang dewasa. Dengan kata lain, cara seorang anak menafsirkan dunia sangat berbeda dengan orang dewasa. Ini akan tidak mengejutkan bagi orang yang menghabiskan waktu ingin tahu dengan 4-tahun. Dari pengertian yang mendalam ini Piaget melanjutkan untuk mengembangkan teori komprehensif tentang perkembangan intelektual. Piagets theory is a stage theory. The stages of cognitive development according to Piaget are: Piagets teori adalah suatu teori pentahapan. Langkah-Langkah pengembangan teori menurut Piaget adalah: Teori Piaget adalah teori pentahapan. Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah: Sensori-motor stage (birth to age 2) Pre-operational stage (ages 27) Concrete operational stage (ages 711) Formal operational stage (ages 1112+) Sensori-motor langkah ( kelahiran ke [umur/zaman] 2) Pre-operational langkah ( berbagai zaman 27) Wujudkan langkah operasional ( berbagai zaman 711) Langkah operasional formal ( Berbagai zaman 1112+) Periode sensorimotor (lahir2 tahun)
3

Periode praoperasional (usia 27 tahun) Periode operasional konkrit (usia 711 tahun) Periode operasional formal (usia 11 12 lebih)

Piaget stated that these stages formed an invariant sequence, meaning that all individuals, everywhere, go through these stages in the same order. The age ranges mentioned by Piaget were set as guidelines; some children would advance earlier or later to the next stage. The key point is that each stage involves a qualitatively different and progressively more complex way of thinking. Successive stages or more complex ways of thinking build upon previous stages or less complex ways of thinking. Piaget stated that at no point could an individual miss or skip a stage. Piaget menyatakan bahwa langkah-langkah ini membentuk suatu urutan [karar/invarian], maksud/arti bahwa semua individu, di mana-mana, [berhasil/ melewati] langkah-langkah ini di (dalam) [order/ pesanan] yang sama [itu]. Cakupan [Umur/Zaman] yang tersebut oleh Piaget telah di-set [ketika;seperti] petunjuk; beberapa anak-anak akan membantu kemudiannya atau lebih awal kepada langkah yang berikutnya [itu]. Titik kunci adalah bahwa langkah masing-masing melibatkan suatu cara berpikir [yang] semakin lebih rumit dan berbeda. Langkah-Langkah berurutan atau cara pikir lebih rumit membangun di atas langkah-langkah sebelumnya atau lebih sedikit cara pikir kompleks. Piaget menyatakan bahwa pada tidak (ada) titik bisa perorangan luput/kehilangan atau melompati suatu langkah. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini membentuk urutan invarian, yang berarti bahwa semua individu, di mana-mana, akan melalui tahapan yang sama. Rentang usia yang disebutkan oleh Piaget ditetapkan sebagai pedoman; beberapa anak akan maju lebih awal atau lebih ke tahap berikutnya. Titik kuncinya adalah bahwa setiap tahap melibatkan suatu cara berpikir yang berbeda dan semakin lebih kompleks. Langkah-langkah berurutan atau cara berpikir lebih kompleks membangun langkah-langkah sebelumnya atau lebih sedikitcara berpikir kompleks. Piaget menyatakan bahwa tidak ada satu titik yang seorang individu kehilangan atau melewatkan suatu langkah. Piagets theory stresses the interaction between an individuals level of maturation and an environment that offers the right experiences. Piagets teori menekankan interaksi [itu] antar[a] suatu individuals tingkat waktu menjadi masak dan suatu lingkungan yang menawarkan pengalaman yang benar [itu]. Teori Piaget menekankan interaksi antara tingkat pematangan individu dan lingkungan yang menawarkan pengalaman yang tepat. According to Piaget, a child actively constructs their knowledge of the world and in that sense is seen as a little scientist. Piaget sees the ultimate goal of mature thinking as the realisation of logic and abstract thinking (Wood 1998). Piagets theory is comprehensive in that Piaget aimed to explain intellectual growth from birth until adulthood. He looked at intellectual development in a number of areas including: an understanding of physical quantities (i.e. volume, mass, area); number; language; play; and moral development. In order
4

to explain his ideas Piaget created his own distinctive terminology. Nurut Piaget, seorang anak [yang] dengan aktip membangun pengetahuan mereka dunia dan di (dalam) yang [perasaan/pengertian] dilihat sebagai ilmuwan [kecil/sedikit]. Piaget lihat gol dewasa yang terakhir [yang] berpikir [ketika;seperti] perwujudan logika dan abstrak [yang] berpikir ( Kayu 1998). Piagets teori adalah menyeluruh yang Piaget mengarahkan untuk menjelaskan pertumbuhan intelektual dari kelahiran sampai kedewasaan. Ia melihat pengembangan intelektual di (dalam) sejumlah area [yang] mencakup: suatu pemahaman phisik jumlah ( yaitu. volume, massa, area); nomor;jumlah; bahasa; permainan; dan pengembangan moral. Dalam rangka menjelaskan gagasan nya Piaget menciptakan istilah membedakan [milik]nya. Menurut Piaget, seorang anak secara aktif membangun pengetahuan mereka tentang dunia dan dalam arti yang dilihat sebagai ilmuwan kecil. Piaget melihat akhir Tujuan dari pemikiran matang sebagai perwujudan dari logika dan berpikir abstrak (Wood 1998). Teori Piaget adalah komprehensif yang Piaget bertujuan menjelaskan pertumbuhan intelektual dari lahir sampai dewasa. Dia memandang perkembanganintelektual di sejumlah daerah termasuk: sebuah pemahaman tentang besaran fisik (misalnya volume, massa, area), nomor; jumlah; bahasa; bermain, dan perkembangan moral. Untuk menjelaskan ide-idenya Piaget menciptakan terminologi khas nya. Key concepts. Schemas according to Piaget are organised patterns or units of action or thought that we construct to make sense of our interactions with the world. Schemas can be likened to files in which we store information. Bagan Konsep utama menurut Piaget diorganisir pola teladan atau unit tindakan atau pikir bahwa kita membangun untuk bisa dipertimbangkan interaksi [kita/kami] dengan dunia [itu]. Bagan dapat dipersamakan ke file di mana kita menyimpan informasi. Konsep-konsep kunci. Bagan menurut Piaget adalah pola terorganisir atau unit tindakan atau berpikir bahwa kita membangun untuk memahami interaksi kita dengan dunia. Bagan dapat disamakan dengan file dimana kita menyimpan informasi. Piaget believed that thought is internalised action (Piaget 1971). An individual interacts with and explores the environment around them, and it is this physical interaction that becomes internalised to create thought. Piaget percaya pikiran itu adalah tindakan internalised ( Piaget 1971). Perorangan saling berhubungan dengan dan menyelidiki lingkungan [itu] di sekitar [mereka/nya], dan [itu] adalah interaksi phisik ini yang menjadi internalised untuk menciptakan pikiran. Piaget percaya bahwa pemikiran adalah tindakan diinternalisasi (Piaget 1971). Sebuah individu saling berinteraksi dengan dan mengeksplorasi lingkungan sekitar mereka, dan inilah interaksi fisik yang menjadi diinternalisasi untuk membuat pola pikir. Adaptation is a term Piaget used to describe changes an individual makes in response to the environment. Adaptation comprises assimilation and accommodation. Assimilation, put simply, is taking in new information and trying to fit this information into existing schemas, or responding to the environment in terms of previously learned patterns of

behaviour or schemas. Accommodation is changing/modifying existing schemas to fit the new information, or responding to the environment in a new manner, as previously learned patterns of behaviour or schemas are not sufficient. When the individuals perception of the world fits into existing schemas then there is equilibrium or balance. When existing schemas cannot deal with new experiences there is disequilibrium. Piaget believed that disequilibrium would be experienced as unpleasant, and that individuals being driven by a need to make sense of their world would consequently strive for cognitive balance through the creation of new schemas. For example, let us suppose that an individual has decided to take up sailing. They have never been on a boat before but the idea has always appealed to them, so they sign up for lessons. The first lesson arrives and nothing they have ever done in the past has prepared them for learning this new skill. In Piagetian terms they have no existing schemas for sailing, and this creates an unpleasant feeling of being totally overwhelmed by all the new information. Piaget would call this unpleasant state disequilibrium and he would say that this would motivate the individual to create new schemas relating to how to sail. Adaptasi adalah suatu istilah Piaget yang digunakan untuk menguraikan perubahan perorangan membuat sebagai jawaban atas lingkungan [itu]. Adaptasi meliputi asimilasi dan pemondokan. Asimilasi, menaruh hanya, membawa berusaha dan informasi baru untuk cocok informasi ini ke dalam bagan ada, atau menjawab kepada lingkungan dalam kaitan dengan pola teladan bagan atau perilaku [yang] [dipelajari/terpelajar]. Pemondokan sedang mengubah/ memodifikasi bagan ada untuk cocok informasi yang baru, atau menjawab kepada lingkungan di (dalam) suatu cara baru, [seperti/ketika] sebelumnya [dipelajari/terpelajar] pola teladan perilaku atau bagan tidaklah cukup. Ketika individuals persepsi dunia berkait dengan bagan ada kemudian ada keseimbangan atau menyeimbangkan. Ketika bagan ada tidak bisa berhadapan dengan pengalaman baru ada disequilibrium. Piaget percaya bahwa ketakseimbangan akan berpengalaman [ketika;seperti] tak enak, dan individu itu dikemudikan oleh suatu kebutuhan untuk bisa dipertimbangkan dunia mereka akan sebagai konsekwensi mengejar saldo/timbangan teori melalui/sampai ciptaan [dari;ttg] bagan baru. Sebagai contoh, mari kita mengira bahwa perorangan telah memutuskan untuk memungut pelayaran. Mereka belum pernah pada [atas] suatu perahu [sebelum/di depan] tetapi gagasan telah selalu mohon kepada [mereka/nya], sehingga mereka menandatangani kontrak untuk pelajaran. Pelajaran pertama tiba dan tidak ada apapun [yang] mereka sudah pernah melakukan di masa lalu telah siap-siap[kan] [mereka/nya] untuk belajar ketrampilan baru ini. Di (dalam) terminologi Piagetian [yang] mereka tidak punya bagan ada untuk melayari, dan ini menciptakan suatu [yang] tak enak merasa yang sedang secara total diliputi oleh semua informasi yang baru [itu]. Piaget akan [sebut/panggil/hubungi] ketakseimbangan status [yang] tak enak ini dan ia akan kata[kan bahwa . ini akan memotivasi yang individu untuk menciptakan bagan baru berkenaan dengan bagaimana cara berlayar. Adaptasi adalah istilah Piaget yang digunakan untuk menjelaskan perubahan individu dalam menanggapi lingkungan. Adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Asimilasi, secara
6

sederhana, adalah mengambil informasi baru dan mencoba menyesuaikan informasi ini ke dalam skema, atau menanggapi lingkungan dalam hal sebelumnya belajar pola-pola perilaku atau skema. Akomodasi adalah merubah / memodifikasi skema yang sudah ada agar sesuai dengan informasi baru, atau merespon dengan lingkungan dengan cara baru, seperti yang sebelumnya belajar polapola perilaku atau skema tidaklah cukup. Ketika persepsi dunia individu cocok dengan skema yang ada maka ada ekuilibrium atau keseimbangan. Ketika skema yang ada tidak bisa menangani pengalaman baru ada dis-ekuilibrium. Piaget percaya bahwa ketidakseimbangan akan dialami sebagai hal yang tidak menyenangkan, dan bahwa individu yang didorong oleh kebutuhan untuk memahami dunia mereka akibatnya akan berusaha untuk kognitif keseimbangan melalui penciptaan skema baru. Sebagai contoh, mari kita andaikan bahwa seseorang sudah memutuskan untuk mengambil pelayaran. Mereka belum pernah di kapal sebelumnya, tetapi gagasan ini selalu menarik mereka, sehingga mereka mendaftar untuk mengikuti pelajaran. Pelajaran pertama tiba dan tidak ada apapun yang pernah mereka lakukan di masa lalu mereka telah mempersiapkan untuk belajar keterampilan baru ini. Dalam terminologi Piaget mereka tidak memiliki skema yang ada untuk berlayar, dan hal ini menciptakan perasaan tidak menyenangkan yang benar-benar kewalahan oleh semua informasi baru. Piaget sebut keadaan tidak menyenangkan disekuilibrium dan ia akan mengatakan bahwa ini akan memotivasi individu untuk membuat skema baru yang berkaitan dengan bagaimana untuk berlayar. In the following example fill in the blanks using the following phrases: Di (dalam) contoh yang berikut isilah yang kosong penggunaan ungkapan yang berikut: Pada contoh berikut isilah yang kosong dengan menggunakan ungkapan sebagai berikut: new experiences cognitive equilibrium accommodate assimilation dis-equilibrium existing schemas A 2-year-old child is at the zoo with her mother looking at the ducks. keseimbangan teori pengalaman baru mengakomodasi asimilasi disequilibrium bagan ada [Adalah] seorang 2-year-old anak adalah di kebun binatang dengan ibu nya yang melihat di itik [itu]. baru mengalami keseimbangan kognitif menampung asimilasi dis-ekuilibrium skema yang ada. Seorang anak 2-tahun berada di kebun binatang bersama ibunya melihat bebek. Child: Duck Anak: Itik Anak: Itik Mother: Yes. Thats right. What a nice duck! Bunda: Ya. Thats benar. Apa yang suatu itik manis! Bunda: Ya. benar. Apa itu itik yang manis! (Here the childs perception of the world is in agreement with ______ ___________. The child is in a state of______________. ( Di sini childs persepsi dunia sependapat dengan_________________. Anak adalah dalam keadaan______________. ( Di sini persepsi dunia anak sependapat dengan_________________. Anak adalah dalam keadaan______________. This is an example of____________.) Ini adalah suatu contoh____________.)

Ini adalah suatu contoh____________.) Mother and child move on to the next cage. Bunda dan anak pindah;gerakkan ke atas sangkar yang berikutnya [itu]. Bunda dan anak pindah;kemudian bergerak ke sangkar yang berikutnya. Child: Thats a dinosaur. Anak: Thats suatu dinosaurus. Anak: itu suatu dinosaurus. Mother: No! Thats actually a rhinoceros. Bunda: Tidak (ada)! Thats benar-benar suatu badak. Bunda: Tidak! itu benar-benar suatu badak. (Here the childs existing schemas do not fit the __________. The child is in a state of__________ and will be motivated to _____________.) ( Di sini childs bagan ada tidak cocok [itu]__________. Anak adalah dalam keadaan__________ dan akan [jadi] termotivasi untuk_____________.) ( Di bagan ini anak tidak cocok __________. Anak adalah dalam keadaan__________ dan akan termotivasi untuk_____________.) Child: Rhii-no-saw-rus Anak: Rhii-no-saw-rus Anak: Rhii-no-saw-rus Mother: Thats right. Bunda: Thats [hak/ kebenaran]. Bunda: Ya benar. (Piaget assumes that the discrepancy between the childs perception of the world as reflected in his or her existing schemas and new experiences will be motivation enough for the development of new schemas. But could the child not equally react as follows) ( Piaget berasumsi bahwa pertentangan [itu] antar[a] childs persepsi dunia [sebagai/ketika] dicerminkan [yang] bagan [yang] ada nya dan pengalaman baru akan [jadi] motivasi cukup untuk pengembangan [dari;ttg] bagan baru. Tetapi bisa anak tidak dengan sama bereaksi sebagai berikut) (Piaget mengasumsikan bahwa perbedaan antara persepsi anak terhadap dunia sebagaimana tercermin dalam skema yang ada dan pengalaman baru akan menjadi motivasi yang cukup untuk pengembangan skema baru. Tapi bisakah anak tidak bereaksi sama sebagai berikut.) Child: No Dinosaur! Dinosaur! Dinosaur! Me like dinosaurs! Thats a dinosaur! Anak: Tidak (ada) Dinosaurus! Dinosaurus! Dinosaurus! Ku suka dinosaurus! Thats suatu dinosaurus! Anak: Tidak Dinosaurus! Dinosaurus! Dinosaurus! Aku suka dinosaurus! Itu dinosaurus! How would Piaget account for this? Bagaimana akan Piaget meliputi ini? Bagaimana akan Piaget mengatakan ini?

(Answers on p. 181) ( Jawab pada [atas] p. 181) ( Jawaban di halaman 181) Sensori-motor stage (02) Sensori-motor langkah ( 02) Tahap Sensori-Motor (0-2) This stage sees the emergence of schemas, the development of object permanence and general symbolic function. Langkah ini lihat kemunculan bagan, pengembangan obyek yang ketetapan dan fungsi simbolis umum. Tahap ini melihat munculnya skema, pengembangan objek permanen dan fungsi simbolis umum. Object permanence is the ability to realise that objects/people exist in space and time even if we cannot see them. Put simply: does a coat still exist if we hang it up in the closet and close the door? Nolak ketetapan adalah kemampuan untuk menyadari bahwa objects/people ada [ruang;spasi] dan waktu sekalipun kita tidak bisa lihat [mereka/nya]. yang ditaruh Hanya: mengerjakan suatu mantel masih tersisa jika kita menggantung/kan ia/nya atas kamar kecil dan menutup pintu [itu]? Obyek permanen adalah kemampuan untuk menyadari bahwa benda / orang ada dalam ruang dan waktu bahkan jika kita tidak dapat melihat mereka. Sederhananya: 'Apa mantel masih ada jika kita menggantungnya di kamar kecil dan menutup pintu? " General symbolic function includes the beginning of language, make-believe play and deferred imitation. Deferred imitation is the ability to imitate in the absence of the object or event. Imagine the following situation: a small child at a mothers and toddlers morning watches another child have a tantrum. The small childs mother proclaims smugly that her son doesnt throw tantrums. Two days later she is preparing her sons tea when he asks for a biscuit. The mother says no and to her dismay her son throws a tantrum. He kicks. He bites. He screams. Her son has mastered what Piaget would call deferred imitation. Fungsi simbolis umum meliputi permulaan bahasa, meyakinkan permainan dan menunda tiruan. Tiruan yang ditunda adalah kemampuan untuk meniru di [dalam] ketidakhadiran obyek atau peristiwa. Bayangkan situasi yang berikut: seorang anak kecil pada seorang para ibu dan anak kecil yang baru belajar jalan pagi mengamati anak lain mempunyai suatu kemarahan. Yang kecil childs ibu memproklamirkan secara puas diri bahwa putra nya doesnt melemparkan kemarahan. Dua hari yang kemudiannya dia sedang menyiapkan nya sons teh ketika ia meminta suatu biskuit. Ibu tidak kata[kan apapun dan kepada kecemasan nya putra nya melemparkan suatu kemarahan. Ia menendang. Ia menggigit. Ia menjerit. Putra nya telah menguasai Piaget apa [yang] akan [sebut/panggil/hubungi] tiruan ditunda. Fungsi simbolis Umum meliputi awal bahasa, berpura-pura bermain dan menunda tiruan. Menunda tiruan adalah kemampuan untuk meniru dengan tidak adanya obyek atau peristiwa.

Bayangkan situasi berikut: seorang anak kecil dengan ibu dan anak kecil yang baru belajar jalan pagi mengamati anak lain lagi mengamuk. Ibu anak kecil menyatakan puas bahwa anaknya tidak membuat ulah. Dua hari kemudian dia sedang mempersiapkan teh anaknya ketika ia meminta biskuit. Ibu mengatakan tidak dan merasa heran anaknya marah-marah. Ia menendang. Ia menggigit. Ia berteriak. Anaknya telah menguasai apa yang Piaget sebut tiruan yang ditunda Pre-operational stage (27) Pre-operational langkah ( 27) Tahap Pra-operasional (2-7) One of the key achievements of the sensori-motor stage was the emergence of general symbolic function, and it is this ability to use language, to imitate and to engage in pretend play that really takes off and expands during the preoperational years. However, for all the accomplishments of children within these years, Piaget noted limitations in regard to logical thinking. Limitations include the inability to decentre and conserve and faulty views in regard to egocentrism. Salah satu [dari] prestasi kunci sensori-motor langkah adalah kemunculan [dari;ttg] fungsi simbolis umum, dan [itu] adalah kemampuan ini untuk menggunakan bahasa, untuk meniru dan untuk terlibat dalam menganggap diri permainan yang benar-benar membuka dan memperluas sepanjang preoperational tahun. Bagaimanapun, untuk/karena semua pemenuhan anakanak di dalam tahun ini, Piaget mencatat pembatasan dalam hubungan dengan pemikiran logis. Pembatasan meliputi ketidak-mampuan [itu] ke decentre dan memelihara dan pandangan salah/cacat dalam hubungan dengan egocentrism. Salah satu pencapaian penting dari tahap sensori-motor adalah munculnya fungsi simbolik umum, dan inilah kemampuan untuk menggunakan bahasa, untuk meniru dan untuk terlibat dalam bermain pura-pura yang benar-benar lepas landas dan memperluas selama tahun pra-operasional. Namun, untuk semua prestasi anak-anak dalam tahun-tahun ini, Piaget mencatat keterbatasan dalam hal berpikir logis. Keterbatasan mencakup ketidakmampuan untuk decentre dan melestarikan pandangan salah dalam hal egosentrisme. Egocentrism Piaget defined this not as being selfish but as being unable to take anothers point of view or simply believing that everyone sees the world as you do. When a child can see the world from another persons point of view, the child is said to have the ability to decentre. To decentre involves the cognitive ability to hold and understand two apparently opposing views. Egocentrism Piaget menggambarkan ini bukan sebagai menjadi egois tetapi sebagai hal yang tidak mampu untuk menghargai usulan anothers pandangan atau hanya percaya bahwa semua orang lihat dunia [itu] [yang] seperti anda lakukan. Ketika seorang anak dapat lihat dunia [itu] dari yang lain persons segi pandangan, anak dikatakan kepada mempunyai kemampuan ke decentre. Ke decentre melibatkan kemampuan teori [itu] untuk [memegang/menjaga] dan memahami dua kelihatannya menentang pandangan. Egosentrisme Piaget ini tidak didefinisikan sebagai egois tetapi sebagai hal yang tidak mampu untuk menghargai usulan dari berbagai sudut pandang atau hanya percaya bahwa setiap orang melihat dunia seperti yang Anda lakukan. Ketika seorang anak dapat melihat dunia dari sudut

10

pandang orang lain, anak dikatakan memiliki kemampuan untuk decentre. Untuk decentre melibatkan kemampuan kognitif untuk memegang dan memahami dua pandangan yang bertentangan. To test for egocentrism, children were presented with a threedimensional model of three mountains: one with snow on it, one with a cabin on it and the last with a cross on top. The child sat at the table looking at the model and a doll was placed at another vantage-point on the other side of the table. The child was shown a selection of pictures representing the mountains. The child was first asked to select the picture that best represented what he/she saw and then to select the picture that best represented what the doll saw. Piaget found that it was not until the child was 9 that he/she could accurately select the picture that corresponded to what the doll saw. Untuk menguji untuk egocentrism, anak-anak telah dihadiahi suatu threedimensional model tiga pegunungan: satu dengan salju pada [atas] itu, satu dengan suatu pondok pada [atas] [itu] dan yang ter]akhir dengan suatu salib di atas sekali. Anak duduk di [tabel;meja] yang melihat di model dan suatu boneka telah ditempatkan pada tempat yang menguntungkan lain di sebelah lain [tabel;meja] [itu]. Anak telah ditunjukkan suatu pemilihan gambar-an yang mewakili pegunungan [itu]. Anak yang yang pertama diminta untuk memilih gambar-an [itu] yang terbaik mewakili he/she gergaji apa [yang] dan kemudian untuk memilih gambar-an [itu] yang terbaik mewakili apa yang gergaji boneka. Piaget menemukan bahwa itu bukanlah sampai anak adalah 9 yang he/she bisa dengan teliti memilih gambar-an [itu] yang sesuai dengan apa yang gergaji boneka. Untuk menguji egosentrisme, anak-anak disajikan dengan tiga dimensi model tiga gunung: satu dengan salju di atasnya, satu dengan kabin di atasnya dan yang terakhir dengan salib di atasnya. Anak itu duduk di meja melihat model dan boneka itu ditempatkan di sudut pandang lain - di sisi lain meja. Anak itu telah ditunjukkan untuk memilih gambar yang mewakili pegunungan. Anak yang pertama diminta untuk memilih gambar yang paling mewakili apa yang dia lihat dan kemudian untuk memilih gambar yang paling mewakili apa yang boneka itu lihat. Piaget menemukan bahwa Tidak sampai 9anak itu bahwa ia dapat secara akurat memilih gambar yang berhubungan dengan apa yang boneka lihat. Evaluation of egocentrism To evaluate egocentrism, one can evaluate both the research regarding egocentrism and the nature of the concept, that is, what does egocentrism really mean? In regard to the research, Hughes (1975) aimed to replicate Piagets study on egocentrism but with the important difference that he wanted to create a test that made more sense to the average child. Hughes made a model, which consisted of four walls set up in a criss-cross shape. Hughes used two boy dolls and a policeman doll in what was essentially a game of hide and seek. The child would be standing over the model. The policeman doll would be placed at the end of a wall where it could see into two sections, and the child would be asked to place the boy doll where the policeman couldnt see it. The point of the study is that there would be a conflict between what the child could see from his/her viewpoint and what the doll could see from its viewpoint. While according
11

to Piaget children do not have the ability to take anothers point of view until they are 9 years old, Hughes found otherwise. When the task was such that it made sense to the child, the child had no problem in responding. Hughes found that 90 per cent of children, aged three and a half to five, were successful in this task. Evaluasi egocentrism Untuk mengevaluasi egocentrism, seseorang dapat mengevaluasi kedua-duanya riset mengenai egocentrism dan sifat alami konsep, yang [itu] adalah, . apa egocentrism [yang] benar-benar berarti? Dalam hubungan dengan riset, Hughes ( 1975)yang diarahkan ke replicate Piagets belajar pada [atas] egocentrism tetapi dengan perbedaan yang penting yang ia ingin menciptakan suatu test yang buat lebih merasakan kepada [itu] rata-rata anak. Hughes buat suatu model, yang terdiri dari empat dinding menyediakan [adalah] suatu bentuk simpang siur. Hughes menggunakan dua boneka anak laki-laki dan seorang polisi mendandani apa sangat utama suatu game cari-mencari. Anak akan menunda model [itu]. Polisi Boneka akan ditempatkan pada ujung suatu dinding [di mana/jika] [itu] bisa mengerti maksud tersembunyi dua bagian, dan anak akan diminta untuk tempat anak laki-laki mendandani [di mana/jika] polisi couldnt lihat itu. Titik studi adalah bahwa akan ada suatu konflik antar[a] apa yang anak bisa lihat dari his/her sudut pandang dan apa yang boneka bisa lihat dari sudut pandang nya. [Selagi/Sedang] menurut Piaget anak-anak tidak mempunyai kemampuan [itu] untuk menghargai usulan anothers memandang sampai mereka adalah 9 tahun usia, Hughes menemukan cara lainnya. Ketika tugas sedemikian hingga [itu] mengandung kepada anak, anak tidak punya masalah di (dalam) menjawab. Hughes menemukan bahwa 90 persen dari anak-anak, tua tiga setengah sampai lima, adalah sukses tugas ini. Evaluasi egosentrisme Untuk mengevaluasi egosentrisme, seseorang dapat mengevaluasi baik penelitian mengenai egosentrisme dan sifat konsep, yaitu, apa egosentrisme benar-benar berarti? Dalam hal penelitian, Hughes (1975) bertujuan untuk mereplikasi studi Piaget pada egosentrisme tetapi dengan penting perbedaan bahwa ia ingin menciptakan sebuah tes yang lebih masuk akal untuk rata-rata anak. Hughes membuat model, yang terdiri dari empat dinding didirikan dalam bentuk silangmenyilang. Hughes menggunakan dua boneka anak laki-laki dan seorang polisi yang dasarnya bermain petak umpet. Anak akan berdiri diatas model. Boneka polisi akan ditempatkan di akhir dinding di mana ia bisa melihat ke dalam dua bagian, dan anak akan diminta untuk menempatkan boneka anak laki-laki di mana polisi itu tidak bisa melihatnya. Titik dari penelitian ini adalah bahwa akan ada konflik antara apa yang anak itu bisa lihat dari sudut pandangnya dan apa yang boneka bisa lihat dari sudut pandangnya. Sedangkan menurut Piaget anak tidak memiliki kemampuan untuk mengambil titik sudut pandang lain sampai mereka umur 9 tahun, Hughes menemukan cara sebaliknya. Ketika tugas itu sedemikian rupa sehingga masuk akal kepada anak, anak tidak memiliki masalah dalam merespons. Hughes menemukan bahwa 90 persen anak-anak, berusia tiga setengah sampai lima, adalah berhasil dalam tugas ini. Egocentrism can also be evaluated by questioning what is meant by the concept of taking anothers viewpoint. Do the following examples illustrate the concept of egocentrism as Piaget defined it? Egocentrism dapat juga dievaluasi dengan tanya jawab apa yang dimaksud dengan konsep mengambil anothers sudut pandang. Apakah contoh yang

12

berikut menggambarkan konsep egocentrism [sebagai/ketika] Piaget menggambarkan itu? Egosentrisme juga dapat dievaluasi dengan mempertanyakan apa yang dimaksud dengan konsep mengambil sudut pandang lain. Apakah contoh berikut menggambarkan konsep egosentrisme sebagai Piaget mendefinisikannya? If a child is given 5 to buy mummy a present, at what age would the child realise that what mummy wants for her birthday will not be the same as what the child would like? Jika seorang anak diberi 5 untuk membeli mumi hadiah, tentang apa [umur/zaman] akan anak menyadari bahwa apa yang mumi membutuhkan harilahir nya tidak akan sama halnya apa yang anak ingin? Jika seorang anak diberikan 5 untuk membeli mumi hadiah, pada usia berapa anak akan menyadari bahwa mumi apa yang ia inginkan untuk ulang tahunnya tidak akan sama dengan apa yang anak inginkan? When do children learn to tell white lies in order to save someones feelings? Yes Grandma, I really like those striped socks that you knitted for me. Kapan anak-anak belajar untuk ceritakan [kepada] bohong untuk hal baik dalam rangka [menyelamatkan;menabung] someones merasakan? Ya Nenek, aku benar-benar seperti kaos kaki berbelang yang [yang] kamu merajut untuk aku. Ketika anak-anak belajar berbohong baik untuk menyelamatkan perasaan seseorang? 'Ya Nenek, saya sangat suka kaus kaki bergaris yang kamu rajut untuk aku. ' There are no definite answers to these questions; the point being that egocentrism is difficult to define. Tidak ada jawab terbatas ke pertanyaan ini; titik menjadi egocentrism itu sukar untuk menggambarkan. Tidak ada jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan ini; intinya adalah bahwa egosentrisme sulit untuk didefinisikan. Conservation of number Conservation involves the realisation that an object remains the same even though its appearance changes. Conservation can apply to concepts such as substance, length, number, liquid and area. In the standard test for conservation of number a child sees two identical rows of beads. The experimenter asks the child if the two rows are the same. The experimenter then makes one row appear to be longer by increasing the space between the beads. The child is then asked which line has more beads. Konservasi nomor;jumlah Konservasi melibatkan perwujudan [itu] yang suatu obyek tinggal yang sama sungguhpun penampilan nya ber;ubah. Konservasi dapat [berlaku bagi/meminta kepada] konsep seperti unsur, panjangnya, nomor;jumlah, cairan dan area. Di (dalam) test yang baku untuk konservasi nomor;jumlah [adalah] seorang anak lihat dua baris embun/manik-manik serupa. Mengadakan percobaan [minta;tanya] anak [itu] jika baris keduanya adalah sama. Mengadakan percobaan kemudian membuat satu baris nampak seperti

13

lebih panjang yang dengan terus meningkat [ruang;spasi] [itu] antar[a] embun/manik-manik [itu]. Anak kemudian adalah garis yang yang [diminta;tanya] mempunyai lebih embun/manik-manik. Konservasi jumlah Konservasi melibatkan kesadaran bahwa objek tetap sama meskipun penampilannya berubah. Konservasi dapat berlaku untuk konsep-konsep seperti zat, panjang, jumlah cairan, dan area. Dalam tes baku/ standar untuk konservasi jumlah anak melihat dua baris manik-manik serupa. Peneliti meminta kepada anak apakah kedua baris adalah sama. Peneliti kemudian membuat satu baris tampaknya lebih lama dengan meningkatkan ruang antara manik-manik. Anak kemudian diminta membuat satu baris manik-manik lagi. Young children will typically state that the longest-looking line has the most. For young children appearance is all. It is not until the age of 6 or 7 that children will realise that each row despite its appearance still contains the same number of beads. Piaget believed that children failed to conserve as they were unable to simultaneously hold in their minds the properties of the material, that is the number of beads, and the appearance of the propertiesthat is, how the beads are spaced out. Similarly children at this age fail to conserve as they are unable to mentally reverse an action: that is, to realise that what has been done can be undone. Anak-Anak muda akan secara khas menyatakan bahwa [itu] longest-looking garis mempunyai [itu] kebanyakan. Karena penampilan anak-anak [yang] muda adalah semua. [Itu] bukanlah sampai [umur/zaman] 6 atau 7 yang anak-anak akan menyadari bahwa masing-masing baris di samping penampilan nya masih berisi yang sama jumlah embun/manik-manik. Piaget percaya bahwa anak-anak yang digagalkan untuk memelihara [ketika;seperti] mereka adalah tidak mampu untuk secara serempak mengecek pikiran mereka kekayaan material, yang [itu] adalah banyaknya embun/manik-manik, dan penampilan propertiesthat adalah, bagaimana embun/manik-manik memberi jarak. Dengan cara yang sama anak-anak pada [umur/zaman] ini gagal untuk memelihara sebagaimana adanya tidak mampu untuk secara mental membalikkan suatu tindakan: itu adalah, untuk menyadari bahwa apa yang telah dilaksanakan dapat dilepaskan. Anak-anak kecil biasanya akan menyatakan bahwa garis terpanjang yang tampak paling banyak. Untuk semua anak-anak muda adalah penampilan. Hal ini tidak sampai usia 6 atau 7 yang anakanak akan menyadari bahwa setiap baris meskipun penampilannya berbedamasih mengandung jumlah manik-manik yang sama. Piaget percaya bahwa anak-anak gagal untuk menghemat karena mereka tidak dapat secara bersamaan terus dalam pikiran sifat-sifat bahan, yaitu jumlah manikmanik, dan munculnya sifat-yaitu, bagaimana manik-manik diberi jarak. Demikian pula anakanak pada usia ini gagal untuk menghemat karena mereka tidak mampu secara mental untuk membalikkan tindakan: yaitu, untuk menyadari bahwa apa yang telah dilakukan bisa dibatalkan. Evaluation of conservation In order to appreciate the complexities involved in conservation tasks it is helpful to consider the following issues. Evaluasi konservasi Dalam rangka menghargai kompleksitas [itu] melibatkan tugas konservasi [itu] adalah sangat menolong untuk mempertimbangkan isu yang berikut [itu]. Evaluasi konservasi
14

Dalam rangka untuk menghargai kompleksitas yang terlibat dalam tugas-tugas konservasi akan sangat membantu untuk mempertimbangkan isu-isu berikut. How do we phrase the question? Taking the example of conservation of number, do we say: Do they have the same number? Do they have the same amount? Are they the same? Bagaimana cara kita mengutarakan pertanyaan [itu]? Ambil contoh konservasi nomor;jumlah, lakukan kita kata[kan: Lakukan mereka mengenal baik sama ? Lakukan mereka mempunyai jumlah yang sama? Apakah mereka yang sama? Bagaimana cara kita mengutarakan pertanyaan? Mengambil contoh dari konservasi nomor, jangan kita mengatakan: 'Apakah mereka memiliki jumlah yang sama? " 'Apakah mereka memiliki jumlah yang sama? " 'Apakah mereka sama?' Does the manner in which the question is phrased affect the childs response? Apakah cara di mana pertanyaan diutarakan mempengaruhi [itu] childs tanggapan? Apakah cara di mana pertanyaan tersebut diutarakan mempengaruhi respon anak? How can we be sure that we are not leading or suggesting an answer to the child? Bagaimana mungkin kita jadilah pasti bahwa kita tidaklah mengusulkan atau terkemuka suatu jawaban bagi anak? Bagaimana kita dapat yakin bahwa kita tidak memimpin atau mengusulkan sebuah jawaban untuk anak? How can we ascertain whether children do in fact understand the question? Bagaimana mungkin kita memastikan apakah anak-anak lakukan sesungguhnya memahami pertanyaan [itu]? Bagaimana kita bisa memastikan apakah anak-anak itu sebenarnya memahami pertanyaan itu? How many times should we ask the question? Rose and Blank (1974) stated that one reason for failure to conserve might be the fact that, in a standard Piagetian conservation experiment, the experimenter asks the child the question are they the same? twice, once before the change and once afterwards. In attempting to make sense of what the adult is doing, a child might assume that, since the adult asked the same question a second time, perhaps a different answer is expected. Berapa kali kita [perlu] [minta;tanya] pertanyaan [itu]? Bunga mawar dan Kosong ( 1974) yang dinyatakan yang satu alasan untuk kegagalan untuk memelihara boleh jadi fakta bahwa, di (dalam) suatu standard konservasi Piagetian mengadakan percobaan, mengadakan percobaan [minta;tanya] anak [itu] pertanyaan adalah mereka yang sama? dua kali, suatu kali sebelum perubahan dan sekali ketika setelah itu. Di (dalam) mencoba untuk bisa dipertimbangkan dari apa [yang] orang dewasa sedang lakukan, seorang anak mungkin berasumsi bahwa, [karena;sejak] orang dewasa [minta;tanya] pertanyaan yang sama suatu waktu detik/second, barangkali suatu jawaban berbeda diharapkan.

15

Berapa kali kita harus mengajukan pertanyaan? Rose dan Blank(1974) menyatakan bahwa salah satu alasan kegagalan untuk melestarikan mungkin kenyataan bahwa, dalam percobaan konservasi Piaget standar, eksperimen meminta anak pertanyaan 'apakah mereka sama?' dua kali, sekali sebelum perubahan dan sekali setelah itu. Dalam usaha untuk mencoba untuk bisa mempertimbangkan apa yang orang dewasa lakukan, seorang anak mungkin menganggap bahwa, karena orang dewasa mengajukan pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya, mungkin berbeda jawaban yang diharapkan. How does the child interpret the changes? Perhaps the child compares what the experimenter is doing to a magic trick. Bagaimana cara anak menginterpretasikan perubahan [itu]? Barangkali anak bandingkan apa yang mengadakan percobaan sedang lakukan [bagi/kepada] suatu muslihat sihir. Bagaimana anak menafsirkan perubahan? Mungkin anak membandingkan eksperimen apa yang dilakukan dengan trik sulap. McGarrigle and Donaldson (1974) carried out a revised version of the conservation of number test with a Naughty Teddy doll. In this experiment it was Naughty Teddy who made the line of beads appear longer. In this revised version more children between the ages of 4 and 6 conserved. In this study the children had a ready explanation for why the appearance of the rows changes. Naughty Teddy had messed the line up. This test made more sense to the average child. McGarrigle dan Donaldson ( 1974) yang dilaksanakan suatu versi [yang] ditinjau kembali konservasi nomor;jumlah menguji dengan suatu Teddy nakal mendandani. Di (dalam) eksperimen ini [itu] adalah Teddy nakal [siapa] yang buat baris embun/manik-manik nampak lebih panjang. Di (dalam) ini versi ditinjau kembali lebih [] anak-anak antar[a] berbagai zaman 4 dan 6 dipelihara. Di (dalam) studi ini anak-anak mempunyai suatu penjelasan siap untuk mengapa penampilan baris ber;ubah. Teddy nakal yang yang telah mengotori baris atas. Test ini buat lebih merasakan kepada [itu] rata-rata anak. McGarrigle dan Donaldson (1974) melakukan sebuah versi revisi dari konservasi uji nomor dengan boneka Naughty Teddy. Dalam percobaan itu Naughty Teddy yang membuat garis manik-manik muncul lebih lama. Dalam versi revisi anak antara usia 4 dan 6 dilestarikan. Dalam penelitian ini anak-anak memiliki penjelasan yang siap mengapa tampilan pada perubahan baris. Naughty Teddy memiliki kacau line up. Tes ini lebih masuk akal untuk rata-rata anak. However, in support of Piagets views, older children do solve these conservation problems with greater ease, reflecting a qualitative change in thinking. Bagaimanapun, di (dalam) pen;dukungan Piagets pandangan, anak-anak lebih tua memecahkan permasalahan konservasi ini dengan kesenangan lebih besar, mencerminkan suatu perubahan kwalitatif di (dalam) berpikir. Namun, untuk mendukung pandangan Piaget, anak-anak yang lebih tua memecahkan konservasi masalah dengan lebih mudah, mencerminkan perubahan kualitatif dalam berpikir. Concrete operational stage (711) and formal operational stage (11+) Wujudkan langkah operasional ( 711) dan langkah operasional formal ( 11+)

16

Tahap operasional konkrit (7-11) dan Tahap operasional formal (11+) Piaget stated that for every weakness in the pre-operational stage there is strength in the concrete operational stage. Children have acquired mental operations. They have acquired logical rules regarding addition, subtraction and reversibility. Children will pass the tests of conservation. Conservation of substance, length, number and liquid is achieved for most children by 6 or 7, with conservation of area not being achieved until age 9 or 10. However, Piaget felt that there was still more to acquire in that operations could only be carried out if the objects were actually present or imaginable, hence the stage of concrete operations. Children at this stage would not be able to think in terms of abstractions; this ability, the culmination of the development of logic, would be achieved during the formal operational stage. Piaget menyatakan itu untuk tiap-tiap kelemahan di (dalam) pre-operational langkah ada kekuatan di (dalam) beton langkah operasional. Anak-Anak sudah memperoleh operasi mental. Mereka sudah memperoleh aturan logis mengenai penambahan, pengurangan dan reversibilas. Anak-Anak akan lewat test konservasi. Konservasi unsur, panjangnya, nomor;jumlah dan cairan dicapai untuk kebanyakan anak-anak oleh 6 atau 7, dengan konservasi area tidak sedang dicapai sampai [umur/zaman] 9 atau 10. Bagaimanapun, Piaget merasa[kan bahwa ada masih ada lagi untuk memperoleh yang operasi bisa saja dilaksanakan jika object benar-benar menyajikan atau dapat dibayangkan, karenanya langkah operasi beton. Anak-Anak pada langkah ini tidak akan bisa berpikir dalam hal abstrak; kemampuan ini, puncak pengembangan logika, akan dicapai sepanjang langkah operasional yang formal. Piaget menyatakan bahwa untuk setiap kelemahan dalam tahap pra-operasional ada kekuatan dalam tahap operasional konkret. Anak-anak telah memperoleh jiwa operasi. Mereka telah memperoleh aturan logika tentang penambahan, pengurangan dan reversibilitas. Anak-anak akan lulus tes konservasi. Konservasi unsur, panjangnya, nomor;jumlah dan cairan dicapai bagi kebanyakan anak-anak dengan 6 atau 7, dengan konservasi daerah tidak dicapai sampai usia 9 atau 10. Namun, Piaget merasa bahwa masih ada untuk memperoleh dalam operasi hanya bisa dilakukan jika benda sebenarnya hadir atau dibayangkan, maka tahap operasional konkret. Anakanak pada tahap ini tidak akan mampu untuk berpikir dalam hal abstraksi; kemampuan ini, puncak dari pengembangan logika, akan dicapai pada tahap operasional formal. Evaluation of Piagetian theory There are several criticisms that can be made of Piagets theory. Evaluasi [dari;ttg] teori Piagetian Ada beberapa kritik yang dapat dibuat dari Piagets teori. Evaluasi teori Piaget. Ada beberapa kritik yang dapat dibuat dari teori Piaget. 1 Do all individuals of 11 or 12 really think as Piaget envisioned? 1 Lakukan semua individu 11 atau 12 benar-benar berpikir [ketika;seperti] Piaget diimpikan? 1. Apakah semua individu dari 11 atau 12 benar-benar berpikir seperti Piaget bayangkan?

17

The answer is basically no. It has been said that just as Piaget underestimated the abilities of young children he overestimated the ability of older individuals. Keating (1980) estimates that only about 5060 per cent of 18- or 20-year-olds seem to use formal operations at all and of those not all of them use this pattern of thought consistently. Other theorists state that perhaps some adults are never capable of formal operational thinking (Papalia 1972; Rubin et al. 1973). Jawaban pada dasarnya tidak (ada). [Itu] telah dikatakan bahwa sama [halnya] Piaget meremehkan kemampuan [dari;ttg] anak-anak muda [yang] ia menaksir terlalu tinggi kemampuan [dari;ttg] individu lebih tua. Keating ( 1980) menaksir bahwa hanya sekitar 5060 per sen dari 18- atau 20-yearolds nampak untuk menggunakan operasi formal sama sekali dan [tentang] [mereka/yang] tidak semua [mereka/nya] menggunakan pola teladan pikiran ini [yang] secara konsisten. Lain ahli teori menyatakan bahwa barangkali beberapa orang dewasa tidak pernah mampu untuk pemikiran operasional formal ( Papalia 1972; Rubin et al.1973). Jawabannya adalah pada dasarnya tidak ada. Telah dikatakan bahwa sama halnya seperti Piaget meremehkan kemampuan anak-anak muda dia berlebihan kemampuan individu yang lebih tua. Keating (1980) memperkirakan bahwa hanya sekitar 50 - 60 persen dari usia 18 - atau 20 tampaknya menggunakan operasi formal di semua dan tidak semua dari mereka menggunakan pola pemikiran konsisten. Teori lain menyatakan bahwa mungkin beberapa orang dewasa tidak pernah mampu berpikir secara formal operasional (Papalia 1972; Rubin dkk. 1973).

18

You might also like