Professional Documents
Culture Documents
Hari ini, adalah hari yang senantiasa ditunggu oleh Ibnu. Malam nanti
adalah saat dimana Ibnu memperoleh kesempatan untuk men-cas inner self-nya.
Ini adalah saat dimana dia bisa bertemu dengan gurunya, Buya Nur. Entah
kenapa wajah tua Buya Nur senantiasa dirindukannya. Kalau ada istilah soul
mate, barangkali ada pula istilah soul teacher. Entahlah. Tetapi itulah Buya Nur.
Bagi Ibnu, Buya Nur adalah seorang guru sejati.
Kalimat yang sederhana itu, diucapkan Buya Nur dengan santun. Namun
bagi Ibnu terdengar sangat berwibawa, penuh kearifan. Itulah keistimewaan
gurunya. Kalimat pembuka saja, bagi Ibnu, sudah mengandung pelajaran. Ya.
Ibnu faham. Memang manusia punya dua telinga, telinga jasmani dan telinga
rohani. Namun bagi kebanyakan orang, kedua telinga tersebut tidak
dipergunakan secara sinkron, sehingga antara telinga jasmani dan telinga rohani
tidak bersinergi.
1
hanya diantarkan sampai ke otak. Belum tentu terus ke bagian terdalam diri
manusia hati, qalbu, atau barangkali bisa disebut sebagai otak rohani.
“Baik Buya”, jawab Ibnu sambil tersipu. “Pekan lalu Buya menjelaskan
bahwa kita ini adalah sedang menempuh perjalanan. Kita adalah spiritual
traveller. Bisakah Buya jelaskan lebih lanjut?”. Ibnu langsung ke inti persoalan,
yang selama berhari-hari telah mengelayuti dirinya.
“Ibnu”, kata Buya Nur, “ tolong engkau ambil map warna hijau di rak buku,
pada bagian paling atas sebelah kanan”. Ibnu berdiri dan berjalan kearah sebuah
rak buku yang terletak dipojok kanan musholla. Di rak paling atas, sebelah kanan
terlihat sebuah map berwarna hijau yang kelihatan sudah lusuh. Map itu
diserahkan Ibnu kepada gurunya.
2
Seraya membuka map tersebut, Buya Nur berkata: “Ibnu, penjelasan saya
atas pertanyaanmu tadi akan panjang sekali. Karena itu ada baiknya kalau kamu
mulai dengan mempelajari gambar ini. Bukankah pepatah Cina mengatakan
sebuah gambar lebih baik dari seribu patah kata?” ucap Buya, sambil
menyodorkan selembar kertas kepada Ibnu.
3
Ibnu terus memperhatikan. Sementara itu Buya Nur berdiri sambil
berkata,”Ibnu. Kamu perhatikan baik baik. Titik O adalah titik bertolak manusia
dalam menempuh perjalanan. Garis mendatar O – A adalah perjalanan maju
kedepan, onward. Garis miring O – B adalah pejalanan manusia maju dan
meningkat, upward. Sedangkan garis tegak O – C adalah perjalanan keatas, yang
saya namakan Godward”.
Kemudian Buya Nur bangkit dan berjalan kearah mimbar, sambil berkata:
”Ibnu. Kamu pelajarilah gambar tersebut. Pergunakan imajinasimu. Namun satu
hal harus kamu perhatikan, jangan serta merta kamu terima itu sebagai
suatu kebenaran. Pergunakanlah itu sebagai anak kunci untuk membuka pintu
menuju kepada kebenaran“. Ibnu mengangguk.
Ibnu seolah tersedot gelombang energi shalat Buya Nur. Dia bangkit,
menuju ketempat wudhuk. Tak lama kemudian Ibnu pun larut dalam shalatnya.
Tiba tiba semua menjadi tiada. Gurunya tiada. Dirinya pun tiada. Ibnu telah pula
tenggelam.
Di luar udara semakin dingin, berselimutkan sunyi. Orang orang pun pada
tenggelam. Tenggelam dalam tidurnya masing masing. Bahkan mungkin ada
yang lagi berenang di lautan mimpi. Sementara waktu masih terus merangkak.
Meninggalkan orang orang yang terlena, yang tidak sadar, bahwa bahan bakar
mereka semakin berkurang.
Syahril Bermawan.