You are on page 1of 64

LAPORAN TUTORIAL BLOK 10

Disusun Oleh : KELOMPOK 8 ANGGOTA KELOMPOK : Aldika Alviani Arief Tri Wibowo Astary Utami Devin Fidela Indah Aprilia Jim Christover Niq Liliana Surya F Lismya Wahyu N Muhammad Syahid Nymas Nursyarifah Rahman A Rizki Febrina R 04111001130 04111001119 04111001004 04111001079 04111001137 04111001076 04111001080 04111001023 04111001107 04111001113 04111001055 04111001116

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012


1

PESERTA DISKUSI

Moderator Sekretaris

: Astary Utami : Devin Fidela Rizki Febrina R

Anggota

: Jim Christover Niq Rahman A Lismya Wahyu Ningrum Aldika Alviani Liliana Surya F Indah Aprilia Nymas Nursyarifah Arief Tri Wibowo Muhammad Syahid

DAFTAR ISI Halaman judul Daftar Isi Kata Pengantar Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri 1. Skenario................................................................................................................. 2. Klarifikasi Istilah................................................................................................... 3. Identifikasi Masalah.............................................................................................. 4. Analisis Masalah.................................................................................................... 5. Hipotesis................................................................................................................. 6. Keterkaitan Antar Masalah................................................................................. 7. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka Konsep......................... 8. Sintesis.................................................................................................................... Kesimpulan Daftar Pustaka 1 3 4 5 5 6 7 28 28 29 30 63 64

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial A blok 9 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 8 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang,

Juli 2012

Penyusun

1. SKENARIO B BLOK 10 Nyonya A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan ini disertai menggigil, berkeringat dan anorexia yang terus memburuk. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga harus dirawat ( di rumah ) selama 3 bulan. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. A menderita endokarditis. Pemeriksaan Fisik: Vital sign: compos mentis, Nadi: 90x/m, RR: 28 x/m, TD: 130/80 mmHg, Suhu: 39oC Pemeriksaan Spesifik: Kepala & leher: normal Thorax: Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: Murmur diastolik dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap ) Pemeriksaan Penunjang: Kultur darah: S. viridans Echocardiodiography: stenosis mitral (pada apex jantung) 2. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Demam 2. Sesak napas : Peningkatan temperatur tubuh diatas normal. : Perasaan mengenai ketidaknyamanan / kesulitan dalam

bernafas, dapat disebabkan gangguan sistem pernapasan atau yang berasal dari luar paruparu. 3. Menggigil 4. Anorexia 5. Rheumatic Fever : Getaran tubuh secara involunter. : Tidak ada / hilangnya selera makan. : Penyakit demam yang terjadi sebagai lanjutan infeksi

streptococcus hemolitik group A, ditandai dengan lesi peradangan fokal multiple pada struktur jaringan ikat. 6. Endokarditis : Perubahan peradangan proliferatif & eksudatif pada

endokardium ditandai dengan adanya vegetasi pada endokardium. 7. Vital sign : Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pengukuran suhu

badan, denyut nadi, tekanan darah & pernapasan. 8. Compos mentis : Kejernihan pikiran / sadar sepenuhnya, dapat menjawab

pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

9. Perkusi

: Perbuatan mengetuk sesuatu dengan ketukan pendek & tajam

sebagai cara untuk mengetahui keadaan yang ada dibaliknya. 10. Auskultulasi : Mendengarkan suara dalam tubuh terutama untuk memastikan

kondisi thorax / viscera abdomen serta untuk mendeteksi kehamilan. 11. Murmur diastolik : Bunyi periodik berdurasi singkaat yang berasal dari jantung /

pembuluh darah yang terdengar selama periodik diastolik. 12. S. viridans dimasukkan. : Streptococcus tetapi kadang-kadang non hemolitik juga

Beberapa spesies merupakan flora normal dan spesies lainnya

menyebabkan endokarditis bakterial. 13. Echocardiography : Perekaman posisi dan gerakan dinding jantung atau struktur

dalam jantung melalui gema yang diperoleh dari pancaran gelombang ultrasonik yang diarahkan lewat dinding toraks.

3. IDENTIFIKASI MASALAH

KENYATAAN Ny. A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas & BB turun sejak 6 minggu yang lalu disertai menggigil, berkeringat, dan anorexia. Nyonya A merasa nyeri punggung menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas nyonya A timbul jika ia berjalan cukup jauh, dan semakin lama semakin berat. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga haris dirawat ( di rumah ) selama 3 bulan. Ny. A menderita endokarditis. Pemeriksaan Fisik: Vital sign: compos mentis, Nadi: 90x/m, RR: 28 x/m, TD: 130/80 mmHg, Suhu: 39oC

KESESUAIAN

TSH

TSH

TSH TSH

TSH

TSH

TSH

Pemeriksaan Spesifik: Kepala & leher: normal Thorax: Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: Murmur diastolik dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap ) Pemeriksaan Penunjang: Kultur darah: S. viridans Echocardiodiography: stenosis mitral (pada apex jantung) TSH TSH

4. ANALISIS MASALAH Masalah 1 Ny. A, 45 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas & BB turun sejak 6 minggu yang lalu disertai menggigil, berkeringat, dan anorexia. a) Jelaskan mekanisme : Demam Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya racun ke dalam tubuh kita. Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara
7

lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosis). Dengan adanya proses ini, tentara tubuh akan mengeluarkan pirogen endogen (khususnya interleukin 1/IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substandi yakni asama arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. selanjutnya asam arakhidonat yang dikeluarkan hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2) yang dibantu oleh enzim siklookigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh ( di atas suhu normal). Suhu di luar tubuh sekarang berada di bawah suhu dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh. Keadaan ini memberikan ketidakseimbangan dan akibatnya terjadilah respon dingin (menggigil). Kemudian kontraksi otot (menggigil) memberikan dampak berupa penurunan suplai darah ke jaringan. Sehingga tubuh akan mengeluarkan panas berupa keringat.

Sesak napas Pada kasus ini diketahui bahwa terdapat stenosis mitralis. Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan

mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pemompaan darah. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru - tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. Akibatnya terjadi kongesti paru-paru dan menimbulkan dispnea (sesak napas).

Berat badan turun Mekanisme penurunan berat badan.

Terdapat tiga mekanisme umum yang dapat menyebabkan penurunan berat badan, walaupun lebih dari satu mekanisme mungkin berperan pada pasien yang sama. Ketiga mekanisme tersebut adalah : 1. Asupan yang berkurang.

Asupan yang berkurang sampai saat ini merupakan mekanisme yang paling umum dijumpai. Biasanya hal ini terjadi akibat hilangnya selera makan, namun dapat pula disebabkan obstruksi esofagus dan gaster akibat striktur, kompresi massa, atau keganasan yang berinfiltrasi.

2. *

Penggunaan energi yang meningkat. Gangguan endokrin. Penyebab tersering dari meningkatnya metabolisme

(peningkatan penggunaan energi) adalah hipertiroidisme dan feokromositoma. * Keganasan. Keganasan menyebabkan penurunan berat badan selain

karena mengganggu asupan makanan (dengan menurunkan nafsu makan), juga karena meningkatkan proses-proses metabolisme bahkan bila tidak disertai komplikasi anatomi, endokrin, ataupun metabolik. * Demam. Pada keadaan demam terjadi kenaikan tingkat metabolisme basal

sebesar 7 persen tiap kenaikan satu derajat celcius. Selain itu, anoreksia, dehidarasi, dan peningkatan katabolisme protein yang umumnya menyertai setiap penyakit dengan demam (misalnya infeksi, keganasan, stroke, dan gangguan metabolik) ikut berperan.

3.

Kehilangan energi melalui feses atau urin.

Hilangnya energi yang dikonsumsi umumnya diakibatkan salah satu dari diabetes melitus (DM, melalui glukosuria) atau malabsorpsi intestinal (melalui steatore). Pankreatitis kronis merupakan penyebab utama dari steatore, namun malabsorpsi dapat pula terjadi pada limfoma intestinal, celiac sprue, tumor sel islet (seperti somatostatinoma atau gastrinoma), jejas radiasi, obstruksi traktus biliaris, inflammatory bowel disease, dan beberapa penyakit lain.

Menggigil Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dengan dinding ventrikel ketiga adalah suatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil. Pusat ini teraktivasi saat suhu tubuh turun bahkan
9

hanya beberapa derajat di bawah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan menggigil melalui traktus billateral turun ke batang otak kemudian kedalam kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuron-neuron motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur dan menyebabkan gerakan otot yang sebenarnya. Sebaliknya sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka diseluruh tubuh dengan meningkatkan akltivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika tonus ini meningkat diatas nilai kritis tertentu, proses menggigil dimulai. Menggigil merupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh. Pada penderita malaria terjadi di fase awal demam yaitu stadium menggigil. Pada stadium itu hipothalamus menetapkan set point yang lebih tinggi dari suhu tubuh, untuk mencapai set point tersebut, tubuh melakukan proses yang dapat menghasilkan panas dan meningkatkan suhu tubuh yaitu menggigil.

Berkeringat Berkeringat terjadi sebagai rangkaian respon tubuh terhadap pengaturan suhu. Pada skenario ny. A demam dan suhu tubuh meningkat pada pengaturan setpoint demam sampai batas tertentu. Dalam hal ini terjadi refleks spinal setempat yang disebarkan dari reseptor kulit ke medula spinalis dan kembali ke area kulit yang sama dan kelenjar keringat. Hal ini akibat dari efek temperatur langsung setempat pada pembuluh darah. Sewaktu kecil ia

menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga haris dirawat ( di rumah ) selama 3 bulan.

Anorexia Anoreksia dapat dinyatakan sebagai penurunan asupan makanan yang terutama disebabkan oleh hilangnya nafsu makan. Terdapat dua jenis neuron di nukleus arkuatus yang sangat penting sebagai pengatur nafsu makan dan pengeluaran energi. 1 neuron proopiomelanokortin (POMC) yang memproduksi -melamocyte-stimulating hormon (-MSH) bersama dengan cocaine and amphetamine-related transcript (CART), dan 2. neuron yang memproduksi zat oreksigenik neuropeptida Y (NPY) dan agouti-related

10

protein (AGRP). Aktivasi neurin POMC akan mengurangi asupan makanan dan meningkatkan asupan makanan dan mengurangi pengeluaran energi; sedangkan aktivasi neuron NPY-AGRP akan meningkatkan asupan makan makanan dan pengeluaran energi. Neuron-neuron ini akan menjadi target utama bagi kerja hormon yang mengatur nafsu makan, meliputi leptin, insulin, kolesistokinin (CCK), dan ghrelin. Hormon dan neurotransmiter yang menurunkan nafsu makan di antaranya adalah -Melanocyte-stimulating hormon (-MSH), leptin, serotonin, norepinefrin, hormon pelepas-

kortikotropim, insulin, Kolesistokinin (CCK), peptida mirip-glukagon(GLP), Cocaine-and amphetamine-regulated transcript (CART), Peptida YY (PYY). Selain itu sitokin inflamasi juga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan diantaranya adalah tumor necrosis factor-a, interleukin-6, interleukin-1B, dan suatu faktor pemicu proteolisis. Sebagian besar sitokin inflamasi ini diduga memerantarai anoreksia melalui aktivasi sistem melanokortin di hipotalamus. Neuron POMC melepaskan -MSH, yang kemudian bekerja pada reseptor melanokortin yang terutama ditemukan di neuron nukleus paraventrikular. Meskipun terdapat sedikitnya lima subtipe reseptor melanokortin (MCR), MCR-3 dan MCR-4 terutana penting dalam pengaturan asupan makanan dan keseimbangan energi. Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan mengurangi asupan makanan. Pengaruh aktivasi MCR untuk meningkatkan pengeluaran energi kelihatannya diperantarai, paling tidak sebagian, oleh aktivasi jaras saraf yang berjalan dari nukleus paraventrikel ke nukleus traktus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa aktivasi berlebihan pada sistem melanokortin dapat berperan pada timbulnya anoreksia yang terkait dengan infeksi berat dan tumor kanker.

Masalah 2 Nyonya A merasa nyeri punggung menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. a) Mengapa nyeri punggung menetap pada nyonya A baru terasa sejak 4 minggu yang lalu?

11

Kompleks imun yang terjadi akibat peradangan pada jantung akan mengaktifkan makrofag, sehingga menghasilkan berbagai sitokin yang bermanifestasi klinis menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada organ visceral sering di alihkan ada tempat lain di permukaan tubuh (referred pain). Hal ini terjadi dengan mekanisme, cabang-cabang serabut nyeri visceral bersinap dengan neuro urutan kedua di medula spinalis, yang menerima sinyal nyeri dari kulit. Sinyal nyeri dari viscera akan di jalarkan melalui neuron yang sama yang menjalarkan siyal nyeri dari kulit. Rasa nyeri visceral, dialihkan ke permukaan tubuh, dan dilokalisasikan sesuai segmen dermatom dimana organ tersebut berasal pada waktu embrio. Nyeri yang berasal dari jantung naik sepanjang saraf simpatis dan memasuki medula spinalis antara segmen C-3 dan T-5. Oleh karena itu rasa nyeri dialihkan ke bagian leher, melewati bahu otot pektoralis turun ke lengan dan ke dalam sub sternal bagian dada.

Masalah 3 Sesak napas nyonya A timbul jika ia berjalan cukup jauh, dan semakin lama semakin berat. a) Mengapa sesak napas terjadi jika berjalan cukup jauh dan semakin lama semakin berat? Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi. Mitral stenosis kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankancardiac output yang normal (swain, 2005). Sesak nafas yang ditimbulkan pada kasus ini karena terjadi kongesti paru. Ini karena stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan dan volume atrium kiri yang akan dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru, tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat yang menyebabkan kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea).

12

Masalah 4 Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg. a) Bagaimana interpretasi BB turun 5 kg dalam waktu 6 minggu? Idealnya penurunan berat badan per minggu 1-2 pon. Untuk jangka waktu 6 bulan, penurunan normalnya 10% dari berat badannya. Atau 2-4 kg per bulan.

Masalah 5 Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan demam sehingga haris dirawat ( di rumah ) selama 3 bulan. a) Bagaimana patofisiologi rheumatic fever? Rheumatic fever ( demam rematik) Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non suparatif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat, prosesnya merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi , dan sistem saraf pusat. Demam rematik ini disebabkan bakteri Streptococcus Group A (SGA) beta hemolitik terutama menyerang pada bagian tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. Bagian sendi sendi merupakan organ yang paling sering terserang tetapi jantung merupakan organ dengan kerusakan terberat sedangkan keterlibatan organ lain bersifat jinak dan sementara. DR dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan tetapi manifestasi akut dapat timbul berulang ulang yang disebut kekambuhan (recurrent) disebabkan akibat penyakit demam rematik itu sendiri dan apabila kekambuhan demam rematik berlanjut dapat mengakibatkan penyakit jantung rematik (PJR). DR juga dapat mengakibatkan gejala SISA ( secuele) yang amat penting pada jantung sebagai akibat berat dari karditis selama serangan akut DR. Demam rematik beresiko tinggi untuk terjadi kekambuhan kembali oleh kuma SGA, sehingga dibutuhkan pencegahan; pencegahan primer, upaya pencegahan infeksi streptococcus beta hemolitikus grup A yaitu dengan antibiotika penisilin yang

adekuat terhadap SGA. Pencegahan sekunder, upaya mencegah menetapnya infeksi SGA pada bekas pasien demam reumatik yaitu dengan Benzatin penisilin G yang long acting (penting untuk mencegah kelainan hemodinamik npada sirkulasi darah jantung.
13

Patofisiologi Penjelanan berdasarkan thecytotoxicity theory dan teori imunologik.

The cytotoxicity theory suatu toxin dari Streptococcus beta hemolyticus grup A terlibat dalam patogenesis demam rematik akut dan penyakit jantung reumatik. Toksin ini akan beredar melalui pembuluh darah dan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Streptococcus beta hemolyticus grup A akan memproduksi berbagai enzim yang bersifat sitotoksik untuk sel jantung, seperti streptolisin O, yang mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap sel dalam kultur jaringan.

Teori imunologik Teori ini menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh sistem imun tubuh yang bertindak tidak sesuai. Sel imun tubuh (antibody), yang dibuat secara spesifik untuk mengenali dan menghancurksn agen penyebab penyakit yang memasuki tubuh dalam hal ini, Streptococcus beat hemolyticus grup A. Antibodi ini mampu mengenali bakteri ini karena bakteri ini mengandung marker spesifik sebagai tanda pengenal yang disebut antigen. Determinan antigenik antara komponen Streptococcus beta hemolyticus Grup A (protein M, membran protoblas, karbohidratdinding sel grup A, kapsul hialuronat) dan jaringan spesifik (jantung, otak, persendian) serupa. Sebagai contoh, beberapa M protein (M1, M5, M6, M19) berbagi epitop dengan tropomiosin dan miosin pada manusia. Oleh karena adanya persamaanantara antigen Streptococcus beta hemolyticus grup A dan antigen sel-sel tubuh tertentu,maka antibodi tersebut dapat salah mengenali dan menyerang sel tubuh sendiri. Infeksi saluran nafas bagian atas oleh SGA adalah pencetus utama dari individu yang terpredisposisi. Usaha terakhir untuk menerangkan suspektabilitas pejamu terhadap kuman ini adalah gen respon imun yang ditemukan pada sekitar 15% seluruh -hemolyticus grup A di faring meliputi: (1) sensitisasi dari limfosit B oleh antigen streptokokus. (2) pembentukan antibodi antistreptokokus.(3) pembentukan kompleks imun yang mengalami reaksi silang dengan antigensarkolema jantung. (4) respon inflamasi dari miokardium dan katup jantung.

14

*** pada kasus ini Demam reumatik terjadi sampai 3bulan berarti termasuk demam reumatik akut tetapi bila ada karditis yang berat biasanya klinis DR akut berlangsung 6 bulan atau lebih.

b) Jelaskan morfologi, sifat, patogenesis, dan klasifikasi dari bakteri penyebab penyakit sekarang maupun rheumatic fever! Rheumatic fever kebanyakan disebabkan oleh Streptococcus grup A yang mempunyai struktur glikoprotein yang sama dengan otot dan katup jantung manusia. Dalam hal ini yang dijelaskan berikut adalah Streptococcus pyogens salah satu yang mungkin menyebabkan rheumatic fever. Morfologi Kokkus berbentuk tunggal bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai khas. Selain itu, juga S. Pyogens dalam klasifikasi lancefield tergolong kelompok A karena mengandung antigen A. Sifat Sifat hemolitiknya tergolong beta-hemolytic yaitu membentuk hemolisis sempurna dari sel darah merah. Streptokokkus juga bersifat fakultatif anaerob. Patogenesis S. viridans mampu menghasilkan enzim maupun toksin yang menjadi faktor patogenitasnya, yaitu:
15

Streptolisin O dan S o adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi memengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil, platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik). Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C o Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus. Streptokinase o Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik, menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain. Hialuronidase o Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa mensekresi hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui jaringan atau menyebabkan lesi kulit.[7] Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui. Streptodornase o Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang berbeda, yang kadang-kadang disebut streptodornase. DNase melindungi bakteri dari terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri.[8] C5a peptidase o C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang diproduksi oleh sistem komplemen.[9] C5a peptidase diperlukan untuk meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha mengkolonisasi jaringan inang.[10]
16

Kemokin protease streptococcus o Jaringan pasien yang terkena dengan kasus fasitis nekrosis parah sama sekali tidak ada neutrofil.[11] Serin protease ScpC, yang dilepas oleh Streptococcus pyogenes, bertanggung jawab mencegah migrasi neutrofil ke infeksi yang meluas.[12] ScpC mendegradasi kemokina IL-8, yang sebaliknya menarik neutrofil ke tempat infeksi. C5a peptidase, meskipun diperlukan untuk mendegradasi kemotaksin neutrofil C5a di tahap awal infeksi, tak diperlukan untuk Streptococcus pyogenes mencegah aliran neutrofil karena bakteri menyebar melalui fasia S. pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting
manusia mulai dari infeksi kulit ringan dangkal sampai penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi biasanya dimulai di tenggorokan atau kulit. Contoh ringan infeksi S. pyogenes yaitu sakit tekak ( strep throat) lokal dan infeksi kulit (impetigo). Erysipelas dan cellulitis yang dicirikan dengan penyebaran lateral S. pyogenes di kedalaman lapisan kulit. Infeksi disebabkan oleh beberapa jenis S. pyogenes yang dapat dikaitkan dengan rilis (jenis baru) toksin/racun bakteri. Infeksi tenggorokan berhubungan dengan rilis ini dan mengakibatkan juga penyakit demam berdarah (?). Infeksi toxigenic S. pyogenes lainnya dapat mengakibatkan streptococcal toxic shock syndrome, yang dapat mengancam hidup.

S. pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk Sindrom postinfectious non-pyogenic (tidak terkait dengan multiplikasi bakteri lokal dan pembentukan nanah). Komplikasi yang difasilitasi oleh kondisi autoimmun ini tergolong jarang terjadi. Contoh dari komplikasi ini yaitu demam reumatik akut dan poststreptococcal glomerulonephritis. Kedua kondisi ini muncul beberapa minggu setelah infeksi awal streptococcal. Demam reumatik ditandai dengan peradangan pada sendi dan / atau jantung lalu berlanjut dengan sakit tekak. Glomerulonephritis akut dan peradangan glomerulus pada ginjal dapat mengikuti sakit tekak atau infeksi kulit. Klasifikasi Kingdom Phylum Kelas Order Family : : : : : bakteri Firmicutes Basil Lactobacillales Streptococcacea
17

Genus Species

: :

Streptokokus pyogenes

Masalah 6 Ny. A menderita endokarditis. a) Bagaimana patofisiologi dari endokarditis? Endokarditis adalah infeksi permukaan endokardial yang biasanya meliputi dinding ventrikel, katup-katup jantung, dinding arteri besar, septum, yang ditandai dengan mudah terjadinya aggregasi dari trombin dan platelet yang disebut vegetasi, ini berisi makroorganisme. Streptococcus dan staphyloccus merupakan penyebab lebih dari 80% kasus. Streptococcus viridans alpha hemolytic merupakan organisme yang paling sering dan disusul dengan staphylococcus coagulase positiv. Streptococcus viridan merupakan normal flora pada oropharynx dan ini peka terhadap penicilin. Masuknya kuman tersebut dapat melalui oropharynx, kulit, saluran kencing, penyalahgunaan obat melalui parental nasokomial. Jika terjadi trauma, maka streptococcus viridans dapat masuk ke sirkulasi darah dan bisa sampai ke jantung sehingga terjadi endokarditis. Terjadinya endokarditis karena menempelnya mikroorganisme dari sirkulasi darah pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama pada katup-katup yang telah cacat. Penempelan bakteri-bakteri tersebut akan membentuk koloni, dimana nutrisinya diambil dari darah. Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya thrombosis, kejadian tersebut dipermudah oleh

thromboplastin, yang ditimbulkan oleh leukosit yang bereaksi dengan fibrin. Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti koloni-koloni bakteri dan menyebabkan vegetasi bertambah. Daerah endokardium yang sering terkena yaitu katup mitral, aorta. Vegetasi juga terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet lessions, sehingga endothelnya menajdi kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi juga turbulensi yang akan mengenai endothelium. Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat, koloni dari mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana disekelilingnya akan terjadi reaksi radang. Bila keadaan berlanjut akan terjadi absces yang akan mengenai otot jantung yang berdekatan, dan secara hematogen akan
18

menyebar ke seluruh otot jantung. Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang terjadi ruptur dari chordae tendinen, otot papillaris, septum ventrikel. Sehingga pada katup menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh terhadap fungsinya. Permukaan maupun bentuk katup yang

abnormal/cacat ini akan memudahkan terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan menimbulkan emboli diberbagai organ. Pasien dengan endokarditis biasanya mempunyai titer antibodi terhadap mikroorganisme penyebab, hal tersebut akan membentuk immune complexes, yang menyebabkan gromerulonephritis, arthritis, dan berbagai macam manifestasi kelainan mucocutaneus.

b) Apa saja faktor resiko penyakit endokarditis? (hubungan dengan umur, kelamin, aktivitas) Usia lansia memiliki kemungkinan besar terkena endokarditis berkenaan dengan kalsifikasi dan sklerosis pada jaringan katup jantung pada usia tua.

c) Apa hubungan penyakit sekarang dengan riwayat penyakit sebelumnya? Demam rematik dapat menyebabkan endokarditis pada pasien yang mempunyai riwayat demam rematik. Hal ini disebabkan karena katup jantung menjadi fibrosis dan dapat menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam rematik dapat mengakibatkan gejala sisa jika terjadi pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam rematik

d) Bagaimana mengidentifikasi endokarditis? (tanda-tanda gejala, pemeriksaan fisik) Pada anamnesis sangat diperhatikan: a. Keluhan utama : sesak napas, demam dan berat badan turun. b. Keluhan lain : napsu makan menurun (anorexia), menggigil dan berkeringat, sakit dada, nyeri sendi dan punggung, mudah lelah. c. Mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit jantung, pernah operasi jantung, by-pass. d. Kesadaran pasien compos mentis

19

e. Aktivitas gejala: kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/aktivitas. Higiene: kesulitan melakukan tugas perwatan diri. Pemeriksaan fisik : a. Demam (T 37,5C) b. Frekuensi pernapasan melebihi normal c. Denyut nadi perifer melemah d. Terdapat murmur e. Adanya pembesaran jantung pada sebagian kasus f. Pada batas jantung terjadi pergeseran untuk kasus lanjut pembesaran jantung g. Pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpa Pemeriksaan penunjang : 1. EKG menunjukkan adanya iskemia, hipertropi, blok konduksi, disritmia (elevasi ST), PR depresi 2. Echocardiografi: adanya efusi perikardial, hipertropi perikardial, disfungsi katub, dilatasi atrium 3. 4. 5. 6. Enzim jantung: peningkatan CPK, tapi MB inzuenzim tidak ada Rontgen: terlihat pembesaran jantung, infiltrat pulmonal Kultur darah : untuk mengisolasi penyebab bakteri , virus dan jamur BUN: mengevaluasi uremia (kemungkinan faktor pencetus)

Masalah 7 Pemeriksaan Spesifik: Kepala & leher: normal Thorax: Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: Murmur diastolik dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras ( loud opening snap )

a) Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

20

Murmur (bising) diastolik adalah bunyi jantung abnormal yang terjadi pada fase diastolik yaitu antara bunyi jantung kedua dan pertama (lub-dup-murmur, lub-dupmurmur). Suara murmur dibagi menjadi murmur stenotik (bersiul) dan murmur insufisiensi (berdesis) Posisi murmur diastolik:

LUSB (Left Upper Sternal Border) Insufficiency pulmoner LLSB (Left Lower Sternal Border) Stenosis tricuspis Apex Stenosis mitral Spasium Intercostal 3 / LSB (Lower Sternal Border) Insufficiency aorta

Pada kasus ini, Ny.A menderita murmur diastolik dengan stenosis mitral yang menandakan bahwa katup yang seharusnya terbuka sewaktu diastol (katup AV/mitral) tidak membuka secara sempurna. Karena katup mitral mengalami stenosis (menyempit dan tidak membuka sempurna) maka darah harus dipaksa melewati lubang yg menyempit dengan kecepatan sangat tinggi sehingga terjadi turbulensi yang menimbulkan suara siulan abnormal. Loud opening snap merupakan bunyi yang terdengar keras akibat pembukaan katup mitral yang kaku.

b) Apa tujuan dari pemeriksaan spesifik? Pemeriksaan spesifik Kepala : untuk mendeteksi ada atau tidak tanda dan gejala yang menyertai dari penyakit yang dicurigai. Misalnya anemia atau tidak, ada kelumpuhan nervus VII atau tidak Leher : untuk mendeteksi keadaaan aktifitas vena jugularis , kelenjar tiroid , dan kelenjar limfe Perkusi : untuk mendeteksi ukuran jantung, apakah ada pembesaran jantung atau tidak Auskultasi : untuk mendeteksi adanya murmur jantung atau tidak dan untuk mendetksi kelainan lokalisasi kelainan katup pada jantung.
21

c) Apa penyebab murmur diastolik? Bising jantung (cardiac murmur) timbul akibat aliran turbulen dalam bilik (dinding jantung) dan pembuluh darah jantung, sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari diameter kecil ke diameter yang lebih besar. Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup, insufisiensi katup,atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui struktur yang normal, atau akibat aliran darah balik yang abnormal. Bising diastolik terjadi sesudah bunyi S2 saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik. 2 Bising diastolik terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II. Stenosis mitral menyebabkan murmur diastolik bernada rendah karena perbedaan tekanannya kecil (atrium 25 mmHg, ventrikel 5 mmHg). Pompa atrium untuk mengalirkan darah ke ventrikel biasanya membutuhkan tekanan yang tidah terlalu besar, tidak sekuat ventrikel sehingga aliran darah mengalir secara turbulen dan cepat dengan perbedaan tekanan yang kecil. Tidak seperti murmur sistolik yang menimbulkan suara murmur dengan nada tinggi. Pengisian ventrikel dimulai dengan pembukaan katup stenosis yang fibrotik dan kaku. Sehingga membutuhkan tekanan yg besar dan menimbulkan suara yang keras.

d) Bagaimana mekanisme murmur diastolik? Bakteri memiliki kesamaan struktur polysakarida dinding selnya dengan glikoprotein katup jantung. Hal ini memicu terjadinya reaksi autoimun ditandai peningkatan serum antibodi anti otot jantung pada penderita. Lalu invasi bakteri menimbulkan lesi yang bersifat progresif dan terjadi peradangan yang aktif. Timbul suatu vegetasi yang terdiri dari fibrin, trombosit dan bakteri yang melekat di daun katup jantung. Katup jantung menebal disebabkan edema dan infiltrasi pembuluh darah. Kemudian proses buka tutup katup jantung terganggu yang mengakibatkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. Sehingga saat auskultasi jantung dapat terdengar suara bising jantung (mur-mur).

22

Masalah 8

Pemeriksaan Penunjang: Kultur darah: S. viridans Echocardiodiography: stenosis mitral (pada apex jantung)

a) Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang? 1. Kultur darah Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri dalam sampel darah. Bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi. Streptococcus viridans merupakan salah satu bakteri yang memiliki potensi

menyebabkan endokarditis, terutama pada individu dengan kerusakan katup jantung.

2. Stenosis mitral StenosisMitral adalah gangguan katup jantung yang melibatkan penyempitan atau penyumbatan dari pembukaan katup mitral menyebabkan volume dan tekanan darah di atrium kiri meningkat. Stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang dewasa yang semasa kecilnya pernah menderita reumatic fever tetapi tidak mendapatkan pengobatan dengan antibiotik.

23

b) Apa hubungan S. viridans terhadap penyakit sekarang dan penyakit lampau? Ny.A waktu kecil menderita rheumatic fever yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun. Reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus secara teori akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam rematik, dengan cara: 1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring 2. Antigen streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada pejamu yang hiperimun 3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan pejamu yang secara antigenik sama seperti streptococcus (dengan kata lain: antibodi tidak dapat membedakan antara antigen streptococcus dengan antigen jaringan jantung) 4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan di jantung dan menyebabkan peradangan endokardium yang mengenai endotel katup. Ny.A sekarang menderita endokarditis disebabkan oleh Streptococcus viridans. Streptococcus viridan merupakan normal flora pada oropharynx dan ini peka terhadap penicilin. Masuknya kuman tersebut dapat melalui oropharynx, kulit, saluran kencing, penyalahgunaan obat melalui parental nasokomial. Jika terjadi trauma, maka streptococcus viridans dapat masuk ke sirkulasi darah dan bisa sampai ke jantung menempel pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama pada katup-katup yang telah cacat atau mengalami peradangan. Penempelan bakteri-bakteri tersebut akan membentuk koloni. Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terbentuknya fibrin.
24

Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti koloni-koloni bakteri dan menyebabkan vegetasi bertambah. Vegetasi yang semakin bertambah menyebabkan katup menjadi keras/kaku dan terjadilah stenosis mitral (orifisium katup mitral mengecil).

c) Mengapa stenosis terjadi di katup mitral? Disebabkan reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Pada stenosis mitral akibat demam reumatik akan terjadi proses

peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, klasifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari aparatus mitral yang normal. Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. d) Jelaskan morfologi, sifat, patogenesis dan klasifikasi dari bakteri S. viridans? Morfologi Kokkus berbentuk tunggal bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai khas. Selain itu, juga S. Viridans tidak memiliki antigen lancefield. Sifat Sifat hemolitiknya tergolong -hemolytic yaitu membentuk pigmen kehijauan dan hemolisis sebagian dari sel darah merah. Streptokokkus juga bersifat fakultatif anaerob. Sebenarnya S. Viridans merupakan flora normal traktus respiratorius atas namun dalam kondisi tertentu dapat menginvasi ke pembuluh darah dan menyebabkan subakut endokarditis. Patogenesis S. viridans mampu menghasilkan enzim maupun toksin yang menjadi faktor patogenitasnya, yaitu: Streptolisin O dan S o adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi memengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil, platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik). Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C
25

o Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus. Streptokinase o Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik, menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain. Hialuronidase o Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa mensekresi hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui jaringan atau menyebabkan lesi kulit. Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui. Streptodornase o Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang berbeda, yang kadang-kadang disebut streptodornase. DNase melindungi bakteri dari terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri. C5a peptidase o C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang diproduksi oleh sistem komplemen. C5a peptidase diperlukan untuk meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha mengkolonisasi jaringan inang. Organisme ini yang paling melimpah di mulut, dan salah satu anggota kelompok adalah etiologi agen karies gigi. Hal ini dikarenakan bakteri ini mengubah semua makanan menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan, dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang. Jika bakteri ini juga masuk ke dalam pulpa maka pulpa akan mati. Pada saat ini tidak akan terasa nyeri. Tetapi beberapa lama kemudian jika dipakai untuk menggigit atau jika lidah maupun jari tangan menekan gigi yang terkena, maka gigi ini
26

akan menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dari ujung akar dan menyebabkan abses. Memiliki potensi menyebabkan endokarditis , terutama pada individu dengan kerusakan katup jantung. Mereka adalah penyebab paling umum dari bakteri endokarditis subakut. Orang dengan murmur jantung (menunjukkan turbulensi di istirahat curah jantung), kelainan jantung diketahui, atau riwayat demam rematik atau demam berdarah telah diselenggarakan untuk menjadi lebih rentan untuk

mengembangkan endokarditis infektif , dan telah diperlakukan terhadap kemungkinan ini dengan dosis bolus dari antibiotik (misalnya amoksisilin 3 gram) sesaat sebelum gigi. Klasifikasi Kingdom Phylum Kelas Order Family Genus Species : : : : : : : bakteri Firmicutes Basil Lactobacillales Streptococcacea Streptokokus Viridans

e) Bagaimana cara mengidentifikasi penyebab penyakit yang diderita nyonya A? o Echocardiografi : Untuk melihat keadaan vegetasi pada katup aorta terutama vegetasi yang besar ( lebih

dari 5 mm ) o o untuk melihat dilatasi / hipertensi atrium / ventrikel yang progresif. mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis (prolap mitral, fibrosis &

kalsifikasi katup mitral) o penutupan katup mitral yang lebih dalam menunjukkan adanyaa dekstruktif katup

aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katup. Foto rontgen Enzim Jantung
27

Angiografi Kultur darah

5. HIPOTESIS Ny. A, 45 tahun, menderita endokarditis karena infeksi bakteri S. viridans.

6. KETERKAITAN ANTAR MASALAH


Ny. A, 45 tahun Waktu kecil menderita rheumatic fever

6 minggu yang lalu mengalami demam. Sesak napas, BB turun, disertai menggigil, berkeringat dan anorexia

4 minggu lalu merasa nyeri punggung yang menetap

Masuk rumah sakit

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan penunjang

Endokarditis

28

7. KERANGKA KONSEP
Infeksi grup A, -hemolitik

Reumatic

Infeksi bakteri S. viridans

fever
Lesi pada katup & otot jantung

Respon imun

Endokarditis subakut (vegetasi & pembentukan fibrin pada katup mitral)

Demam

Nyeri

Anorexia

BB turun Stenosis

mitral
Sesak napas

Murmur diastolik

29

8. LEARNING OBJECTIVE Pokok Bahasan Endokarditis What I Know Definisi What I don`t Know Patologi, manifestasi klinik, diagnosis Patologi, manifestasi klinik, diagnosis Morfologi, sifat patogenesis, klasifikasi How I will learn IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll

Rheumatic fever

Definisi

Streptococcus viridans

Definisi

1. SINTESIS 1) Endokarditis Endokarditis merupakan peradangan pada katup dan permukaan endotel jantung. Endokarditis bisa bersifat endokarditis rematik dan endokarditis infeksi. Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik yang merupakan penyakit sistemikkarena infeksi streptokokus. Endokarditis infeksi (endokarditis bakterial) adalah infeksi yang disebabkan oleh invasi langsung oleh bakteri atau organisme lain, sehingga menyebabkan streptokokus, deformitas enterokokus, bilah katup. Mikroorganisme stapilokokus, penyebabnya fungi/jamur, mencakup: dan

pneumokokus,

riketsia,

streptokokus viridans. Endokarditis infeksi yang sering terjadi pada manula mungkin terjadi akibat menurunnya respons imunologi terhadap infeksi, perubahan metabilisme akibat penuaan, dan meningkatnya prosedur diagnostik invasif, khususnya pada penyakit genitourinaria. Terjadi insiden yang tinggi pada endokarditis stapilokokus diantara pemakai obat intravena, penyakit yang terjadi paling sering pada orang-orang yang secara umum sehat. Endokarditis yang didapat di rumah sakit terjadi paling sering pada klien dengan penyakit yang melemahkan, yang menggunakan kateter indweler, dan yang menggunakan terapi intravena atau antibiotik jangka panjang. Klien yang diberi pengobatan imunosupresif atau steroid dapat mengalami endokarditis fungi.

30

B.

PATOFISIOLOGI Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida. Faktor-faktor prediposisi dan faktor pencetus: Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi. Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena. Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan. Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub.
31

WOC

C.

TANDA DAN GEJALA Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.

Gejala umum Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.

Gejala Emboli dan Vaskuler Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian
32

hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic). Gejala Jantung

Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular . Endokarditis infeksi akut Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral. D. PENATALAKSANAAN MEDIS Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang
33

sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup. 2) Rheumatic fever

Definisi Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A1.

Etiologi Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan3. Infeksi Streptococcus beta

hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan1,3,5,6. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit3.
34

Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut: 1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya3. 2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh betaStreptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati1,3. 3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

Faktor Predisposisi Faktor Individu 1. Faktor Genetik

Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik merupakan alasan penting mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita demam reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan1,3. 2. Jenis Kelamin Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita1,3. Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki3. 3. Golongan Etnik dan Ras

Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun setelah serangan pertama3.
35

4.

Umur

Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah3. 5. Keadaan Gizi dan adanya penyakit lain

Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah diketahui bahwa penderita sickle cell anemia jarang yang menderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

Faktor-faktor Lingkungan 1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik1,3. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain3. 2. Iklim dan Geografi

Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula1,3. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi daripada di dataran rendah3. 3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat3.

Patogenesis Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3.
36

Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus3. Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam reumatik1. Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik1.

Patologi Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan

37

jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan jantung, sendi, dan otak.1.

Jantung Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau

miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang1. Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok1. Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1. Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai inti mata burung hantu dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow1. Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel
38

Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1. Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat1. Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%1. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah tambalan (patch) MacCallum, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan1. Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga perikardium1.

Organ-organ lain Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari
39

nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis reumatik1. Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas1. Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea3.

Manifestasi Klinis Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium: Stadium I Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan3. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik3. Stadium II Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian3.
40

Stadium III Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

Manifestasi Klinis Mayor 1. Karditis Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien, yang cenderung meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir1,2. Dua laporan yang paling baru, dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien demam reumatik akut. Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler 91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung1. Pada literatur lain menyebutkan yaitu sekitar 40-80% dari demam reumatik akan berkembang menjadi pankarditis5,7. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri1. Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik yang paling khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan dengan infeksi virus, riketsia, dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap merupakan penyebab utama insufisiensi mitral didapat pada anak dan dewasa muda. Meskipun laporan dari negara berkembang mengambarkan insidens penyakit jantung reumatik yang tinggi pada anak muda, demam reumatik dan karditis reumatik jarang ditemukan pada anak umur di bawah 5 tahun. Penyakit ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin terdapat demam ringan dan mengeluh bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung mungkin menunjukkan keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal jantung. Karditis dapat merupakan manifestasi tunggal atau terjadi bersamaan dengan satu atau lebih manifestasi lain. Kadang artritis dapat mendahului karditis; pada kasus demikian tanda karditis biasanya akan muncul dalam 1 atau 2 minggu; jarang terjadi keterlibatan jantung yang jelas di luar interval ini.
41

Seperti manifestasi yang lain, derajat keterlibatan jantung sangat bervariasi. Karditis dapat sangat tidak kentara, seperti pada pasien dengan korea, tanda insufisiensi mitral dapat sangat ringan dan bersifat sementara, sehingga mudah terlewatkan pada auskultasi. Karditis yang secara klinis mulainya lambat mungkin sebenarnya mengambarkan progresivitas karditis ringan yang semula tidak dideteksi. Pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi, harus selalu dilakukan. Pasien yang ada pada pemeriksaan awal tidak menunjukkan keterlibatan jantung harus terus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2 sampai 3 minggu pascaserangan, maka selanjutnya ia jarang muncul. Takikardia merupakan salah satu tanda klinis awal miokarditis. Pengukuran frekuensi jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur. Demam dan gagal jantung menaikkan frekuensi jantung; sehingga mengurangi nilai diagnostik takikardia. Apabila tidak terdapat demam atau gagal jantung, frekuensi jantung saat pasien tidur merupakan tanda yang terpercaya untuk memantau perjalanan karditis. Miokarditis dapat menimbulkan disritmia sementara; blok atrioventrikular total biasanya tidak ditemukan pada karditis reumatik. Miokarditis kadang sukar untuk dicatat secara klinis, terutama pada anak muda yang tidak terdengar bising yang berarti. Pada umumnya, tanda klinis karditis reumatik meliputi bising patologis, terutama insufisiensi mitral, adanya kardiomegali secara radiologis yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung dan tanda perikarditis. Terdapatnya gagal jantung kongestif, yaitu tekanan vena leher yang meninggi, muka sembab, hepatomegali, ronki paru, urin sedikit dan bahkan edema pitting, semuanya dapat dipandang sebagai bukti karditis. Hampir merupakan aksioma, setiap anak dengan penyakit jantung reumatik yang datang dengan gagal jantung pasti menderita karditis aktif. Hal ini berbeda dengan orang tua, padanya gagal jantung kongestif dapat terjadi sebagai akibat stres mekanik pada jantung karena keterlibatan katup reumatik. Pada anak dengan demam reumatik, gagal jantung kanan, terutama yang disertai dengan edema muka, mungkin terjadi sekunder akibat gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri pada anak reumatik relatif jarang ditemukan. Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan komponen yang paling spesifik pada karditis reumatik. Katup-katup pulmonal dan trikuspid jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis reumatik, yang ditandai oleh adanya bising holosistolik (pansistolik) halus, dengan nada tinggi. Bising
42

ini paling baik terdengar apabila pasien tidur miring ke kiri. Pungtum maksimum bising adalah di apeks, dengan penjalaran ke daerah aksila kiri. Apabila terdapat insufisiensi mitral yang bermakna, dapat pula terdengar bising stenosis mitral relatif yaitu bising mid-diastolik sampai akhir diastolik yang bernada rendah. Bising ini disebut bising Carey-Coombs,terjadi karena sejumlah besar darah didorong melalui lubang katup ke dalam ventrikel kiri selama fase pengisian, menghasilkan turbulensi yang bermanifestasi sebagai bising aliran (flow murmur). Insufisiensi aorta terjadi pada sekitar 20% pasien dengan karditis reumatik. Insufisiensi ini dapat merupakan kelainan katup tunggal tetapi biasanya bersama dengan infusiensi mitral. Infisiensi aorta ini ditandai oleh bising diastolik dini dekresendo yang mulai dari komponen aorta bunyi jantung kedua. Bising ini bernada sangat tinggi, sehinggga paling baik didengar dengan stetoskop membran (diafragma) pada sela iga ketiga kiri dengan pasien pada posisi tegak, terutama jika pasien membungkuk ke depan dan menahan napasnya selama ekspirasi. Bising ini mungkin lemah, dan karenanya sering gagal dikenali oleh pemeriksa yang tidak terlatih. Pada infusiensi aorta yang berat, bising terdengar keras dan mungkin disertai getaran bising diastolik. Pada kasus ini tekanan nadi yang naik karena lesi aorta yang besar digambarkan sebagai nadi perifer yang melompat-lompat (water-hammer pulse). Keterlibatan katup pulmonal dan trikuspid jarang terjadi; ia ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik yang kronik dan berat. Pemeriksaan ekokardiografi-Doppler menunjukkan bahwa kelainan pada katup trikuspid dan pasien demam reumatik pulmonoal ini lebih banyak daripada yang dipekirakan sebelumnya. Miokarditis atau insufisiensi katup yang berat dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien demam reumatik akut, terutama pada anak yang lebih muda. Di Yogyakarta pasien yang datang dengan gagal jantung jelas dapat mencapai 65% karena kasus yang dapat berobat ke rumah sakit terdiri atas pasien demam reumatik akut serangan pertama dan demam reumatik akut serangan ulang. Lagipula pasien di Yogyakarta baru berobat apabila telah timbul gejala dan tanda gagal jantung. Manifestasi gagal jantung meliputi batuk, nyeri dada, dispne, ortopne, dan anoreksia. Pada pemeriksaan terdapat takikardia, kardiomegali, dan hepatomegali dengan hepar yang lunak. Edema paru terjadi pada gagal jantung sangat bervariasi. Pembesaran jantung terjadi bila perubahan hemodinamik yang berat terjadi akibat penyakit katup. Pembesaran jantung yang progresif dapat terjadi akibat pankarditis, yaitu karena dilatasi jantung akibat miokarditis ditambah dengan akumulsi cairan perikardium
43

parietale dan viserale. Penggesekan permukaan yang meradang menimbulkan suara gesekan yang dapat didengar. Bising gesek ini terdengar paling baik di midprekordium pada pasien dalam posisi tegak, sebagai suara gesekan permukaan. Bising gesek dapat didengar pada sistole atau diastole tergantung pada apakah pergeseran timbul oleh kontraksi maupun relaksasi ventrikel. Pengumpulan cairan yang banyak menyebabkan terjadinya pergeseran perikardium, sehingga dapat mengakibatkan menghilangnya bising gesek. Bising gesek pada pasien parditis reumatik hampir selalu merupakan petunjuk adanya pankarditis. Perikarditis yang tidak disertai dengan endokarditis dan miokarditis biasanya bukan disebabkan demam reumatik. Irama derap yang mungkin terdengar biasanya berupa derap protodiastolik, akibat aksentuasi suara jantung ketiga. Derap presistolik agak jarang terjadi, akibat pengerasan suara jantung keempat yang biasanya tidak terdengar, atau derap kombinasi, yaitu kombinasi dari dua derap (summation gallop).

2. Artritis Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun merupakan manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik dan sering menyesatkan diagnosis. Insidens artritis yang rendah dilaporkan pada penjangkitan demam reumatik akhir-akhir ini di Amerika Serikat, mungkin akibat pedekatan diagnosis yang berbeda. Kebanyakan laporan menunjukkan artritis sebagai manifestasi reumatik yang paling sering, tetapi bukan yang paling serius, seperti kata Lasegue, demam reumatik menjilat sendi namun menggigi jantung1. Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak semua manifestasi ada, tetapi nyeri pada saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif atau pasif biasanya merupakan tanda yang mencolok. Intensitas nyeri dapat menghambat pergerakan sendi hingga mungkin seperti pseudoparalisis1. Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi nyeri ringan tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena, yang terutama adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi perifer yang kecil jarang terlibat. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans). Proses radang pada satu sendi dapat sembuh secara spontan sesudah beberapa jam serangan, kemudian muncul artritis pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, artritis sembuh dalam 1 minggu, dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Artritis demam
44

reumatik berespons dengan cepat terhadap salisilat bahkan pada dosis rendah, sehingga perjalanan artritis dapat diperpendek dengan nyata dengan pemberian aspirin1. Pemeriksaan radiologis sendi tidak menunjukkan kelainan kecuali efusi. Meskipun tidak berbahaya, artritis tidak boleh diabaikan; ia harus benar-benar diperhatikan, baik yang berat maupun yang ringan. Sebelum terburu-buru ke laboratorium untuk memikirkan skrining kolagen yang lain, ia harus diperiksa dengan anamnesis yang rinci serta pemeriksaan fisis yang cermat1.

Korea Sydenham Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien demam reumatik1,2. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat, terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea Sydenham dengan demam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama. Hubungan tersebut tampak pada pasien dengan manifestasi reumatik, terutama insufisiensi mitral, yang semula datang hanya dengan korea Sydenham. Sekarang jelas bahwa periode laten antara infeksi streptokokus dan awal korea lebih lama daripada periode laten untuk artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis artritis atu karditis adalah sekitar 3 minggu, sedangkan manifestasi klinis korea dapat mencapai 3 bulan atau lebih1. Pasien dengan korea datang dengan gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan, inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih nyata apabila pasien dalam keadaan stres. Gerakan abnormal ini dapat ditekan sementara atau sebagian oleh pasien dan menghilang pada saat tidur. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas. Pasien tampak gugup dan menyeringai. Lidah dapat terjulur keluar dan masuk mulut dengan cepat dan menyerupai kantong cacing. Pasien korea biasanya tidak dapat mempertahankan kestabilan tonus dalam waktu yang pendek1. Biasanya pasien berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Ekstensi lengan di atas kepala menyebabkan pronasi satu atau kedua tangan (tanda pronator). Kontraksi otot tangan yang tidak teratur tampak jelas bila pasien menggenggam jari pemeriksa (pegangan pemerah susu). Apabila tangan diekstensikan ke depan, maka jari-jari berada dalam keadaan hiperekstensi (tanda sendok atau pinggan). Koordinasi otot halus sukar. Tulisan tangannya buruk, yang ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap1,5. Bila disuruh membuka dan menutup kancing baju, pasien menunjukkan inkoordinasi yang jelas, dan ia menjadi mudah kecewa. Kelabilan emosinya khas, pasien sangat mudah menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai1,2,5. Orangtua sering cemas oleh kecanggungan pasien yang reaksi yang
45

mendadak. Guru memperhatikan bahwa pasien kehilangan perhatian, gelisah, dan tidak koperatif. Sebagai pasien mungkin disalahtafsirkan sebagai menderita kelainan tingkah laku. Meskipun tanpa pengobatan sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada kasus yang berat, meskipun dengan pengobatan, korea minor dapat menetap selama 3-4 bulan, bahkan dapat sampai 2 tahun1. Insidens korea pada pasien demam reumatik sangat bervariasi dan cenderung menurun, tetapi pada epidemi mutakhir di Utah korea terjadi pada 31% kasus. Korea tidak biasa terjadi sesudah pubertas dan tidak terjadi pada dewasa, kecuali jarang pada wanita hamil (korea gravidarum). Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak wanita dibanding pada lelaki. Sesudah pubertas perbedaan jenis kelamin ini bertambah1.

Eritema Marginatum Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi mayor. Data kepustakaan menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya terjadi pada lebih-kurang 5% pasien1. Pada literatur lain menyebutkan eritema ini ditemukan pada kurang dari 10% kasus2. Ruam ini tidak gatal, maskular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah1,2,5. Pemasangan handuk hangat atau mandi air hangat dapat memperjelas ruam. Eritema sukar ditemukan pada pasien berkulit gelap. Ia biasanya timbul pada stadium awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah semua manifestasi klinis lain hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis, seperti halnya nodul subkutan1. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada wanita dengan karditis kronis5.

Nodulus Subkutan Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir, saat ini jarang ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik. Penelitian mutakhir melaporkan frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun pada laporan mutakhir dari Utah nodul subkutan ditemukan pada sekitar 10% pasien. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada pasien demam reumatik akut
46

biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang daripada nodul pada reumatoid artritis. Kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang atau pucat. Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa minggu sakit dan pada umumnya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis1.

MANIFESTASI MINOR Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada karditis yang tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah remiten, tanpa variasi diurnal yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya terasa sangat berat sehingga pasien tidak mampu lagi menggerakkan tungkainya1. Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk kriteria minor5. Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal jantung oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam reumatik tanpa gagal jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat sekali pada daerah sekitar umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis sehingga dilakukan operasi1. Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi. Kelelahan merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal jantung. Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan pada demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria diagnosis1.

Stadium IV Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa3. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita

47

demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya3.

Lama Serangan Demam Reumatik Lama serangan demam reumatik secara keseluruhan (bukan lama masing-masing manifestasi) berbeda tergantung pada kriteria yang digunakan, dan pada manifestasi klinis. Serangan yang terpendek merupakan ciri artritis, yang lebih panjang terjadi pada korea dan serangan terpanjang adalah karditis1. Pada serangan lebih pendek jikalau yang dianggap sebagai titik akhir adalah hilangnya manifestasi klinis akut, dan lebih panjang jika titik akhir adalah kembalinya laju endap darah manjadi normal. Walaupun demikian dalam beberapa kasus manifestasi klinis mayor tertentu (misalnya korea, dan kadang eritema marginatum dan nodulus) dapat menetap atau bahkan muncul pertama kalinya setelah fase akut telah kembali normal1. Lama serangan pertama demam reumatik adalah mulai kurang dari 3 minggu (pada sepertiga kasus) sampai 3 bulan. Namun pada pasien karditis berat, proses reumatik aktif ini dapat berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. Pasien ini menderita demam reumatik kronik. Di negara Barat keadaan ini terjadi pada sebagian kecil kasus (3% atau kurang). Sebagian besar pasien dengan demam reumatik yang berkepanjangan menderita beberapa kali serangan. Di negara tempat karditis berat dan kumat sering terjadi, frekuensi demam reumatik kronik mungkin sekali lebih tinggi1. Proses demam reumatik dianggap aktif terdapat salah satu dari tanda berikut: artritis, bising organik baru, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100/menit, korea, eritema marginatum, atau nodulus subkutan. Gagal jantung tanpa penyakit katup yang berat juga merupakan tanda karditis aktif. Karditis reumatik kronik dapat berlangsung berlarut-larut dan menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan atau tahun. Laju endap darah (LED) yang terus tinggi lebih dari 6 bulan bukan aktivitas reumatik jika tidak disertai tanda lain1.

Diagnosis Demam reumatik tidak mempunyai organ sasaran tertentu. Demam reumatik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, secara tersendiri atau bersama. Tidak adanya manifestasi (kecuali korea Sydenham murni) maupun uji laboratorium yang cukup khas untuk diagnosis, karenanya diagnosis didasarkan pada kombinasi beberapa penemuan. Makin banyak manifestasi, makin kuat pula diagnosis. Karena prognosis bergantung pada manifestasi klinis,

48

maka pada diagnosis harus disebut manifestasi klinisnya, misalnya demam reumatik dengan poliartritis saja. Pada tahun 1994 Dr. T. Duckett Jones mengusulkan kriteria diagnosis yang didasarkan kepada kombinasi manifestasi klinis dan penemuan laboratorium. Tanda klinis yang paling berguna disebut sebagai manifestasi mayor, yakni karditis, poliartritis, korea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Istilah mayor berkaitan dengan diagnosis dan bukan dengan frekuensi atau derajat kelainan. Tanda dan gejala lain, meski kurang khas, masih dapat bermanfaat, disebut kriteria minor yang meliputi demam, artralgia, riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sebelumnya, pemanjangan interval P-R dan reaktan fase akut (LED, PCR). Dua manifestasi mayor, atau satu manifestasi mayor dan dua minor, menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik1.2.5. Pada kriteria Jones yang direvisi tahun 1965 diperlukan bukti adanya infeksi sterptokokus yang baru untuk mandukung diagnosis. Terdapat dua pengecualian pada perlunya dukungan ini; pertama pada beberapa pasien dengan korea Sydenham, dan kedua pada pasien dengan karditis yang diam-diam (silent carditis). Antibodi streptokokus mungkin telah kembali normal pada saat kedua golongan pasien tersebut pertama diperiksa. Kriteria Jones ditinjau kembali pada tahun 1984 tanpa perubahan yang berarti (Tabel 1). Tujuan semula Jones ini untuk mencegah kesalahan diagnosis demam reumatik akut, yang sampai sekarang belum tercapai. Overdiagnosis masih sering terjadi, paling sering pada pasien dengan poliartritis sebagai manifestasi tunggal. Manifestasi minor sangat tidak spesifik dan infeksi sterptokokus terdapat dimana-mana, sehingga kebutuhan pelengkap untuk diagnosis dengan mudah dapat dipenuhi sehingga menyebabkan overdiagnosis1. Yang sering dirancukan dengan demam reumatik adalah golongan penyakit kolagen vaskular, khususnya artritis reumatoid juvenil. Umumnya bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya dapat membedakan penyakit ini. Penemuan klinis tertentu pada artritis reumatoid juvenil yang khas meliputi keterlibatan sendi kecil perifer, keterlibatan sendi besar yang simetris tanpa artritis migrans, sendi yang terkena pucat, perjalanan penyakitnya lebih lamban dan responsif terhadap salisilat. Meski sebagian artritis reumatoid berespons cepat terhadap salisilat, sebagian besar pasien sembuh lebih lambat, walaupun dengan dosis salisilat yang besar. Jika pasien gagal berespons sesudah 24-48 jam setelah dimulainya terapi salisilat, ia lebih mungkin menderita artritis reumatoid daripada demam reumatik akut1. Beberapa penyakit harus dimasukkan dalam diagnosis banding, termasuk lupus eritematosus sistematik, penyakit jaringan ikat campuran, artritis reaktif yang mencakup artritis pascasterptokokus, penyakit serum, dan artritis infeksi, terutama artritis akibat
49

gonokokus yang melibatkan beberapa sendi. Pemeriksaan serologis, termasuk panel antibodi anti-nuklear (ANA), dan biakan biasanya dapat membantu membedakan keadaan-keadaan tersebut. Pasien penyakit sel sikel atau hemoglobinopati lain, dan kadang pasien leukemia, mungkin datang dengan keluhan poliartritis. Pemeriksaan darah dan biopsi sumsum tulang biasanya memastikan diagnosis1. Karditis atau perikarditis reumatik harus dibedakan dengan karditis akibat penyebab lain, termasuk infeksi bakteri, virus, atau mikoplasma, serta penyakit kolagen

vaskular. Endokarditis harus dibedakan dari endokarditis pada kelainan katup bawaan atau prolaps katup mitral. Ekokardiografi berperan penting untuk identifikasi kelainan bawaan dan prolaps katup mitral. Penyakit Libman Sacks, endokarditis yang bersamaan dengan lupus eritematosus sistematik, jarang sekali terlihat pada anak. Pasien dengan hipertiroidisme, terutama yang disertai dengan blok A-V derajat I dapat dirancukan dengan insufisiensi mitral reumatik1. Berbagai penyakit neurologis degeneratif, koreoatetosis kongenital, spasme habitualis, beberapa tumor otak, dan kelainan tingkah laku dapat dirancukan dengan korea Sydenham. Penyembuhan spontan membantu diagnosis korea Sydenham, karena biasanya pada kelainan lain apabila tidak diobati korea akan cendrung menetap atau progresif. Teknik diagnosis yang lebih baru, antara lain computerized axial tomography (CAT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) berguna dalam memastikan kelainan-kelainan tersebut1. Seperti dinyatakan di atas, masalah utama dalam diagnosis adalah bila pasien yang hanya menunjukan satu kriteria mayor, khususnya pasien poliartritis. Masalah jarang timbul apabila ditemukan dua kriteria mayor. Pengamatan cermat terhadap pasien sementara pemberian profilaksis antibiotik dapat menyelesaikan dilema, terutama bila terdapat artritis kumat tanpa bukti faringitis streptokokus sebelumnya1.

Peninjauan Kembali Kriteria Diagnosis Kesulitan untuk menegakkan diagnosis dengan tepat menyebabkan Kelompok Studi WHO secara berhati-hati meninjau kembali kriteria Jones dan memandang perlu untuk mengadakan beberapa perubahan. Kelompok ini menyimpulkan bahwa bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya adalah menyimpulkan penting, mengingat fasilitas laboratorium telah banyak tersedia di banyak negara selama dua puluh tahun terakhir ini. Uji laboratorium untuk biakan dan antibodi sterptokokus saat ini sudah dapat diperoleh di banyak negara. Juga disimpulkan bahwa artralgia harus dipertahankan sebagai manifestasi minor, bila tidak maka akan terjadi overdiagnosis1.
50

Di negara sedang berkembang tidak jarang pasien didiagosis untuk pertama kalinya sebagai karditis reumatik aktif tanpa dukungan anamnesis, pemeriksaan fisis, ataupun pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi kriteria Jones yang direvisis. Untuk membuat kriteria benar-benar lebih sesuai dengan pengalaman klinikus, disetujui bahwa pada pasien dengan karditis yang datang diam-diam atau datang terlambat, diagnosis demam reumatik dimungkinkan pada pasien yang manifestasi satu-satunya adalah karditis aktif, sebagaimana halnya pada diagnosis korea Sydenham. Namun harus ditekankan bahwa dasar diagnosis tersebut haruslah secara hati-hati ditentukan untuk membedakan dari penyakit jantung valvular kronik yang diduga reumatik, dari mioperikarditis, dan dari kerdiomiopati1. Akhirnya kelompok studi menyimpulkan bahwa diagnosis demam reumatik akut kumat pada pasien yang telah diketahui pernah menderita demam reumatik harus ditentukan secara tersendiri. Pada pasien dengan riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik yang dapat dipercaya, diagnosis haruslah didasarkan atas manifestasi minor ditambah bukti adanya infeksi sterptokokus yang baru. Diagnosis demam reumatik kumat mungkin baru dapat ditegakkan sesudah waktu yang cukup lama untuk menyingkirkan diagnosis lain. Dalam mengevaluasi pasien seperti ini harus diingat kemungkinkan endokarditis infektif yang mungkin secara klinis menyerupai demam reumatik kumat. Kelambatan diagnosis endokarditis infektif dapat berakibat amat serius1. Kriteria yang Dianjurkan Kelompok studi WHO menganjurkan bahwa kriteria Jones yang direvisi tahun 1982 (Tabel 1) dengan tambahan catatan di bawah, diambil sebagai pegangan umum. Pada tiga golongan pasien yang diuraikan di bawah, diagnosis demam reumatik diterima tanpa adanya dua manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor dan dua manifestasi minor. Hanya pada dua yang pertama persyaratan untuk infeksi streptokokus sebelumnya dapat dikesampingkan1,2,5.

Korea dalam praktek diagnosis korea reumatik ditegakan apabila korea merupakan manifestasi klinis tunggal, sesudah sindrom grenyet (tic) dan penyebab gerakan koreiform lain (misalnya lupus) disingkirkan. Kelompok WHO secara tegas menyatakan bahwa korea murni dapat dikecualikan dari pemakaian kriteria Jones.

Karditis datang diam-diam atau datangnya terlambat. Pasien kelompok ini biasanya mempunyai riwayat demam reumatik yang samar-samar atau tidak ada sama sekali, tetapi selama periode beberapa bulan timbul gejala dan tanda umum seperti rasa tidak enak badan, lesu, anoreksia, dengan penampakan sakit kronik. Mereka sering datang dengan gagal jantung, dan pemeriksaan fisis dan laboratorium menunjukkan adanya penyakit jantung valvular. Jenis miokarditis akibat kelainan lain harus disingkirkan. Tanda radang aktif
51

(biasanya reaksi fase akut seperti LED dan PCR) diperlukan untuk membedakannya dari penyakit katup reumatik inaktif. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk memperkuat atau menyingkirkan adanya penyakit katup kronik. Endokarditis infektif mudah dirancukan dengan keadaan ini.

Demam reumatik kumat. Pada pasien penyakit reumatik yang telah menetap (establihed) yang telah tidak minum obat antiradang (salisilat atau kortikosteroid) selama paling sedikit dua bulan, terdapatnya satu kriteria mayor atau demam, artralgia, atau naiknya reaktan fase akut memberikan kesan dugaan diagnosis demam reumatik kumat, asalkan terdapat bukti adanya infeksi sterptokokus sebelumnya (misalnya peninggian titer ASTO). Namun untuk diagnosis yang tepat diperlukan pengamatan yang cukup lama untuk menyingkirkan penyakit lain dan komplikasi penyakit jantung reumatik seperti endokarditis infektif. Seringkali sukar membuktikan adanya karditis akut selama serang kumat. Munculnya bising baru, bertambahnya kardiomegali, atau adanya bising gesek perikadial biasanya membuktikan diagnosis karditis. Adanya nodul subkutan atau eritema marginatum juga merupakan bukti terpercaya untuk terdapatnya karditis aktif. TABEL 1. KRITERIA JONES (REVISI) UNTUK PEDOMAN DALAM DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK

Manifestasi Mayor

Manifestasi Minor

Klinik - Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik Karditis Poliartritis Korea Eritema marginatum Nodulus subkutan - Artralgia - Demam Laboratorium - Reaktans fase akut Laju endap darah (LED)

- Protein C reaktif Leukositosis

- Pemanjangan interval P-R ditambah


52

Bukti adanya infeksi streptokokus - Kenaikan ASTO/lain - Biakan farings positif untuk streptokokus grup A - Demam skarlatina yang baru titer antibodi antisterptokokus:

Adanya dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik akut, jika didukung oleh adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya. * Committee on Rheumatic Fever and Bacterial Endocarditis, 1982

Diagnosa Banding Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang mungkin memberi gejala yang sama atau hampir sama dengan demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah kriteria Jones sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi diagnosis berlebihan3. Reumatoid artritis serta lupus eritrmatosus sistemik juga dapat memberi gejala yang mirip dengan demam reumatik (Tabel 2). Diagnosis banding lainnya ialah purpura HenochSchoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis pasca infeksi, artritis septik, leukimia dan endokarditis bakterialis sub akut3. TABEL 3. DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK3 Lupus Demam reumatik Artritis reumatoid eritomatosus sistemik Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun

53

Rasio kelamin Kelainan sendi Sakit Bengkak Kelainan Ro Kelainan kulit Karditis Laboratorium Lateks Aglutinasi domba Sediaa sel LE Respon salisilat terhadap sel

Sama

Wanita 1,5:1

Wanita 5:1

Hebat Non spesifik Tidak ada

sedang Non spesifik Sering (lanjut)

Biasanya ringan Non spesifik Kadang-kadang Lesi kupu-kupu Lanjut

Eritema marginatum Makular Ya Jarang

10% 10% 5%

Kadang-kadang

Cepat

Biasanya lambat

Lambat / -

Pengobatan 1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600 000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus1,3.

2.

Obat analgesik dan anti-inflamasi

54

Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas dapat membantu diagnosis1. Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100 mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/ hari selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus diingatkan kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan hiperpne1,2,3. Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin seringkali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali dengan dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid; prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maximum 80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus dimulai dengan metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2-3 minggu prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi tumpang tindih ini dapat mengurangi insidens rebound klinis pascaterapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan, atau sementara prednison diturunkan, tanpa infeksi streptokokus baru. Steroid dianjurkan untuk pasien dengan karditis karena kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik, demikian pula gagal jantung pun berespons lebih cepat daripada dengan salisilat1,2. Pada sekitar 5-10% pasien demam reumatik, kenaikan LED bertahan selama berbulan-bulan sesudah penghentian terapi. Keadaan ini tidak berat, tidak dapat dijelaskan sebabnya, dan tidak perlu mengubah tata laksana medik. Sebaliknya kadar PCR yang tetap tinggi menandakan perjalanan penyakit yang berlarut-larut; pasien tersebut harus diamati dengan seksama. Apabila demam reumatik inaktif dan tetap tenang lebih dari dua bulan setelah penghentian antiradang, maka demam reumatik tidak akan timbul lagi kecuali apabila terjadi infeksi streptokokus baru.

TABEL 3. OBAT ANTIRADANG YANG DIANJURKAN PADA DEMAM REUMATIK2,3

MANIFESTASI KLINIS

PENGOBATAN
55

Artralgia

Hanya analgesik (misal asetaminofen).

Salisilat Artritis

100 mg/kgBB/hari

selama

minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4 minggu berikutnya

Salisilat Artritis + karditis

100

mg/kgBB/hari

selama

tanpa minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4 minggu berikutnya

kardiomegali

Prednison

mg/kgBB/hari

selama

minggu dan diturunkan sedikit demi sedikit Artritis + karditis + kardiomegali (tapering off) 2 minggu; salisilat 75 mg/kgBB/hari mulai awal minggu ke 3 selama 6 minggu

3.

Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi3,9.

4.

Tirah Baring dan mobilisasi

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel 4 merupakan pedoman umum; tidak ada penelitian acak terkendali untuk mendukung rekomendasi ini. Hal penting adalah bahwa tata laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis yang lama harus dihindari1.
56

Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap3. Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis serta keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali, setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang bersifat kompetisi fisis3.

TABEL 4. PEDOMAN ISTIRAHAT DAN MOBILISASI PENDERITA DEMAM REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK AKUT (Markowitz dan Gordis, 1972)3 Karditis minimal 3 minggu Karditis tanpa kardiomegali 6 minggu Karditis +

Artritis

kardiomegali 3-6 bulan

Tirah baring Mobilisasi bertahap ruangan Mobilisasi

2 minggu

di 2 minggu

3 minggu

6 minggu

3 bulan

bertahap di luar 3 minggu ruangan Semua kegiatan Sesudah minggu

4 minggu

3 bulan

3 bulan atau lebih 6

6-8 Sesudah minggu

10 Sesudah bulan

bervariasi

5.

Pengobatan lain

5.1 Pengobatan Karditis Pengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial, terutama dalam hal pemilihan pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus dengan steroid. Meski banyak dokter secara rutin menggunakan steroid untuk semua pasien dengan kelainan jantung, penelitian tidak menunjukkan bahwa steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada pasien karditis ringan
57

atau sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien pankarditis berasal dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien3. Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung; digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04 sampai 0,06 mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga samapai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Karena beberapa pasien miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka dianjurkan pemberian diitalisasi lambat. Penggunaan obat jantung alternatif atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak berespons terhadap digitalis3. Tirah baring dianjurkan selama masa kariditis akut, seperti tertera pada tabel 11-9. pasien kemudian harus diizinkan untuk melanjutkan kembali aktivitasnya yang normal secara bertahap. Hindarkan pemulihan aktivitas yang cepat pada pasien yang sedang menyembuh dari karditis berat. Sebaliknya, kita harus mencegah praktek kuno yang mengharuskan tirah baring untuk waktu yang lama sesudah karditis stabil dan gagal jantung mereda, karena takut memburuk atau kumatnya karditis. Meskipun telah ada pedoman tirah baring, namun dalam pelaksanaannya harus disesuaikan kasus demi kasus3.

5.2 Pengobatan Korea Sydenham Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat ini sangat bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat, dapat diberi steroid3.

Pencegahan Sekunder Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO tertera pada tabel 5. Pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan adalah cara yang paling dapat dipercaya. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien dengan resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, pasien yang lebih tua lebih suka cara ini karena dapat dengan mudah teratur melakukanya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibanding dengan tablet penisilin oral yang harus setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer (terapi faringitis), terbukti lebih efektif

58

daripada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Sulfadiazin juga jauh lebih murah daripada eritromisin. Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada pelbagai faktor, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan kumat; setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Pasien dengan karditis lebih mungkin kumat daripada pasien tanpa karditis. Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual; beberapa prinsip umum dapat dikemukakan. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika lingkungan atau faktor risiko lain mendukungnya1,3. Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko terjadi kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama2. Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil; akan tetapi sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya khusus mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup kadang diperlukan, terutama pada kasus yang berat.

TABEL 5. JADWAL YANG DIANJURKAN UNTUK PENGOBATAN DAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI STREPTOKOKUS

PENGOBATAN

FARINGITIS PENCEGAHAN INFEKSI (PENCEGAHAN SEKUNDER) 1. Penisilin benzatin G IM 600 000-900 000 unit untuk pasien <

(PENCEGAHAN PRIMER) 1. a. Penisilin benzatin G IM

600 000-900 000 unit untuk pasien < a.

30 kg b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg

30 kg setiap 3-4 minggu b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 3-4

minggu

59

2.

Penisilin V oral: 250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10

2.

Penisilin V oral: 250 mg, dua kali sehari

hari

3.

Eritromisin: 40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis

3.

Eritromisin: 250 mg, dua kali sehari

sehari (dosis maximum 1 g/hari) selama 10 hari 4. Sulfadiazin: 0,5 g untuk pasien < 30 kg sekali sehari 1 g untuk pasien > 30 kg sekali sehari

Prognosis Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39%1,9. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan penyakit jantung yang berat1.

60

3) Streptococcus viridans Streptococcus viridans adalah istilah non-Linnaenan pseudotaxonomic untuk sekelompok besar komensal streptokokus bakteri yang baik -hemolitik , menghasilkan warna hijau pada darah agar-agar pelat (maka nama viridans, dari bahasa Latin viridis, hijau), atau nonhemolytic. Tidak memiliki antigen dan secara umum

patogenisitas rendah. Morfologi kokkus berbentuk tunggal bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai khas. Selain itu, juga S. Pyogens dalam klas ifikasi lancefield tergolong kelompok A karena mengandung antigen A. Streptokokkus juga bersifat fakultatif anaerob. Patologi Semua hewan yang terinfeksi dengan agen biotik. Mereka agen yang tidak menyebabkan penyakit yang disebut nonpathogenic, atau komensal. Mereka yang menyerang dan menyebabkan penyakit disebut patogen. Streptococcus viridans bakteri, misalnya, ditemukan di tenggorokan lebih dari 90 persen orang sehat. Di daerah ini mereka tidak dianggap patogen. Agen infeksius sering viridans Streptococcus, biasanya tidak berbahaya penghuni mulut. Bakteri di dalam hati menjadi tertutup dengan lapisan fibrin, yang melindungi mereka dari kehancuran oleh granulosit Organisme yang paling melimpah di mulut, dan salah satu anggota kelompok adalah etiologi agen karies gigi. Hal ini dikarenakan bakteri ini mengubah semua makanan menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan, dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang. Jika bakteri ini juga masuk ke dalam pulpa maka pulpa akan mati. Pada saat ini tidak akan terasa nyeri. Tetapi beberapa lama kemudian jika dipakai untuk menggigit atau jika lidah maupun jari tangan menekan gigi yang terkena, maka gigi ini akan menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dari ujung akar dan menyebabkan abses. Memiliki potensi
61

menyebabkan endokarditis , terutama pada individu dengan kerusakan katup jantung. Mereka adalah penyebab paling umum dari bakteri endokarditis subakut. Orang dengan murmur jantung (menunjukkan turbulensi di istirahat curah jantung), kelainan jantung diketahui, atau riwayat demam rematik atau demam berdarah telah diselenggarakan untuk menjadi lebih rentan untuk mengembangkan endokarditis infektif , dan telah diperlakukan terhadap kemungkinan ini dengan dosis bolus dari antibiotik (misalnya amoksisilin 3 gram) sesaat sebelum gigi. Streptococcus viridans memiliki kemampuan unik untuk mensintesis dekstran dari glukosa, yang memungkinkan mereka untuk mematuhi agregat fibrin-platelet di katup jantung yang rusak. Mekanisme ini mendasari kemampuan mereka untuk menyebabkan penyakit jantung subakut valvular berikut ini diperkenalkan ke dalam aliran darah (misalnya, mengikuti ekstraksi gigi). Mereka juga dapat menimbulkan necrotizing fasciitis . Necrotizing fasciitis (NF), umum dikenal sebagai penyakit pemakan daging atau daging-makan sindrom bakteri, adalah jarang infeksi dari lapisan lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan , mudah menyebar di fasia pesawat dalam jaringan subkutan. Tipe I menggambarkan infeksi polymicrobial, sedangkan Tipe II menjelaskan infeksi monomicrobial. Diagnosis Mikrobiologi untuk streptococcus viridans Diagnosis mikrobiologi untuk non hemolitic streptokokus hampir sama dengan isolasi dan identifikasi streptokokus lainnya. Patogenitas ditunjukkan oleh adanya koloni kecil ( diameter sekitar 0,5 mm) yang dikelilingi oleh suatu zona hemolysis. Selanjutnya perbedaan difokuskan biasanya oleh kurangnya kemampuan untuk tumbuh pada media liquid yang mengandung 6,5% Na C l, dan esculin terhidrolisis dengan adanya garam empedu(yang positive terkandung dalam 10% isolasi), dan pembedaan ciri adalah kekurangan sensitifitas terhadap optohin (yagn tidak menghambat pertumbuhan bacteria). Ciri tambahannya adalah tingginya sensitifitas dari kebanyakan isolat terhadap penisilin.

62

KESIMPULAN Nyonya A, 45 tahun, menderita endokarditis sub akut yang disebabkan oleh Streptococcus viridans dengan riwayat pernah menderita Reumathic fever.

63

DAFTAR PUSTAKA

Alcaide F, Carratala J, Linares J, Gudiol F, Martin R. In vitro activities of eight macrolide antibiotics and RP-59500 (Quinupristin-Dalfopristin) against viridans group streptococci isolated from blood of neutropenic cancer patients. Antimcrob Agents Chemother 1996; 40:2117-2120. [PubMed]

Alcaide F, Linares J, Pallares R, et al. In vitro activities of 22 beta-lactam antibiotics against penicillin resistance and penicillin-susceptible viridans group stretptococci isolated from blood. Antimicrob Agents Chemother 1995; 39:2243-2247. [PubMed]

Alvarez M, Alvarez M, Maiz L, Asensio A, Baquero F, Canton R. Antimicrobial susceptibility profiles of oropharyngeal viridans group streptococci isolates from cystic fibrosis and non-cystic fibrosis patients. Microb Drug Resist 1998; 4:123-8. [PubMed]

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi13.pdf

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.1. Jakarta: EGC.

64

You might also like