You are on page 1of 43

FARMAKOTERAPI (FP 5007)

GLAUKOMA

Disusun oleh: Ahmad Fauzan Christian Febriana Purba Fransiska Christela Mae Lutfiyah Nelly Resti Fauziah Sari Fajrina Tumiur Gultom Wiwi Rahayu

SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012

Glaukoma
I. Definisi

Glaukoma adalah gangguan okular yang ditandai dengan perubahan pada pusat saraf optik (lempeng optik) dan kehilangan sensitivitas visual dan jarak pandang. (ISO Farmakoterapi) Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan. (Sidarta Ilyas) Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya kerusakan pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan, dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan derajat bervariasi), dan bahkan sampai kebutaan. (J. Douglas Wurtzbacher) Glaukoma adalah kelompok dari penyakit mata yang mengakibatkan neuropati optik dikarakterisasi dengan perubahan pada ujung saraf optik (lempeng optik) yang diasosiasikan dengan kehilangan sensitivitas dan lapangan pandang atau visual. (Pharmacoterapy: A Pathophysiologic Approach)

II. Prevalensi

Prevalensi glaukoma Indonesia sebesar 0,4 %, masih berada di bawah Jamaika (1,4 %), Inggris (0,64 %) dan Swedia (0,86 %). Survey pada tahun 2002 menempatkan glaukoma menjadi urutan kedua penyebab kebutaan di seluruh dunia setelah katarak (WHO). Sekitar 40% dari penderita glaukoma di Indonesia mengalami kebutaan. Penyakit ini menjadi penyebab ketiga terjadinya kebutaan di Indonesia dan penyebab kebutaan nomor dua di seluruh dunia dengan jumlah penderita diperkirakan mencapai 50 juta orang. Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma dengan hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan dan hampir 70.000 benar-benar buta yang mengakibatkan penderita kebutaan bertambah 5500 orang tiap tahun (Sidarta Ilyas). Insidensi 1,8% pada usia lebih dari 40 tahun Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang tanpa gejala yang nyata. Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut.

Keterangan : Glaukoma Primer : glaukoma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain ataupun karena cacat ketika dilahirkan. Glaukoma Sekunder : glaukoma yang disebabkan oleh penyakit lain. Contoh: Pupillary block : kondisi adanya hambatan aliran aqueous humor normal dari bilik posterior ke bilik anterior melalui pupil. Congenital glaucoma : glaukoma yang terjadi pada bayi baru lahir akibat kelainan dalam pengembangan bilik mata bagian depan yang menghambat aliran aqueous humor tanpa adanya anomali secara sistemik.

III. Patofisiologi Mata dibasahi oleh suatu cairan intraokular (aqueous humor) yang diatur oleh suatu sistem irigasi untuk menjaga fungsi normal/ kesehatan mata. Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitelprosesus ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler meshwork dan kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) Aqueous Humor di bilik mata depan. Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati.Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (SunaryoJoko Waluyo, 2009) Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu: 1. Jumlah produksi aqueous oleh badan siliar 2. Tahanan aliran aqueous humor yang melalui system trabekular meshwork-kanalis Schlem 3. Level dari tekanan vena episklera Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran aqueous humor

Aqueous humor dibentuk oleh proseus siliaris, dimana masing-masing proseus ini disusun oleh epitel lapis ganda, dihasilkan 2-2,5L/menit, mengalir dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan keluar melalui system vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, juxta kanalikuler, kanal Schlemn dan selanjutnya

melalui saluran pengumpul (Collector channel). Aliran aqueous humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra khoroid. Untuk selanjtnya akan kleuar melalui sclera yang intak atau saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga dengan jalur uveosklera (10-15%).

Tekanan bola mata yang umum dianggap norma adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus peningkatan tekanan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran aqueous humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaucoma termasuk riwayat keluarga, umur, sex, ras, genetic, variasi diurnal, olahraga dan obat-obatan. Proses kerusakan papil saraf optik (Cupping) akibat tekanan intraokuli yang tinggi atau gangguan vaskuler ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari yang ringan sampai berat. Glaucomatous optic neuropati adalah tanda dari semua bentuk glaucoma. Cupping glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan sel glia. Perkembangan glaucomatous optic neuropati merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik intrinsic maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap perkembangan glaucomatous optic neuropati.

Aqueous Humor adalah: The fluid produced in the eye and filling the spaces (anterior and posterior) in front of the lens and its attachments. (Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers) The clear, watery fluid circulating in the chamber of the eye between the cornea and the lens. (The American Heritage - Medical Dictionary) A transparent liquid, contained within the eye, that is composed of water, sugars, vitamins, proteins, and other nutrients. (Gale Encyclopedia of Medicine) Fungsi Aqueous Humor: 1. Memelihara tekanan intraokular (TIO) dan mempertahankan bentuk bola mata. 2. Menyediakan nutrisi untuk keperluan metabolisme jaringan okular yang tidak

tervaskularisasi, seperti kornea posterior, jaringan trabekular, lensa, dll. 3. Membuang produk sisa metabolisme 4. Mentransportasikan askorbat sebagai antioksidan 5. Mentransportasikan imunoglobulin

Sistem Irigasi Aqueous Humor Diproduksi oleh epitel badan silia (kelenjar di belakang iris) masuk ke bilik posterior melewati bagian antara iris dan lensa masuk ke pupil bilik anterior jaringan trabekular meshwork filtrasi melalui kanal Schlemm masuk ke peredaran darah. Keterangan : kanal Schlemm membentuk sudut antara iris dan kornea laju alir (produksi) normal : 2-2,5 L/menit Volume normal : 125 L laju clearance normal : 1-4 L/ menit/ mmHg Tekanan intraokular normal: 10-21 mmHg

Peningkatan Tekanan Intraokular (TIO) Terjadi ketika jumlah aliran aqueous humor yang masuk dan yang keluar tidak seimbang Aliran aqueous humor yang masuk ditingkatkan oleh: Senyawa -adrenergik Dan diturunkan oleh: Penghambat 2-, -, dan -adrenergik

Penghambat dopamin Penghambat karbonik anhidrase Aliran aqueosu humor yang keluar ditingkatkan oleh: Senyawa kolinergik, yang menyebakan kontraksi otot siliari

a. Patofisiologi Glaukoma Secara Keseluruhan Glaukoma berkaitan dengan adanya gangguan pada tekanan intraokular (TIO). Tekanan ini berkaitan dengan aliran cairan mata (aqueous humor). Gangguan pada aliran dapat disebabkan oleh : 1. produksi cairan mata yang berlebih 2. adanya sumbatan pada tempat keluarnya cairan mata, yaitu trabecular meshwork, sudut yang terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup.

Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di dalam bola matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini diperkirakan adanya hubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervous opticus mata. Meski glaukoma lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja. Risiko untuk menderita glaukoma diantaranya adalah riwayat penyakit glaukoma di dalam keluarga (faktor keturunan), suku bangsa, diabetes, migrain, tidak bisa melihat jauh (penderita myopia), luka mata, tekanan darah, penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid). Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular. Mekanisme kerja utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran

cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenarasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea.

b. Patofisiologi dari Open-Angle Glaucoma Tidak memiliki gejala pada awal terjadi (asimptomatik) sampai terjadi kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen. Disebut sudut terbuka karena aqueous humor mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yang berdekatan. Dulu : peningkatan tekanan intraokuler (TIO) glaukoma sudut terbuka. Saat ini : 1. Peningkatan kerentanan dari saraf optik menjadi iskemia, 2. Aliran darah berkurang atau disregulasi, 3. Eksitotoksisitas, 4. Reaksi autoimun, 5. Proses fisiologis normal diduga satu-satunya penyebab kerusakan

Dua penyebab spesifik dari neuropati optik glaukoma saat ini belum diketahui. Sebelumnya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dianggap menjadi satu-satunya penyebab kerusakan, namun saat ini diakui bahwa TIO hanya salah satu dari banyak faktor yang terkait dengan pengembangan dan perkembangan glaukoma. Peningkatan kerentanan optik saraf ke iskemia, aliran darah berkurang atau disregulasi, eksitotoksik, reaksi autoimun, dan proses fisiologis normal kemungkinan merupakan fakor penyebab tambahan. Hasil akhir dari proses apoptosis sel-sel ganglion retina diyakini menghasilkan degenerasi aksonal dan diakhiri dengan hilangnya penglihatan secara permanen. Hal yang cukup menarik, tampaknya ada cukup banyak kesamaan antara kematian sel saraf oleh apoptosis pada penyakit Alzheimer dan glaukoma. Memang glaukoma sudut terbuka dapat mewakili sejumlah penyakit yang berbeda atau kondisi

yang hanya mewujudkan gejala yang sama. Kerentanan terhadap hilangnya penglihatan pada TIO bervariasi jauh, dimana beberapa pasien tidak menunjukkan kerusakan pada TIO yang tinggi, sedangkan pasien lainnya mengalami kehilangan penglihatan yang progresif meskipun TIO dalam batas normal (normal-normal ketegangan glaukoma). Nilai TIO yang buruk merupakan salah satu cara prediksi pada pasien yang memiliki penglihatan yang buruk, resiko kerugian bidang penglihatan jelas meningkat dengan peningkatan TIO dalam jangkauan apapun. Bahkan studi terbaru menunjukkan bahwa menurunkan TIO, baik dengan pretreatment TIO dapat mengurangi resiko perkembangan glaukoma atau bahkan dapat mencegah timbulnya glaukoma awal pada pasien penyakit mata dengan hipertensi. Mekanisme pada TIO tingkat tertentu meningkatkan kerentanan mata terhadap kerusakan saraf yang masih kontroversial. Beberapa mekanisme memungkinkan untuk dilakukannya operasi data spektrum kombinasi untuk menghasilkan kematian sel ganglion retina dan akson mereka pada glaukoma. Tekanan sensitif astrosit dan sel-sel lainnya dalam disk optic yang mendukung matriks dapat menghasilkan perubahan dan remodeling disk, mengakibatkan kematian aksonal. Teori vasogenik menunjukkan bahwa kerusakan saraf mata merupakan hasil dari aliran darah yang tidak cukup untuk retina sekunder dengan tekanan perfusi yang diperlukan dalam mata, disregulasi perfusi, atau kelainan dinding pembuluh, dan hasil dalam degenerasi serat aksonal retina. Teori lain menunjukkan bahwa TIO dapat mengganggu aliran axoplasmal pada disk optik. Saat ini, glaukoma terfokus pada mekanisme apoptosis sel ganglion retina dan peranan kelebihan glutamat serta oksida nitrat yang ditemukan pada pasien glaukoma telah memperluas fokus penelitian terapi obat untuk mengevaluasi agen yang bertindak sebagai neuroprotektan. Agen tersebut mungkin sangat berguna pada pasien dengan tekanan normal glaukoma, diantaranya tekanan faktor independen yang memiliki peran relatif besar dalam perkembangan penyakit. Agen ini akan menargetkan faktor resiko dan mekanisme patofisiologi yang mendasari penyakit selain TIO.

c. Patofisiologi closed-angle glaucoma Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat aqueous humor mengalir ke saluran schlemm.

Peningkatan Tekanan intraokular terjadi ketika iris secara mekanik menghambat jaringan trabekular Pasien biasanya mengalami simptom prodromal intermittent (seperti pandangan kabur dengan halos sekitar cahaya, dan biasanya sakit kepala) Peningkatan TIO > 40 mmHg, kerusakan syaraf mata Jika TIO > 60 mmHg, kehilangan penglihatan (kebutaan), dalam hitungan jam s/d hari. Dapat disebabkan oleh: Turunan genetik (anterior chamber sempit) Sumbatan pada pupil iris dan lensa bergesekan sumbatan aliran aqueous dari pupil ke ruang anterior pergeseran iris, yang memblok trabecular meshwork Abnormalitas (Plateau iris) pergeseran iris Closed-angle glaucoma (CAG) terjadi karena penyumbatan pada trabecular meshwork oleh iris perifer. Penyumbatan ini dapat terjadi secara sebagian atau pun menyeluruh, di mana terjadi secara berselang, sehingga tekanan intraocular (TIO) terjadi perubahan tajam antara tekanan normal (tanpa gejala), dan tekanan tinggi (dengan gejala akut CAG). Tekanan intraokular akan normal pada serangan CAG, kecuali pada penderita open-angle glaukoma (POAG) dan closedangle glaukoma secara beriringan atau sumbatan stabil (irreversible) yang semakin besar seiring dengan waktu pada mata narrow-angle. Penderita closed-angle glaucoma, disebabkan oleh turunan genetik yang mempunyai ruangan anterior yang dangkal, yang menyebabkan terjadinya sudut sempit antara kornea dan iris atau tegangan kontak antara iris dan lensa (sumbatan pada pupil). Pengujian lain melibatkan peningkatan tekanan intraokular yang diinduksi oleh angle-closure, yang menghasilkan sudut sempit melalui midriasis (tes midriasis). Closed-angle glaucoma, dibagi menjadi 2 bagian yaitu closed-angle glaucoma dengan sumbatan pada pupil dan tanpa sumbatan pupil. Closed-angle glaucoma dengan sumbatan pada pupil terjadi akibat iris dan lensa saling bergesekan, menyebabkan sumbatan pada aliran

aqueous dari pupil ke ruang anterior, sehingga terjadi pergeseran iris, yang memblok trabecular meshwork. Pada umumnya terjadi pada saat pupil mengalami mid dilatasi. Posisi mid dilatasi ini adalah gabungan penyumbatan pupil dan relaksasi iris, sehingga menyebabkan pergeseran iris. Pendekatan sudut terjadi selama miosis.

Akan tetapi, closed-angle glaucoma dapat terjadi tanpa adanya penyumbatan pupil, tetapi karena adanya abnormal yang disebut plateau iris. Siliari terdapat pada anterior, yang memajukan iris ke depan dan menyebabkan pendekatan pada trabecular meshwork, terutama pada midriasis. Midriasis yang disebabkan oleh obat antikolinergik atau obat lain dapat membentuk endapan pada kedua tipe glukoma. Sedangkan obat yang menginduksi miosis dapat menghasilkan sumbatan pupil.

IV. Etiologi a. Etiologi dari Open-Angle Glaucoma Genetik Terjadi pada usia dewasa Penyebab utama adalah: Peningkatan TIO yang mungkin disebabkan karena penurunan fungsi Trabecular meshwork Faktor lainnya adalah: Iskemia, penurunan dan ketidakteraturan aliran darah, eksitotoksisitas, reaksi autoimun, dll Pada glaukoma sudut lebar sekunder, diakibatkan oleh penyakit lain yang sistemik, inflamasi, obat, operasi, dll Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kerusakan saraf optic di POAG (Primary OpenAngle Glaucoma) terjadi pada cakupan luas dari intraokular, dan tingkat perkembangannya sangat bervariasi. Pasien mungkin menunjukkan tekanan dalam kisaran 20 sampai 30 mmHg selama bertahun-tahun sebelum penyakit penglihatan ini berkembang. Itulah sebabnya glaukoma sudut terbuka sering disebut sebagai pencuri penglihatan. Sumber : DiPiro edisi 6, hal. 1715-1716

b. Etiologi closed-angle glaucoma Genetik Pupillary Block : Penghambatan jaringan trabekular oleh iris secara mekanik Tanpa Pupillary Block : Terjadi pada keadaan plateau iris Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada closed-angle glaucoma (CAG) adalah karena penyumbatan cairan aqueous humor, yang terjadi antara bagian iris dan trabecular meshwork pada mata. Dengan adanya sumbatan, terjadi gangguan aliran aqueous humor, padahal

tubuh tetap menghasilkan cairan aqueous humor sehingga tekanan intraokular (IOP) akan meningkat. Nilai IOP yang terlalu tinggi (>40mmHg) dapat menyebabkan kerusakkan pada saraf mata. Tekanan yang lebih tinggi (>60mmHg) dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dimulai dari hitungan jam sampai hari. Kontak antara iris dan trabecular meshwork yang terlalu lama akan membentuk luka (synechiae) permanen. Salah satu tipe closed-angle glaucoma, dikenal sebagai creeping pendekatan sudut, terjadi pada pasien dengan sudut sempit yang menyebabkan iris menempel pada trabecular meshwork.

c. Glaukoma congenital Glaukoma kongenital merupakan gangguan glaukoma dimana tekanan intraokular meningkat sebagai akibat dari abnormalitas dari perkembangan struktur okular dari infant. Hal ini mungkin terjadi berkaitan dengan abnormalitas-abnormalitas atau anomali lain yang mungkin terjadi seperti homocystinuria dan syndrom Marfan.

Gejala 1. Glaukoma Sudut Lebar (GSL) GSL berkembang GSL berkembang dengan pelan dan biasanya asimptomatik sampai onset kehilangan jarak pandang. 2. Glaukoma Sudut Sempit Mengalami simptom prodromal intermittent (Seperti: pandangan kabur dengan halos di sekitar cahaya dan sakit kepala). Tahap akut memiliki gejala: - Kornea berawan - Edematous - Nyeri pada ocular - Mual - Muntah nyeri abdominal - diaforesis

V. DIAGNOSIS Diagnosa Glaukoma a. Pengukuran tekanan intra okular (TIO) Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan

tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma. Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg. Tonometer aplanasi Goldman merupakan instrumen yang paling luas digunakan.

b. Gonioskopi Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan bilik mata depan. Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbes line atau sebagian kecil dari trabecular meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbes line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

c. Pemeriksaan Diskus Optikus Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral). Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan. Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya. Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.

d. Pemeriksaan Lapangan Pandang Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15O dari fiksasi) membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan dibawah meridian horizontal, sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2009). Alatalat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapanganpandang pada glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey,Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

Normal

Glaukoma

Perubahan-perubahan lapangan pandang pada glaukoma

VI. Faktor Resiko Glaukoma Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain: TIO yang tinggi

Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata. Genetik (faktor keturunan), riwayat glaukoma dalam keluarga Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak. Glaukoma bisa diturunkan dalam keluarga. Apabila salah satu orangtua Anda mengidap glaukoma, maka resiko Anda terkena glaukoma mencapai sekitar 20%. Apabila saudara kandung Anda mengidapnya, maka kemungkinan Anda terkena glaukoma mencapai 50%. Suku bangsa Kecenderungan orang kulit hitam terserang glaukoma tiga sampai empat kali lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih, dan enam kali lebih besar untuk menderita kebutaan permanen akibat glaukoma. Orang Asia, khususnya keturunan Vietnam, juga beresiko lebih besar. Penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid) Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya juga bisa meningkatkan resiko Anda terkena glaukoma. Usia Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 % dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. Glaukoma kronis jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Resiko terkena glaukoma hampir meningkat dua kali setiap 10 tahun setelah usia 50 tahun. Glaukoma kronis umumnya terjadi pada perempuan usia lanjut. Diabetes melitus dan penyakit sistemik lainnya Bila Anda mengidap diabetes, maka risiko Anda terkena glaukoma tiga kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak mengidap diabetes. Adanya riwayat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung juga dapat meningkatkan resiko. Selain itu, penyakit radang mata, seperti iritis, tumor mata, terlepasnya retina serta pembedahan mata juga meningkatkan resiko terjadinya glaukoma.

Kelainan refraksi berupa Miopi dan hipermetropi Hasil kajian yang ekstensif menunjukkan bahwa pengidap rabun jauh (miopia) beresiko dua hingga tiga kali lebih besar terkena glaukoma dibanding mereka yang tidak menderita miopia. Cedera fisik Trauma parah, seperti mata terkena pukulan, dapat meningkatkan tekanan pada mata. Cedera juga dapat mengeser letak lensa, sehingga sudut drainase tertutup. Penyakit hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dapat secara langsung memicu kenaikan tekanan intraokular yang menjadi faktor utama penyebab glaukoma. Hipertensi atau sindrom prahipertensi sering dikaitkan dengan sindrom praglaukoma.

VII. Penanganan non Farmakologi Terapi nonfarmakologi untuk glaukoma meliputi terapi laser dan operasi bedah. a. Terapi Laser pada Glaukoma 1. Trabekuloplasti Laser Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar pada jalinan trabekular, untuk memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali meningkat. Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien dengan glaukoma sudut terbuka. 2. Laser iridotomi Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Teknik yang digunakan dalam laser ini adalah menciptakan lubang di iris untuk memecahkan blokade pupil (penyebab utama glaukoma sudut tertutup). Jika tidak ada laser iridotomi, dapat pula digunakan laser argon (European Glaucoma Society [EGS], 2003). 3. Laser iridoplasti Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Laser ini digunakan ketika setelah terapi dengan laser iridotomi, sudut antara iris dan trabecular meshwork tetap sempit atau sudah terbuka sedikit tetapi sempit kembali. Laser ini menggunakan kontraksi panas yang diberikan

pada iris perifer untuk menariknya menjauhi trabecular meshwork sudut menjadi tidak sempit lagi. b. Operasi bedah pada Glaukoma 1. Trabekulektomi Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi, cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluorouracil atau mitomisin C. Pada teknik ini, dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun.

2. Siklodekstruksi Pada siklodestruksi dilakukan perusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan cairan mata berkurang. 3. Iridektomi Iridektomi adalah operasi pengangangkatan sebagian iris. Prosedur ini paling sering dilakukan dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup dan melanoma iris. Kelebihan iridektomi adalah dapat digunakan pada pasien dengan opaque cornea yang tidak berhasil dengan terapi

laser. Risiko iridektomi juga lebih besar dibanding dengan laser seperti pada pasien glaucoma sudut tertutup primer, risiko komplikasi seperti glaukoma malignan dan hemorrhage koroid dan TIO harus diturunkan dulu sebelum dilakukan operasi bedah. c. Edukasi Akupuntur, meditasi, mengonsumsi vitamin (A) dalam jumlah banyak atau diet khusus tidak signifikan pengaruhnya dalam pengobatan glaukoma. Gaya hidup sehat dan kestabilan emosi dapat membantu memperlambat keparahan penyakit dan membantu pasien untuk dapat tetap beraktivitas secara normal. (National Collaborating Centre for Acute Care, 2009). Menjaga mata tetap bersih. Kosmetik pada mata, harus berhati-hati dan pilihlah produk yang tidak menyebabkan alergi Tidak menggaruk mata Saat berenang, menggunakan kacamata berenang Menggunakan kaca pembesar untuk membaca Pola hidup sehat (istirahat cukup, makan makanan sehat, tidak mengonsumsi kafein terlalu banyak tidak mengonsumsi garam terlalu banyak, menghindari stres melakukan exercise) Mengonsumsi obat atau memakai obat tetes secara teratur dan sesuai dosis Periksa kondisi mata secara teratur dan

VIII. Penanganan Secara Farmakologi Golongan Obat- obat yang digunakan 1. -bloker : produksi aqueous humour 2. Agonis 2-Adrenergik : produksi aqueous humour 3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor 4. CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) : menurunkan kecepatan pembentukan aqueous humour 5. Parasimpatomimetik/ Kolinergik : terjadinya konstriksi pupil, menstimulasi otot siliari, dan aliran aqueous humor 6. Agonis Adrenergik Nonspesifik : laju pengeluaran aqueous humor

7. Hiperosmotik : volume cairan vitreous Berikut adalah obat-obat yang digunakan untuk terapi glaukoma
Kelas Mekanisme Kerja Efek Samping Okular Sistemik Konstriksi bronkus Hipotensi Rasa terbakar Bradikardia Menyengat Blokade jantung Fotofobia Menutupi Gatal hipoglikemia Pengeluaran air Perubahan kadar mata lipid Sensitivitas korneal Impotensi menurun Capek Hiperaemia Depresi Punctate keratitis Syncope Diplopia Bingung Alopecia Reaksi alergi okular Depresi SSP Rasa terbakar Mulut kering Menyengat Sakit kepala Penglihatan kabur Capek Foreign-body sensation Mengantuk Gatal Bradikardia Hiperaemia Hipotensi Lid retraction Hipotermia Conjunctial Apnoea blanching Gangguan rasa Fotofobia Syncope Midriasis (Apraclonidin) Penglihatan kabur Rasa terbakar Menyengat Hiperaemia konjungtiva Foreign-body sensation Sangat jarang Gatal Peningkatan pigmentasi pada iris Penebalan bulu mata Reversible macular

-bloker Non selektif Timolol Levobunolol Selektif Betaxolol Mengurangi produksi aqueous humour dengan cara memblok reseptor 2-adrenergik pada ciliary body

Agonis Adrenergik Brimonidin Apraclonidin

2-

Mengurangi produksi aqueous humour; Brimonidin juga diketahui dapat meningkatkan pengaliran uveoskleral

Analog Prostaglandin Analog prostaglandin F2 Latanoprost Analog prostamide Bimatoprost Travoprost

Meningkatkan pengaliran uveoskleral

CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) Topikal Brinzolamid Dorzolamid Sistemik Acetazolamid Dichlorphenamid Methazolamid

Menurunkan sekresi aqueous humor dari cilliary body dengan cara memblok secara aktif sekresi natrium dan ion bikarbonat dari ciliary body ke aqueous humor

oedema Reactivation of herpetic infection Iritis/uveitis Rasa terbakar dan menyengat sementara Ketidaknyamanan okular Penglihatan kabur sementara Jarang terjadi konjungtivitis, lid reaction, fotofobia Sakit mata Berkurangnya ketajaman penglihatan di malam hari Penglihatan kabur Miosis Myopic shift Retinal detachment Ketidaknyamanan dalam pemblokan pupil Lakrimasi Rasa terbakar Ocular discomfort Alis sakit Hiperemia Alergi Blepharoconjuncti vitis Jarang terjadi: Tidak menimbulkan Rontok pada bulu mata Stenosis saluran Nasolakrimal Penglihatan kabur Penggunaan dalam waktu lama (>1 tahun) dapat

Sakit kepala Muntah Kelelahan Mulut kering Pusing Anafilaksis

Meningkatkan pengeluaran aqueous humor sebagai hasil dari terbuka dan tertutupnya trabecular meshwork pada Parasimpatomim kontraksi otot ciliary sehingga etik / Kolinergik menurunkan resistensi pengeluaran aqueous humor Pilokarpin Karbakol

Sakit kepala Salivasi Frekuensi urinasi meningkat Kejang perut Tremor asma Hipotensi Muntah dan Mual

2-receptormediated meningkatkan laju pengeluaran aqueous humor

Agonis adrenergik nonspesifik Dipivefrin

Sakit kepala Hilang kesadaran Tekanan darah meningkat Takikardia Aritmia Tremor Kegelisahan Laju pernafasan meningkat

menyebabkan deposisi pigmen dalam konjungtiva dan kornea Hiperosmotik Manitol, Gliserin, Isosorbid Mengurangi vitreous volume cairan Sakit kepala Menggigil Pusing Hipotensi Takikardia Mulut kering Pulmonary oedema

Kelas
-bloker Non selektif Timolol Levobunolol Selektif Betaxolol Agonis 2-Adrenergik Brimonidine Apraclonidine Analog Prostaglandin Latanoprost Bimatoprost Travoprost CAI Anhydrase Inhibitors) Topikal Brinzolamide Dorzolamide Sistemik Acetazolamide Dichlorphenamide Methazolamide Parasimpatomimetik / Kolinergik

Kontraindikasi

Perhatian
Diabetes Hipertiroid Kegagalan jantung Penyakit paru-paru Bradikardia Atherosclerosis Diabetes Miastenia gravis

Asma Bradi aritmia Blokade jantung

Pasien yang diterapi dengan MAOI (monoamine oxidase inhibitor) Anak di bawah 2 tahun

Penyakit kardiovaskular Depresi

Inflamasi intraokular (iritis/uveitis) Aphakia dan pseudophakia (Carbonic Cangkok kornea Distrofi endotelial dapat menyebabkan udem pada kornea Alergi sulfonamida mempunyai risiko alergi terhadap CAI Keruskan hati dan ginjal yang parah

Uveitis Glaukoma sekunder yang berhubungan dengan hambatan

Asma Obstruksi saluran kemih Miopi yang parah

Pilokarpin Karbakol

pengeluaran humor

cairan

aqueous

Aphakia Degenerasi perifer retina Hipertensi Arteriosclerosis Jantung koroner Diabetes Hyperparathyroidism Dehidrasi Gangguan fungsi ginjal dan retensi urin Kegalalan jantung kongestif Diabetes insipidus Geriatri

Agonis adrenergik Glaukoma sudut sempit akut nonspesifik Hipersensitif terhadap obat Dipivefrin Hiperosmotik Manitol, Gliserin, Isosorbid Hipersensitif terhadap gliserin, manitol Intrakranial hematoma akut

Tambahan:

Terapi Farmakologi 1. Terapi Hipertensi Okular Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih besar dari tekanan intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi okular ini menyebabkan seseorang memiliki kemungkinan menderita glaukoma akan tetapi belum positif glaukoma. Terapi untuk

mengatasi hipertensi okular diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang dapat menyebabkan berkembangnya hipertensi okular menjadi glaukoma. OHTS (Ocular Hypertensive Treatment Study) adalah studi terapi yang dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dijadikan pertimbangan untuk terapi hipertensi okular tersebut. Pasien dengan TIO > 25mmHg, rasio vertical cup:disk lebih dari 0.5, ketebalan pusat kornea kurang dari 555m mempunyai risiko yang besar berkembang menjadi glaukoma. Faktor risiko lain seperti riwayat keluarga, ras (kulit hitam), miopi yang parah, dan pasien yang hanya mempunyai satu mata fungsional, juga perlu dipertimbangkan untuk memilih terapi yang tepat. Pasien tanpa faktor risiko, tidak perlu mendapatkan terapi akan tetapi harus tetap dikontrol untuk mencegah berkembangnya glaukoma. Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen topikal yang sesuai seperti -bloker, agonis 2, inhibitor karbonik anhidrase (CAI), atau analog prostaglandin yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar terapi berjalan optimal maka hendaknya dimulai pada satu mata untuk menilai keberhasilan terapi dan toleransi pasien. Penggunaan agen terapi lini kedua dan ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan ketika agen terapi lini pertama gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada rasio risiko-benefit pada setiap pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan, dan timbulnya efek samping yang sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan rasio risiko-benefit yang tidak diharapkan oleh pasien. Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra okular (TIO) pada level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf optik, umumnya 20% atau 25%30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan yang lebih besar mungkin dibutuhkan pada pasien dengan risiko tinggi atau pasien yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi obat sebaiknya dimonitor dengan pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang pandang dan evaluasi efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak memberikan respon terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut diganti dengan alternatif obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk menghentikan semua jenis pengobatan pada pasien yang gagal merespon terapi topikal, melakukan monitoring yang intensif terhadap perkembangan perubahan optic disk atau hilangnya bidang pandangan, kemudian dilakukan pengobatan kembali ketika terjadi perubahan kondisi pasien.

Algoritma terapi

2. Terapi Glaukoma Sudut Lebar (Terbuka) Terapi glaukoma sudut terbuka diawali dengan pemberian agen topikal tunggal yang toleran dengan konsentrasi terendah. Tujuan dari terapi ialah mencegah kehilangan atau penurunan bidang pandang. Target TIO dipilih berdasarkan TIO awal pasien dan penurunan bidang pandang pasien. Umumnya, target penurunan TIO yang diharapkan sebesar 30%. Obat yang umumnya digunakan dalam penanganan glaukoma adalah nonselektif bloker, analog prostaglandin (latanoprost, travoprost, dan bimatoprost), 2-agonis (brimonidin), dan kombinasi tetap dari timolol dan dorzolamide. Terapi dimulai dengan pemberian agen tunggal pada salah satu mata (kecuali pada pasien dengan TIO yang sangat tinggi atau pasien dengan kehilangan bidang pandang yang parah) untuk mengevaluasi efikasi dan toleransi obat. Pemantauan terapi sebaiknya dilakukan secara individual. Respon awal terhadap terapi biasanya dihasilkan 4-6 minggu setelah terapi dimulai. Ketika telah mencapai nilai TIO yang diharapkan, pemantauan TIO dilakukan setiap 3-4 bulan. Perubahan bidang pandang dan optic disc dipantau setiap tahun atau lebih awal jika glaukoma tidak stabil atau bersamaan dengan kondisi lain yang dapat memperburuk. Pasien yang memberikan respon tetapi intoleran pada terapi awal yang diberikan dapat beralih ke obat lain atau dosis alternatif dari obat yang sama. Untuk pasien yang tidak dapat merespon konsentrasi toleran yang tertinggi, harus mengganti obat tersebut dengan agen alternatif setelah sehari terapi konkuren dengan obat tersebut. Apabila hanya timbul respon parsial, maka dimungkinkan kombinasi dengan agen topikal lainnya yang ditentukan melalui percobaan. Karena frekuensi efek samping, karbakol, inhibitor kolinesterase topikal, dan CAI oral dipertimbangkan sebagai agen terakhir yang diberikan pada pasien yang gagal merespon terapi dengan kombinasi topikal yang kurang toksik.

Algoritma terapi hipertensi ocular

Sumber : NHMRC Guidelines, 2010

Sumber : Japan Glaucoma Society, Guidelines for Glaucoma (2nd Edition), Sept 2006

3. Glaukoma Sudut Tertutup Untuk sudut tertutup yang akut, terapi pertama bertujuan untuk menurunkan TIO, mengurasi rasa sakit, dan menghilangkan udem pada kornea sebagai persiapan untuk terapi laser iridotomi. Obat kolinergik (agen miotik) dapat meningkatkan efektifitas laser iridotomi atau iridoplasti pada pra operasi. Untuk kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan sistemik seperti hiperosmotik oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk menurunkan TIO dengan cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber dan anterior chamber. Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan secara bersamaan dengan CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH] 2005). Topikal anti infamasi juga disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan Friedman (2003) menyarankan untuk memberikan obat aditif latanoprost sebelum dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Latanoprost dapat digunakan jika TIO <25 mm. Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Jika berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika

tidak mencapai target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah. Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka dilajutkan dengan operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah telah mencapai target yang diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.

Algoritma terapi

IX. Interaksi Obat Obat A Betabloker optalmik Obat B Efek yang terjadi Penggunaan propanolol menyebabkan Digitalis bradikardia pada pasien aritmia akibat menggunakan digitalis Kinidin meningkatkan kadar serum Kinidin metoprolol dan timolol karena inhibisi enzim Betabloker optalmik CYP2D6, demikian juga kadar serum propanolol naik, dapat terjadi bradikardia. Pada penggunaan klorpromazin thioridazin Betabloker Senyawa fenotiazin dengan propanolol terjadi peningkatan kadar serum kedua obat, terjadi hipotensi Karbakol, pilokarpin Dilaporkan karbakol dan pilokarpin menjadi NSAID Obat tetes Latanoprost mengandung timerosal Flubiprofen, surprofen Dilaporkan karbakol menjadi tidak efektif bila digunakan bersamaan dengan Flubiprofen atau surprofen tidak efektif bila digunakan NSAID topikal Terjadi pengendapan sacara invitro, gunakan dengan interval 5 menit

Karbakol

1. -Blocker Betatoxolol, carteolol, levobunolol, metipranolol, timolol Memblok adrenoreseptor 2 pada prosesus siliaris sehingga menurunkan sekresi aqueous. Memblok reseptor pada pembuluh darah aferen yang memperdarahi prosesus siliaris. Hal tersebut menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian menurunkan ultrafiltrasi dan pembentukan aqueous. Obat-obat yang diberikan sebagai tetes mata dapat diabsorpsi melalui mukosa nasal dan menimbulkan efek

sistemik. Oleh karena itu, -bloker dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien asma atau bradikardia pada pasien yang peka. Jadi sebaiknya dihindari pada pasien dengan asma, gagal jantung, blok jantung, atau bradikardia. Efek antiaritmika akan diperkuat oleh -bloker dan efek bradikardianya akan diperkuat oleh anestetika umum. Pada penderita diabetes, interaksi yang penting adalah perlambatan naiknya kadar gula darah setelah pembertian insulin atau antidiabetika oral. Ini menyebabkan bahaya diperpanjangnya reaksi hipoglikemik. ACE inhibitor dan anestetik dapat meningkatkan efek hipotensif. Analgetik (AINS) melawan efek hipotensif. Antiaritmia dapat meningkatkan risiko depresi miokardium dan bradikardia. Antihipertensi meningkatkan efek hipotensi. 2. 2-Adrenergic Agonis Apraclonidine, brimonidine Menurunkan pembentukan aqueous melalui stimulasi reseptor 2 pada terminal saraf adrenergic yang menginervasi badan silliaris sehingga menurunkan pelepasan norefinefrin). Dengan dosis yang amat kecil sudah menurunkan tekanan darah selama periode waktu tertentu. Oleh karena itu, pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, gangguan ginjal, serebrovaskular, dan diabetes penggunaan obat ini harus dengan perhatian khusus terkait dengan obat-obatan yang digunakan seperti antihipertensi, obat kardiovaskular, monoamine oksidator inhibitor, dan antidepresan tetrasiklik. 3. Carbonic Anhydrase Inhibitor Brinzolamide, dorzolamide, methazolamide, acetazolamide, dichlorphenamide. Termasuk golongan sulfonamide yang dapat memberikan efeksistemik seperti ruam kulit dan bronkospasme. Penggunaan CAI dan diuretic dapat menyebabkan hipokalemia. penggunaan salisilat dois tinggi menyebabkan asidosis oleh CAI yang mana dapat menikngkatkan toksisitas salisilat. Risiko hipokalemia dapat meningkat bila diberikan dengan bambuterol, efromoterol, pirbuterol, reproterol, rimeterol, dan salmoterol. dengan asetosal dapat menyebabkan asecosis parah dan meningkatkan efek toksik pada ssp. asetalozamid meningkatkan efek amfetamin, karbamazepin, efedrin, kuinidin, dan mengurangi efek histamine dan turunannnya. mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh.

4. Parasympathomimetic Agents Carbachol, pilocarpine, echothiophate Pilicarpine tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida. Penggunaan dengan -bloker menyebabkan midriasis

5. Epinephrine and Dipivefrin

Obat -Blocker

Interaksi Obat

Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect; potentially life-threatening situations may occur, especially on withdrawal. Betatoxolol NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect. Prazosin: May increase postural hypotension. Verapamil: May increase effects of both drugs. Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect; may cause potentially life-threatening increases in BP, especially on simultaneous discontinuation of both drugs. Epinephrine: May cause initial hypertensive episode followed by bradycardia. Ergot alkaloids: May cause peripheral ischemia with cold extremities. Peripheral gangrene possible. Carteolol NSAIDs: May impair antihypertensive effect. Prazosin: May increase orthostatic hypotension. Systemic beta-blocker: When administered concomitantly with ophthalmic carteolol hydrochloride solution, may cause additive effects and toxicity. Theophyllines: May reduce elimination of theophylline. May cause pharmacologic antagonism, reducing effects of one or both drugs. Verapamil: May increase effects of both drugs. Beta blockers, oral: Additive effects on systemic beta blockade. Levobunolol Epinephrine, ophthalmic: Hypertension due to unopposed alphaadrenergic stimulation.

Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect; potentially life-threatening situations may occur, especially on withdrawal. Epinephrine: Initial hypertensive episode followed by bradycardia may occur. Ergot alkaloids: Peripheral ischemia, manifested by cold extremities and possible gangrene, may occur. Timolol Insulin: Prolonged hypoglycemia with masking of symptoms may occur. NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect. Prazosin: Orthostatic hypotension may be increased. Theophyllines: Elimination of theophylline may be reduced. Effects of both drugs may be reduced. Verapamil: Effects of both drugs may be increased. 2-Adrenergic Agonis Antihypertensives, beta blockers, cardiac glycosides: Brimonidine may reduce pulse and BP; use with caution. CNS depressants (eg, alcohol, anesthetics, barbiturates, opiates, Brimonidine sedative): Additive or potentiating CNS depressant effect. MAO inhibitors: Concurrent use contraindicated. Tricyclic antidepressants: May decrease the effect of brimonidine by altering the metabolism and uptake of circulating amines. Carbonic Anhydrase Inhibitor Diflunisal: May cause significant decrease in IOP. Primidone: Primidone concentrations may be decreased. Acetazolamide Quinidine: Quinidine serum levels may be increased. Salicylates: May cause acetazolamide accumulation and toxicity, including CNS depression and metabolic acidosis. Parasympathomimetic Agents Pilocarpine Anticholinergics: May antagonize action of pilocarpine (PO and

ophthalmic). Beta-blockers: Potential for cardiac conduction disturbances with oral pilocarpine. Parasympathomimetics: Additive pharmacologic effects and increased toxicity possible. Alpha-Adrenergic Blockers (eg, Phentolamine): Vasoconstricting and hypertensive effects are antagonized. Antihistamines: Epinephrine effects may be potentiated. Beta Blocking Agents: May decrease effects of these agents, resulting in hypertension. Diuretics: Vascular response may be decreased. Ergot Alkaloids/Phenothiazines/Nitrates: Pressor effects of epinephrine may be reversed. General Anesthetics (eg, Halothane, Cyclopropane)/Cardiac Glycosides: The potential for the myocardium to be sensitized to the Epinephrine effects of sympathomimetic amines is increased. Arrhythmias may result with coadministration and may respond to beta-blockers. Guanethidine: May increase pressor response. Levothyroxine: Epinephrine effects may be potentiated. Oxytoxic Drugs: May cause severe persistent hypertension. Rauwolfia Alkaloids, Methyldopa, Furazolidone: May cause hypertension. Tricyclic Antidepressants: May potentiate epinephrines vasopressive effects. INCOMPATIBILITIES: Epinephrine is unstable in alkaline solutions (eg, sodium bicarbonate); avoid admixture.

X. Studi Kasus a. Identitas Nama : Ny. Ros

Jenis kelamin : Perempuan Usia Pekerjaan Status : 28 tahun : Pembantu Rumah Tangga : Kawin

b. Anamnesis Hari/ Tanggal Keluhan Utama : 14 Juni 2010 : Mata kiri tidak bisa melihat

Sejak 2 bulan sebelum mengontrolkan diri ke poli mata, Ros mengeluh pandangan mata kirinya tidak bisa melihat. Hal tersebut telah terjadi secara perlahan-lahan. Ros juga merasakan ada semacam rasa mengganjal di mata kirinya tersebut. Ros juga merasa pandangannya gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan mata kanan Ros masih dapat melihat dengan baik. Ros merasa adanya nyeri pada matanya. Selain itu pada mata kirinya terasa gatal dan panas jika terkena sinar matahari. Ros juga mengeluh kadang-kadang kepalanya nyeri menyeluruh. 10 tahun yang lalu, Ros pernah mengalami sakit mata, ada riwayat mata merah, gatal dan berair. Kelopak mata Ros tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Ros awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang mengganggu. Tetapi setelah itu lama kelamaan pandangan matanya menjadi semakin kabur. Ros pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetes dan vitamin. Setelah itu pandangan Ros tetap kabur. Tetapi karena alasan ekonomi, Ros tidak pernah lagi memeriksakan matanya kedokter. Ros juga tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama. Dan sekarang, karena mata kiri Ros tidak dapat melihat lagi,sering nyeri kepala, dan warna seluruh bola mata Ros berubah menjadi putih maka Ros akhirnya memeriksakan diri ke rumah sakit.

c. Riwayat Penyakit dahulu : Ros tidak ada riwayat kencing manis, hipertensi atau asma. Ros pernah mengalami sakit mata sekitar 10 tahun yang lalu

PEMERIKSAAN FISIK: Keadaan Umum Kesadaran Status Generalis TD Nadi RR T . DIAGNOSA KERJA Glaukoma Absolut : Tampak baik : Komposmentis (normal) : : 120/80 mmHg : 72 x/menit : 20 x/menit : 36,4C

Penatalaksanaan Per oral : Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1 Acetazolamide 250 mg tab 3x1 Topikal : Timolol 0,5% ed 2 dd gtt 1 (OS) Cendo carpine ed 6 dd gtt 1 (OS) Pengangkatan bola mata (enukleasi) Kontrol Rutin

Analisis Kasus 1. OBJEKTIF Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kiri adalah 0 (nol), terdapat hiperemi pada sklera, dan kornea berwarna putih keruh. Hasil pemeriksaan Tekanan Intraokular dengan Tonometri diperoleh nilai TIO mata kiri pasien adalah 81,7 mmHg.

Gejala dan Pemeriksaan Awal - Keluhan utama: mata kiri tidak dapat melihat. Hal tersebut terjadi secara perlahan-lahan - Ada rasa mengganjal di mata kirinya

- Mata kirinya terasa gatal dan panas kalau terkena sinar matahari - Pandangannya gelap, tidak seperti dulu - Ada rasa nyeri pada matanya - Kadang-kadang kepalanya yeri menyeluruh - Mata kanan masih dapat melihat dengan baik - 10 tahun lalu pernah mengalami sakit mata, ada riwayat mata merah, gatal dan berair - Kelopak mata tidak ada mengalami bengkak, dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. - Awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang mengganggu - Tapi lama-kelamaan pandangan matanya menjadi semakin kabur - Pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetes dan vitamin, tetapi pandangannya tetap kabur - Tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama - Dan sekarang, mata kiri tidak dapat melihat lagi, sering nyeri kepala, dan warna seluruh bola mata berubah menjadi putih

Analisis Keluhan- keluhan yang telah didapatkan pada anamnesis sesuai dengan keluhan-keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan glaukoma absolut. Yaitu mata berair, fotofobia, nyeri menyeluruh pada mata. Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pada pasien ini terjadinya glaukoma absolut diduga disebabkan oleh glaukoma primer yang kronis yang berjalan lambat dan sering tidak diketahui kapan mulainya, karena keluhan pasien sangat sedikit atau samar. Misalnya mata sebelah terasa berat, nyeri kepala sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan anamnesis yang tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halos (cincin warna pelangi di sekitar cahaya lampu) dan kadang-kadang penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat. Pada glaukoma sudut terbuka ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolut.

Terapi yang dilakukan Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis glaukomanya. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap glaukomanya sendiri. Walaupun glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari glaukoma, tetapi terapi medikamentosa masih diperlukan. Terapi medikamentosa pada glaukoma absolut, prinsip penatalaksanaannya adalah menurunkan TIO, memberi terapi simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan penglihatan pasien. Pada pasien ini diberikan obat peroral dan topikal. Obat peroral yang diberikan yaitu Asam Mefenamat yang berfungsi sebagai analgetik dan antiinflamasi untuk mengurangi nyeri kepala yang dikeluhkan penderita. Asam Mefenamat diberikan3 x 500 mg, sesuai untuk dosis dewasa. Selain itu, obat oral lain yang diberikan adalah Asetazolamide yang berfungsi untuk menekan produksi aqueous humor . Dosis asetazolamid 125-250 mg sampai3x sehari peroral atau 500 mg sekali atau 2 x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini dapat menimbulkan poliuria. Efek samping asetazolamid antara lain anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni dan kelainan ginjal. Obat topikal yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 % ed 2 dd gtt 1 dan Cendo carpine 2 % ed 6 dd gtt 1, yang fungsinya untuk menurunkan tekanan intraokular dengan menarik cairan dari dalam mata, menekan produksi aqueous humor dan juga mendilatasikan pupil untuk mencegah terbentuknya sinekia posterior yang permanen. Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol maleate mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula Cendo carpine 2-4 %, 3-6 kali satu tetes sehari berfungsi membesarkan pengeluaran cairan mata.

Terapi tambahan - Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak berfungsi namun tetap memberikan rasa sakit. - Kontrol rutin

Ada beberapa hal yang perlu diperjhatikan penderita glaukoma: 1. Pembatasan minum air setiap kali minum dalam arti tidak boleh sekaligus banyak karena dapat meningkatkan tekanan bola mata 2. Olahraga dapat sedikit menurunkan tekanan bola mata 3. Tekanan darah yang naik cepat, dapat menaikkan tekanan bola mata 4. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama dimana tensi diturunkan secara drastis akan mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata

You might also like