You are on page 1of 55

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (ARTIFICIAL RICE) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI SALAH SATU

DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN DI BB-PASCAPANEN BOGOR

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

Oleh: KES OKTAVIANI B.0810194

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR BOGOR 2012

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (ARTIFICIAL RICE) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN DI BB-PASCAPANEN BOGOR

Oleh: KES OKTAVIANI B.0810194

LAPORAN PRAKTEK LAPANG Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda Bogor

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR BOGOR 2012

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (ARTIFICIAL RICE) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN DI BB-PASCAPANEN BOGOR

Oleh: KES OKTAVIANI B.0810194

Menyetujui: Bogor, 17 Januari 2012

Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. Dosen Pembimbing

Heny Herawati, STP. MT. Pembimbing Lapang

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktek lapangan dengan judul Proses Pengolahan Beras Tiruan (Artificial Rice)

dariKacangKedelai dan Ubi Kayu Sebagai Salah SatuDiversifikasi Program Pangandi BB-Pascapanen Bogor. Dimana merupakan syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda. Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan praktek lapangan yang telah dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2011 sampai 26 Agustus 2011, yang bertempat di Balai Besar Penilitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. Dalam penyusunan hasil laporan Praktek Lapang ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. selaku dosen pembimbing dari Universitas Djuanda Bogor yang selalu memberi semangat dan meluangkan waktu dalam mengevaluasi laporan Praktek Lapang ini. 2. Ibu Heni Herawati, STP. MT.selaku pembimbing dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Lapang. 3. Ibu Citra, Bapak Idris, Bapak Arif, Bapak Tri, Ibu Melly, Ibu Dewi, dan staf lainnya yang telah membantu dan turut membimbing penulis selama kegiatan Praktek Lapang ini berlangsung. 4. Seluruh Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan Praktek Lapang ini. 5. Mamah, Bapak, dan semua Kakakku, Keponakanku yang tercinta, serta keluarga besarku yang selalu memberi kasih sayangnya dalam doa,

dukungan (material, spiritual), motivasi, dan kehangatan keluarga yang selalu


diberikan kepada penulis.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Agribisnis Dan Teknologi Pangan Angkatan 2008, Hapsah, Arie, Gusti, Nana, Ika, Ijal, Ruddy, Bunga, Putri dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan, motivasi, keceriaan, dan penyemangat bagi penulis. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT. membalasnya. Amiin. Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Penulisan laporan ini juga masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempuraannya dimasa yang akan datang. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Januari 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1.Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2.Tujuan .............................................................................................. 3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ................................................. 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ...................................... 2.2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi ....................................................... 2.3. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ................................................. 2.4. Struktur Organisasi ......................................................................... 2.5. Tata Kerja ......................................................................................... 2.6. Ketenagakerjaan ................................................................................ PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ...................................... 3.1. Bahan Baku .................................................................................... 3.2. Mesin dan Peralatan ........................................................................ 3.3. Proses Pengolahan .......................................................................... 3.4. Prosedur Analisa ................................................................................. 3.5. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Beras Tiruan ........................... 4 4 5 5 5 6 7 9 9 9 9 16 18

II.

III.

IV.

PEMBAHASAN ...................................................................................... 23 4.1. Bahan Baku ...................................................................................... 23 4.2. Proses Pengolahan ............................................................................ 25 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 37 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 37 5.2. Saran ................................................................................................ 37

V.

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38 LAMPIRAN ....................................................................................................... 41

DAFTAR TABEL
Halaman 1 Formulasi Beras Tiruan 19 2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu ...... 19 3 Hasil Analisis Sifat Amilogafi ...... 20 4 Hasil Analisis Uji Warna . 21

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perebusan ................................................................................................ 2 Perendaman .......................................................................................... 11 11 12 13 13 14 14 15 35

3 Pencampuran ........................................................................................... 4 Proses Granulisasi .................................................................................. 5 Penyangraian ........................................................................................... 6 Pengeringan ........................................................................................... 7 Pengemasan ........................................................................................... 8 Diagram Alir ........................................................................................... 9 Diagram warna L*a*b* ..........................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Struktur Organisasi .................................................................................. 2 Produk Beras Tiruan (Artificial Rice) .................................................... 42 43 45

3 Produk Beras Tiruan Setelah Dimasak ..................................................

4 Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen .......................................... 46 5 Alat-alat Analisa ....................................................................................... 47

I
1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN

Pemerintah Indonesia tengah berupaya agar ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Pada Hari Pangan tahun 2000, pemerintah menetapkan program ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi, namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok yang memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Program diversifikasi pangan telah dicanangkan sejak 1974. Berbagai teknologi subsititusi, tepung komposit dan lain-lain telah dihasilkan untuk mendukung usaha tersebut. Namun sejauh ini belum diperoleh hasil yang menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan pemerintah terkesan tidak sungguh-sungguh mendukung usaha pengembangannya karena fakta

menunjukkan bahwa hasil-hasil diversifikasi tersebut tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat luas karena terbentur terbatasnya fasilitas dan dukungan kebijaksanaan. Pengadaan beberapa jenis pangan non beras ternyata tidak menyebabkan berkurangnya konsumsi beras. Pemikiran terhadap kemungkinan penyediaan beras tiruan (beras buatan) dapat dianggap realistis asalkan secara teknis dan ekonomi dapat dilakukan walaupun dari segi rasa dan estetika masih perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu, di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian melakukan salah satu penelitian yaitu membuat produk beras tiruan dengan dua perlakuan berbeda, yaitu beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung kasava Bimo, kemudian dilakukan beberapa analisa. Pembuatan produk beras tiruan ini merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia usaha konsorsium diversifikasi pangan dari pusat. Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi terus meningkat. Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan

pangan pokok saja misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Salah satu bentuk olahannya yaitu beras tiruan (artificial rice) yang terbuat dari kacang kedelai dan ubi kayu. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama nonberas (padi) (Warintek, 2011). Kacang kedelai termasuk dalam family Leguminosa, subfamily Papilionidae, genus Glycine dan spesies max, sehingga nama latinnya dikenal dengan Glycine max. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan pH 4,5 dan daerah pertumbuhannya tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut dengan iklim panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman ini berbeda-beda tergantung varietasnya, tetapi pada umumnya berkisar antara 75 sampai 105 hari. Dilihat dari segi pangan dan gizi, kacang kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia. Berbagai varietas kacang kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53 sampai 44 persen, sedangkan kadar lemaknya 7,5 sampai 20,9 persen (Koswara, 1992). Kacang kedelai juga terkenal dengan nilai gizinya yang kaya dan merupakan salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang penting dan dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kacang kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung protein tinggi, berkalsium tinggi, dan juga unik karena bebas dari racun kimia. Kacang kedelai tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang sangat rendah, mempunyai rasio kalori rendah dibandingkan protein dan bertindak sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi penderita obesitas. Kacang kedelai juga mengandung kalsium, besi, potassium dan phosphorus serta kaya akan vitamin B kompleks (Anonim, 2011a). Indonesia sebagai negara sangat subur memiliki berbagai komoditas tanaman dapat tumbuh dengan baik dan melimpah, termasuk tanaman ubi kayu. Sebagai tanaman yang mudah tumbuh, ubi kayu merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Tanaman ubi kayu tersebar di seantero nusantara dan produksinya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung.

Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Deptan, 2011a). Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, salah satunya diolah menjadi tapioka dan tepung kasava (Warintek, 2011). Upaya mendayagunakan tepung ubi kayu terus dilakukan mengingat potensi ubi kayu sebagai pangan nusantara memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan sebagai bahan baku produk olahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Misgiarta, 2010).

1.2 Tujuan Tujuan umum pelaksanaan praktek lapang ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan kemampuan profesi mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja dan pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan dalam bidang keahlian teknologi pangan dan gizi. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mempelajari dan terlibat langsung dalam proses pembuatan beras tiruan dari kacang kedelai dan ubi kayu di Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen Pertanian Bogor.

II

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Pada bulan Oktober 2000, muncul gagasan yang dikemukakan oleh Menteri Pertanian saat itu yaitu Bapak Bungaran Sarangih bahwa sudah saatnya Departemen Pertanian memiliki institusi penelitian yang menangani bidang pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Gagasan tersebut kemudian bergulir dan ditindaklanjut oleh pucuk pimpinan Badan Litbang Pertanian. Berdasarkan keinginan yang kuat untuk mendukung pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, maka Badan Litbang Pertanian membentuk Pokja Pascapanen melalui Surat Penugasan Kepala Badan Litbang Pertanian No. Kp.440.010101.39, tanggal 23 Januari 2001 dengan menyiapkan berdirinya institusi Litbang Pascapanen. Pentingnya Litbang Pascapanen sebenarnya sudah didambakan sejak lama dan pernah lahit dalam bentuk Proyek Penelitian Pascapanen Pertanian pada tahun 1985-1990. Dalam setahun kegiatan Pokja, lahir Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (Balitpasca) dengan dasar hukum Kepmen No. 76/Kpts/T.210/1/2002 tanggal 29 Januari 2002, sebagai institusi eselon III, dan berdomisili di Jakarta, tepatnya di Jl. Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tugas pokok yang dibebankan kepada Balitpasca adalah melaksanakan kegiatan penelitian bidang pascapanen pertanian. Balitpasca didukung oleh para peneliti dan tenaga administrasi yang berasal dari beberapa institute lingkup Badan Litbang Pertanian. Peningkatan eselon diperoleh Balitpasca di penghujung tahun 2003, dengan ditetapkannya menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB-Pascapanen) melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 623/Kpts/OT.140/12/2003 tanggal 30 Desember 2003. BB-Pascapanen memiliki tugas pokok melaksanakan serta merumuskan program penelitian dan

pengembangan teknologi pascapanen pertanian.

2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang selanjutnya disebut BB-Pascapanen adalah unit pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BB-Pascapanen dipimpin oleh seorang Kepala. BB-Pascapanen mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan

pengembangan teknologi pascapanen pertanian yaitu menyelenggarakan fungsi: 1. Penyusunan program dan evaluasi penelitian dan pascapanen pertanian; 2. Pelaksanaan penelitian identifikasi dan karakteristisasi sifat fungsional dan mutu hasil pertanian; 3. Pelaksanaan penelitian pengolahan hasil, perbaikan mutu pemanfaatan limbah dan pengembangan produk baru; 4. Pelaksanaan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan hasil pertanian; 5. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi teknologi pascapanen pertanian; 6. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis bidang pascapanen pertanian; 7. Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian pascapanen pertanian; 8. Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga BB-Pascapanen.

2.3 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan Pelaksanaan praktek lapang ini bertempat di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Laboratorium Pengujian. Jl. Tentara Pelajar No.12A, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 1611.

2.4 Struktur Organisasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 632 tahun 2003, struktur organisasi BB-Pascapanen (Lampiran 1) terdiri dari: a) Bagian Tata Usaha: (1) Subbagian kepegawaian. Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan

(2) Subbagian

Perlengkapan

mempunyai

tugas

melakukan

urusan

perlengkapan. (3) Subbagian Rumah Tangga dan Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kearsipan, rumah tangga dan keuangan. b) Bidang Program dan Evaluasi: (1) Seksi Program mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisis data, penyiapan bahan penyusunan program, rencana kerja, serta anggaran penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian. (2) Seksi Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi dan laporan kegiatan dan hasil penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian. c) Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian: (1) Seksi Kerjasama Penelitian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kerjasama penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian, dan sistem informasi pertanian; (2) Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan promosi, ekspose, diseminasi, komersialisasi,

dokumentasi, dan publikasi hasil penelitian pascapanen pertanian. d) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari, jabatan fungsional Peneliti, Teknisi dan jabatan fungsional lain yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan fungsional berdasarkan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditetapkan oleh Kepala. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

2.5 Tata Kerja Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kelompok Jabatan Fungsional diwajibkan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan satuan organisasi BB-Pascapanen maupun dengan instansi lain sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

1. Setiap pimpinan satuan organisasi diwajibkan mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya masing-masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing, dan memberikan bimbingan, serta petunjuk pelaksanaan tugas bawahannya. 3. Setiap pimpinan satuan organisasi dan Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan BB-Pascapanen diwajibkan mengikuti dan mematuhi petunjuk, dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing. 4. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi harus diolah dan dipergunakan sebagaimana bahan penyusunan laporan lebih lanjut, dan untuk memberi petunjuk kepada bawahan. 5. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala, baik berkala atau sewaktu-waktu. 6. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja. 7. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh Kepala Satuan Organisasi di bawahnya, dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan, wajib mengadakan rapat berkala.

2.6 Ketenagakerjaan Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BB-Pascapanen didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 149 tenaga kerja yang terdiri dari 62 orang tenaga peneliti (52 orang mempunyai jabatan fungsional dan 10 orang peneliti non kelas), 23 orang tenaga teknisi (10 orang mempunyai jabatan fungsional teknisi atau litkayasa dan 13 orang teknisi non kelas), 1 orang arsiparis, dan 63 orang tenaga administrasi. Berdasarkan strata pendidikan tertinggi terdapat 8 orang S3, 32 orang S2, 33 orang S1, 10 orang S0, 59 orang setingkat SLTA, 5 orang setingkat SLTP dan 2 orang setingkat SD. Sumber Daya Manusia BB-

Pascapanen terdiri dari 42 orang (66-74%) yang usianya dibawah 50 tahun dan 20 orang (32-26%) usia berkisar 51-65 tahun. Waktu bekerja di BB-Pascapanen berkisar 8 jam sehari selama 5 hari kerja dalam 1 minggu. Setiap karyawan harus memiliki waktu lebih 25 jam selama 1 bulan. Jam kerja karyawan mulai dari pukul 07.30-16.30. Jika pekerjaan banyak atau belum selesai jam pulang ditambah tergantung dari selesainya pekerjaan. Begitu pula pada hari Sabtu dan Minggu, jika masih ada kerjaan yang tidak dapat ditunda maka karyawan masuk kerja. BB-Pascapanen berada di bawah naungan Departemen Pertanian, sehingga sistem pemberian gaji di BB-Pascapanen berdasarkan atas golongan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masa kerja karyawan, untuk karyawan honorer gaji yang diterima berdasarkan kebijakan instansi. Gaji karyawan diberikan pada akhir bulan yang sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja berdasarkan golongan. Ketika masa bekerja telah berakhir, karyawan mendapatkan TASPEN (Tabungan Asuransi Pensiun).

III

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN

3.1 Bahan Baku Pada proses pembuatan beras tiruan, bahan baku yang digunakan adalah kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo. Bahan baku kacang kedelai yang digunakan di BB-Pascapanen adalah jenis kacang kedelai putih yang diperoleh dengan cara membeli di supermarket Super Indo. Tapioka yang digunakan pada pembuatan produk ini bermerek Alini, diperoleh dengan cara membeli di pasar Anyar, sedangkan tepung kasava Bimo yang digunakan bermerek Tepung Bimoka, diperoleh dengan cara membeli di koperasi BB-Pascapanen. Pada proses pembuatan beras tiruan ini, bahan tambahan yang digunakan adalah air. Air yang digunakan di BB-Pascapanen bersumber dari PDAM PEMDA Bogor. Dalam pembutan beras tiruan air digunakan dalam proses ,pencucian, perebusan, penggilingan dan perendaman kacang kedelai. Selain itu, air juga disemprotkan pada proses pembentukan butiran beras.

3.2 Mesin dan Peralatan Pada proses pengolahan produk alat yang digunakan adalah blender, baskom, kain saring, panci, pengayak, semprotan air, penggorengan, dan nampan/loyang. Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis antara lain yaitu, cawan porselen, oven, gelas, sudip, timbangan, alat penjepit, tanur, desikator, botol gelas ukuran 500 ml, chromameter, dan brabender. Hal tersebut diperlukan sebagai penunjang kegiatan pembuatan produk dan analisa.

3.3 Proses Pengolahan Proses pengolahan beras tiruan meliputi persiapan bahan, perendaman kacang kedelai, perebusan, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai, pencampuran, granulasi, penyangraian dan pengeringan (Gambar 8).

3.3.1 Persiapan Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan beras tiruan yaitu kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo disiapkan. Kemudian kacang kedelai disortasi dari benda asing dan kacang yang cacat. Setelah itu dilakukan penimbangan masing-masing bahan. Beras tiruan yang dibuat terdiri dari dua jenis yaitu dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo. Pada setiap jenis beras tiruan dilakukan masingmasing empat perlakuan. Formulasi beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Formulasi beras tiruan Kacang Kedelai 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram Tepung Kasava Bimo 40 gram 50 gram 60 gram 70 gram Tapioka 40 gram 50 gram 60 gram 70 gram

Formulasi A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4

Kacang kedelai dimasukkan ke dalam 8 baskom kecil masing-masing sebanyak 100 gram. Tapioka dan tepung kasava Bimo ditimbang sesuai dengan masing-masing perlakuan, kemudian disimpan dalam wadah yang berbeda.

3.3.2 Perebusan Pada kacang kedelai dilakukan proses perebusan sebanyak dua kali. Pada perebusan pertama dilakukan setelah kacang kedelai disortir dan ditimbang, sedangkan perebusan kedua dilakukan setelah proses perendaman selama satu malam. Kacang kedelai pada masing-masing wadah direbus secara bergantian. Proses perebusan terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Perebusan.

3.3.3 Perendaman Setelah mendidih kacang kedelai diangkat kemudian didiamkan selama 1 malam dalam air rebusan. Kemudian kacang kedelai dikupas atau dipisahkan kacang dengan kulitnya dan dicuci. Proses perendaman kacang kedelai terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2 Perendaman.

3.3.4 Penggilingan atau Pembuatan Bubur Kacang Kedelai Kacang kedelai yang telah bersih direbus kembali, kemudian dihaluskan menggunakan blender selama 30 detik dengan ditambahkan air 200ml sampai menutup permukaan kacang kedelai. Setelah itu, kacang yang sudah dihaluskan diperas atau dipisahkan kacang kedelai halus dengan airnya menggunakan kain

saring. Campuran kacang kedelai dan air kemudian digiling bersama, sehingga menjadi bubur kedelai atau slurry. Kacang kedelai halus yang sudah diperas digunakan sebagai bahan baku beras tiruan.

3.3.5 Pencampuran dan Granulasi Bagian padatan yang sudah diperas disimpan ke dalam masing-masing wadah, tepung kasava Bimo yang sudah ditimbang ditambahkan ke dalam empat baskom yang berisi kacang kedelai halus, sedangkan empat baskom lainnya ditambahkan tapioka. Pencampuran dilakukan menggunakan tangan, diaduk hingga merata. Pencampuran dalam pembuatan beras tiruan termasuk jenis campuran semi basah. Proses pencampuran terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3

Pencampuran.

Setelah dilakukan proses pencampuran, bahan-bahan yang sudah tercampur merata, kemudian dilakukan proses granulasi atau proses pembentukan seperti butiran-butiran bulat. Alat yang digunakan pada proses ini adalah alat saringan yang terdapat lubang-lubang kecil atau biasa disebut ayakan. Adonan ditekan dari atas ayakan dan bagian bawah disiapkan baskom plastik yang agak lebar. Adonan dicetak sedikit demi sedikit kemudian baskom diputar-putar agar terbentuk butiran bulat kecil. Pada saat baskom diputar dapat dilakukan sedikit penyemprotan air agar adonan mudah terbentuk secara merata seperti butiran-butiran kecil yang berbentuk bulat. Proses granulasi terdapat pada Gambar 4.

(a)

(b)

Gambar 4 Proses Granulasi, a (Pencetakan), b (Penyemprotan Air).

3.3.6 Penyangraian Penyangraian dilakukan setelah proses pembentukan butiran, dengan cara butiran tersebut sedikit demi sedikit dilakukan penyangraian di atas wajan, diaduk secara perlahan sampai butiran berwarna kuning muda. Proses penyangraian terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5 Penyangraian.

3.3.7 Pengeringan Butiran beras yang sudah dipanaskan kemudian disimpan di atas loyang kotak alumunium berukuran 50 x 50 x 3cm dan 25x20x2cm, kemudian dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari sampai butiran beras kering. Lamanya

pengeringan 2-3 hari tergantung cuaca dan udara di daerah BB-Pascapanen. Proses pengeringan terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6

Pengeringan.

3.3.8 Pengemasan Beras tiruan yang sudah kering yang sudah dijemur selama 2-3 hari dikemas. Kemasan yang digunakan adalah plastik bening berukuran 12x30cm. Proses pengemasan pada beras tiruan terdapat pada Gambar 7.

(a)

(b)

Gambar 7

Proses Pengemasan, (a) Beras tiruan yang siap dikemas, (b) Beras tiruan yang telah dikemas.

100gram Kacang kedelai Air Dipanaskan sampai mendidih Direndam semalam Dikupas Air Air buangan Air 100ml Dicuci Direbus Dihaluskan (diblender 30 detik) Diperas Tapioka: A1= 40% A2= 50% A3= 60% A4= 70% Tepung Kasava Bimo: B1= 40% B2= 50% B3= 60% B4= 70% Ampas kacang kedelai Dicampurkan Granulasi Dijemur sampai kering Dikemas dalam plastik Analisa : suhu gelatinisasi dan viskositas, daya serap air, kadar air, kadar abu dan uji warna. Susu Kacang Kedelai Air sisa pencucian Kulit

Gambar 8 Diagram Alir Pengolahan Beras Tiruan di BB-Pascapanen.

3.4 Prosedur Analisis Analisis dilakukan setelah pembuatan beras tiruan. Analisis yang dilakukan adalah daya serap air, kadar air, kadar abu, penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas dengan metode amilografi, dan uji warna.

3.4.1 Daya Serap Air Sejumlah sampel ditimbang beratnya kemudian dicelupkan ke dalam air hangat selama 2 menit, diangkat dan ditiriskan. Sampel tersebut kemudian ditimbang kembali. Daya serap air ditentukan dengan persamaan :
Daya serap air (%) B A x 100% A

Keterangan: A = berat contoh sebelum dicelupkan B = berat contoh setelah dicelup

3.4.2 Kadar Air (AOAC, 2006) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100C selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Perhitungan : Kadar Air (% bb) =

B (C A) x100% B

3.4.3 Kadar Abu (AOAC,2006) Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai

terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C). Perhitungan : Kadar Abu (% bb) =
CA x100% B

3.4.4 Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas, metode amilografi Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas ukuran 500 ml air kemudian ditambah dengan 400 ml aquades, diaduk selama 5 menit dengan pengaduk, kemudian dipindahkan ke dalam mangkuk amilograf yang sebelumnya telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades, lalu air bilasan dituangkan ke dalam mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm, sambil suhu dinaikkan mulai dari 30C sampai 90C dengan kenaikan 1.5C per menit, lalu diturunkan sampai suhu 50C dengan laju penurunan yang sama. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit (BU). Grafik (amilogram) yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi 3 parameter, yaitu : 1) Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik. Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5) 2) Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut : Suhu puncak gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5) 3) Viskositas maksimum pada puncak dalam Brabender Unit (BU).

3.4.5 Uji Warna Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta. Uji warna dilakukan dengan sistem warna Hunter L*, a*, b*. Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Disiapkan sampel yang masing-masing dibungkus dengan jenis plastik bening yang sama. Alat yang digunakan untuk analisis warna adalah Chromameter. Setelah alat sudah siap digunakan, alat tembak yang terdapat sinar ditempelkan ke beberapa bagian plastik bening yang berisi beras tiruan sebanyak 5 kali pada bagian yang berbeda. Kertas hasil perhitungan akan keluar dari alat tersebut kemudian untuk diolah datanya.

3.5 Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisik Beras Tiruan Analisis sifat kimia yang dilakukan pada beras tiruan adalah uji kadar air dan kadar abu. Sedangkan analisis sifat fisik yang dilakukan adalah daya serap air, sifat amilograf dan uji warna. Hasil analisis sifat kimia dan fisik beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu Daya Serap No Perlakuan Air (%) 1 A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo) 235 2 A2 (100g Kacang kedelai +50g Tepung kasava Bimo) 261 3 A3 (100g Kacang kedelai +60g Tepung kasava Bimo) 254 4 A4 (100g Kacang kedelai +70g Tepung kasava Bimo) 167 5 B1 (100g Kacang kedelai +40g Tapioka) 150 6 B2 (100g Kacang kedelai +50g Tapioka) 212 7 B3 (100g Kacang kedelai +60g Tapioka) 115 8 B4 (100g Kacang kedelai +70g Tapioka) 154

Kadar Air (%bb)


9.145 8.527 9.234 8.583 8.721 8.106 9.162 9.444

Kadar Abu (%bb)


1.888 1.356 1.404 1.275 1.627 1.191 1.439 1.456

Tabel 3 Hasil Analisis Sifat Amilogaf


No Perlakuan Waktu Gel Gel Temp Waktu Peak Peak Temp Viskositas Viskositas (menit) (menit) Puncak (BU) 930C (BU) (0C) (0C) Viskositas 930C/51' (BU) 50 310 140 220 60 70 120 140 Viskositas 500C (BU) Set Back Visc. (BU)

1 2 3 4 5 6 7 8

A1 (100g Kacang kedelai + 40g Tepung kasava Bimo) A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo) A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo) A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo) B1(100g Kacang kedelai + 40g Tapioka) B2 (100g Kacang kedelai + 50g Tapioka) B3 (100g Kacang kedelai + 60g Tapioka) B4 (100g Kacang kedelai + 70g Tapioka)

32 26 28 24 30 38 28 27

78 69 72 66 75 87 72 70.5

40 39 -

90 88.5 -

390 220 -

50 380 140 220 60 70 120 140

100 640 260 390 130 170 220 280

50 330 120 190 60 110 90 130

Tabel 4 Hasil Analisis Uji Warna No Perlakuan

A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo)

Rata-rata

A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo)

Rata-rata

L 87.06 80.51 82.72 71.4 86.31 81.6 78.36 68.04 76.51 73.71 70.95 73.514 76.17 74.41 74.46 72.55 70.52 73.622 75.34 75.3 68.63 77.98 64.4 72.33 59.49 63.49 61.09 75.79 56.71 63.314 72.62 64.98 74.13 80.89 73.75 73.274 77.37 72.36 80.57 56.49 62.53 69.864 70.44 75.91 74.37 69.85 64.87

a -0.92 -0.6 -0.75 0.39 -1.25 -0.626 -0.41 -0.08 -0.39 -0.04 0.01 -0.182 0.3 0.61 0.61 0.57 0.54 0.526 -0.61 -0.64 -0.06 -0.7 -0.23 -0.448 0.19 0.24 -0.37 -0.32 0.74 0.096 0.02 0.64 0.17 -0.59 0.14 0.076 -0.05 0.18 -0.5 1.11 0.28 0.204 -0.78 -0.81 -0.83 -0.76 -0.61

b C b/a Hue 17.93 18.89 20.28 13.74 18.8 17.928 17.9389 -28.639 -88.045 22.12 17.01 19.36 17.23 17.09 18.562 18.5629 -101.99 -89.484 19.84 20.45 18.16 16.03 17.34 18.364 21.58 20.38 18.44 18.75 17.52 19.334 14.59 14.27 17.12 17.49 9.4 14.574 17.91 13.69 18.72 18.01 17.71 17.208 16.09 14.52 16.4 12.23 13.96 14.64 19.46 19.91 18.02 17.13 16.63

A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo)

Rata-rata

18.3715 34.9126 88.4041

A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo)

Rata-rata

19.3392 -43.156 -88.718

B1 (100g Kacang kedelai + 40g Tapioka)

Rata-rata

14.5743 151.813 89.6681

B2 (100g Kacang kedelai + 50g Tapioka)

Rata-rata

17.2082 226.421 89.7925

B3 (100g Kacang kedelai + 60g Tapioka)

Rata-rata

14.6414 71.7647 89.2469

B4 (100g Kacang kedelai + 70g Tapioka)

IV

PEMBAHASAN

Beras tiruan yang dibuat oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia usaha konsorsium diversifikasi pangan dari pusat. Beras tiruan ini terdiri dari dua jenis bahan baku yang berbeda. Ada yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung kasava Bimo.

4.1. Bahan Baku 4.1.1 Kacang Kedelai Kacang kedelai digunakan sebagai bahan baku beras tiruan karena merupakan sumber protein nabati. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang paling baik. Disamping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kacang kedelai mengandung protein yang cukup tinggi, lemak pada kacang kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak tak jenuh (85%) dan sisanya berupa asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi pada kacang kedelai akan terpengaruh terhadap bau langu. Bau tersebut disebabkan karena adanya aktivitas enzim lipoksigenase dan enzim tersebut dapat diinaktifkan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan pemanasan atau perendaman. Beberapa mineral yang terdapat pada kacang kedelai antara lain Fe, Na, K, Ca, P, Mg, S, Cu, Zn, Co, Mn, dan Cl. Diantara mineral-mineral tersebut yang terpenting adalah Fe karena selain jumlahnya cukup tinggi yaitu sekitar 0,9-1,5% juga terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan hemoglobin darah (Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992). Kacang kedelai yang digunakan adalah jenis kacang kedelai putih Glycine max yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau. G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan (Wikipedia, 2011a). Pada pembuatan beras tiruan ini bahan baku yang digunakan adalah ampas kacang kedelai. Meskipun bahan tersebut berupa limbah, kandungan

gizinya sesungguhnya masih cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan manusia (Wikipedia, 2011b).

4.1.2 Tapioka Tapioka adalah tepung pati ubi kayu yang kaya akan karbohidrat. Selain itu, tapioka tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka sering disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari singkong,

sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong. Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan dengan ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih yang disebut tapioka. Nilai energi dan karbohidrat tapioka tidak kalah dari nasi atau olahan tepung terigu (Anonim, 2011b). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Warintek, 2011).

4.1.3 Tepung Kasava Bimo Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BB-Pascapanen) mendukung program Kemandirian Tepung Nasional dan Percepatan Produksi Tepung Cassava Fermentasi dan Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional yang dicanangkan Mentan Suswono dengan menghasilkan teknologi pembuatan tepung kasava termodifikasi. Teknologi yang mempergunakan cara fermentasi biologis untuk memperbaiki sifat tepung singkong tersebut diberi nama Tepung Kasava BIMO (BIologically MOdified). Proses pembuatan tepung kasava BIMO adalah ubi kayu dikupas, dicuci, disawut dan difermentasi, ditiris, dikeringkan, ditepung, diayak dan dikemas.

Fermentasi mempergunakan starter BIMO-CF dengan dosis satu kg/ton sawut singkong ke dalam 1 m3 air dengan lama fermentasi 12 jam (Deptan, 2011b). Selain dapat memperbaiki derajat putih tepung hingga menjadi 86,4, sifat amilograf tepung kasava Bimo menghasilkan viskositas puncak 1130 BU lebih tinggi dibanding tepung kasava non fermentasi (700 BU) dan tepung terigu (130 BU) yang berarti produk olahan yang dihasilkan lebih mengembang menggunakan tepung kasava termodifikasi dibanding tepung kasava non fermentasi, selain itu dapat mengurangi aroma kasava secara signifikan, serta menghaluskan tekstur tepung (Deptan, 2011c).

4.1.4 Air Air merupakan komponen penting dalam pengolahan bahan pangan, salah satunya dalam pembuatan beras kedelai karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain merupakan bagian dari suatu bahan pangan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut dan alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya (Winarno, 2008).

4.2. Proses Pengolahan 4.2.1 Persiapan Bahan Pada awal proses pengolahan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan. Pada kacang kedelai dilakukan penyortiran dari benda asing dan kedelai yang sudah rusak. Penyortiran biji kedelai dilakukan agar memperoleh produk beras tiruan yang memiliki kualitas atau mutu yang baik dan untuk menghindari kerusakan alat penggilingan karena adanya batu (Santoso, 1993; Muchtadi, 2009). Setelah itu, kacang kedelai dan bahan lain seperti tapioka dan tepung kasava Bimo ditimbang.

4.2.2 Perebusan dan Perendaman Kacang kedelai yang sudah ditimbang kemudian dilakukan perebusan pertama. Kacang kedelai rebusan tersebut dibiarkan terendam semalam. Perebusan dilakukan untuk melunakkan kacang kedelai dan menghilangkan senyawa antitripsin yang merupakan senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off-

flavor yang dapat menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh. Senyawa ini secara alami banyak terdapat dalam kacang-kacangan terutama kacang kedelai. Faktor anti gizi ini menyebabkan pertumbuhan tidak normal dan pembekakan pankreas (hipertrofi) pada tikus percobaan yang diberi ransum kedelai mentah. Terhambatnya pertumbuhan tersebut disebabkan antitripsin yang menghambat bekerjanya enzim tripsin yang dihasilkan pankreas sehingga protein makanan tidak dapat diuraikan (dicerna) oleh enzim. Dengan demikian tidak terbentuk asam-asam amino yang diperlukan untuk pembentukan (sintesis) jaringan tubuh (Koswara, 1992). Secara biologis jumlah enzim tripsin yang disekresi oleh pankreas tergantung jumlah enzim tripsin bebas yang terdapat di dalam usus. Apabila konsentrasi tripsin dalam usus menurun sampai batas tertentu, maka pankreas akan memproduksi lebih banyak enzim dan sebaliknya apabila konsentrasi enzim tripsin dalam usus normal kembali, maka sekresi enzim tripsin akan dihambat. Adanya antitripsin dalam makanan (misalnya kacang kedelai mentah) menyebabkan penurunan jumlah tripsin bebas dalam usus. Keadaan ini menyebabkan pankreas memproduksi enzim tripsin lebih banyak (untuk menjaga agar jumlahnya mencukupi). Oleh karena itu, pankreas akan bekerja hiperaktif sehingga dapat menyebabkan pembekakan (hipertofi) pankreas (Koswara, 1992). Selain dilakukan perebusan, aktifitas antitripsin dalam kacang kedelai dapat dihilangkan dengan cara perendaman. Dengan dilakukannya perendaman dapat menimbulkan suasana asam yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba yang tidak diinginkan, terjadi pembuangan atau penyingkiran senyawa yang pahit dan berbau tengik yang berbeda dalam biji kedelai mentah (Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992). Perendaman juga dapat

mempermudah pengupasan kulit kedelai. Biji-bijian yang keropos biasanya mengapung dan harus disingkirkan. Air perendamannya dibuang, kemudian kacang kedelai dibilas sampai bersih (Winarno, 2002). Perendaman kacang kedelai sebaiknya tidak terlalu lama karena dapat menyebabkan penurunan kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo et al., (1970) mengungkapkan bahwa perendaman selama 24 jam dan 76 jam berturut-turut akan menurunkan kandungan protein sebesar 36 dan 38 persen dari jumlah protein

semula. Perendaman kedelai cukup dilakukan selama 6-8 jam sehingga kadar air menjadi 40-60 persen atau berat kedelai menjadi sekitar dua kali berat semula (Koswara, 1992).

4.2.3 Pengupasan Kulit Kacang Kedelai Pengupasan kulit dilakukan setelah perendaman semalam. Disamping rasa langu, faktor penyebab off-flavor yang lain dalam kedelai adalah rasa pahit yang disebabkan oleh adanya senyawa glikosida, salah satunya adalah Saponin A. Pada kacang kedelai senyawa ini memiliki intensitas rasa pahit yang lebih tinggi dibandingkan saponin B. Dalam biji kedelai sekitar 27 persen saponin A terdapat pada kulitnya, sehingga pengupasan kedelai juga akan mengurangi sekitar 1/3 rasa pahitnya (Koswara, 1992).

4.2.4 Penggilingan Dalam Pembuatan Bubur Kacang Kedelai Sebelum penggilingan kacang kedelai yang sudah direndam semalam sebaiknya dicuci kembali untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah bakteri yang tumbuh selama perendaman. Penggilingan atau penghancuran bertujuan untuk mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel lebih kecil. Di dalam proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan mengoyakkannya. Mekanisme pengoyakan ini belum dimengerti dengan jelas akan tetapi, di dalam proses bahan ditekan oleh gaya mekanis dari mesin penggiling. Penekanan awal masuk ke tengah bahan sebagai energi desakan. Waktu berpengaruh dalam proses penyobekan, terlihat bahwa bahan akan lebih halus apabila penggilingan berlangsung cukup lama (Early, 1969; Muchtadi, 2009).

4.2.5 Penyaringan Slurry atau bubur kacang kedelai yang sudah diperoleh dituangkan ke dalam saringan dari kain putih, yang kemudian diperas dengan tangan. Bagian padatan yang tidak dapat melewati saringan kain tersebut digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan beras tiruan. Bagian ini disebut ampas yang sebagian besar berupa serat dan protein kasar (Winarno, 2002).

4.2.6 Pencampuran Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang utuh (berupa campuran) dari beberapa bahan, artinya bahan-bahan tersebut saling menyebar secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan campuran homogen. Campuran semi basah adalah kombinasi dari beberapa bahan dasar dan bahan tambahan yang menyebar secara acak membentuk suatu campuran rata. Bahan yang dicampur berupa cair-padat. Proses pencampuran dapat dilakukan dengan cara pengadukan (Anonim, 2011c).

4.2.7 Granulasi atau Pembentukan Butiran Beras Granulasi adalah suatu proses dimana partikel-parikel serbuk dibuat mempunyai daya lekat untuk membentuk pertikel-partikel lebih besar yang disebut dengan granul-granul. Granulasi pada pembuatan beras tiruan termasuk jenis granulasi basah, dalam proses ini serbuk adonan butuh dicampur dengan suatu pelarut yang mudah menguap agar dapat dibebaskan dengan pengeringan dan tidak beracun. Tipe pelarut yang biasa digunakan yaitu air (Anonim, 2011d).

4.2.8 Penyangraian Butiran-butiran yang sudah terbentuk kemudian dilakukan pemanasan, dengan cara butiran tersebut sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wajan, kemudian dipanaskan sampai butiran berwarna kuning muda. Pada saat penyangraian harus tetap diaduk dengan hati-hati agar bentuk butiran beras tidak rusak dan dilakukan sedikit demi sedikit agar menjaga butiran tidak rusak dan tidak saling menempel. Penyangraian merupakan proses pindah panas, tujuannya yaitu membentuk aroma, membentuk cita rasa dan membentuk tekstur. Pada proses penyangraian terjadi inaktivasi enzim, mikroba dan senyawa-senyawa lain seperti antitripsin (Estiasih dan Ahmadi, 2011).

4.2.9 Pengeringan Pengeringan merupakan suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam bahan pangan, dengan jalan menguapkan air tersebut sebagian atau seluruhnya.

Pada pembuatan beras tiruan ini menggunakan jenis pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas. Teknik pengeringan dilakukan secara langsung di bawah sinar matahari. Peranan udara dan cuaca dalam pengeringan dengan sinar matahari sangat penting artinya, terutama sebagai transfer panas, penampung uap air, kapasitas pengeringan, tekanan udara dan laju pengeringan. Keuntungan dari teknik pengeringan tersebut adalah tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya yang relatif murah. Namun, paparan terhadap cahaya matahari dan panas dapat menyebabkan penurunan nilai gizi, masalah lainnya adalah sering terjadi kontaminasi selama penjemuran yaitu berupa debu, kotoran atau serangga (Priyanto, 1988; Estiasih dan Ahmadi, 2011). Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan menurut Estiasih dan Ahmadi (2011), yaitu: 1) Luas permukaan Luas permukaan yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas menjadi lebih banyak, air lebih mudah berdifusi atau menguap dari bahan pangan sehingga kecepatan penguapan lebih cepat dan bahan lebih cepat kering. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas. Panas akan bergerak menuju pusat bahan pangan yang dikeringkan, demikian juga jarak pergerakan air dari pusat bahan ke permukaan bahan menjadi lebih pendek. 2) Suhu Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat. 3) Kecepatan pergerakan udara Semakin cepat pergerakan/sirkulasi udara, proses pengeringan akan semakin cepat. Udara yang beregerak akan lebih cepat mengambil uap air dibandingkan udara diam.

4) Kelembaban udara Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi. 5) Penguapan air Penguapan atau evaporasi merupakan proses penghilangan air dari bahan pangan yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil. Pada proses penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses pengambilan energi dari bahan menjadi dingin. Penguapan yang terjadi selama pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan pangan. 6) Lama pengeringan Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan yang diinginkan telah tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan dibandingakan dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah.

4.2.10 Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan, salah satunya adalah pada beras tiruan yang dibuat di BBPascapanen. Pengemasan memiliki fungsi dan peranan lain yaitu sebagai wadah atau tempat untuk memudahkan penyimpanan produk agar tidak berserakan dan jika akan dipindahkan atau diangkut, pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu, pengemasan berperan sebagai pelindung, dalam hal ini kemasan tidak hanya sebagai pelindung produk yang dikemas, tetapi juga merupakan pelindung bagi lingkungannya dimana produk tersebut berada. Dalam hal ini pengemasan berperan sebagai perlindungan terhadap udara air, untuk dapat mempertahankan kadar air suatu produk kemasan harus terbuat dari bahan kemas kedap air agar uap air tidak bebas keluar masuk kemasan. Beras tiruan termasuk bahan pangan kering, pada produk kering kadar airnya harus rendah untuk

menghindarkan terjadinya reaksi-reaksi kimia atau kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba (Erliza, dkk., 1987). Oleh karena itu, pengemasan yang digunakan pada beras tiruan menggunakan plastik.

4.2.11 Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu Daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan beras tiruan dalam menyerap air. Berdasarkan hasil analisis daya serap air pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo dihasilkan bahwa semakin banyak penambahan tepung Bimo maka daya serap air semakin menurun. Sedangkan hasil analisis daya serap air pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dihasilkan bahwa semakin banyak penambahan tapioka maka daya serap air semakin meningkat. Daya serap air dipengaruhi oleh komposisi pati di dalam bahan pangan (Herawati dan Widowati, 2009). Penambahan tepung Bimo yang semakin banyak dapat meningkatkan kandungan pati yang mengakibatkan daya serap air akan semakin tinggi, tetapi hasil analisis yang dilakukan tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini diduga karena ukuran dan bentuk butiran beras tiruan yang dibuat tidak seragam. Dapat dilihat pada Tabel 2 perlakuan B4 memiliki daya serap air yang paling tinggi karena adanya penambahan tapioka yang lebih banyak. Pengaruh peningkatan kandungan pati terhadap peningkatan nilai daya serap air terkait dengan peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981) menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin yang bersifat reaktif terhadap molekul air, sehingga jumlah air yang terserap ke dalam bahan pangan semakin banyak (Herawati dan Widowati, 2009). Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Penentuan kadar air pada beras tiruan dilakukan dengan cara pengeringan menggunakan oven. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Anonim, 2011e). Berdasarkan hasil analisis kadar air pada beras tiruan berkisar antara 8,106%-9,444%.

Meningkatnya rasio pati tidak mempengaruhi kadar air dari bahan baku (Herawati dan Widowati, 2009). Kadar air beras tiruan ini tergantung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan tersebut menurut Estiasih dan Ahmadi (2011) yaitu, luas permukaan, suhu udara, kecepatan pergerakkan udara, kelembaban udara, penguapan air dan lama pengeringan. Berdasarkan syarat mutu beras dalam SNI 6128:2008 maksimal kadar air beras yaitu 14%, maka kadar air beras tiruan ini dapat memenuhi syarat mutu beras karena kadar air yang dimiliki antara 8,106%-9,444%. Berdasarkan hasil analisis kadar abu pada beras tiruan berkisar antara 1,191%-1,888%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pembuatan pati melalui proses pencucian berulang-ulang dalam air menyebabkan mineral yang terkandung dalam umbi ikut terlarut dalam air cucian, selain itu sebagian mineral ikut terbuang dalam ampas pada saat ekstraksi pati, sehingga kadar abu beras tiruan dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan tapioka (Herawati dan Widowati, 2009).

4.2.12 Sifat Amilograf Sifat amilograf berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung (beras tiruan yang dibuat tepung) dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, breakdown viscosity dan setback viscosity. Sifat amilograf pati diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada proses pemanasan dengan menggunakan Brabender Amylograph. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pem- bengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati (Anonim, 2012g). Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa, amilopektin, dan keadaan media pemanasan (Anonim, 2012g). Suhu puncak gelatinisasi dikenal sebagai suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu suhu ketika granula pati mencapai suspensi pasta pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Pada suhu inilah pati akan mencapai viskositas maksimum. Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95C yang dipertahankan selama 10 menit. Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95C selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity. Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50C dengan viskositas maksimum yang telah dicapai pada saat pemanasan (Baah, 2009 dalam Anggriawan). Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa semakin banyak penambahan tepung Bimo dan tepung tapioka pada beras tiruan maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keberadaan protein dan lemak (Kibar et al., 2009; Quin et al., 1980 dalam Anggriawan). Berdasarkan hasil analisis pada perlakuan A2 dan A4 (Tabel 3) diperoleh hasil viskositas puncak, sedangkan perlakuan lainnya tidak terdapat hasil viskositas puncak. Hal ini disebabkan karena jika jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak akan mencapai kondisi optimum (Asfiyah, 1997 dalam Anggriawan). Nilai setback viscosity pada beras tiruan berkisar 50 BU-190 BU, dengan penambahan tepung Bimo dan tapioka yang semakin banyak maka nilai setback

viscosity akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena bila jumlah amilosa tinggi maka nilai setback akan semakin meningkat, karena ketika pasta mendingin molekul-molekul amilosa akan bersatu kembali (Winarno, 2008).

4.2.13 Uji Warna Metode pengukuran warna pada beras tiruan dilakukan secara objektif yaitu menggunakan chromameter. Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Skema pengukuran dari chromameter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral, lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim, 2012f). Data hasil pengukuran berupa L, a dan b. Hunter Lab atau nilai tristimulus XYZ diolah melalui pengolah data. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009 dalam Anonim, 2012f). Diagram warna L*a*b* dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai-nilai pengukuran pada sistem Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE (Komisi Iluminasi Internasional) (Anonim, 2012f). Hue/warna kromatik/rona (merah, hijau dll) merupakan warna dari suatu benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya. Chroma (kekuatan) yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat dengan warna yang lemah (Anonim, 2012f). Nilai C (Chroma) merupakan nilai

yang diperoleh dari rumus C =

. Semakin tinggi nilai chroma

menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Nilai HUE atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Pada beras tiruan warna visual yang terlihat adalah warna kuning muda. Nilai HUE diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b dengan nilai a (Kusumawati, 2008).

Gambar 9

Diagram warna L*a*b*

Berdasarkan analisis uji warna pada beras tiruan diperoleh bahwa pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo yang semakin banyak maka nilai chroma pada beras kedelai semakin tinggi yaitu berkisar antara 17,93-19,33 dan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka yang semakin banyak maka nilai chroma yang diperoleh juga semakin tinggi yaitu berkisar antara 14,57-18,24. Hal ini menunjukkan bahwa beras tiruan dengan penambahan tepung Bimo dan tapioka yang lebih banyak akan menghasilkan intensitas warna kuning yang semakin kuat. Pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo sebanyak 60 gram memiliki nilai Hue tertinggi yaitu 88,40 dan nilai Hue terendah diperoleh pada penambahan tepung Bimo sebanyak 40 gram yaitu 88,04. Sedangkan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka, pada penambahan tapioka sebanyak 50 gram memiliki nilai Hue tertinggi yaitu 89,79 dan nilai Hue terendah diperoleh pada penambahan tapioka sebanyak 70 gram yaitu -87,66. Nilai Hue yang tinggi menunjukkan
dominasi warna kuning semakin meningkat dan nilai Hue yang rendah menunjukkan dominasi warna kuning semakin menurun (Kusumawati, 2008).

V
5.1 Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada pengolahan beras tiruan yang dibuat di BB-Pascapanen terdiri dari dua jenis yaitu beras dengan bahan baku kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan jenis yang lainnya dengan penambahan tepung Bimo. Bahan tambahan lain yang digunakan pada beras tiruan adalah air. Proses pengolahan pada kedua jenis beras tiruan ini melalui tahapan yang sama yaitu, persiapan bahan, perendaman kacang kedelai, perebusan, pengupasan kulit kacang kedelai, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai, pencampuran, granulasi atau pembentukan butiran, dan pengeringan. Ukuran dan bentuk butiran beras tiruan yang dihasilkan kurang seragam.

5.2 Saran Nasi hasil pemasakan beras tiruan dengan menggunakan rice cooker bersifat lengket. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu pengkajian atau penelitian lanjut tentang teknologi pembuatan beras tiruan melalui proses pengolahan dan peralatan yang sesuai sehingga mengubah sifat fungsionalnya sedemikian rupa agar beras tiruan memiliki bentuk seperti butiran beras.

DAFTAR PUSTAKA

Asfiyah. 1997. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R. Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012). Anonim. 2011a. Nilai Gizi dari Kacang Kedelai. Http://susukedelai.wordpress.com/2007/09/26. (Diakses 18 Desember 2011). Anonim. 2011b. Tepung Tapioka, Manfaatnya, dan Cara Pembuatannya. Http://www.scribd.com/doc. (Diakses, 20 Desember 2011). Anonim. 2011c. Mencampur Bahan Pangan Basah dan Semi Basah. Http://mantambakberas.com//pdf. (Diakses 30 Desember 2011). Anonim. 2011d. Granulasi Http://pharmacistmuslim.blogspot.com/2010/01.html. Desember 2011). Kering. (Diakses 30

Anonim. 2011e. Air dalam Bahan Pangan. Http://repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter%20II.pdf. (Diakses 30 Desember 2011). Anonim. 2012f. Sifat Optik Bahan Pertanian. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012). Anonim. 2012g. Karakteristik Granula Pati dari Berbagai Macam Sumber Pati. http://blog.ub.ac.id/nittaaa/2011/04/10/karateristik-granula-pati-dariberbagai-macam-sumber-pati/. (Diakses 11 April 2012). Baah. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R. Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012). Deptan. 2011a. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Http://www.litbang.deptan.go.id.ManfaatSingkong.pdf . (Diakses 29 Desember 2011). Deptan. 2011b. Tepung Kasava BIMO, Bukti BB-Pascapanen Dukung Program Kemandirian Tepung Nasional. Http://www.litbang.deptan.go.id. (Diakses 18 Desember 2011). Deptan. 2011c. Tepung Kasava BIMO Kian Prospektif. Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/berita/Misgiyarta.pdf. (Diakses 20 Desember 2011). Early, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya, Bogor.

Erliza, Nabil, M., Nasution, M.Z., dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Estiasih, T. dan Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. Harper. 1981. Dalam Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar (Ipomea batatas). Vol 5:37-44, Herawati, H. dan S. Widowati. Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23 September 2011). Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar (Ipomea batatas). Vol 5:37-44. Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23 September 2011). Kibar et al. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R. Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012). Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Kusumawati, R, P. 2008. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L). Http://www.scribd.com/doc/Pengukuran-Warna-dengan-Chromameter. (Diakses 4 Januari 2012). Lo et al. 1970. Dalam Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu, Koswara, S. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Misgiarta. 2010. Alternatif Pengganti Terigu. Http://bangkittani.com/litbangBBPascapanen. (Diakses 18 Desember 2011). Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta, Bandung. Priyanto, G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Quin et al., 1980. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R. Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012). Santoso, H.B. 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai Bahan Makanan Bergizi Tinggi. Konisius, Yogyakarta.

Suyatma. 2009. Dalam Sifat Optik Bahan Pertanian, Anonim, 2012f. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012). Suliantari dan Rahayu, W.P. 1990. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Bijibijian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Warintek. 2011. Pengolahan Pangan Tepung Tapioka. Http://www.iptek.net.id/ind/warintek. (Diakses 18 Desember 2011). Wikipedia. 2011a. Kedelai. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 Desember 2011). Wikipedia. 2011b. Oncom. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 November 2011). Winarno, F.G. 2002. Tahu Cina Tradisional. M-BRIO Press, Bogor. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-BRIO Press, Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Struktur Organisasi BB-Pascapanen (Sumber: Surat Keputusan Menteri Pertanian No.632/Kpts/OT.140/12/2003). KEPALA

BAGIAN TATA USAHA

Subbagian Kepegawaian

Subbagian Perlengkapan

Subbagian Rumah Tangga & Keuangan

BIDANG PROGRAM DAN EVALUASI

BIDANG KERJASAMA DAN PENDAYAGUNAAN HASIL PENELITIAN

Seksi Program

Seksi Evaluasi

Seksi Kerjasama Penelitian

Seksi Pendayagunan Hasil Penelitian

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Lampiran 2

Produk Beras Tiruan (Artificial Rice)

1. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung kasava Bimo

2. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung kasava Bimo

3. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung kasava Bimo

4. 100gram Kacang kedelai+70gram Tepung kasava Bimo

5. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung Tapioka

6. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung Tapioka

7. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung Tapioka

8. 100gram kacang kedelai+40gram tepung kasava Bimo

Lampiran 3

Produk Beras Tiruan Setelah Dimasak

Lampiran 4

Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen

a. Laboratorim Kimia di BB-Pascapanen

b. Bangsal di BB-Pascapanen

Lampiran 5

Alat-alat Analisa

a. Amilography

b. Tanur

c. Desikator

d. Chromameter

You might also like