You are on page 1of 42

Asma bronkial anak

Uswatun Khasanah 08711139

Definisi
Gangg inflamasi kronis saluran napas Episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan dan batuk. GINA malam /dini hari. hipereaktivitas jalan napas Gejala Sebagian reversibel

penyempitan jalan napas

rangsangan

KNAA

Gangg. mengi berulang

batuk persisten

episodik

malam/dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik,

Riwayat asma /atopi lain

Faktor anatomi dan fisiologi y mempermudah anak mengalami asma


Diameter saluran nafas
Lebih kecil daripada orang dewasa.

Dinding dada

Hipersekresi kelenjar

Insertio diafragma

Tahanan udara : diameter = 4:1

Pd bayi kurang kaku, akan mempercepat penutupan saluran nafas

Pada dinding bronkus anak ditemukan lebih banyak kelenjar mukosa dibandingkan pada orang dewasa

Bayi dan anak posisinya horisontal

Dewasa posisi tersebut adalah oblik

Beberapa proses sebelum terjadi asma


Sensitisasi

seseorang yang memiliki fakor risiko genetik dan lingkungan terpajan dengan pemicu

Terpajan dengan pemacu (enhancer)

Terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya.

Lama atau berat

hipereaktivitas bronkus.

Terpajan oleh pencetus (trigger)

Serangan asma (mengi).

Alergen dalam ruangan kecoa, jamur, serta asap rokok.

Pemicu

Pemacu

Pencetus

Rhinovirus pemakaian 2 agonist.

Infeksi aeroalergen seasonal aeroalergen olahraga

Patogenesis
Reaksi fase cepat
Aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Penyempitan bronkus segera 10-20 mnt)

Reaksi fase lambat


Timbul beberapa jam Aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Retensi selektif sel Tdan pelepasan newly generated mediator.

Sel T mengalami polarisasi ke arah Th2.

Dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat


terjadi transkripsi dan transaksi gen produksi mediator pro inflamasi,

Patogenesis
Sel Th1 memproduksi interleukin (IL) -2 dan interferon- (IFN-), yang penting dalam mekanisme pertahanan selular sebagai respon terhadap infeksi. Sel Th2 menghasilkan sitokin-sitokin (interleukin-4 [IL-4], IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13) yang berperan pada alergi.

Obstruksi saluran nafas


Proses inflamasi menyebabkan
obstruksi aliran udara perubahan fungsional dan struktur organ saluran pernafasan.

Peningkatan tahanan dan penurunan aliran udara ekspirasi.

Perubahan ini menyebabkan


penurunan CO2 hiperinflasi.

Distensi yang berlebihan utk menjaga patensi jalan nafas


meningkatkan aliran ekspirasi mengubah kerja mekanik paru meningkatkan kerja pernapasan

Inflasi toraks berlebihan Otot diafragma dan interkostal kesulitan bekerja optimal Peningkatan usaha bernafas penurunan kerja otot timbulkelelahan gagal nafas

Hipereaktivitas saluran respiratori

Otot polos saluran respiratori

Jika pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20%

Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin).

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.

Perubahan pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya.

Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.

Kekakuan dari daya kontraksi menyebabkan timbulnya edema dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis

Hipersekresi mukus
Peningkatan volume dan perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan karena Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan

penambahan produksi musin

pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.

penumpukan sel epitel yang mengalami deskuamasi

diprovokasi mediator inflamasi dan aktivitas neutrofil elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease

pengendapan albumin yang berasal dari mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan deposisi kolagen dibawah membran basal

Remodeling

Kerusakan dan perbaikan epitel

Ketidakseimbangan MMP dan TIMP

Produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-)

Proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas

Manifestasi Klinis

Penegakkan diagnosis
Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%

Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

Variabilitas harian merupakan perbedaan peningkatan/penuruan PEFR dalam 1 hari. Penilaian dilakukan selama dua minggu

Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?

Apakah anak mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen atau polutan?

Apakah pada saat anak mengalami pilek merasakan sesak di dada dan pileknya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?

Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau olahraga ?

Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega (bronkodilator)?

Apakah anak mengalami serangan mengi berulang ?

Apakah ada penyakit alergi lainnya ?

Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fungsi/faal paru Bermanfaat jika ada gejala asma yang tidak khas. Mengevaluasi volume paru, fungsi jalan nafas, dan pertukaran gas. Hal yang paling penting dalam pemeriksaan ini adalah melakukan manuver ekspirasi maksimal Uji reversibilitas (dengan bronkodilator) Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya riwayat atopi, mengetahui pengaruh faktor lingkungan. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

Obat asma
Reliever Controller

Reliever

Bronkodilator
Short-acting 2 agonist Epinefrin/adrenalin
bronkodilator terbaik Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis Reseptornya di epitel jalan napas, otot selektif pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas. perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. peningkatan clearance mukosilier penurunan permeabilitas vaskuler berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

2 agonis selektif
salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis fenoterol 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncaknya akan dicapai dalam 2 4 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja cepat yaitu sekitar 1 menit, sedangkan efek puncak dicapai dalam 10 menit. Dosis inhaler (MDI) Ringan 2 4 semprotan tiap 3 4 jam. Sedang 6 10 semprotan tiap 1 2 jam. Berat 10 semprotan. Efek samping tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

Methylxanthine
Efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit. Diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik. Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh kerja antagonis terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolisme hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

Antikolinergik
Ipratropium Bromida. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang anak.

Kortikosteroid

Minimal 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari. Menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

Kortikosteroid diberikan
Terapi inisial jika inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama. Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai controller.

Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi ke jaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.

Controller
Inhalasi glukokortikosteroid
Mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan atau aktifitas. Mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya Efek samping berupa neoangiogenesis, dan gangguan mencegah atau pertumbuhan, katarak, mengurangi terjadinya gangguan sistem saraf down regulation pusat, dan gangguan receptor 2 agonist. pada gigi dan mulut. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (anak).

LTRA
Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane Ada 2 preparat Efek samping obat LTRA yaitu dapat Montelukast Mempunyai efek Menjaga integritas mengganggu (belum ada di Mencegah early bronkodilator dan epitel dg Indonesia) dan fungsi hati asma reaction dan perlindungan meningkatkan Zafirlukast (meningkatkan late asthma terhadap kerja EGF dan (digunakan untuk transaminase) reaction bronkokonstriktor; menekan TGF anak usia > 7 sehingga perlu tahun dengan pemantauan fungsi hati. dosis 10 mg, 2 kali sehari).

Long acting 2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA terbukti lebih baik, dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hipereaktivitas dan airway remodeling.

Teofilin lepas lambat

Efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari,

Jenis alat inhalasi sesuai usia


UMUR < 2 tahun 2-4 tahun ALAT INHALASI Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer) Nebuliser MDI dengan spacer Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) Nebuliser MDI (metered dose inhaler) Alat Hirupan Bubuk Autohaler

5-8 tahun

>8 tahun

Terapi suportif
Terapi oksigen Campuran Helium dan oksigen Terapi cairan
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen yang sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurangnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretik dari pemberian teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negative yang tinggi pada puncak inspirasi akan memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Edukasi
Kapan berobat/ mencari pertolongan Mengenali gejala serangan asma secara dini Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya

Mengenali dan menghindari faktor pencetus


Kontrol teratur Pengendalian lingkungan
menghindarkan anak dari asap rokok tidak memelihara hewan berbulu memperbaiki ventilasi ruangan mengurangi kelembaban kamar

Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan

Upaya pencegahan asma


Pencegahan primer Untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma) Penghindaran thd pemicu Diet hipoalergenik ibu hamil dan menyusui Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Pencegahan sekunder untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi menghindari pajanan pemacu Pencegahan tersier

untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah memiliki asma

You might also like