You are on page 1of 14

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI TUMBUHAN

AKUMULASI SPESIES KAKI GUNUNG BAWAKARAENG

Disusun Oleh:

Nama NIM Kelas Kelompok

: A. Rezki Wahyuli Amal : 101414012 :B : III

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2012

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Lengkap Praktikum Ekologi Tumbuhan dengan Judul Akumulasi Spesies Kaki Gunung Bawakaraeng yang disusun oleh : Nama NIM Kelas/ Kelompok : A. Rezki Wahyuli Amal : 101414012 : B/III

telah diperiksa dan dikoreksi oleh dosen mata kuliah ekologi tumbuhan, maka dinyatakan diterima.

Makassar, Dosen Penanggung Jawab Praktikan

Desember 2012

Dr. Ir. Muhammad Wiharto, M.Si NIP: 1966 09 30 1992 03 1 004

A. Rezki Wahyuli Amal NIM: 101414012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Biologi memiliki cabang ilmu termasuk salah satunya adalah ekologi tumbuhan. Ekologi tumbuhan merupakan cabang biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya. Dalam mempelajari ekologi tidak lepas dari suatu ekosistem dan komponen-komponennya yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Dimana komponen abiotik berupa suhu, air, kelembapan, cahaya, sedangkan komponen biotik berupa makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Hal ini akan saling mempengaruhi yang menunjukkan suatu kesatuan. Mempelajari ekologi berarti menjelaskan suatu vegetasi. Di mana vegetasi merupakan semua spesies tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah yang luas, yang memperlihatkan pola distribusi menurut ruang dan waktu. Upaya memperdalam pengetahuan mengenai ekologi tumbuhan dengan melakukan praktikum lapangan untuk mengetahui akumulasi pohon, semak, herba, dan anakan pohon yang ada di sekitaran Kaki Gunung Bawakaraeng. Praktikum lapangan ini di lakukan di Kawasan Bawakaraeng seiring dengan kondisinya yang berupa hutan sehingga kemungkinan memiliki banyak spesies semak, herba, pohon dan anakan pohon yang dapat diamati. Pengamatan ini dilakukan dengan menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA), lalu mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis.

B. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui akumulasi herba, semak, pohon dan anakan pohon yang pada kawasan Kaki Gunung Bawakaraeng. C. Manfaat Praktikum Manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa mampu mengakumulasi herba, semak, pohon dan anakan pohon yang pada kawasan Kaki Gunung Bawakaraeng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Hutan merupakan kawasan dimana terdapat pepohonan yang lebat dan juga makhluk hidup lainnya yang mempunyai hubungan timbal balik dalam ekosistem hutan itu sendiri. Sedangkan, Hutan tropis itu sendiri merupakan hutan yang terletak di daerah kawasan khatulistiwa yang beriklim tropis. Secara Geografis, hutan tropis terletak antara 23 27 Lintang Utara dan 2327 Lintang Selatan. Meliputi wilayang Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia Utara. sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Selain itu juga Indonesia memiliki banyak kawasan Hutan Tropis seperti : di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra bahkan di Papua. Hampir semua kawasan Indonesia tentunya (Zain, 1998). Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sementara ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Tetapi ada juga ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumne ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990). Interaksi dalam suatu komunitas tercermin dari struktur dan komposisi vegetasi. Stratifikasi yang terjadi dalam suatu tumbuh-tumbuhan di hutan terjadi karena adanya persaingan dimana jenis-jenis tertentu berkuasa (dominan) dari jenis lain, pohonpohon tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon yang dibawahnya (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi atau masyarakat tumbuhan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat digunakan random sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat digunakan sistematik sampling, bahkan purposive sampling pun juga dibolehkan. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance) (Dedy, 2012). Kurva spesies-area (bahasa Inggris: species-area curve, SAC), dalam ekologi, adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara jumlah jenis dengan ukuran kuadrat (petak ukur). Grafik itu biasanya menunjukkan pola pertambahan jumlah jenis yang relative tajam pada ukuran kuadrat kecil sampai pada suatu titik tertentu dan sesudah itu semakin mendatar seiring dengan peningkatan ukuran kuadrat. SAC dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun (Nurani, 2012). KSA dapat digunakan untuk menentukan luas kuadrat tunggal minimum yang mewakili suatu komunitas tumbuhan dari segi jenis penyusun. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan. Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian (Ade, 2009).

Titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan (Ade, 2009).

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Hari/Tanggal Waktu Tempat B. Alat dan Bahan 1. Alat: a. Plot b. Alat tulis c. Patok d. Tali rapiah 2. Bahan: Tanaman pohon, herba, semak dan anakan pohon C. Prosedur Kerja 1. Membuat plot luas minimum ukuran 0,5m x 0,5m 2. Melihat dan menghitung tanaman herba, semak, anakan pohon, dan pohon . 3. Menambah ukuran plot dua kali lipat dari ukuran awal, dan melakukan hal yang sama. 4. Melakukan hal yang sama hingga mencapai penambahan jumlah spesies yang stabil. 5. Mengolah data yang diperoleh dengan program R untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP) dan Indeks Diversitas dengan langkah sebagai berikut: #-----------------A. Rezki Wahyuli Amal--------------#------------- 21 Desember 2012---------------------#----------------------------------------------------rm(list=ls(all=TRUE)) : Sabtu - Minggu, 15 - 16 Desember 2012 : Pukul 13.30 s.d selesai. : Kaki Gunung Bawakaraeng, Lembanna, Malino, Kab. Gowa

#---------------------Membuat spesies accumulation curve--------#----------Plot adalah data ukuran plot------------------#--------misalnya 1 = 0,5 x 0,5 m--------------------#--------misalnya 2 = 0,5 x 1 m--------------------#--------------------------------------------plot<-c(1, 2, 3, 4, 5) #--------------------------------------------------#----penambahan sp adalah jumlah spesies----------------#----baru yang ditentukan pada setiap plot----------penambahan.sp<-c(6, 3, 2, 1, 1) #-------akumulasi sp adalah jumlah total penambahan spesies baru----akumulasi.sp<-cumsum(penambahan.sp) #---------------------------------------------------akumulasi.sp #-------------membuat grafik--------------------plot(plot,akumulasi.sp,type='n',ylim=c(7,16),pch=16,col=3,cex=1.5,ylab='akum ulasi spesies', xlab='ukuran plot') #------------membuat grid--------------------grid(lty=1,lwd=1) lines(plot,akumulasi.sp,col='red') points(plot,akumulasi.sp,col='blue') #--membuat sumbu x perhatikan berapa banyak berapa banyal plot yang dibuat------axis(1,at=1:5, lab=c("1","2","3","4","5"))

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Tabel 1. Akumulasi Spesies Plot Nama spesies Arudinella setosa Sauropus androgynus 0.5 x 0,5 Salidago sempervirens Helodida sp. Atylosia marmorata Centella asiatica Pepperomia sp 1x1 Adenostyles alpina Diplazium esculentum 1x2 2x2 2x4 Ruella nucifera Vemonia ambigua Commenlina nudiflora Lantana camara 2 1 1 11 12 13 3 9 6 6 Penambahan spesies Akumulasi

Grafik

B. Pembahasan Pengamatan yang dilakukan adalah dengan membuat suatu plot kurva spesies area yang dilakukan di kawasan kaki gunung Bawakaraeng, kurva ini dibuat dengan luas awal adalah 0,5 meter x 0,5 meter kemudian luas ditambah dua kali lipat. Dari kegiatan ini akan diamati penambahan jumlah spesies setiap penambahan luas plot. Pembuatan kurva spesies area ini dilakukan untuk mengetahui luasan petak minimum yang akan mewakili ekosistem yang ada di suatu hutan yaitu dengan cara membuat dan mengamati suatu petak contoh yang kita buat yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak contoh yang kita amati ini tidak boleh terlalu besar ukurannya agar luas minimum dari suatu ekosistem hutan dapat terpenuhi. Pada petak awal yaitu 0,5 meter x 0,5 meter kita mendata jenis-jenis herba, semak, anakan pohon, dan pohon yang terdapat di dalam plot tadi. Pada petak pertama (ukuran 0,5 meter x 0,5 meter), kita menemukan adanya jenis

tumbuhan bawah herba dan semak tapi, tidak ditemukan pohon dan anakan pohon. Kemudian, Ukuran petak ini diperbesar dua kali lipat (1m x 1m) dan jenis tumbuhan yang baru terdapat di dalamnya pun didata pula. Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan memperlihatkan data dengan hasil jumlah vegetasi yang ditemukan adalah 13 spesies. Vegetasi yang berhasil di identifikasi adalah kebanyakan dari tanaman herba. Pada plot pertama sampai keenam keragaman jenis makin meningkat hingga pada plot keenama penambahn jumlah spesies telah stabil. Hal ini mungkin disebabkan disebabkan karena penyebaran vegetasi tanaman dalam suatu plot dipengaruhi oleh tanaman yang paling banyak tumbuhnya dalam satu plot tersebut sehingga mendominasi pada plot tersebut. Berdasarkan grafik, sumbu x adalah luas kuadrat dan sumbu y adalah jumlah akumulatif jenis. Dari grafik dapat ditentukan berapa luas minimum yang diperlukan untuk menganalisis bentuk vegetasi tersebut. Penentuan luas minimum dapat dilakukan dengan menentukan titik, saat kurva mulai mendatar. Luas minimum ditunjukkan oleh perpotongan dari garis yang dibuat dari titik tersebut dengan sumbu y. Lalu dengan mencari titik ada kurva dimana kenaikan jumlah jenis sebesar tidak lebih dari 10% dari jumlah total jenis yang ditemukan (Mueller-Dumbois,1974). Menurut hasil pengamatan, titik dimana jumlah spesies tidak mengalami pertambahan, diawali pada plot ke 5, yakni pada luas 2m x 2m. Lalu pada plot 6, dengan luas 2 m x 4 m penambahannya sudah stabil dimana penmabahn jumlah sudah satu dan disinilah grafik mulai stabil.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Pembuatan kurva spesies area ini dilakukan untuk mengetahui luasan petak minimum yang akan mewakili ekosistem yang ada di suatu hutan yaitu dengan cara membuat dan mengamati suatu petak contoh yang kita buat yang mewakili suatu tegakan hutan. Pada plot pertama sampai keenam keragaman jenis makin meningkat hingga pada plot keenama penambahn jumlah spesies telah stabil. Hal ini mungkin disebabkan disebabkan karena penyebaran vegetasi tanaman dalam suatu plot dipengaruhi oleh tanaman yang paling banyak tumbuhnya dalam satu plot tersebut sehingga mendominasi pada plot tersebut. B. Saran Sebaiknya praktikan agar lebih memperhatikan praktikum lebih baik agar tujuan dari praktikum ini dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Ande Marpaung. Apa dan Bagaimana Mempelajati Analisa Vegetasi. 2009. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-danbagaimanamempelajari-analisa-vegetasi/ Diakses tanggal 22 Desember 2012. Campbell, Neil A; Reece; dan Mitchell. 2004. Biologi Jilid III Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Dedy 2012. Analisa_Vegetasi. http://dydear.multiply.com/journal/item/15/ Diakses tanggal 22 Desembser 2012. Nurani, Rezki Gita. 2012. Kurva Spesies Area. http://rangerspink.blogspot.com/2011/04/kurva-spesies-area-ksa.html. Diakses tanggal 22 Desember 2012. Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press. Yogyakarta. Resosoedarmo, Soedjiran. 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Jakarta. Soerianegara I dan A. Indrawan. 2005. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Zain S.A. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Rineka Cipta. Jakarta.

You might also like