You are on page 1of 8

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

TUMOR MEDULLA SPINALIS

I. DEFINISI Tumor medulla spinalis (spinal cord tumor) adalah suatu proses neoplasma yang terjadi di medulla spinalis (intradural intramedular). Tumor ini bisa bersifat jinak maupun ganas. Jika tumornya bersifat primer, maka biasanya bersifat jinak. Sedangkan yang ganas biasanya merupakan metastasis dari organ-organ lain. Yang tersering adalah payudara, prostat, paru-paru, saluran pencernaan, dan ginekologik (serviks, uterus, dll). II. EPIDEMIOLOGI Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19% dari semua tumor primer susunan saraf pusat. (SSP), dan seperti semua tumor pada aksis saraf, insidennya meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis kelamin tertentu hampir semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada umumnya terdapat pada wanita, serta ependymoma yang lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70% dari tumor intradural merupakan ekstramedular dan 30% merupakan intramedular. Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada usia anak-anak. insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral. Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medialis.

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Pada beberapa individu, bentuk primernya dapat disebabkan karena faktor genetik (tuberous sclerosis, neurofibromatosis), karena terkena paparan radiasi, atau bisa juga karena bahan-bahan kimiawi yang bersifat karsinogenik. Tetapi sampai saat ini, penyebab pasti dari tumor primernya masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. Sedangkan faktor resiko dari tumor medulla spinalis adalah pada pekerja-pekerja yang bekerja di instalasi radiologi, perokok, dan pada buruh pabrik yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia. IV. GEJALA KLINIK Gejala pada tumor medulla spinalis disebabkan karena : 1. Kompresi spinal oleh massa tumor 2. Kelemahan struktur vertebra Gejala-gejala bila terdapat lesi di medulla spinalis dapat dibagi menjadi beberapa bentuk : 1. Brown Sequard Syndrome Sindroma ini terjadi karena lesi medulla spinalis yang bersifat unilateral. Sehingga gejala-gejala kelemahannya pun hanya pada satu sisi dari tubuh dan letaknya ipsilateral dari letak lesi. 2. Central Cord Syndrome Sindroma ini terjadi karena lesi yang letaknya di dalam medulla spinalis (biasanya merupakan lesi intrameduler). Dan manifestasinya baru timbul jika terdapat

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

hambatan di komisura anterior, di mana di dalamnya terdapat serabut saraf yang merupakan jalur spinotalamikus. Biasanya gejala-gejalanya berupa : 1. Nyeri punggung 2. Sensasi dingin pada ekstremitas 3. Menurunnya sensitivitas di saddle area 4. Kelemahan otot dan susah berjalan 5. Spasme otot 6. Inkontinensia V. DIAGNOSTIK Untuk mendiagnosa serta mengetahui letak dari tumor pada medulla spinalis, maka kita perlu mengadakan beberapa pemeriksaan, diantaranya :
1. Anamnesa (riwayat penyakit, riwayat keluarga, pekerjaan, dll)

2. Pemeriksaan fisik dan neurologis (rangsang nyeri, refleks) 3. Radiologis (Rontgen foto, CT Scan, MRI, PET Scan) 4. Laboratorium (CBC, urinalisis, EEG, biopsi) VI. DIAGNOSTIK IMAGING 1. Rontgen Foto Pada beberapa wilayah tertentu, Rontgen foto masih dipakai untuk melihat keadaan tulang belakang. Tetapi saat ini, foto Rontgen hanya digunakan sebagai pelengkap diagnosa saja, dan fungsinya pun hampir tergantikan oleh CT Scan dan MRI dalam hal menilai keadaan tulang belakang. Posisi foto yang umum dipakai untuk melihat keadaan tulang belakang adalah posisi antero-posterior, lateral, serta oblique untuk melihat keadaan foramina intervertebralis di daerah servikal dan pars interartikularis di daerah lumbal. Untuk melihat adanya suatu massa/tumor di medula spinalis, biasanya foto Rontgen ini digabungkan dengan myelografi, yaitu suatu pemeriksaan di mana disuntikkan

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

suatu medium kontras ke dalam medula spinalis secara intratekal, kemudian barulah dilakukan pengambilan Rontgen foto. Kontraindikasi dari myelografi ini adalah jika pasien mempunyai riwayat alergi, sehingga anamnesa dan informed consent dari pasien mutlak diperlukan sebelum dilakukan pemeriksaan.

Pada Rontgen foto dengan myelografi, kita dapat melihat suatu massa tumor di dalam medula spinalis yang berupa filling defect. Foto di atas ini adalah contoh dari astrocytoma. 2. CT Scan Pemeriksaan ini juga biasanya digabungkan dengan myelografi sehingga mempunyai nilai diagnostik yang lebih tinggi. Dalam hal menilai tumor di medulla spinalis, CT Scan dapat menampilkan gambaran struktur tulang di sekitar medula spinalis, apakah terdapat massa yang berasal dari tulang, di mana massa tersebut menekan serabut saraf dari medula spinalis, serta dapat juga menilai ukuran serta letak dari tumor.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

3. MRI Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan radiologis yang paling baik untuk menilai adanya tumor di medula spinalis. Alat ini dapat menilai gambaran ruang dan kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI lebih dapat menggambarkan keadaan jaringan lunak (soft tissue) di sekitar tulang belakang, termasuk di antaranya jaringan lemak. Dan MRI juga lebih akurat dalam membedakan jaringan yang sehat dengan yang sakit jika dibandingkan dengan CT Scan, terutama dalam hal melihat tumor. Dan pemeriksaan menggunakan MRI tidak menggunakan radiasi sinar X-Ray, sehingga tidak perlu khawatir akan bahaya radiasi. Tetapi jika terdapat pasien yang merupakan kontraindikasi dari MRI (pengguna pacemaker, kehamilan, IUD, dll), maka penggunaan CT Scan dengan myelografi tetap diperlukan.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

Berikut adalah gambaran astrocytoma dengan pemeriksaan MRI. Terlihat terdapat massa yang hiperintense di dalam medula spinalis. Biasanya tumor ini kurang dari 4 segmen tulang vertebrae. Tumor ini berasal dari sel astrosit. Tumor ini digolongkan ke dalam tumor intradural intrameduler. 4. PET Scan PET (Positron Emission Termography) Scan adalah pemeriksaan radiologi nuklir yang menggunakan substansi radioaktif untuk melihat serta menilai struktur dari organ tubuh. Caranya adalah dengan menyuntikkan semacam bahan radioaktif melalui siku, kemudian dilihat bagian tubuh mana yang aktif menyerap bahan radioaktif tersebut. Dalam hal menilai tumor, tumor ini akan menyerap bahan radioaktif ini secara aktif, sehingga dapat dideteksi. Jika dibandingkan dengan CT Scan atau MRI, PET Scan ini hanya dapat mendeteksi bagian yang menyerap bahan radioaktif tersebut. PET Scan tidak dapat menggambarkan keadaan anatomis dari organ-organ tubuh seperti halnya CT Scan atau MRI, sehingga biasanya pemeriksaan ini digabungkan dengan CT Scan untuk melihat lokasi penyerapan bahan radioaktif tersebut secara akurat.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

Gambar di atas menunjukkan adanya tumor metastasis dengan PET Scan.

VII. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS Agak sulit untuk membedakan tipe tumor pada medulla spinalis secara radiologis seperti halnya astrocytoma, ependymoma, hemangioblastoma. Tetapi selain itu, tumor medula spinalis perlu juga dibedakan dengan: 1. Tumor ekstramedular (schwannoma, meningioma) 2. Syringomyelia 3. Arterio Venous Malformation (dalam hal ini, medula spinalis biasanya dalam batas normal atau mengecil)
4. Inflammatory myelitis (viral) - dapat dibedakan dengan CSF viral titres

5. HNP (gejalanya karena kompresi dari medula spinalis) 6. Spondilosis (gejalanya karena kompresi dari medula spinalis) 7. Anomali dasar tengkorak (daerah servikal) VIII. TERAPI Terapi untuk tumor medula spinalis bergantung pada keadaan umum pasien, pemeriksaan radiologis, serta hasil biopsi pasien. Kadang satu pasien membutuhkan

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

Spinal Cord Tumor

Kevin Pratama

kombinasi terapi bedah (surgical treatment) dan terapi non-bedah (non-surgical treatment) 1. Terapi non-bedah (non-surgical) Di antaranya adalah : A. Kemoterapi B. Perawatan paliatif (menghilangkan gejala, meningkatkan kualitas hidup pasien) C. Radioterapi 2. Terapi bedah (surgical) Tujuan terapi bedah adalah untuk menstabilkan tulang belakang, untuk mengurangi nyeri, serta mengembalikan fungsi neurologis ke arah normal. Tetapi untuk beberapa tumor, perlu juga perawatan post-operasi seperti kemoterapi atau radioterapi. Dan perlu diperhatikan juga hal-hal seperti : A. Lokasi tumor : tidak semua tumor di medula spinalis adalah operable karena letaknya yang sulit untuk dicapai. B. Efek samping terapi : kemoterapi atau radioterapi dapat mempengaruhi kadar leukosit pasien. Leukosit yang terlalu rendah akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi post-operasi dan sulitnya penyembuhan luka post-operasi C. Keadaan pasien post operasi : biasanya akan terjadi penurunan berat badan yang signifikan dan deteriorasi kesehatan tubuh.

IX. PROGNOSIS Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasuskasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Pembimbing : dr. Patricia Widjaja, Sp.Rad. Periode 6 Desember 2010 8 Januari 2011

You might also like