You are on page 1of 3

Catatan Kajian

Topik: Hijrah - QS 2:218 Tanggal: 26 November 2012 Fasilitator: Bapak Mukhlisin Azis E-Mail: emuchtar@gmail.com Blog: http://chippingin.wordpress.com

TOPIK: Hijrah - QS Al-Baqarah (2):218


Terkait dengan perayaan tahun baru hijriyah baru-baru ini. Ketika muncul kebutuhan untuk menentukan tahun, para sahabat berdiskusi untuk memilih dasar penentuan tahun. Diperbincangkan apa penentuan didasarkan pada tahun kelahiran nabi, tahun diangkatnya Rasulullah menjadi nabi, dan sebagainya. Akhirnya, ditentukan bahwa tahun akan didasarkan pada saat Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Medinah. Penentuan hijrah ini menyiratkan perlu adanya upaya (untuk menjadi lebih baikberdasarkan standar Allah). Kala itu, para sahabat harus memilih untuk tetap berada di Mekkah (bersama keluarga serta fasilitas ekonomi yang lebih baik dan mapan) atau meninggalkan semua kenyamanan itu, meninggalkan nafs kecil mereka untuk mengikuti jejak Rasulullah. QS Al Baqarah (2):218

inna alladziina aamanuu waalladziina haajaruu wajaahaduu fii sabiili allaahi ulaa-ika yarjuuna rahmata allaahi waallaahu ghafuurun rahiimun Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Saya sempat mencek arti kata ha-Jiim-Ra = to leave/abandon/desert/forsake/depart/renounce/quit, separate oneself from, break with, abstain from, shun, leave with body or tongue or heart, leave lust and bad manners. hijr - bad manner, shameful action, nonsense talk.] Perhatikan urutannya. Pertama disebutkan iman. Iman merupakan modal untuk berhijrah. Diperlukan pengenalan terhadap Allah. Hijrah memerlukan pengorbanan, meninggalkan sesuatu yang kita cintai atau lekat. Tentu kata meninggalkan di sini belum tentu berarti meninggalkan, apalagi menyia-nyiakan atau mengabaikan. Lebih kepada melepaskan, tak terlekat, atau tak menghadapkan diri kita pada sesuatu tersebut, kepada sesuatu selain Allah. (Jadi ingat doa atau janji yang kita ucapkan dalam shalat dalam doa iftitah (dari QS Al-Anam:79). Kerap saya berpikir betapa saya tidak menyadari apa yang saya janjikan kepada Tuhan, dan apa implikasinya)

innii wajjahtu wajhiya lilladzii fathara alssamaawaati waal-ardha haniifan wamaa anaa mina almusyrikiina Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Bila implikasi niat kita untuk berhijrah adalah meninggalkan sesuatu yang kita cintai (dan lekati), maka tentu kita perlu memiliki rasa yakin, rasa aman, rasa nyaman, iman kepada Allah, tujuan kita dalam berhijrah. Perlu ada iman terhadap Allah. Sehingga insya Allah suatu saat setiap kali kita perlu mengambil keputusan dalam melangkah di kehidupan ini, pertimbangan kita hanyalah satu: Apakah ini akan mendekatkan saya kepada Allah? Setelah berhijrah, perlu istiqamah, perlu berjihad. Perlu mengerahkan segala daya upaya secara maksimal. Katanya, kalau seperti cucian, setelah dibilas, diperas hingga tetes air terakhir. Sebegitu totalnya. [kembali ke kamus: Jiim-ha-Dal = To strive or labour or toil, exert oneself or his power or efforts, employ oneself vigorously or diligently or studiously, take extra pains, put oneself to trouble or fatigue, examine someone or something, to burden or weaken or fatigue beyond one's power, churn and extract from a thing, very eagerly desire or long for something, lay upon or compress, become manifest, to fight for a cause, be in a state of extreme difficulty or trouble, meditate upon something, to overload (such as a camel or cattle), strive after, struggle against difficulties.] Untuk tiga hal di atas, yaitu iman, hijrah, dan jihad, yang sangat menentukan adalah niatnya, niat kita, niat saya. Motivasi apa yang melatari kita untuk menapaki jalan ini. Bila niatnya adalah makhluk (Saya rasa cukup jelas bila kita mengartikan makhluk di sini yang bersifat duniawi: entah itu orang yang kita kasihi, atau harta dan pandangan orang lain. Pada tahap tertentu, saat kita sudah mulai memperhalus hati kita, surga pun bisa termasuk makhluk. Halus dan sensitif sekali. Sehingga penting bagi kita untuk mengkontemplasi, apa tujuan kita sebenarnya. Pada saat kita mengharapkan surga, bisa jadi kita memiliki bayangan dan pemahaman tersendiri tentang surga itu yang terpisah atau berbeda dari Allah. Sejatinya, tujuan kita, harapan kita adalah rahmat Tuhan dan hanya rahmat Tuhan.) Menarik untuk mencermati bahwa di QS 2:218 ini, kata-kata beriman, hijrah dan jihad ditaruh dalam bentuk past tense, sementara tiba-tiba ketika berbicara tentang rahmat Allah. Hal ini bisa dimaknai dengan (1) Kasih sayang Allah sebagai objektif; (2) Sebenarnya, kasih sayang Allah yang hidup. Allah yang memungkinkan semua ini terjadi. Ayat diakhiri dengan Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang - waallaahu ghafuurun rahiimun. Bila dalam upaya kita, ada yang kurang pada tempatnya, Maka Allah ayng Maha Pengampun akan selalu hadir. Setiap upaya kita insya allah akan mendapatkan Kasih-Sayang-Nya. Amin. Mengutip Pak Quraish Shihab dalam buku Asma al Husna-nya: Ar-Rahiim. Hm. Cukup panjang kajian beliau tentang nama Ar-Rahmaan Ar Rahiim. Yang menarik dan ingin saya sampaikan di sini dari tulisan tersebut adalah buah yang dihasilkan oleh ucapan Ar-Rahmaan Ar Rahiim yang lahir dari lubuk hati. Diharapkan jiwanya akan dipenuhi oleh rahmat dan kasih sayang, dan saat itu rahmat dan kasih sayang akan memancar keluar dalam bentuk perbuatanmenjadi ciri kepribadiannya. Selanjutnya, dia tak akan ragu atau segan mencurahkan rahmat kasih sayang itu kepada sesama manusia tanpa membedakan suku, ras, atau agama maupun tingkat keimanan, serta memberi pula rahmat dan kasih sayang kepada makhluk-makhluk lain baik yang hidup maupun yang mati. Ia bagaikan matahari yang tidak kikir atau bosan memancarkan cahaya dan kehangatannya kepada siapa pun dan di mana pun. Buah rahiim adalah Tidak membiarkan seseorang yang butuh kecuali berupaya memenuhi kebutuhannya, tidak juga membiarkan seorang fakir di sekelilingnya dan di negerinya kecuali dia berusaha untuk membantu dan menampik kefakirannya dengan harta, kedudukan, atau berusaha melalui orang ketiga, sehingga terpenuhi kebutuhannya. Kalau semua itu tidak berhasil dia lakukan, maka hendaklah dia membantunya dengan doa serta menampakkan rasa kesedihan dan kepedihan atas penderitaannya. Itu semua, sebagai tanda kasih sayang, dengan demikian dia bagaikan serupa dengan yang dikasihnya itu dalam kesulitan dan kebutuhan. Al-Ghaffar memiliki akar kata ghafara yan berarti menutup, bisa juga ghafaru (sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka). Allah menutupi dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan anugerah-Nya. Allah menganugerai hamba-hamba-Nya penyesalan atas dosa-dosa sehingga penyesalan ini berakibat kesembuhan, terhapusnya dosa. Al Ghazali mengatakan bahwa Ghaffar berarti Yang menampakkan keindahan dan menutupi keburukan. Yang ditutupi adalah sisi jasmani manusia yang tidak sedap dipandang mata, ditutupi dengan keindahan lahiriah. Kedua, yang ditutupi Allah adalah bisikan hati serta kehendak-kehendak manusia yang buruk. Tak seorang pun mengetahui isi hati manusia kecuali Allah dan dirinya sendiri. Yang ketiga yang ditutupi Allah selaku Ghaffar adalah dosa dan pelanggaran manusia yang seharusnya dapat diketahui umum.

Sedemikian besar anugerah-Nya sampai-sampai Dia menjanjikan menukar kesalahan dan dosa-dosa itu dengna kebaikan jika yang bersangkutan berupaya kembali kepada-Nya. Ibn Arabi mengungkapkan bahwa kalimat Allahumaghfir li juga dipahami dalam arti Ya Allah perbaikilah keadaanku. Amin. Allah memerintahkan manusia agar meneladani-Nya dalam memberi maghfirah [QS 45:14; WS 42:43]. Seseorang yang memenuhi tuntutan ini atau meneladani sifat Allah Al-Ghaffar akan menutupi keburukan orang lain, tidak membeberkannya dan akan menampakkan kelebihan sesamanya, tidak menampilkan kekurangannya. Semoga bermanfaat. Lebih kurangnya, saya meminta maaf. Salaam.

You might also like