You are on page 1of 14

PENDAHULUAN Definisi stroke menurut WHO (1986) yaitu stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global

yang terJadi secara akut, lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau meninggal) akibat gangguan peredaran darah otak. Termasuk disini perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebri, dan iskemik/infark serebri. Gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma tidak termasuk. KLASIFIKASI Stroke dapat dibagi dalam dua kategori berdasarkan kelainan

patologis, yaitu stroke iskemik (termasuk stroke oleh karena trombus atau emboli) dimana prosentasenya 80%, dan stroke perdarahan (termasuk perdarahan intraserebral dan perdarahan subarahnoid) dimana prosentasenya 20%. Sedangkan berdasarkan waktu atau perjalanan penyakitnya stroke dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3. 4. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik makin lama makin berat. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap.

FAKTOR RESIKO Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah Stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Faktor resiko medis penyakit tersebut di atas antara lain disebabkan oleh: 1. Hipertensi, 2. Penyakit Jantung, 3. Diabetes Mellitus, 4. Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah),
5. Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah),

6. Riwayat Stroke dalam keluarga, 7. Migrain Faktor resiko perilaku, antara lain: 1. usia lanjut, 2. obesitas, 3. merokok (pasif/ aktif), 4. Alkohol, 5. Mendengkur, 6. Narkoba, 7. Kontrasepsi oral, 8. suku bangsa (negro/spanyol), 9. jenis kelamin (pria),
10. Makanan tidak sehat (junk food, fast food),

11.

kurang olah raga. Pada stroke perdarahan, hipertensi merupakan kausa yang paling

sering, sumber perdarahannya kerap kali berupa arteriole yang mengalami degenerasi berhubungan dengan proses aterosklerotik hipertensif. Pada hipertensi maligna, elevasi persisten dari tekanan darah menyebabkan

nekrosis otot-otot polos dan lamina elastika dinding pembuluh darah sehingga dapat mencetuskan timbulnya aneurisma. Mikroaneurisma Charcot Bouchard merupakan sumber utama perdarahan intraserebral, lokasinya ada di cabang-cabang lentikulostriata a.serebri media yang mendarahi kapsula interna dan ganglia basalis. Pada daerah-daerah tersebut, pembuluh darah arteri pendek dan lurus dengan sedikit cabang. Arteri-arteri tersebut keluar dari arteri besar di batang otak dan secara fungsional merupakan arteri akhir yang memberi darah kepada bagian basal dan mesial otak serta batang otak. Jarak arteri dan kapiler relatif pendek, sehingga arteriol-arteriol harus menahan tekanan tinggi yang berasal dari arteri besar. Sebab lain perdarahan dalam otak adalah angiopati amiloid yang biasanya dijumpai pada usia lanjut. Sedangkan pada stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

DIAGNOSIS Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut: 1. 2. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. 3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal Stroke. Pada sumber lain tanda dan gejala Stroke yaitu:

Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar

Mulut, lidah mencong bila diluruskan Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat Tidak memahami pembicaraan orang lain Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil Menjadi pelupa ( dimensia) Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya

terjadi pada saat beristirahat atau bangun tidur

Hilangnya

penglihatan,

berupa

penglihatan

terganggu,

sebagian

lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat

Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau pendengaran berkurang

Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.(9) Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan antara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke. Pemeriksaan Radiologi a. CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan stroke dan pemberian trombolitik sesegera mungkin. kelainan Selain lain itu, yang pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari mengeliminasi kemungkinan adanya gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. b. CT perfusion Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk

mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut. c. CT angiografi (CTA) Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena d. daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. MR angiografi (MRA) MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain sepertidiffusionweighted imaging (DWI) danperfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan. Dari berbagai modalitas pemeriksaan penunjang di atas, head CT Scan merupakan diagnosis gold standard untuk menentukan jenis patologis stroke, sebaiknya dilakukan dalam 30 menit setelah kedatangan pasien di RS. Jika head CT-scan tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka diagnosis stroke perdarahan atau stroke infark dapat ditegakkan berdasarkan:

1. Skor Siriraj:

(2,5 x S) + (2 x N) + (2 x M) + (0,1 x D) (3 x A) 12

S = Kesadaran 0 = compos mentis 1 = somnolen 2 = sopor/koma N = Nyeri kepala

0 = tidak ada 1 = ada M = Muntah 0 = tidak ada 1 = ada D = Tekanan darah diastole A = Ateroma 0 = tidak ada 1 = salah satu atau lebih: diabetes, angina, penyakit pembuluh darah. Hasil skor Siriraj: Skor >1 Skor -1 s.d. 1 Skor <-1 : perdarahan supratentorial : perlu CT Scan : infark cerebri

2. Algoritma Skor Gajah Mada:

TERAPI Manajemen umum pada penderita stroke perdarahan sama dengan manajemen stroke iskemik. Tujuan dari terapi stroke adalah: (1) (2) (3) (4) a. mencegah progresivitas, mencegah komplikasi, mencegah kejadian yang berulang, rehabilitasi pasien

Penatalaksanaan Umum Airway and breathing Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.

b.

Circulation Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi

intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke. c. Pengontrolan gula darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.

d.

Posisi kepala pasien Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih

maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat. e. Pengontrolan tekanan darah Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.

Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik. Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolicmaka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani. Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV viasyringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 1015 persen. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan: 1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan labetolol 10 jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit. 2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam. 3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim. f. Pengontrolan demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor. g. Pengontrolan edema serebri Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat. h. Pengontrolan kejang Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap

sekuel

kejang

dengan

menggunakan

preparat

antiepileptik

tetap

direkomendasikan. Medikamentosa Pada stroke perdarahan yang melibatkan edema serebri dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan larutan hipertonik : manitol (osmotic diuretic) untuk jangka pendek. Manitol 25% diberikan 0,5-1,0 gr/kgBB dalam 2-10 menit secara parenteral. Antikoagulan Indikasi: pada stroke iskemik akut yang disebabkan oleh emboli otak. Tujuan: untuk mencegah stroke iskemik ulang. Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk emboli otak berulang.
1. Aspirin dosis 50-325mg peroral sekali sehari mekanisme

kerja: menghambat jalur siklooksigenae.


2. Clopidogrel dosis 75mg peroral sekali sehari mekanisme

kerja: inhibisi reseptor adenosin fosfat.


Neuroprotektan untuk mencegah terjadinya early ischemic injury

1. Piracetam Piracetam mempunyai dua mekanisme:


a. Pada level neuronal berikatan dengan kepala polar

phospholipid membran, memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki neurotranmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi ATP.
b. Pada level vaskuler meningkatkan deformibilitas

eritrosit sehingga aliran darah otak meningkat,

mengurangi hiperagregasi platelet, memperbaiki mikrosirkulasi. Piracetam diberikan pada 7 jam saat onset sroke. Pertama diberikan 12 gr per infus selama 20 menit dan dilanjutkan dengan 3 gr bolus tiap 6 jam atau 12gr setiap 12 jam sampai hari ke empat. Pada hari ke-5 sampai akhir minggu ke-4 piracetam diberikan dalam 4,8gr dibagi 3 kali sehari dan pada minggu ke -5 sampai 12 diberikan 2,4 gram 2 kali sehari. 2. Citicholin Citicholin pada metabolisme neuron meningkatkan ambilan glukosa dan menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemik, merangsang pembentukan glutation, menurunkan resistensi vaskuler. Referensi: Ghofir, Abdul. 2010. Manajemen 60 Menit Pertama Kegawatan Stroke dan Evaluasinya. Yogyakarta: UGM. Marjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi klinis dasar. 13th ed. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta:Gajah Mada University Press. Perdossi. 2004.
http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.html

You might also like