You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN Askariasis adalah suatu infeksi pada usus yang disebabkan oleh suatu jenis cacing besar,

Ascaris lumbricoides. Seseorang dapat terinfeksi penyakit ini setelah secara tidak sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing..1 Anak-anak lebih sering terinfeksi cacing ini daripada orang dewasa, kelompok usia yang paling umum terjadi adalah 3-8 tahun. Infeksi ini cenderung terjadi lebih serius jika anak mengalami gizi buruk. Anak sering terinfeksi akibat tidak mencuci tangan setelah bermain di tanah yang terkontaminasi. Tanda pertama dari keadaan ini mungkin dengan mendapatkan cacing hidup, biasanya di dalam tinja. Pada infeksi yang berat, penyumbatan usus dapat menyebabkan sakit perut, terutama pada anak. Penderita penyakit ini juga mungkin mengalami batuk, mengi dan sesak, atau demam.1 Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus meningkat pada tempat tinggal yang tidak bersih dan cara hidup tidak bersih yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di Indonesia. Tinggi rendahnya fekuensi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi sumber infeksi. Diantara cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok soil transmitted helminth atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp (cacing tambang). Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.1 Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.5 Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.5

Gambar 2.1 Cacing Ascaris Lumbicoides dewasa.3 2.2 Epidemologi

Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah dengan sanitasi yang tidak memadai. Ascariasis adalah salah satu infeksi parasit pada manusia yang paling umum. Sampai dengan 10% dari penduduk negara berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh Ascaris. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama pada anak.1 Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa wanita dewasa Vietnam yang tinggal di daerah pedesaan, terutama yang terkena tanah pada malam hari dan tinggal di rumah tangga tanpa jamban, beresiko sangat tinggi untuk ascariasis. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada 2005 adalah sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84 juta dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23 juta di Timur Tengah dan Afrika Utara.3 2.3 Etiologi dan Patofisiologi Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke tenggorokan dan tertelan. Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat bertelur yang kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau hewan yang mengandung telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah dan menjadi infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan atau tahun.1

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.4 Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.4 Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.4

Gambar 2.2 Siklus Hidur Askaris5 2.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk, dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia, dan diare intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus parsial atau lengkap oleh cacing dewasa. Penyakit kuning, mual, muntah, demam, dan nyeri perut berat mungkin mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis.3 Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan demam mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen tidak spesifik tetapi adalah umum pada anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama di kuadran kanan atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah, mungkin mengindikasikan komplikasi ascariasis. Bukti untuk kekurangan gizi

karena ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti ditunjukkan oleh penelitian albumin dan pertumbuhan pada anak yang diamati secara prospektif. Beberapa penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan perkembangan gizi atau karena ascariasis.3 Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas.5,6 Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut: 1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam

apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.5,6 Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.5,6

2.5 Penatalaksanaan

Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah orang yang terinfeksi penyakit askariasis:1 menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran manusia; mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum mengambil makanan; mencuci, mengupas atau memasak semua sayuran mentah dan buah-buahan; melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan makanan apapun yang jatuh di lantai. Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat pembuangan kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana limbah digunakan untuk irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi lainnya yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah yang terkontaminasi.1 Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya. 5,6 Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:1,3,4.5 1. Mebendazol. Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik. 2. Pirantel Pamoat. Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (welltolerated). Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat

berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa. 3. Levamisol Hidroklorida. Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan mebendazol. 4. Garam Piperazin. Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo. 5. Albendazole Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya aktivitas larvisidal dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan glikogen dalam tubuh parasit yang mana menyebabkan berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate (ATP). ATP ini penting untuk reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian parasit akan mati.7 Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan infeksi Echinococcus pada manusia.Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus granulosus .7 Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan efek samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah dan diare. S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil

transmitted helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa ulang pada minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini diperoleh angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5% untuk Trichuris trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides.7 2.6 Pencegahan Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat mempunyai arti dalam penanggulangan infeksi cacing ini. Suatu pengalaman oleh E. Kosin pada tahun 1973, yang mana telah dilakukan suatu penelitian kontrol ascariasis di suatu desa di daerah Belawan, Sumatera Utara,yang mana diketahui prevalensi cacinggelang pada anak 85%> setelah pengobatan massal, angka infeksi menurun drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan kemudian, saat anakanak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat mengejutkan yaitu angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan penelitian, ternyata cacing yang berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi tersebar di sembarang tempat dan terjadi pencemaran tanah dengan telur cacing dam ini merupakan sumber infeksi.8 2.7 Prognosis Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi. Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.4 Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam perbaikan ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat badan. Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki toksisitas dan yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan manajemen konservatif.4 BAB III

PRESENTASI KASUS DAN ANALISA KASUS I.Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Suku Agama No. CM No. Register Tanggal Masuk Tanggal Pemeriksaan II.Identitas Keluarga a. Ayah Nama Umur b. Ibu Nama Umur III. ANAMNESA a. Keluhan Utama b. Keluhan Tambahan : Benjolan pada perut : BAB(-), demam : Yanti : 39 tahun : Yusmiadi : 27 tahun : An.II : 2 tahun : Perempuan : Alue Ie Mirah Aceh Timur : Aceh : Islam : 89-66-63 : 0082757 : 29 April 2012 : 4 Mei 2012

c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan benjolan pada perut sejak 7 hari SMRS. Benjolan dirasakan pada perut sebelah kiri dan terasa padat. Sebelumnya pada 5 hari SMRS, BAB pasien berwarna kecoklatan dan lembek. ketika BAB pasien merasa kesakitan.

10

Setelah BAB, nyeri berkurang tetapi masih teraba benjolan pada perut. Kemudian 4 hari selanjutnya ibu pasien juga mengaku bahwa pasien sudah tidak BAB yang disertai nyeri sehingga anak rewel. Benjolan pun masih teraba di perut sebelah kiri. Perut juga dirasakan membesar sejak 2 minggu SMRS. Awalnya perut sedikit kembung dan semakin lama dirasakan semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 10 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun dan pernah mencapai normal. Demam berkurang dengan obat penurun panas. Mual (+), Muntah(-). Pasien kurang mau minum dan nafsu makan juga berkurang. d. Riwayat Penyakit Dahulu:

pernah keluar cacing dari mulut pasien sebesar tauge pada umur anak 4 bulan

2 bulan yang lalu dari BAB pasien juga keluar cacing sebesar selang infus sebanyak 1 ekor

e. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal f. Riwayat Penggunaan Obat: Paracetamol syr dan obat syrup berwarna merah g. Riwayat kehamilan dan persalinan Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil. Pasien lahir spontan dengan kehamilan cukup bulan, dan persalinan ditolong Bidan. Bayi lahir segera menangis, bernafas spontan dengan berat badan lahir 3100 gr.

11

h. Riwayat pemberian makanan Usia 0-3 bulan 3-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan >12 bulan Makanan ASI ASI + bubur susu ASI+ nasi tim ASI+ nasi lunak SF+ nasi biasa Perkembangan Mengangkat kepala Menelungkup merangkak duduk Berdiri dengan berpegangan

IV. PEMERIKSAAN FISIK o Status Present Keadaan Umum Kesadaran Heart rate Respiratory rate Temperatur BBS PB Status gizi BB/U TB/U BB/TB Kesan Kebutuhan nutrisi Kebutuhan cairan mikro Kebutuhan protein : 10,5 x (2-3 gr) = 21-31,5 gr/hari : 8/12,5 x 100% = 64% : 76/86 x 100% = 88% : 8/10,5 x 100% = 76% : gizi kurang : 10,5 kg x 100 kkal =1050kkal : 8 x 100 cc = 800 cc/hari = 33 gtt/i : Sedang : Compos mentis : 115 x / menit : 25 x / menit : 37.7 C : 8 kg : 76cm

12

o Status General Kulit Warna Turgor Ikterus Pucat Kepala Wajah Rambut Mata : mongoloid face : Pirang : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+ /+), sklera ikterik (-/-), fisura palpebra miring, mata sipit, isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+) Telinga Hidung Mulut Lidah Geligi Faring Leher Inspeksi Palpasi : Simetris : Pembesaran KGB (-) : Serumen (-/-), telinga kecil. : Sekret (-/-),NCH (-/-) : Bibir : Beslag : Pucat (-), Sianosis (-) (+), lidah lebar dan pupil : Sawo matang : Kembali cepat : (-) : (-)

cenderung menjulur. : Karies (-) : Hiperemis (-)

13

Thorax Thorax anterior Kanan Kiri Simetris, Retraksi (-), bentuk Simetris, Retraksi (-), bentuk dada Palpasi Perkusi Auskultasi normal, pernafasan dada normal, pernafasan thorakoabdominal Fremitus (N) Sonor Vesikuler (N),Ronkhi Wheezing (-) thorakoabdominal Fremitus (N) Sonor (+), Vesikuler (N),Ronkhi Wheezing (-) Thorax posterior Kanan Simetris, Retraksi (-) Fremitus (N) Sonor Vesikuler (N),Ronkhi Wheezing (-) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Atas Kiri : Iktus kordis tidak terlihat : Iktus kordis teraba pada ICR IV, 1 jari lateral linea midclavicula sinistra : Batas - batas jantung : ICS III : ICR IV 1 jari lateral linea midclavicula sinistra Kanan : Linea parasternalis dekstra Auskultasi : BJ I > BJ II, Regular, Bising (+) Kiri Simetris, Retraksi (-) Fremitus (N) Sonor (-), Vesikuler (N),Ronkhi Wheezing (-)

Inspeksi

(-),

(-),

Abdomen Inspeksi Palpasi : Simetris, distensi(+) : Soepel, Nyeri Tekan (-), darm steifung(+), darm contour(-), teraba

14

massa 2x3 cm di hipokondrium kiri Lien Perkusi Auskultasi Genetalia Anus Kelenjar Limfe Ekstrimitas Ekstremitas Sianosis Hematom Gerakan Kekuatan Tonus Otot Normotonus Atrofi Reflek fisiologis Reflek Patologis 5 Normotonus N Superior Kanan Aktif 5 N 5 Normotonus N aktif 5 Normotonus N : sulit dinilai : Tympani usus (+) : Peristaltik menurun : Perempuan, tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Pembesaran (-) : jari tangan dan kaki pendek Inferior Kiri Hepar : sulit dinilai

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Darah 29 April 2012 (H-1 rawat) Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit GDS : 3, 9 gr/dl : 49.300/uL : 39.000/uL : 9% : 88 mg/dl

15

Creatinin Ureum Klorida Kalium Natrium

: 1.8 mg/dl : 32 mg/dl :102 meq/L : 4,6 meq/L : 130 meq/L

b. Darah 29 April 2012 (H-1 post transfusi) :

Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit

: 6,5 gr/dl : 18 % : 15.500/uL : 32.000/uL

c. Feses Rutin 30 April 2012 (H-2 rawat) Warna Konsistensi Bau Eritrosit Leukosit Darah Lendir Telur cacing : coklat : lunak : khas : negatif : negatif : negatif : negatif : Ascariasis Lumbricoides

d. Darah dan Morfologi darah tepi 30 april 2012 (H-2 rawat post transfusi)

Hemoglobin Leukosit LED Eritrosit Trombosit

: 7,6 gr/dl : 16.000/uL : 95 mm/jam : 26.000/uL : 34.000/uL

16

Hematokrit MCV MCH MCHC SGOT SGPT Protein total Albumin Globulin Kreatinin Ureum GDS

: 22 % : 82 ft : 28 pg : 34 gr/dl : 4 u/L : 7 u/L : 5,3 u/L : 3,2 gr/dl : 2,1 gr/dl : 0,7mg/dl : 40 mg/dl : 99 mg/dl

Hitung Jenis Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Batang Limfosit Monosit :0 :2 :2 : 84 :2

Netrofil Segmen : 10

e. Darah 1 Mei 2012 (H-3 rawat post transfusi)

Hematokrit Hemoglobin Leukosit Trombosit

: 29 % : 10,2 gr/dl : 11.300/uL : 40.000/uL

f. Urinalisa 1 Mei 2012 (H-3 rawat) Berat jenis pH : 1,005 :6

17

Leukosit Nitrit: Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Blood Sedimen urin Leukosit Eritrosit Epitel

: negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif

: 5-7/LPB : 1-2/LPB : 5-6/ LPB

g. Darah 7 Mei 2012 (H-9 rawat) Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit SGOT SGPT Kreatinin Ureum Total kolesterol GDS : 9,5 gr/dl : 6.600/uL : 29.000/uL : 28 % : 19 u/L : 11 u/L : 0,4 mg/dl : 26 mg/dl : 162 mg/dl : 112 mg/dl

Hitung Jenis Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Batang :2 :0 :2

18

Netrofil Segmen : 12 Limfosit Monosit : 82l :2

VI. Pemeriksaan Radiologi a. Foto Thorax

Tampak infiltrat di daerah pericardial kanan CTR: 9+2/17 =64% Kesan: pneumonia dan kardiomegali

b. Foto polos Abdomen

19

bayangan gas usus tampak normal dan bercampur fecal material

bayangan hepar dan lien tampak normal Ginjal tak tampak jelas psoas shadow tak tampak jelas tak tampak adanya bayangan step ladder patologis tak tampak adanya udara bebas

20

Kesan: tak tampak adanya gambaran obstruksi c. Echocardiography Kesan : PDA sedang VII. RESUME a. Anamnesa Pasien dibawa ke RSUZA pada tanggal 21Maret 2011 23.29 WIB dengan keluhan : Pasien datang dengan keluhan benjolan pada perut sejak 7 hari SMRS. Benjolan dirasakan pada perut sebelah kiri dan terasa padat. Sebelumnya pada 5 hari SMRS, BAB pasien berwarna kecoklatan dan lembek. ketika BAB pasien merasa kesakitan. Setelah BAB, nyeri berkurang tetapi masih teraba benjolan pada perut. Kemudian 4 hari selanjutnya ibu pasien juga mengaku bahwa pasien sudah tidak BAB yang disertai nyeri sehingga anak rewel. Benjolan pun masih teraba di perut sebelah kiri. Perut juga dirasakan membesar sejak 2 minggu SMRS. Awalnya perut sedikit kembung dan semakin lama dirasakan semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 10 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun dan pernah mencapai normal. Demam berkurang dengan obat penurun panas. Mual (+), Muntah(-). Pasien kurang mau minum dan nafsu makan juga berkurang. Ibu pasien mengatakan bahwa pernah keluar cacing dari mulut pasien sebesar tauge pada umur anak 4 bulan, dan 2 bulan yang

21

lalu dari BAB pasien juga keluar cacing sebesar selang infus sebanyak 1 ekor.

b.

Pemeriksaan Fisik o Status Present Keadaan Umum Kesadaran Heart rate Respiratory rate Temperatur o Status General Kulit Kepala Wajah Mata : sawo matang, turgor kembali cepat : normochepali, rambut pirang : mongoloid face : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+ /+), sklera ikterik (-/-), fisura palpebra miring, mata sipit, pupil isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+) Telinga/ Hidung/ Mulut Leher Thorax Jantung Abdomen : lidah beslag (+), lidah besar dan cenderung menjulur.Telinga kecil (+/+) : Pembesaran KGB (-) : simetris,retraksi (-), ves (+/+),Ronkhi (+/-), Wheezing (-/-) : BJ I > BJ II, Regular, Bising (+) : distensi(+), Soepel, tympani usus (+), peristaltik menurun, darm steifung (+), darm contour (-), hepar dan lien sulit dinilai, teraba massa 2x3 cm di hipokondrium kiri : Sedang : Compos mentis : 115 x / menit : 25 x / menit : 37.7 C

22

Genetalia Anus Kelenjar Limfe Ekstrimitas

: Perempuan, tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Pembesaran (-) : Sianosis(-/-), edema (-/-), jari tangan dan kaki kecil

o Laboratorium Darah 29 April 2012 (H-1 rawat) Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit GDS Creatinin Ureum Klorida Kalium Natrium : 3, 9 gr/dl : 49.300/uL : 39.000/uL : 9% : 88 mg/dl : 1.8 mg/dl : 32 mg/dl :102 meq/L : 4,6 meq/L : 130 meq/L

Darah 29 April 2012 (H-1 post transfusi) : Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit : 6,5 gr/dl : 18 % : 15.500/uL : 32.000/uL

Feses Rutin 30 April 2012 (H-2 rawat) Warna : coklat

23

Konsistensi Bau Eritrosit Leukosit Darah Lendir Telur cacing

: lunak : khas : negatif : negatif : negatif : negatif : Ascariasis Lumbricoides

Darah dan Morfologi darah tepi 30 april 2012 (H-2 rawat post transfusi) Hemoglobin Leukosit LED Eritrosit Trombosit Hematokrit MCV MCH MCHC SGOT SGPT Protein total Albumin Globulin Kreatinin Ureum GDS : 7,6 gr/dl : 16.000/uL : 95 mm/jam : 26.000/uL : 34.000/uL : 22 % : 82 ft : 28 pg : 34 gr/dl : 4 u/L : 7 u/L : 5,3 u/L : 3,2 gr/dl : 2,1 gr/dl : 0,7mg/dl : 40 mg/dl : 99 mg/dl

Hitung Jenis Leukosit Eosinofil :0

24

Basofil Netrofil Batang Limfosit Monosit :2 : 84 :2 Netrofil Segmen : 10

:2

Darah 1 Mei 2012 (H-3 rawat post transfusi)

Hematokrit Hemoglobin Leukosit Trombosit

: 29 % : 10,2 gr/dl : 11.300/uL : 40.000/uL

Urinalisa 1 Mei 2012 (H-3 rawat) Berat jenis pH Leukosit Nitrit: Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Blood Sedimen urin Leukosit Eritrosit Epitel : 5-7/LPB : 1-2/LPB : 5-6/ LPB : 1,005 :6 : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif

Darah 7 Mei 2012 (H-9 rawat)

25

Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit SGOT SGPT Kreatinin Ureum GDS Hitung Jenis Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Batang Netrofil Segmen Limfosit Monosit

: 9,5 gr/dl : 6.600/uL : 29.000/uL : 28 % : 19 u/L : 11 u/L : 0,4 mg/dl : 26 mg/dl : 112 mg/dl :2 :0 :2 : 12 : 82l :2

Total kolesterol : 162 mg/dl

VIII. DIAGNOSA BANDING


1. Bolus Ascariasis + Down Syndrome + Gizi Kurang + PDA 2. Ileus Obstruktif e.c Tumor Intra Abdomen + Down Syndrome + Gizi

Kurang + PDA

IX. DIAGNOSA SEMENTARA Bolus Ascarias + Down Syndrome + Gizi Kurang + PDA X. PENATALAKSANAAN 1. Supportif

26

a. Bedrest b. Diet ML 1050 kkal + protein 21-31,5 gr

2. Medikamentosa a. IVFD 4:1 (Dex 5% + NaCl 0,225%) 30 gtt/i (mikro) b. Inj. Cefotaxime 300 mg/ 8 jam c. Inj. Novalgin 100 mg/ 8 jam (k/p) d. Mikrolac supp e. Inj. Kloramfenikol 150 mg/ 6 jam f. Albendazole 200 mg single dose g. Furosemid 2x 4 mg h. Spironolakton 2x 6,5 mg

3. Planning Planning diagnostik a. Klisma 1x/hari b. Kurva suhu per 6 jam

Planning terapi a. Transfusi PRC s/d Hb 10 gr/dl

4. Edukasi

27

a. Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien kepada orangtua pasien b. Edukasi terhadap pengobatan dan kesembuhan pasien c. Makan makanan bergizi d. Edukasi terhadap keluarga pasien agar menjaga kebersihan diri dan keluarga serta lingkungan.

XI. PROGNOSIS

Qou ad vitam Qou ad functionam Qou ad sanactionam

: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

XII. Analisa Kasus Aspek Epidemiologi Teori Fakta Prevalensi ascariasis paling tinggi di Pasien berumur 2 tahun dan anak-anak umur 2-10 tahun, dengan intensitas tertinggi infeksi ini terdapat pada umur 5-15 tahun Di pedesan kasus ini lebih tinggi buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian masih anak Pasien tinggal di daerah pedesaan yang rendah tingkat ekonominya digolongkan anak-

prevalensinya, hal ini terjadi karena Pasien berasal dari keluarga

28

tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah Gejala Klinis endemik pada anak-anak akan menimbulkan Status gizi pasien ini kekurangan gizi Gangguan makan konstipasi. Bila sejumlah besar usus yang disebabkan diare oleh Kesan cacing dewasa seperti mual, nafsu berkurang, BB/TB = 8/10,5 x 100% = 76% : gizi kurang datang dengan

atau Pasien keluhan:

cacing benjolan pada perut juga serta dirasakan disertai dan membesar nyeri. bahwa pasien sudah tidak BAB sejak 4 SMRS Pasien merasakan Muntah(-). Pasien kurang mau minum dan Foto nafsu thorax makan pasien juga ini: kesan: berkurang. tampak infiltrat di daerah paracardial kanan, juga Mual sering (+),

menggumpal menjadi suatu bolus yang Perut menyumbat rongga menyebabkan gejala abdomen akut. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler

Pada foto toraks tampak infiltrat. Ibu pasien juga mengaku

Pemeriksaan penunjang

pneumonia Untuk menegakkan diagnosis pasti Ibu pasien harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur

mengatakan

pernah keluar cacing dari mulut pasien sebesar tauge

29

cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja

pada umur anak 4 bulan dan 2 bulan yang lalu dari BAB pasien juga keluar cacing sebesar selang infus sebanyak 1 ekor Dari pemeriksaan feses juga ditemukan telur cacing ascariasis lumbricoides pada

Terapi

Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah: 1. Mebendazol Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari 2. Pirantel Pamoat Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan 3. Levamisol Hidroklorida. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan <10 kg. 4. Garam Piperazin. diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). 5.Albendazole Pada anak diatas 2 tahun dapat diberikan 2 tablet albendazole (400mg) atau suspensi 20 ml, berupa dosis tunggal<hasil cukup memuaskan

feses pasien Pada pasien ini diberikan Albendazole 200 mg single dose

30

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Water related diseases: Ascariasis.

Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH) Available at URL: http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/ ascariasis/en/. Accessed on May 2012.
2. Mardiana and Djarismawati. Helminthiosis Prevalence Among Compulsory

Learning of Public School Children In The Slum Areas Of Poverty Elimination Integrated Program in Jakarta Province. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008 : 769 774.

31

3. Haburchak, David R. Ascariasis. Division of Infectious Disease, Medical

College of Georgia.

Available at URL: http://emedicine.medscape.com/

article/212510-overview. Accessed on May 2012.


4. Shoff, William H. Pediatric Ascariasis. Department of Emergency Medicine,

Hospital of the University of Pennsylvania. 2012.


5. Syamsu,

Available at URL:

http://emedicine.medscape.com/article/996482-overview Accessed on May Yohandromeda. Ascariasis, Respons IgE dan Upaya

Penanggulangannya. Program Studi Imunologi Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.


6. Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.

7. Jagota SC, 1986. Albendazole, a Broad Spectrum Anthelmintic, in the Treatment of Intenstinal Nematode and Cestode Infection: A Multicenter Study in 460 Patients. Clin.Ther ; 8 : 226-231, 1986. 8. Sudarmo,SS.Garna Herry. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

32

You might also like