Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
Hak asasi adalah hak yang paling dasar melekat pada diri manusia. Hak
tersebut digunakan dengan tujuan agar manusia dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dalam kehidupannya, sehingga mereka akan merasakan keadilan
ketika melakukan suatu hal yang menjadi kewajibannya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH ………………………………………………………… 3
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………………… 3
C. TUJUAN ………………………………………………………………………………………… 4
D. MANFAAT …………………………………………………………………………………….. 4
BAB II :
KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………………………………………………… 5
BAB III :
PEMBAHASAN
A. SEBAB-SEBAB TIMBULNYA KONTROVERSI PERNIKAHAN
ANAK DI BAWAH UMUR ………………………………………………………………… 7
B. HUKUM PERNIKAHAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT
PANDANGAN ISLAM ……………………………………………………………………… 8
C. HUKUM PERNIKAHAN ANAK DI BAWAH UMUR BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
DI INDONESIA ……………………………………………………………………………… 9
D. UPAYA MENYIKAPI ATAU MENCEGAH TERJADINYA PERNIKAHAN
ANAK DI BAWAH UMUR …………………………………………… 11
BAB IV :
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………………………………… 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
4
3. Bagaimana hukum pernikahan di bawah umur berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ?
4. Bagaimana upaya menyikapi atau mencegah terjadinya pernikahan
anak di bawah umur ?
C. TUJUAN
D. MANFAAT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pujiono Cahyo Widianto atau yang lebih dikenal dengan Syekh puji,
seorang pria setengah baya yang menikahi gadis belia yang belum genap
berumur 12 tahun, menilai pernikahannya dengan anak tersebut benar dan sah
di mata agama Islam. Ia mengungkapkan bahwa apa yang dilakukannya itu
sesuai dengan sunnah Rasul dan tidak perlu diributkan khalayak ramai.
6
segi normatif (agama) maupun sosiologis (masyarakat). (Sumber :
islamlib.com).
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
B. HUKUM PERNIKAHAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT
PANDANGAN ISLAM
Dalam kasus anak yang ditinggal wafat orang tuanya, seorang bapak
asuh diperintahkan untuk: (1) mendidik, (2) menguji kedewasaan mereka
“sampai usia menikah” sebelum mempercayakan pengelolaan keuangan
sepenuhnya. Di sini ayat Al Qur’an mempersyaratkan perlunya tes dan bukti
obyektif perihal kematangan fisik dan kedewasaan intelektual anak asuh
sebelum memasuki usia nikah sekaligus mempercayakan pengelolaan harta
benda kepadanya. Logikanya, jika bapak asuh tidak diperbolehkan sembarang
mengalihkan pengelolaan keuangan kepada anak asuh yang masih kanak-
kanak, tentunya bocah ingusan tersebut juga tidak layak, baik secara fisik dan
intelektual untuk menikah. Oleh karena itu, sulit dipercaya, Abu Bakar As
Shiddiq, seorang pemuka sahabat, menunangkan anaknya yang masih belia
berusia 7 tahun, untuk kemudian menikahkannya pada usia 9 tahun dengan
sahabatnya yang telah berusia setengah abad. Demikian pula halnya, sungguh
sulit dibayangkan bahwa Nabi SAW menikai gadis ingusan berusia 7 atau 9
tahun. Ringkasnya, pernikahan ‘Aisyah pada usia 7 atau 9 tahun itu bisa
bertentangan dengan prasyarat kedewasaan fisik dan kematangan intelektual
yang ditetapkan Al Qur’an. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa cerita
pernikahan ‘Aisyah gadis belia berusia 7 atau 9 tahun dengan Nabi SAW, itu
adalah mitos yang perlu diuji kesahihannya.
9
tahun) tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun
intelektual. Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar meminta persetujuan
puterinya yang masih kanak-kanak. Buktinya, menurut hadis riwayat Ibn
Hanbal, ‘Aisyah masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika mulai
berumah tangga dengan Nabi SAW. Nabi SAW sebagai utusan Allah yang maha
suci juga tidak akan menikahi gadis ingusan berusia 7 atau 9 tahun, karena hal
itu tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan Islam tentang klausa
persetujuan dari pihak istri. Besar kemungkinan pada saat Nabi SAW menikahi
‘Aisyah, puteri Abu Bakar As Shiddiq itu adalah seorang wanita yang telah
dewasa secara fisik dan matang secara intelektual.
10
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Setiap anak mempunyai
hak dan kewajiban seperti yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 2002 Pasal
4 : setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, Pasal 9 ayat 1 :
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya, Pasal 11 : setiap anak berhak untuk beristirahat dan
memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri, Pasal 13 ayat 1 : setiap anak selama dalam pengasuhan
orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan (a) diskriminasi
(b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual (c) penelantaran (d) kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan (e) ketidakadilan (f) perlakuan salah lainnya.
Selain itu orang tua dan keluarganya mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab terhadap anak seperti yang tertulis di UU no. 23 tahun 2002 Pasal 26
ayat 1 : orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk (a) mengasuh,
memelihara, mendidik, dan melindungi anak (b) menumbuhkembangkan anak
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya (d) mencegah terjadinya
perkawinan pada usia anak-anak.
11
pelanggaran terhadap pernikahan anak di bawah umur dapat dikenakan sanksi
pidana sesuai UU no. 23 tahun 2002 Pasal 77 dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus
juta rupiah).
12
terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada
masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar
bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus
dihindari. Upaya pencegahan pernikahan anak di bawah umur dirasa akan
semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam
pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka.
Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh
sementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur
sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi
korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis
dalam menatap masa depannya kelak.
13
BAB IV
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
Islamlib.com
Kompas.com
15