You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Luasnya daerah permukaan saluran cerna (traktus GL) dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit pada bayi dan anak-anak. ( Dona L.Wong, 2008 ) Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993) Sedangkan demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid diseluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 23:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang gram negatif salmonella typhi maupun salmonella para typhi A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan

tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005) Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi. Oleh karena itu peran perawat sangat dibutuhkan dalam mengatasi masalah yang dihadapi pasien dengan memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pasien, menjaga kebersihan lingkungan, perawat juga berkolaborasi dengan dokter dalam memberi terapi dan juga memberikan beberapa informasi yang penting. B. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan penulisan makalah ini agar penulis mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan diare(gastroenteritis) dan demem typhoid secara benar, tepat dan cepat dan dapat memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit diare. Dan sebagai calon perawat profesional pemula, dapat: 1. Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat pasien diare dan tiphoid dan menerapkan konsep keperawatan yang didapati di bangku perkuliahan. 2. Membandingkan keadaan nyata dengan teori yang tersedia. C. METODE PENULISAN Dalam penulisan ini penulis menggunakan sistematika penulisan berdasarkan teori. D. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi dalam beberapa bab, yaitu Bab I Pendahuluan meliputi: latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan, Bab II Tinjauan Teoritis mencakup: konsep medik yang berisi definisi, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi, tingkat dehidrasi, terapi, penatalaksaan medis, pemeriksaan penunjang dampak hospitalisasi pada anak dan konsep dasar keperawatan yang berisi

pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan. Bab III Kesimpulan dan diakhiri Daftar Pustaka.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

DIARE (GASTROENTERITIS) I. KONSEP DASAR

A. Definisi Gastroentritis

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).

Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari (WHO,1980).

Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wongs,1995).

Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers,1995).

Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen.

B. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

C. Gejala Klinis Diare Muntah Demam Nyeri abdomen Membran mukosa mulut dan bibir kering

Fontanel cekung Kehilangan berat badan Tidak nafsu makan Badan terasa lemah

D. Komplikasi Dehidrasi Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia Mal nutrisi Hipoglikemia Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

E. Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis 1. Dehidrasi Ringan Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok. 2. Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam. 3. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

F. Penatalaksanaan Medis a) Pemberian cairan 1) Cairan per oral Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. 2) Cairan parenteral Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. Dehidrasi ringan 1 jam pertama 25 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral Dehidrasi sedang 1 jam pertama 50 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari. Dehidrasi berat Untuk anak umur 1 bulan 2 tahun dengan berat badan 3 10 kg

1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 2 5 tahun dengan berat badan 10 15 kg. 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral, bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 5 10 tahun dengan berat badan 15 25 kg. 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

b) Diatetik Pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan asi Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. c) Obat-obatan

Obat anti sekresi. Obat anti spasmolitik. Obat antibiotik.

G. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau

parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

H. Dampak Hospitalisasi terhadap Anak a) c) Separation ansiety Stress bila berpisah dengan orang yang berarti menarik diri, sedih, kesepian dan apatis e) Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

b) Tergantung pada orang tua d) Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah : 1) Identitas klien 2) Riwayat keperawatan Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubunubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3) Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 4) Riwayat psikososial keluarga Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5) Kebutuhan dasar Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6) Pemerikasaan fisik a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan. c. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis Auskultasi : terdengarnya bising usus.

Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

d.

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang. 3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare. 4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare. 5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <> Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari. Intervensi : Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit Pantau intake dan output R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme Timbang berat badan setiap hari R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt

Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

Kolaborasi : Pemeriksaan (kompensasi). laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal

Cairan

parenteral

IV

line

sesuai

dengan

umur

R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik) R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin\ Diagnosa 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put Tujuan terpenuhi Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, BB meningkat atau normal sesuai umur Intervensi Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin). R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus. :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi

Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat. R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

Monitor

intake

dan

out

put

dalam

24

jam.

R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain : terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan atau vitamin ( A) R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi : Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi) Berikan kompres hangat R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh

Kolaborasi pemberian antipirektik R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare) Tujuan :Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu. Kriteria hasil : Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar

Intervensi :

Diskusikan

dan

jelaskan

pentingnya

menjaga

tempat

tidur

R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya) R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces

Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi . Diagnosa 5 Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan: : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll) R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.

TIFUS ABDOMINALIS

A. PENGERTIAN Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/keduaduanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. PENYEBAB Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C. PATOFISIOLOGIS Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PATHWAYS

Salmonella typhosa Saluran pencernaan Diserap oleh usus halus Bakteri memasuki aliran darah sistemik Kelenjar limfoid usus halus Tukak Pendarahan dan perforasi Hepatomegali Nyeri perabaan Mual/tidak nafsu makan Splenomegali Demam Hati Limpa Endotoksin

Perubahan nutrisi Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)

D. GEJALA KLINIS Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat. Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997) Gambaran klinik tifus abdominalis. Keluhan : - Nyeri kepala (frontal) - Kurang enak di perut - Nyeri tulang, persendian, dan otot - Diare/ konstipasi - Muntah 100% 50% 50% 50% 50%

Gejala : - Demam - Nyeri tekan perut - Bronkitis - Toksik - Letargik - Lidah tifus (kotor) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 3. Pemeriksaan Uji Widal Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: a. b. c. Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter. 100% 75% 75% >60% >60% 40% (Sjamsuhidayat,1998)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001) F. TERAPI 1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas. 2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari. 3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu. 5. Sefalosporin Generasi Ketiga. Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari. 6. Golongan Fluorokuinolon a. b. c. d. e. Norfloksasin Siprofloksasin Ofloksasin Pefloksasin Fleroksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000) Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pengumpulan data 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. 2) Keluhan utama Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran. 3) Riwayat penyakit sekarang Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh. 4) Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid. 5) Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus. 6) Riwayat psikososial dan spiritual Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah. 7) Pola-pola fungsi kesehatan a) Pola nutrisi dan metabolisme Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali. b) Pola eliminasi Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya Klien dengan demam tifoid warna urine menjadi kuning kecoklatan.

terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. c) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu. d) Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh. e) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien. f) Pola sensori dan kognitif Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien. g) Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. h) Pola reproduksi dan seksual Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan. i) Pola penanggulangan stress Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya. j) Pola tatanilai dan kepercayaan Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini. 8) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat C, muka kemerahan. b) Tingkat kesadaran Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis). c) Sistem respirasi

38 41 0

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis. d) Sistem kardiovaskuler Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah. e) Sistem integumen Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam f) Sistem gastrointestinal Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat. g) Sistem muskuloskeletal Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan. h) Sistem abdomen Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat. 9) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan darah tepi Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia

terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. endap darah meningkat. b) Pemeriksaan urine

Limfositosis

umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju

Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine. c) Pemeriksaan tinja Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi. d) Pemeriksaan bakteriologis Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang. e) Pemeriksaan serologis Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi. f) Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid. b. Analisa data Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standart kriteria yang sudah ada. Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang standart keperawatan sebagai bahan perbandingan

apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standart yang sudah ada. (Lismidar, 1990) c. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data. Demam menggambarkan tentang masalah kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi. (Lismidar, 1990) Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut. 1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella typhi. 2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan. 3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh. 4) Kecemasan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh. 6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.

2. Perencanaan Pada tahap perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan dan mengemukakan rasional dari rencana tindakan. Setelah itu dilakukan pendokumentasian diagnosa aktual atau potensial, kriteria hasil dan rencana tindakan. ( Lismidar, 1990 : 34&44) Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. Perencanaan

berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut : a. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi 1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal 2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 37 0 C

b) Klien bebas demam 3) Rencana tindakan a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha. c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan) d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat. e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik. 4) Rasional a) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan. b) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh. c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh. d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar. e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. b. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan. 1) Tujuan : keseimbangan cairan normal. 2) Kriteria hasil :

a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal. b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal. 3) Rencana tindakan a) Monitor intake atau output tiap 6 jam b) Beri cairan (minum banyak 2 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari. c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus. d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein. e) Timbang berat badan secara efektif. f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena. 4) Rasional : a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan. b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh. c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine. d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi. e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang. f) Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya. c. Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh. 1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi 2) Kriteria hasil : a) Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan tidur. b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu. 3) Rencana tindakan a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman. b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian) c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.

e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur. f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik). 4) Rasional : a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa istirahat klien. b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur. c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan. d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban atau penderitaannya. e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien. f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami akan berkurang. d. Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya. 1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang 2) Kriteria hasil : a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang. b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya. 3) Rencana tindakan a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya b) Kaji tingkat kecemasan klien c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas. d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan cemas. 4) Rasional : a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif. b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang direncanakan. c) Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan. d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi kecemasannya e. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus. 1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus. 2) Kriteria hasil :

a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi b) Infeksi tidak terjadi. 3) Rencana tindakan a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi. b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan infus. c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan. d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis. e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda infeksi di daerah pemasangan infus. 4) Rasional : a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila terasa sakit di daerah pemasangan infus. b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan infus yang lama. c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya infeksi. d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat infeksi. e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien. f. Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh 1) Tujuan : tidak terjadi gangguan intregitas kulit. 2) Kriteria hasil : a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan, lecet). b) Tidak terjadi luka lecet. 3) Rencana tindakan a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin. b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali. c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering. d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang berlebihan. 4) Rasional : a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan . b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi

penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol. c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi. d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya infeksi.

3. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. ditetapkan institusi. 4. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk melengkapi proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukan apakah realistik dapat dicapai dan efektif. 5. Discharge Planning
a. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi

dan

meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah

b. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan c. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.

d. Penderita memerlukan istirahat e. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003) f. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak g. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping h. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut i. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi & Rita Y, 2001)

BAB III PENUTUP

1.

Kesimpulan

Makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. Sedangkan demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Kedua penyakit ini dapat menyebar dengan mudah melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak, maka tak heran ketika data departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Sedangkan pada kasus deman tifoid prevalensi terdapat 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Hal ini terjadi hampir 85 % dikarenakan kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan gaya hidup sehat, diantaranya paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, dan malnutrisi yang menunjang penyebab timbulnya suatu penyakit.

2.

Saran Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa

calon perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan

memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like