You are on page 1of 2

Potret Haji; Motivasi Teologis atau Motivasi sosial?

Elviandri, S.HI., M.Hum


(Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)


Ep) 4E e^14 E7N +EE4Ug Og~--
O-4:) ~L4O4lN` O4-4 4-gUEUg
^_g gO1g le4C-47 e4L)O4 NE`
=1g-4O) W }4`4 N-E=E1 4p~E
44g`-47 *.4 O>4N +EEL- OggO
ge^O4l^- ^}4` 4vC4-c- gO^O) 1EO):Ec
_ }4`4 4OEE Ep) -.- /j_EN ^}4N
4-gUE^- ^__
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah
Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia;
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S Ali Imran: 96-97).

PADA hari ini kita masih menyaksikan bersama persiapan dan pemberangkatan para calon
jamaah haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan
sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi
meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi
panggilan Allah Subhanahu wa Taala.
Di lihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik. Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah
Muhammad bin Abdir Rohman menjelaskan. Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan
bersengaja). Sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-
cita. Niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota yang paling utama
yaitu hati, haji ini merupakan ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat,
sehingga haji disebut ibadah yang paling utama.
Setiap tahun kaum muslimin dari seluruh pelosok dunia diajak berpartisipasi dalam
peribadatan yang terbesar di dunia ini. Peribadatan yang tidak memandang status sosial, suku,
bangsa, ras dan tidak peduli laki-laki, perempuan, tua, muda, berkulit putih, berkulit hitam,
semuanya sama dianggap sebagai pelaku utama dalam pertemuan kemanusiaan terbesar ini.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah
seperti konsep haji dalam Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah.
Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam. Keberadaan haji di
urutan kelima dalam rukun Islam mungkin berdasarkan sifat dari peribadatannya, dari sisi
amalannya, haji merupakan ibadah yang membutuhkan waktu yang lama dan menelan biaya
yang tidak sedikit. Atau bisa saja ditafsirkan bahwa haji merupakan ibadah yang bisa
menyempurnakan keberislaman kita dari seluruh dimensi kehidupan.
Haji pada hakikatnya adalah perkembangan manusia menuju Allah. Haji merupakan contoh
simbolik dari filsafat penciptaan Adam. Dalam haji diperlihatkan hal-hal ini secara bersamaan,
penciptaan, sejarah, keesaan, keyakinan cita-cita Islam dan ummah. Demikian kata Ali Syriati,
seorang ilmuan dari negeri Persia. Haji merupakan ibadah yang memotivasi (mendorong)
warganya untuk sebuah tujuan yang agung, dan membuat warga-warganya sadar, merdeka,
terhormat, serta memiliki tanggung jawab sosial.
Dengan mendasarakan pada prinsip bahwa haji dalam Islam hanya diwajibkan sekali
seumur hidup, sebenarnya merupakan dimensi ibadah yang bersifat pribadi. Tapi tidak selalu
harus berdimensi egoistik (mementingkan diri sendiri). Haji juga harus berdampak secara sosial
di masyarakat.
Kita sebagai umat Islam secara naluri semuanya ingin menunaikain ibadah haji, yang pada
dasarnya merupakan sebuah ibadah dengan motivasi Ilahiyyah (teologis), namun tidak semua
yang menunaikan ibadah haji itu ikhlas dan hanya mengharapkan ridho Allah. Kebanyakan
masyarakat kita masih banyak yang beranggapan bahwa orang yang sudah naik haji harus
dihormati karena, mereka dinggap orang yang shaleh dan lebih mengetahui masalah agama.
Sehingga, orientasi ibadah yang seharusnya mencari posisi di mata Allah menjadi kotor karena
anggapan ini berkembang luas dan seolah-olah diamini sebagai sebuah tujuan utama.
Dalam beberapa pandangan tertentu, hal tersebut wajar terjadi mengingat selain motivasi
agama yang harus dipenuhi seorang muslim, motivasi pribadi yang dipengaruhi oleh sebuah
keadaan sosial tertentu ternyata juga ikut memiliki pengaruh yang dominan dan berdampak
sangat besar terhadap apa-apa yang dikerjakan orang tesebut dalam pelaksanaan haji. Sehingga
dalam kenyataannnya ada yang haji karena motivasi sosial, untuk mengangkat statusnya di
masyarakat agar nantinya ia dipangggil dengan sebutan haji pada pangkal namanya oleh
masyarakat. Apakah kita sususah payah untuk berangkat dan menunaikan hanya untuk
dipanggil masyarakat dengan sebutan pak haji atau bu haji, ini yang kita cari? Mari kita
renungkan bersama. Sebenarnya sudah sejak lama haji menjadi simbol status sosial baru. Hal
tersebut bisa dilihat dari pelaksanaannya yang terbagi-bagi menjadi pelayanan kelas bisnis,
kelas ekonomi, haji ONH plus dan lain sebagainya.

Makna yang Sering Terabaikan.
Kecenderungan orang untuk mencampur-adukkan motivasi Ilahiyah dan motivasi sosial
yang sangat materealistik ini mengaburkan makna dari tujuan haji. Sehingga perlu diingatkan
kembali hakikat dari haji itu sendiri. Jika dimensi ini telah mampu diselami dan dilaksanakan
secara total dan menyeluruh, serta dilandasi motivasi keikhlasan yang kuat, maka secara praksis
seorang Muslim akan mendapatkan kenyataan bahwa dirinya telah melakukan sebuah
perubahan. Perubahan mental dan moral.
Hingga akhirnya, setelah semua itu benar-benar diselami dan dipahami dengan sempurna,
maka konsep Mabrur bagi seorang yang telah menunaikan haji menjadi sebuah keniscayaan.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah
menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga
dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur. ***

You might also like