You are on page 1of 24

PRESENTASI KASUS BEDAH ANAK SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 16 TAHUN DENGAN PERITONITIS GENERALISATA e/c APPENDICITIS PERFORASI

Oleh : Siti Efrida Fiqnasyani G0007228

Pembimbing : dr. Soewardi, Sp. BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

2012

STATUS PASIEN A. ANAMNESIS 1. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat No. RM Masuk RS Pemeriksaan 2. Identitas Pasien : An. S : 16 tahun : Perempuan : Boyolali : 01145764 : 22 Agustus 2012 : 27 Agustus 2012 Keluhan Utama

Nyeri perut tidak terlokalisir 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan nyeri perut semenjak 1 hari SMRS. Keluhan nyeri dirasakan disemua lapang perut tidak terlokalisir. Sebelumnya 2 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri ulu hati (+), nyeri di perut sebelah kiri (+) menjalar ke 5 jari di bawah umbilicus, demam (+), mual (+), muntah (-), keluhan BAB/BAK (-). Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Puskesmas Kedawung, Sragen. Oleh dokter jaga PKM, pasien dimondokkan selama 2 hari dengan diagnosa demam tifoid. Karena tidak ada perbaikan, keluarga pasien meminta pasien untuk dirujuk ke RSDM. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma Riwayat alergi : disangkal : disangkal Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

5. Kepala Mata Hidung Telinga Mulut

Anamnesa Sistemik : sakit kepala (-), trauma (-), pusing (-) : sakit mata(-), diplopia (-), lakrimasi (-), kacamata (-) : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-) : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-) : mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-)

Keluhan utama : nyeri perut tidak terlokalisir

Tenggorokan Respirasi Cardiovaskuler

: sakit telan (-), serak (-), gatal (-) : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah mengi (-) : nyeri dada (-), pingsan (-), sesak (-), kaki bengkak (-/-), keringat dingin (-), berdebar-debar (-) (-),

Gastrointestinal

: mual (+), muntah (-), perut terasa panas (-), kembung (+), sebah (-), nafsu makan menurun (-), perut membesar (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB darah lendir (-), BAB sulit (-), ambeien (-), mbeseseg (+)

Genitourinaria Muskuloskeletal Extremitas

: BAK (+) normal, nanah (-), hematuria (-), incontinensia (-), nokturia (-). : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), kesemutan (-) : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-) bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

Kulit

: kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup Berat badan Tinggi badan Tanda vital: a. Nadi b. Respirasi c. Suhu Kulit Kepala Mata : 80 kali/menit : 20 kali/menit : 36,3 C : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+) : bentuk mesocephal, luka (-), lingkar kepala 50 cm. : cekung (-/-), conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), palpebra (-/-) Telinga: Hidung Mulut sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-) : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-) : bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-) Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-) Leher Thorax Jantung : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat, KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-) : normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal : Inspeksi Palpasi Auscultasi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) pupil isokor (2mm/2mm), oedem : 30 kg : 125 cm

Paru

: Inspeksi Palpasi Perkusi

: simetris statis dan dinamis : fremitus raba kanan=kiri : sonor / sonor (-/-), RBK (-/-), RBH (-/-)

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-), wheezing Abdomen : Inspeksi Palpasi Extremitas : Atas Bawah : dinding perut sejajar dengan dinding dada : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba, lien tidak teraba. : oedema (-/-), akral dingin (-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-) : oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-) STATUS LOKALIS Regio Abdomen Inspeksi : tampak bekas operasi terhecting pada infraumbilical, panjang 15 cm, bulging (-), massa (-) C. ASSESMENT I Appendicitis perforasi D. PLANNING I - Cek darah lengkap - Pro Appendictomy cito luka (-/-),

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

Hasil Laboratorium Darah (22 Agustus 2012) Hb Hct Leukosit Eritrosit Albumin Natrium Kalium Clorida 11,3 g/dl 35% 17,0 ribu/l 4,13 juta/l 2,8 g/dl 133 mmol/L 3,7 mmol/L 102 mmol/L

Trombosit 181 ribu/l

F. ASSESMENT II Peritonitis Generalisata e/c appendicitis perforasi G. PLANNING II - Pro laparotomi-appendictomi Laporan Operasi tanggal 28 Oktober 2009 jam 10.00 12.10 di IBS RSDM Operator Asisten Diagnosis pre Op Diagnosis post Op Macam operasi Tindakan : dr. Mudjiran : dr. Satrio/ dr. Sucipto : Peritonitis Generalisata e/c appendicitis perforasi : Peritonitis Generalisata e/c appendicitis perforasi : Laparotomy+Appendictomy :

1. Posisi supine, dalam GA toilet medan operasi, tutup duk steril berlubang 2. Insisi transversal supraumbilical 15 cm perdalam lapis demi lapis sampai peritoneum 3. Peritoneum dibuka keluar pus 50 cc kultur dan suction 4. Identifikasi caecum tampak appendiks letak retrocaecal p 10 cm, oedem, hipermis, diameter 1 cm, perforasi di 1/3 tengah. 5. Dilakukan appendictomy.

6. Cuci cavum abdomen dengan NaCl sampai bersih. 7. Kontrol perdarahan. 8. Cuci cavum abdomen dengan Na Cl 0,9% hingga bersih, jahit peritoneum 9. Jahit luka operasi lapis demi lapis 10. Operasi selesai Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi (22 Agustus 2012) Asal Jaringan Diagnosa Klinik Hasil Mikroskopik Kesimpulan : Appendix : Peritonitis Generalisata e/c appendicitis perforasi : Tumor mesenkimal, sel bulat polygonal, sitoplasma asidofil, sebagian tumor berupa rhabdomyoblast/ rabdoid : Appendicitis akuta plegmentosa et perforasi.

TINJAUAN PUSTAKA APPENDIKS VERMIFORMIS Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada proximal colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi. (De Jong, 2005) ETIOLOGI Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya 1. Faktor sumbatan Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 2. Faktor Bakteri :

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%. 3. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen. 4. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. 5. Faktor infeksi saluran pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis. PATOFISIOLOGI Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang

10

dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah 0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal 50cm H20. Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered Pain. Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks. Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag semakin meningkat. Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan

11

muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan produk dari jaringan yang mati. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis. Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis yang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik. 1. Apendisitis Akut Katarhalis Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada apendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa. 2. Apedisitis Akut Purulenta Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal. 3. Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren. 4. Apendisitis Perforata Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi. 5. Apedisitis Infiltrat yang Fixed

12

Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk walling off oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna. 6. Apendisitis Abses Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah. 7. Apendsitis Kronis Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul. (De Jong, 2005) GEJALA KLINIK Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas. gejalanya berupa gejala nyeri perut yang difus yang sering berlokasi di epigastrium atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-6 jam nyeri berlokasi di kuadran kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap tiap orang karena perbedaan letak anatomis tiap orang. Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan mengamati tekanan jari yang diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar 95% dari pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose pasien akan tetap dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan nyeri berkurang dengan cara buang air besar. Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang dating dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit

13

ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,50-38,50. Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis cenderung untik tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan. Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik, pada peeriksaan abdomen selelu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien dan memungkinkan deteksi peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk menilai ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak akan mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritoniumadalah nyeri tekan lokalisata ; ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri diperut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari umbilicus dan pindah serta menetap pada perut sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya McBurneys Sign, Rovsings Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan Mefaddens Sign. Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus spinosus anterior pada ileum diatas garis lurus yang menghubungkan antara procesus dengan umbilicus. Pada Rovsings Sign nyeri pada saat palpasi pada kuadran kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh udara yang menunjukan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara penderita berbaring, paha difleksikan akan terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diemdorotasikan dengan otot obturator interna. McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks posisis pelvis bisa merangsang kandung kening, sering pada anak anak terjadi miksi setelah nyeri. Tanda tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang datang dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikti ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,5-

14

38,5 0C. Jika lebih maka akan terjadi perforasi. Pasien apendisitis cenderung untuk tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahanlahan. Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik. Pemeriksaan fisik abdomen selalu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapatkan kepercayaan pasien dan memungkinkan untuk deteksi tanda peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan dapat menilai rigiditas atau defans meskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak mengeksaserbasi nyeri-nyeri dalam area nyeri tekan maksimum. Tujuan palpasi abdomen untuk menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritoneumadalah nyeri tekan lokalisata, rigiditas atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Jika batuk akan terasa nyeri di perut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukkan nyeri dari umbilicus dan pindah serta menetap pada perut kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya Mc Burneys Sign, Rovsings Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan Mc Fadden Sign. Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan titik Mc Burney, dimana titik ini terletak pada 5-2 inchi dari procesus dengan umbilicus. Pada Rovsings nyeri pada saat palpasi pada quadrant kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh udara menunjukkan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendik. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diendorotasikan, akan terasa nyeri karena terjadi kontak apendiks denagn otot obrurator interna. Mc Faddens Sign dilakukan denagn cara pada apendiks posisi pelvis bisa merangsang kandung kencing, sering pada anak-anak terjadi miksi setelah nyeri. (Hassan et al., 2005) PEMERIKSAAN Pada beberapa keadaan apendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi kornplikasi misalnya:

15

- Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan nyerinya, sehingga dalam beberapa jam kemudian terjadi muntahmuntah, lemah dan letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi komplikasi. - Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah. Pada wanita hamil trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan. - Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi. Hal yang dilakukan untuk mendiagnosa apendisitis adalah pemeriksaan melalui anus. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fisik yang paling akhir dilakukan, karena kurang penting dibandingkan dengan pemeriksaan abdomen. Dapat untuk menduga posisi apendiks yang meradang tersebut. Pemeriksaan masih diperlukan untuk apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis akut bersifat nonspesifik. Nilai hitung leukosit pada 90% pasien apendisitis akut yang lebih dari 100.000 permikroliter dan kebanyakan juga pergeseran ke kiri dalam hitung jenis (Sabiston, 1994). Nilai ambang untuk leukosit yaitu sekitar 10.000 sampai 18.000 mm3. jika nilai lebih dari nilai ambang yang di atas maka berkemungkinan terjadinya apendisitis yang perforasi dengan abses ataupun tanpa abses. Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang normal bisa didapat pada awal penyakit dan peningkatan mungkin diantisipasi sesuai dengan keparahan penyakit. karena alasan ini, ukuran berkala dari penghitungan sel darah putih bisa meragukan pembuktian dari keakutan dari tes. Berdasarkan keadaan klinis, harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu: a. Analisa urin Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

16

b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase Test ini membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas. c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan. d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan radiologi. Kelainan rongtenollogi yang menggambarkan apendisitis akut dini adalah deus ringan apendikolitiasis. Foto polos bisa memperlihatkan densitas jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas dalam lumen apendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-keadaan patologi yang meniru apendisitis akut. Contohnya udara bebas intra . peritoneum yang mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon. Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang menunjukkan obstruksi usus. Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium telah jelas mencakup beberapa komplikasi. Pemeriksaan enema barium jelas tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus apendisitis akut dan mungkin harus dicadangkan bagi kasus yang lebih rumit, terutama yang dengan resiko operasinya berlebihan. (De Jong, 2005)

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya, karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain:

17

1. Gastroenteritis Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena hitung normal. 2. Limfedenitis Mesenterika Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan. 3. Demam Dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat. 4. Infeksi Panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan. 5. Gangguan alat kelamin perempuan Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. 6. Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis. 7. Divertikulosis Meckel

18

Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama. 8. Intussusception Ini harus dibedakan dengan apendisitis akut karena pengobatan berbeda umur pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun. 9. Ulkus Peptikum yang Perforasi Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum). 10. Batu Ureter Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa (De Jong, 2005) TATA LAKSANA Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

19

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi. 1. Cairan intravena Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan. 2. Antibiotik Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis perforasi. Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid. Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa

20

menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi. Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup. Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices. Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

21

DAFTAR PUSTAKA Cenndron, Mark. 2009. Appendicitis. www.emedicine.com/medscape/ appendicitis (diakses tanggal 27 November 2012) De jong, Wim dan R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

22

Hassan, Rusepno,et al. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: INFOMEDIKA JAKARTA. Mansjoer, Arif,et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

LAMPIRAN

23

24

You might also like