You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas. Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 SM dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajibankewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.(1) World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 mengeluarkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional. (1) Selain Kode Etik Profesi, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis. (1) Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. (1)

BAB II LAPORAN KASUS


Skenario 1. Ny. S, 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak dapat buang air kecil. Setipa kali ingin bak, perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada daerah kolon yang mendesak vesika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan bak. Dokter mengan-jurkan untuk dilakukan tindakan bedah pengangkatan tumor mengingat tumornya belum seberapa besar. Ny.S dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed consent. Skenario 2. Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada saat itu dan kondisi pasien yang melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi kolon dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn. Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S, merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang tidak tertahankan. Ny. S akhirnya mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan mamilih tinggal dirumah bersama keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan lama lagi. Skenario 3. Sikap Ny. S, yang menolak semua terapi dari dokter, berdampak pada kondisi fisiknya yang semakin kurus. Atas saran teman-temannya dan juga desakan dari keluarga, Ny.S lalu mencoba berobat ke pengobatan alternative. Ramuan jamu dari pengobatan alternative, ternyata tidak memberikan perbaikan pada kondisi kesehatannya. Kondisi ny. S semakin parah dan sekarang malah sering merasakan sakit yang luar biasa yang hampir tidak tertahankan. Melihat keadaan Ny. S suaminya lalu minta bantuan dokter didekat rumah nya untuk mengatasi rasa sakitnya. Dokter lalu memberikan suntikan morfin, akibat suntikan morfin itu, Ny.S tertidur dan kelihatannya rasa sakitnya bisa diredakan. Namun setelah efek morfin itu hilang, Ny.S tampak kesakitan kembali sehingga dokter terpaksa harus memberikan suntikan morfin beberapa kali dengan dosis yang semakin bertambah. Pada akhirnya nyawa Ny.S tidak dapat dipertahankan, ia akhirnya meninggal.

BAB III PEMBAHASAN


Identitas Pasien Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan Usia Alamat Skenario 1 Tindakan yang dilakukan oleh dokter terhadap Ny.S sudah tepat karena sesuai dengan standar medis. Berdasarkan hukum kedokteran, tujuan tindakan medis yang utama, yaitu menegakkan diagnosis berupa ditemukan adanya tumor pada daerah kolon yang mendesak vesika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan bak dan merencanakan serta melaksanakan terapi yaitu berupa menganjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pengangkatan tumor. Untuk menegakkan diagnosis, dokter harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh serta harus teliti, agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis berupa underdiagnosis atau overdiagnosis dan misdiagnosis. Diagnosis yang tepat sangat berpengaruh pada rencana dan tindakan terapi yang akan dilakukan. Sikap dokter yang menganjurkan untuk dilakukan pembedahan pengangkatan tumor, menunjukan bahwa dokter memegang prinsip menghormati otonomi pasien dimana pasien berhak untuk memilih dan menolak terapi yang akan dilakukan oleh dokter. Syarat legal dilakukannya tindakan medis harus mencakup tiga hal : 1. Izin pasien berupa informed consent. Materi yang terdapat dalam informed consent mencakup prosedur tindakan medis berupa alat-alat yang diperlukan, bagian tubuh yang terkena, kemungkinan nyeri yang timbul, dan kemungkinan terjadinya perluasan operasi : 35 tahun :-

(setelah operasi baru diberitahukan kepada pasien dan keluarganya), risiko yang mungkin terjadi, manfaat tindakan, alternatif tindakan, prognosis bila tidak dilakukan operasi ini, perkiraan biaya dan tujuan tindakan medis. Dasar hukum Informed Consent: a. Undang-undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran : Informed consent adalah persetujuan pasien untuk menjalani tindakan medis setelah dia memahami rencana tindakan tersebut. b. PERMENKES 585/ 89 : Persetujuan bisa secara lisan/ tertulis. Setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang tindakan dan faktor risikonya. Kegunaan informed consent : 1. Sebagai bukti tertulis persetujuan tindakan medis 2. Memacu ketelitian dan kehati-hatian dokter 3. Meningkatkan pengambilan keputusan yang rasional 4. Menghindari penipuan dan pemerasan 5. Dokter terhindar secara hukum dari kegagalan yang bukan kelalaian Setiap tindakan invasif harus ada informed consent tertulis dan pasien harus sudah memahami risiko dan efek samping. Dokter perlu menjelaskan secara singkat dan jelas serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien mengenai semua perincian terapi, mulai dari pre-operasi sampai post-operasi. Hal ini telah disebutkan dalam PERMENKES 585 pasal 6 bahwa informasi harus diberikan oleh dokter yang melakukan operasi. Yang dapat memberikan persetujuan informed consent : 1. Persetujuan oleh pasien dewasa yang sehat mental, minimal 21 tahun atau telah menikah. 2. 3. 4. Jika pasien tidak sehat secara mental dapat diwakilkan oleh wali. Keluarga terdekat apabila pasien belum 21 tahun. Jika dokter melakukan tindakan medis invasif tanpa informed consent maka dianggap menganiaya.

2. Alasan menurut ilmu kedokteran : Indikasi medis. (dalam hal ini ditemukan tumor yang menekan Vesika Urinaria sehingga mengakibatkan kesulitan bak, yang merupakan indikasi dilakukannya pengangkatan tumor melalui pembedahan) 3. Cara yang baku/ standar menurut ilmu kedokteran : Standar medis. Tindakan medis harus didasari prinsip moral : a. Otonomi b. Beneficence c. Non-maleficience d. Justifikasi Skenario 2 Pro dan kontra terhadap tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter : PRO KONTRA melakukan kesalahan pasien adanya dalam atau tumor

1. Tindakan dokter yang melakukan reseksi 1. Dokter kolon dan mengangkat ovarium kiri pasien dapat dibenarkan apabila di informed consent telah diinformasikan mengenai tindakan lain yang mungkin akan

mendiagnosis underdiagnosis

penyakit berupa

primer yang telah bermetastasis dan tidak terdiagnosis oleh dokter. tanpa

diperlukan sewaktu-waktu. Reseksi kolon 2. Dokter mengangkat ovarium kiri dan pengangkatan ovarium dapat

persetujuan dari pasien dimana mengingat usia pasien masih produktif. Ini akan berpengaruh besar terhadap kemampuan reproduksi. Dokter dianggap melanggar prinsip otonomi pasien.

dimasukkan ke dalam perluasan operasi.

kemungkinan

Pasal 7 Permenkes RI No 585: Informasi juga harus diberikan jika ada

kemungkinan perluasan operasi. Perluasan 3. Dokter seharusnya meminta izin kepada yangtidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa keluarga pasien atau berkonsultasi dahulu dengan dokter obgyn yang ahli.

pasien. Setelah perluasan operasi tersebut 4. Dokter ini mungkin berkompetensi untuk dilakukan, dokter harus memberikan mengangkat ovarium kiri, tapi tidak berwenang untuk melakukannya karena itu merupakan kompetensi dokter obgyn. informasi kepada pasien nya

2. Dengan melihat kondisi pasien yang 5. Berdasarkan standar operasional medis tampak melemah, dokter segera dokter dianggap melanggar karena tidak melakukan biopsi terlebih dahulu untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk

memutuskan untuk melakukan reseksi kolon dan mengangkat ovarium tanpa konsultasi dengan dokter obgyn, hal ini menunjukan bahwa dokter melaksanakan prinsip beneficence (untuk kepentingan pasien), dimana jika tindakan tersebut tidak dilakukan segera, dikhawatirkan akan memperburuk keadaan pasien.

mengetahui stadium Ca.

Dikatakan bahwa akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S, merasakan penderitaan yang luar biasa sehingga Ny.S mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan mamilih tinggal dirumah bersama keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan lama lagi. PRO Ny.S KONTRA Ny.S

1. Pengobatan dengan kemoterapi selain sakit 1. Ny. S masih muda (35 tahun), seharusnya juga mengeluarkan biaya yang besar dan tidak berputus asa, lagipula setelah operasi hasilnya pun belum tentu dapat sembuh. dilakukan kondisi pasien tampak membaik.

2. Menolak semua pengobatan adalah hak 2. Hidup dan mati, sakit dan sembuh adalah Ny.S. Tuhan yang menentukan, manusia harus berusaha. 3. Menolak segala macam pengobatan

termasuk bunuh diri secara tidak langsung. Peran dokter dalam menghadap Ny.S yang menolak semua terapi : 1. Dokter tidak dapat memaksa pasien untuk melakukan terapi karena menolak terapi adalah hak pasien dan dokter harus menghormatinya. 2. Menjelaskan tujuan dilakukan terapi atau pengobatan. 3. Menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi apabila tidak dilakukan terapi.

4. Dokter harus memikirkan kemungkinan bahwa pasien akan mencari pengobatan lain (terapi alternatif) sehingga dokter harus menjelaskan perbedaan pengobatan alternatif dan terapi medis serta efek yang mungkin akan terjadi dari pengobatan alternatif yang tidak benar atau sembarangan. Pandangan agama tentang hal yang harus dilakukan dalam menghadapi sakit penyakit: 1. ISLAM Islam memerintahkan seluruh umatnya untuk melakukan pengobatan, dan sebaliknya melarang mereka bersikap pasrah dengan kondisi negatif tanpa melakukan tindakan usaha apapun. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan perawi lain disebutkan bahwa Rasululluah bersabda bahwa setiap penyakit memiliki penawar. Jika obat penawar itu sudah dikonsumsi, maka penyakitnya akan sembuh dengan izin Allah. Dalam hadits tersebut juga dijelaskan prinsip-prinsip dalam pengobatan, yakni menentukan jenis obat dengan cermat terlebih dahulu, memahami betul jenis obat tersebut dengan mengkonsultasikan kepada ahlinya (dokter spesialis). Menurut ajaran Islam, ada beberapa hal yang harus dilakukan orang yang sakit, yaitu antara lain: - Orang sakit harus bersabar dan jangan banyak berkeluh kesah - Memperbanyak permohonan kepada Tuhan - Berusaha berobat dengan sikap tawakal kepada Allah 2. KRISTEN Memandang manusia bukan sebagai objek / materi Tidak hanya penyembuhan etiologi medis Diberikan pengobatan agar pasien merasa lebih nyaman

3. KHATOLIK Meskipun nyatanya kematian sudah dekat, perawatan yang biasanya diberikan kepada orang sakit, tidak boleh dihentikan. Memakai cara untuk mengurangkan rasa sakit, untuk meringankan penderitaan orang yang sakit parah, malahan dengan bahaya memperpendek

kehidupannya, secara moral dapat dipandang sesuai dengan martabat manusia, kalau kematian tidak dikehendaki sebagai tujuan atau sebagai sarana, tetapi hanya diterima dan ditolerir sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Perawatan orang yang menghadapi ajalnya adalah satu bentuk cinta kasih tanpa pamrih yang patut dicontoh. Karena alasan ini, perawatan harus digalakkan. 4. HINDU Kalau sakit, hendaklah diusahakan pengobatannya. Laksanakanlah dharma itu sebab dharma itulah yang akan melindungi dari bahaya. Pasien, pakar pengobatan dan keluarga pasien hendaknya sabar dan mengusahakan penyembuhannya. Pasien hendaknya berdoa (sembahyang). Memandang sakitnya bukan kutukan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa), tetapi ada hubungannya dengan hukum karma. Dokter serta petugas kesehatan hendaknya berusaha melaksanakan tugas

kewajibannya dengan memberikan bantuan pengobatan serta perawatan dengan sabar. 5. BUDDHA Setiap orang boleh berusaha untuk sembuh, untuk mengurangi penderitaannya, itu adalah hak sebagai manusia. Cara menolong Skenario 3 PERMENKES RI No 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang batasan terapi alternatif : Terapi alternatif merupakan terapi non-konvensional untuk meningkatkan kesehatan pasien yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan harus dilandasi pengetahuan Berusaha mengurangi/meringankan penderitaan makhluk lain Anjurkan agar rela menerima segala yang datang, namun tetap optimis Tidak memberikan beban tambahan Mencegah lebih baik dari menyembuhkan

biomedik. Individu yang menjalankan usaha terapi altrernatif seyogyanya memiliki izin dari pemerintah untuk menjalankan praktik di bidang kesehatan. Pro dan kontra tentang pengobatan alternatif :
Pro Pengobatan alternatif 1. Pada umumnya biaya untuk terapi alternatif lebih murah. 2. Efek samping lebih sedikit. 3. Pada umumnya tidak invasif. 4. Menggunakan bahan alamiah. 5. Tujuan : meningkatkan derajat kesehatan. Kontra Pengobatan alternatif 1. Tidak ada pembuktian atau tidak berdasarkan evidence based. 2. Belum diakui secara medis 3. Tidak jelas bahan-bahan yang digunakan dalam pengobatan alternatif. 4. Tidak melaporkan praktek kepada dinas kesehatan sehingga tidak memiliki surat ijin 5. Membuka peluang untuk penipuan.

Pandangan bioetika tentang pengobatan alternatif : 1. Menghormati otonomi 2. Melindungi agar pasien tidak dirugikan 3. Harus hati-hati dan teliti dalam memilih terapi alternatif 4. Harus didasarkan atas evidence based Pandangan Agama tentang Terapi Alternatif 1. Agama Islam : Diperbolehkan selama tidak melanggar syariat Islam, pengobatan berdasarkan dengan dalil-dalil yang kuat, dan tidak tercampur dengan kesyirikan. Contohnya pengobatan herbal yang halal dan tidak merusak tubuh. 2. Agama Kristen : Tidak menolak dan tidak menelan mentah-mentah dan perlu memahami konsep dibalik praktik penyembuhan alternatif tersebut berdasarkan kebenaran. 3. Agama Hindu : Diperbolehkan, salah satunya ayuverda. Dalam hindu, terjadinya sakit karena ketidakseimbangan antara kapha, pitta, vantha, sedangkan ayuverda

menyeimbangkan 3 unsur tersebut. 4. Agama Buddha : Tidak masalah selama tidak melanggar sila dan dhamma serta dilakukan secara sadar dan sukarela.

Pro dan Kontra atas tindakan dokter dengan memberikan suntikan morfin pada pasien
Pro 1. Bioetika : Tidak bertentangan dimana morfin dengan tujuan adalah prinsip dokter untuk 1. Apakah dokter Kontra ini berkompeten untuk

memberikan suntikan morfin kepada pasien. 2. Merupakan suatu pasif eutanasia yaitu pasien dibiarkan meninggal secara natural, dan morfin hanya diberikan untuk menunggu sampai pasien meninggal.

beneficence menyuntikan

meringankan rasa sakit yang diderita oleh pasien. 2. Penyakit Ny.S adalah stadium terminal, sehingga pengobatan yang dapat diberikan hanyalah pengobatan yang bersifat

simptomatik, dalam hal ini adalah dengan memberikan suntikan morfin untuk

menghilangkan rasa sakit pasien.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA TERAPI ALTERNATIF Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine

(NCCAM) Pengobatan alternative dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yang kadangkala satu jenis pengobatan bisa mencakup beberapa kategori5) : 1. Alternative Medical System/ Healing System non medis Terdiri dari Homeopathy, Naturopathy, Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine (selanjutnya disingkat TCM). 2. Mind Body Intervention Terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif, Visualisasi Kreatif, Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP), Brain Gym, dan Bach Flower Remedy. 3. Terapi Biologis Terdiri dari Terapi Herbal, Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus, Makrobiotik, Terapi Urine, Colon Hydrotherapy. 4. Manipulasi Anggota Tubuh Terdiri atas Pijat/Massage, Aromatherapy, Hydrotherapy, Pilates, Chiropractic, Yoga, Terapi Craniosacral, Teknik Buteyko. 5. Terapi Energi Terdiri dari Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi, Reiki, dan Prana healing. PERSETUJUAN DAN PENOLAKAN TERHADAP TINDAKAN MEDIS Tindakan Medis telah ditetapkan bahwa dalam keadaan tidak darurat, seorang dokter harus meminta persetujuan pasien terhadap terapi sebelum terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang persetujuan pasien; teori tradisional berdasarkan hukum penganiayaan dan teori baru yang berdasarkan hukum kelalaian. Dalam beberapa wilayah hukum, kurangnya persetujuan medis dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun tidak terjadinya suatu kelalaian. Hukum melindungi hak seseorang untuk mengambil keputusan menerima

atau menolak terapi, terlepas dari bijaksana atau tidaknya keputusan tersebut. Prinsip dasar dalam hukum kita adalah setiap orang memiliki hak untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan dokter pasien dikenal sebagai fiduciary relationship yang berarti hubungan yang berlandaskan kepercayaan. INFORMED CONSENT Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien. Suatu informed consent harus meliputi : 1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya 2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya 3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati 4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

HAL HAL YANG DIINFORMASIKAN Hasil Pemeriksaan Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien. Risiko Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien. Alternatif Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul. Rujukan/ konsultasi Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

Prognosis Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.

You might also like