You are on page 1of 19

Trigger Mbah Parno usia 65 tahun adalah seorang pekerja pabrik bangunan di kawasan industri terkenal.

Ia baru saja bercerai dari istrinya sedangkan anak satu-satunya memilih ikut ibunya. Mbah Parno suka sekali merokok dan minum kopi setiap saat. Biasanya ia sarapan hanya dengan segelas kopi dan rokok lalu berangkat kerja, jarang makan siang namun ia mengaku makan malamnya sangat banyak dan sebagian besar adalah daging dan karbohidrat. Suatu pagi Mbah Parno mengeluh tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya yang sebelah kanan. SLO 1. Definisi dari Stroke 2. Klasifikasi Stroke 3. Epidemiologi dari Stroke 4. Patofisiologi dari Stroke 5. Faktor resiko terjadinya Stroke 6. Manifestasi klinis dari Stroke 7. Pemeriksaan diagnostik Stroke 8. Penatalaksanaan medis dari Stroke 9. Asuhan keperawatan dari Stroke

1. Definisi Cedera vascular serebral (CVS), yang sering disebut stroke atau serangan otak, adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah. Stroke didefinisikan sebagai deficit (gangguan) fungsi system saraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak ini akan memunculkan gejala stroke. Pada CVS, hipoksia serebral yang nenyebabkan cedera dan kematian sel neurin terjadi. Inflamasi yang ditandai dengan pelepasan sitokin proinflamasi, produksi radikal bebas oksigen, dan pembengkakakn serta edema ruang interstisial, terjadi pada kerusakan sel dan menyebabkan situasi yang memburuk. Demikian pula, asidosis terjadi akibat hipoksia dan mencederai otak lebih lanjut melalui kerusakan otak setelah stroke, biasanya memuncak 24 sampai 72 jam setelah kematian sel neuron. 2. Klasifikasi Berdasarkan Patologi Secara patologi ada dua macam stroke, yaitu stroke sumbatan (iskemik) dan stroke perdarahan (hemoragic): Stroke Iskemik Stroke iskemik terjadi ketika pembuluh darah ke otak mengalami sumbatan. Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Stroke trombotik

Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat. Sering kali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. Stroke trombotik biasanya berkembang dalam 24 jam. Selama periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami stoke in evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke lengkap. Stroke Embolik Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embokus yang terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkanstroke adalah jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta. Stroke Hemoragik Stroke Hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemia dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma atau malformasi arterivenosa (hubungan yang abnormal). Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan intracranial, yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya. Stroke perdarahan dibagi menjadi dua, yaitu stroke perdarahan intraserebral (pada jaringan otak) dan stroke perdarahan subarachnoid (di bawah jaringan pembungkus otak). Perdarahan intraserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intraserebral primer (80-85%) dan perdarahan intraserebral sekunder (15-20%). Perdarahan otak primer dihubungkan dengan hipertensi yang tidak terkendali. Hipertensi merupakan factor risiko yang utama dan didapatkan pada 70-80% kasus. Perdarahan intraserebral sekunder disebabkan oleh kelainan pembuluh darah (aneurisma atau malformasi arteriovenosa), penggunaan obat anti koagulan, penyakit hati, dan penyakit system darah. Berdasarkan Waktu

Berdasarkan waktunya, ada tiga macam stroke, yaitu TIA, RIND, dan CVA. Transcient Ischaemic Attack (TIA) TIA adalah deficit neurologis membaik dalam waktu hitungan menit. TIA terdiri dari deficit ensefalik, fokal, akut dari asal vascular yang menyebabkan ketidakmampuan neurologi. TIA tidak meninggalkan deficit neurologi sisa. Sehingga TIA secara tak langsung berart disfungsi sel saraf sepintas tanpa infark neuron. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) RIND adalah deficit neurologis yang membaik kurang dari tiga minggu, merupakan deficit ensefalik fokal akut dari asal vascular dengan ketidakmampuan neurologi. RIND disertai pemulihan lengkap nantinya, yang secara tak langsung berarti daerah infark neuron yang kecil atau neurapraksia dengan recruitment pembentukan sel saraf nantinya. RIND kadang-kadang disebut TIA dengan pemulihan tak lengkap, TIA berlarut-larut atau stroke dengan pemulihan. CVA (Cerebral Vascular Accident) CVA adalah deficit ensefalik fokal yang berasal dari vascular, biasanya dimulai mendadak atau cepat dengan ketidakmampuan neurologi yang bervariasi, tergantung pada luas pemulihan. Berdasarkan Simtomatik Stroke juga bisa diklasifikasikan secara simtomatik, menurut kategori berikut: Pasien simtomatik, dengan TIA, RIND atau stroke klasik Gejala tak khas (gejala non spesifik, nonlateralisasi atau global) Pasien asimtomatik dengan bising leher atau oemeriksaan penyaring serebrovaskular noninvasive yang abnormal 3. Epidemiologi

Kasus stroke baru terjadi pada 100 sampai 300 orang per 100.000 penduduk per tahun. Stroke merupakan pembunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker, namun merupakan penyebab kecacatan nomor satu. Proporsi stroke sumbatan (infark) pada umumnya mencapai 70% kasus, stroke perdarahan intraserebral 25%, dan perdarahan subarachnoid 5%. Sedangkan Badan Kesehatan se-Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya. Stroke merupakan penyebab kematian utama urutan kedua pada kelompok usia di atas 60 tahun, dan urutan kelima penyebab kematian pada usia 15-59 tahun. Di negara-negara maju, insidensi stroke cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Kondisi ini antara lain disebabkanoleh pembatasan peredaran rokok melalui peningkatan bea cukai rokok, serta peningkatan kepatuhan penderita hipertensi mengontrol tekanan darahnya. Meskipun demikian, prevalensi penderita stroke terus bertambah seiring meningkatnya harapan hidup di Negara maju. Sementara itu, di Negara-negara miskin dan berkembang, seperti Indonesia, insidensi stroke cenderung meningkat setiap tahunnya meskipun sulit mendapat data yang akurat

. 4. Patofisiologi

5. Faktor Risiko Stroke dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Siapapun dapat terkena stroke. Stroke dapat menyerang kapan aja dan dimana saja. Stroke dapat menyerang berbagai usia, laki-laki dan perempuan tanpa memandang status social ekonomi. Individu yang terutama berisiko mengalami CVS adalah lansia dengan hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung. Faktor risiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu factor risiko yang tidak dapat diubah dan factor risiko yang dapat diubah. Faktor Risiko Stroke yang tidak dapat diubah Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke sebelumnya. Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya kejadia factor risiko stroke (misalnya hipetensi) pada lakilaki. Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih cenderung menderita diabetes dan hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya factor risiko stroke. Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukasoid.

Faktor Risiko Stroke yang dapat diubah Faktor risiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali. Penanganan berbagai factor risiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke. Hipertensi Hipertensi merupakan factor risiko stroke yang paling konsisten dan penting. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding pembuluh darah kecil yang dikenal dengan miakroangiopati. Hipertensi juga akan memacu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh darah besar.

Diabetes Melitus DM merupakan factor risiko stroke iskemik yang utama. Peningkatan kadar gula darah berhubungan lurus dengan risiko stroke, semakin tinggi kadar gula darah, semakin mudah terkena stroke). Merokok Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko stroke sampai dua kali lipat. Risik stroke akan bertambah 1,5 kali setiap penambahan 10 batang rokok per hari. Dislipidemia Jumlah kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan kolesteril di dalam sel. Hal ini akan memacu proses pengerasan pembuluh darah arteri (atherosclerosis) yang menimbulkan komplikasi organ target. Proses tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena stroke. Faktor lain

Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35 tahun, perokok dan kadar estrogen yang tinggi

Penyakit kardiovaskuler (embolisme serebral mungkin berasal dari jantung

Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskemia serebral umum.

Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.

6. Manifestasi klinis Kehilangan Motorik Hemiplegia, hemiparesis Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan reflex tendon profunda (gambaran klinis awal) Kehilangan komunikasi Disartria Disfagia atau afasia Apraksia

Gangguan Perseptual Homonimus hemia nopia (kehilangan setengah dari lapang pandang) Gangguan dalam hubungan visual-spasial (seringkali terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri) Kehilangan sensori: Sedikit kerusakan pada sentuhan atau lebu buruk dengan kehilagan propriosepsi, kesulitan dalam mengatur stimuli visual, taktil, dan auditori. Kerusakan Aktivitas Mental dan Efek Psikologis

Kerusakan lobus frontal: kapasitas belajar, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan. Disfungsi tersebut mungkin tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komprehensi, cepat lupa, dan kurang motivasi.

Depresi, masalah-masalah psikologis lainnya: kelabilan emosional, bermusuhan, frustasi, menarik diri, dan kurang kerjasama.

Disfungsi Kandung Kemih Inkontinesa urinarius transien Inkontinesa urinarius persisten atau retensi urine (mungkin simptomatik dari kerusakan otak bilateral) Inkontinensia urinarius dan defekasi berkelanjutan (dapat mencerminkan kerusakan neurologis defekatif)

Manifestasi klinis lainnnya Gejala TIA (Transcient Ischemic Attack), dapat mencakup kebas sementara pada wajah atau ekstremitas, slurring of word, kebingungan, pusing, dan perubahan atau gangguan penglihatan. Jika beberapa dari gejala tersebut terjadi, individu harus segera menari bantuan medis Pada CVS, area otak mengalami iskemia menentukan gejala klinis yang terjadi. Aktivitas mental, emosi, bicara, penglihatan, atau gerakan dapat terpengaruh. Banyak perubahan bersifat irreversible, namun beberapa bersifat reversible Stroke hemoragik sering ditandai oleh sakit kepala hebat dan penurunan kesadaran. 7. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnostik CVS yang cepat sangat penting untuk meminimalkan kerusakan. CT Scan adalah metode pilihan untuk pengkajian tanda akut CVS. CT Scan sangat sensitive terhadap hemoragi, suatu pertimbangan penting karena ada perbedaan vital pada terapi stroke iskemik dan stroke hemoragik. CT Scan juga mudah diakses, bahkan pada rumah sakit kecil atau rumah sakit pedesaan.

Sebagian besar alat MRI walaupun bahkan lebih sensitive daripada CT Scan dalam mengidentifikasi kerusakan otak awal akibat stroke, lebih lambat daripada CT sehingga jarang digunakan dalam situasi kedaruratan. Akan tetapi. Setelah CT Scan awal, MRI direkomendasikan untuk menentukan lokasi kerusakan yang tepat dan memantau lesi.

Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, laju endap darah, agregasi trombosit, fibrinogen, gula darah.

EKG dan ekokardiografi, untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung

Pungsi lumbal Pemeriksaan Angiografi, untuk mengetahuo apakah pembuluh darah yang mengalami kerusakan dapat dioperasi atau diterapi dengan metode lainnya.

Ultrasonofrafi (USG), untuk mengetahu stroke yang diakibatkan stenotis kaotis interna, arteri serebralis media, maupun arteri basiler.

8. Penatalaksanaan Pada pasien yang strokenya dapat diidentifikasi bersifat iskemik, agens trombolitik, seperti activator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, TPA) dapat diberikan. TPA harus diberikan sedini mungkin (minimal dalam 3 jam pertama

serangan) agar lebih efektif dalam mencegah kerusakan jangka panjang. Akan tetapi, akan berbahaya jika mengatasi stroke hemoragik dengan trombolitik karena agens ini meningkatkan perdarahan dan memperburuk hasil. Stroke hemoragik diatasi dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan pencegahan kekambuhan. Mungkin diperlukan pembedahan. Terapi obat yang menghambat saluran ion yang mendeteksi asam dikembangkan untuk membatasi kerusakan akibat stroke. Semua pasien stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan stimulus eksternal untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebral. Tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema intracranial dapat dilakukan. Terapi fisik, bicara, dan okupasional sering kali diperlukan.

9. Asuhan keperawatan A. Pengkajian Identitas Nama Usia Jenis kelamin Pekerjaan Status pernikahan Status kesehatan Keluhan Utama Tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya yang sebelah kanan. Selain itu pada pasien stroke bisa juga terjadi bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran. : Parno : 65 tahun : laki-laki : Pekerja Pabrik Bangunan : Cerai

Status kesehatan masa lalu Kebiasaan merokok dan minum kopi setiap saat. Pada pasien stroke biasanya terdapat riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, dan kegemukan. Riwayat penyakit keluarga Tidak disebutkan dalam trigger. Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya stroke dari generasi terdahulu Status kesehatan saat ini Stroke Pengkajian psiko-sosio-spiritual Biasanya stress, sulit memecahkan maslaah, jarang melakukan ibada spiritual, merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan. Pemeriksan fisik Head to toe, tidak dijelaskan dalam trigger. Biasanya batuk, peningkatan sputum, sesak nafas, peningkatan tekanan darah. Pola Nutrisi metabolik Biasanya klien sarapan hanya dengan segelas kopi dan rokok lalu berangkat kerja, jarang makan siang namun ia mengaku makan malamnya sangat banyak dan sebagian besar adalah daging dan karbohidrat.

B. Analisa data DO DS Etiologi Masalah keperawatan mengeluh tidak bisa Factor resiko stroke Perfusi jaringan otak

menggerakk an tangan dan kakinya yang sebelah kanan

Arterisklerosis Thrombosis serebral Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak Kongesti jaringan sekitar Stroke Deficit neurologis Infark serebral Gangguan perfusi jaringan otak

berisiko tidak efektif

pekerja pabrik bangunan, resiko material asing terhirup saat bernafas lebih tinggi

suka sekali merokok

Factor resiko stroke Arterisklerosis Thrombosis serebral Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak Kongesti jaringan sekitar Stroke Deficit neurologis Kemampuan batuk menurun, peningkatan produksi secret, kurang mobilitas fisik Bersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif

mengeluh

Factor resiko stroke

Mobilitas

tidak bisa menggerakk an tangan dan kakinya yang sebelah kanan

Arterisklerosis Thrombosis serebral Pembuluh darah oklusi Iskemik jaringan otak Kongesti jaringan sekitar Stroke Deficit neurologis Kehilangan control volunteer Hemiplegia dan hemiparesis Kerusakan mobilitas fisik

fisik terhambat

C. Diagnosa 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2. Hambatan mobilitas fisik 3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak D. Rencana Keperawatan Dx 1 Tujuan + KH Memfasilitasi patensi bersihan nafas dalam 1 x 24 jam KH: 1. Respiratory Intervensi 1. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi Untuk mempermudah klien bernafas Rasional Untuk mengetahui status klien

Rate normal 2. Pasien tidak merasa cemas 3. Pasien mampu mengeluarkan sekret 2 Pencapaian yang optimal dan kesejajaran tubuh yang tepat untuk pasien dengan deficit neurologis dalam 3 x 24 jam KH: 1. Pasien mampu berpindah dari posisi tidur ke duduk 2. Pasien mampu berpindah dari posisi duduk ke tidur

3. Masukkan jalan nafas melalui oral atau nasopharyngeal 4. Instruksikan bagaimana batuk yang efektif Untuk mempermudah klien bernafas Untuk mengeluarkan sekret

1. Posisikan klien sesuai posisi terapeutik yang telah ditunjuk 2. Instruksikan klien bagaimana menggunakan postur tubuh yang baik, dan mekanisme tubuh yang baik saat melakukan aktivitas 3. Gunakan tempat tidur yang kuat 4. Posisikan kepala dan leher dengan sejajar

Untuk mempermudah mobilitas klien

Agar klien memahami bagaimana beraktivitas dengan baik dengan kondisi tersebut

Meminimalkan bahaya

Mempermudah klien bermobilisasi Membantu sirkulasi

Perfusi jaringan otak adekuat dan komplikasi dapat dihindari dalam 3 x 24 jam

1. Konsultasikan pada dokter untuk menentukan optimal head of bed dan monitor

KH: 1. Pasien tidak mengalami sakit kepala 2. Sirkulasi baik

respon klien 2. Kaji tekanan intracranial klien dan respon neurologis klien untuk dilakukan perawatan 3. Hindari fleksi leher atau lutut ang ekstrim 4. Monitor tandatanda perdarahan Mengetahui adanya perdarahan Untuk mengetahui keseimbangan volume otak Membantu sirkulasi

E. Implementasi DX 1 Implementasi 1. Memonitor status pernafasan dan oksigenisasi 2. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi 3. Memasukkan jalan nafas melalui oral atau nasopharyngeal 4. Menginstruksikan bagaimana batuk yang efektif 2 1. Memposisikan klien sesuai posisi terapeutik yang telah ditunjuk 2. Menginstruksikan klien bagaimana menggunakan postur tubuh yang baik, dan mekanisme tubuh yang baik saat melakukan aktivitas 3. Menggunakan tempat tidur yang kuat 4. Memposisikan kepala dan leher dengan sejajar

1. Mengkonsultasikan pada dokter untuk menentukan optimal head of bed dan monitor respon klien 2. Mengkaji tekanan intracranial klien dan respon neurologis klien untuk dilakukan perawatan 3. Menghindari fleksi leher atau lutut ang ekstrim 4. Memonitor tanda-tanda perdarahan

F. Evaluasi DX 1 Implementasi 1. 2. status pernafasan dan oksigenisasi baik posisi pasien maksimal sesuai potensi

ventilasi 3. jalan nafas melalui oral atau nasopharyngeal

telah diberi 4. pasien mengerti bagaimana batuk yang

efektif 2 5. posisikan klien sesuai posisi terapeutik yang telah ditunjuk 6. klien mengerti bagaimana menggunakan postur tubuh yang baik, dan mekanisme tubuh yang baik saat melakukan aktivitas 7. tempat tidur yang digunakan kuat 8. posisikan kepala dan leher sejajar 3 5. optimal head of bed sudah ditentukan dan respon klien baik 6. tekanan intracranial klien dan respon neurologis klien membaik

7.

fleksi leher atau lutut yang ekstrim dihindari

8. tanda-tanda perdarahan tidak ada

Referensi Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Pinzon, Rizaldy. 2010. Awas Stroke. Yogyakarta: Penerbit ANDI Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Saraf. Jakarta : Salemba Medika Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

You might also like