Professional Documents
Culture Documents
Newsletter Title
separuh kosong? Orang bilang bertambah usia belum tentu makin dewasa. Karena dewasa adalah soal pilihan. Sedang di sisi lain, soal dimana lingkungan juga merangsangnya bersikap dewasa. Namun apa sesungguhnya dewasa? Karena sampai sekarang, di usia saya yang mendekati kepala tiga, saya akan nampak kembali kanak-kanak saat melihat kucing. Ya, benar. Saya akan gendong, belai dan ajak dia ngobrol. Saya merasa punya keintiman tersendiri dengan hewan ini yang membuat saya lupa, saya sudah dipanggil Om oleh keponakan. Lalu apa itu dewasa? Dulu ketika keluarga saya dalam kesulitan ekonomi, saya pernah usulkan untuk tak lanjutkan kuliah. Saya bilang biarlah saya kerja dan tahun depan mulai kuliah. Saat itu ibu saya menangis. Saya rasa saat itu saya bersikap dewasa dengan mengusulkan hal itu. Meskipun kemudian usul itu tak terwujud dan saya tetap kuliah. Jadi saya pikir dewasa adalah soal sensitivitas dalam merespon situasi. Sejajar dengan makna berempati pada keadaan tertentu. Sedang soal kucing, saya pikir itu adalah insting infantil (kekanak-kanakan) yang masih mengendap dalam diri saya. Yang mana ia keluar pada situasi tertentu, saat bertemu kucing. Dan saya rasa tiap orang punya insting itu. Tengok saja seorang ayah yang gemar pelihara burung, ikan dan lainnya. Atau juga saat ia menikmati memancing di sungai. Atau lihatlah tingkah polah orang tua kita saat reuni dengan sahabat masa mudanya. Saya yakin insting infantil itu akan merembes keluar. Insting itu tak perlu dihilangkan. Justru itulah insting yang innocent, polos seperti anak kecil yang membuat hidup kita jadi berwarna dan mempesona. Di zaman social media ini sebagian orang bersungguh-sungguh memantau wall facebook-nya untuk melihat berapa banyak dan siapa saja teman, relasi, kolega yang berucap selamat. Saya khawatir jangan-jangan ini adalah sindrom narsisme. Sebuah hasrat ingin diperhatikan dan merasa pantas diberi perhatian karena sedang ulang tahun. Dan saya pikir lepaskan hasrat itu, biarlah semuanya berjalan alamiah. Tak perlu berharap lebih, cukup sekedarnya. Karena momen ulang tahun bukan soal berapa banyak atau siapa saja yang mengucapkan. Melainkan momen dimana ada seorang teman dengan tulus mendoakan kebaikan untuk kita di masa depan. Dan saya termasuk orang yang meyakini bahwa doa adalah energi positif yang mendukung hidup kita. Doa merupakan pengharapan tentang kebaikan di masa depan. Soal harapan, ada kisah klasik tentang lilin. Ada empat lilin tengah berbagi rasa. Lilin Damai, Aku merasa sendiri, manusia bertindak kasar. Padamlah lilin
itu. Manusia tak mengenalku lagi. Hidup mereka sungguh gersang, ujar Lilin Iman. Dan padamlah dia. Di negeri-negeri lain, orang selalu dekat padaku. Namun di sini, aku tercampakkan, kata Lilin Cinta dengan menangis. Padamlah dia. Kemudian lilin terakhir berkata, Hai, bukankah dunia dan manusia berjalan begitu rupa? Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang baik, kadang menyimpang. Kadang benar, tak sedikit salah. Namun aku selalu berdoa semoga dunia dan manusia senantiasa menjadi lebih baik. Setelah Lilin Harapan menyelesaikan kalimatnya, cahaya kembali memancar dari ketiga lilin lainnya. Lilin Harapan memberi energi yang melampaui masa lalu, kini dan masa depan. Ketiga masa itu itu ramu jadi satu dalam sebuah pengharapan menjadi lebih baik. Joyeux Anniversaire, kata orang Perancis. Selamat ulang tahun. Semoga sehat selalu, sukses mencapai cita-cita, berkah dalam hidup dan memberi manfaat bagi banyak orang. Semoga Tuhan selalu memberkati. Amien. []
Firdaus Putra, Manajer Organisasi Kopkun. Esai ini merupakan pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga. E: mr.firdausputra@gmail.com atau BB: 29762E08